Pengaruh Independensi, Akuntabilitas dan Profesionalisme Auditor terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

(1)

i

PENGARUH INDEPENDENSI, AKUNTABILITAS DAN PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Afif Bustami NIM: 107082001362

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

PENGARUH INDEPENDENSI, AKUNTABILITAS DAN PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Afif Bustami NIM: 107082001362

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Wilda Farah, M.Si NIP. 195706171985031002 NIP. 198303262009122005

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Afif Bustami

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Februari 1989

3. Alamat : Puri Teluk Jambe Blok C11 No. 15 RT 011/04 Kel. Sirnabaya

Kec. Teluk Jambe Timur Karawang 41361

4. Telepon : 085717548411

5. Email : afifbustami@yahoo.com

II. PENDIDIKAN

1. SDN Joglo 10 Pagi Tahun 1995-1997

2. SDN Sirnabaya 3 Tahun 1997-2001

3. SMP Negeri 1 Karawang Tahun 2001-2004

4. SMA Negeri 3 Karawang Tahun 2004-2007

5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2013

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Sanudin

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 April 1959 3.Pendidikan Terakhir : SLTA


(7)

vii

5. Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Juni 1963 6. Pendidikan Terakhir : SLTA


(8)

viii

INFLUENCE OF AUDITOR’S INDEPENDENCE, ACCOUNTABILITY, AND PROFESIONALISM TO AUDIT QUALITY

ABSTRACT

This study examines influence of independence, accountability, and profesionalism to audit quality. Respondents in this study are auditors who worked for Public Accounting Firm in Jakarta. The number of auditor that were visited in this study were 80 auditors from 30 Public Accounting Firms. The method of determining the sample is using purposive sampling method, auditors who have been experienced in auditing more than 1 year while the data processing method used in this research were four methods, method of analysis used in hypothesis testing is multiple regression which will declare link between independent variable to dependent variable.

The result shows independence, accountability, and profesionalism simultanously and significantly influence to audit quality. This significant link is positive that means if the independent variable increased then same goes to the dependent variable and in reverse.


(9)

ix

PENGARUH INDEPENDENSI, AKUNTABILITAS, DAN PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT

ABSTRAK

Penelitian ini menguji pengaruh independensi, akuntabilitas, dan profesionalisme terhadap kuallitas audit. Responden dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta. Jumlah auditor yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 80 auditor dari 30 Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu auditor yang memiliki pengalaman kerja lebih dari 1 tahun sedangkan metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini ada empat metode, metode analisis yang digunakan dalam uji hipotesis adalah regresi berganda yang menyatakan hubungan diantara variabel independen terhadap dependen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, akuntabilitas dan profesionalisme secara simultan dan signifikan berpengaruh terhadap kualitas audit. Hubungan signifikan ini bernilai positif yang berarti jika variabel independen meningkat maka variabel dependen juga meningkat begitu pula sebaliknya.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Independensi, Akuntabilitas, Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.

2. Kedua orang tua yang telah memberikan kebutuhan jasmani dan rohani kepada penulis.

3. Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia memberikan waktunya untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi.

6. Wilda Farah, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktu dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

8. Teguh Dermawan yang membantu menyebarkan kuesioner.

9. Teman-teman semua yang telah memberikan saran dan menceritakan pengalamannya untuk membuat skripsi ini.


(11)

xi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, Februari 2013


(12)

xii DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ... iv

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... viii

Abstrak ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Tinjauan Literatur ... 12


(13)

xiii

2. Kualitas Audit ... 14

3. Independensi ... 19

4. Akuntabilitas ... 26

5. Profesionalisme ... 29

B. Keterkaitan antara Variabel dan Perumusan Hipotesis ... 41

1. Independensidengan Kualitas Audit ... 41

2. Akuntabilitas dengan Kualitas Audit ... 44

3. Profesionalisme dengan Kualitas Audit ... 46

4. Independensi, akuntabilitas, danprofesionalismeterhadap Kualitas Audit ... 47

C. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 49

D. Kerangka Pemikiran ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

B. Metode Penentuan Sampel ... 55

C. Metode Pengumpulan Data ... 56

D. Metode Analisis Data ... 57

1. Statistik Deskriptif ... 57

2. Uji Kualitas Data ... 57

3. Uji Asumsi Klasik ... 59

4. Uji Hipotesis ... 61

E. Operasionalisasi Variabel ... 63


(14)

xiv

2. Akuntabilitas ... 64

3. Profesionalisme ... 64

4. Kualitas Audit ... 65

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 67

Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitan ... 67

Tempat dan Waktu Penelitian ... 67

Karakteristik Profil Responden ... 69

Hasil Uji Instrumen penelitian ... 73

Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 73

Hasil Uji Kualitas Data ... 74

Hasil Uji Asumsi Klasik ... 78

Hasil Uji Hipotesis ... 81

BAB V PENUTUP ... 89

Kesimpulan ... 89

Implikasi ... 90

Saran ... 92

Daftar Pustaka ………94


(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ...49

3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ...66

4.1 Data Sampel Penelitian ...…68

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ………...68

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...…70

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir ...…71

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...71

4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ...72

4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ...…73

4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ...…74

4.9 Hasil Uji Validitas Independensi ...…75

4.10 Hasil Uji Validitas Akuntabilitas...…75

4.11 Hasil Uji Validitas Profesionalisme ...…76

4.12 Hasil Uji Validitas Kualitas audit ...…76


(16)

xvi

No. Keterangan Halaman

4.14 Hasil Uji Multikolonieritas ...…78

4.15 Hasil Uji Koefisien Adjusted R Square ...…82

4.16 Hasil Uji Statistik t ...…83


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran...53 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ………....79 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram …………..80 4.3 Grafik Scatterplot ...81


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Surat Penelitian Skripsi ………100

2 Surat Penelitian ……….102

3 Surat Keterangan dari KAP ………..105

4 Kuesioner Penelitian ……….110

5 Daftar Jawaban Responden ………..117


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing

yang telah ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar auditing yang telah ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode berikutnya (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011:110.1).

Laporan keuangan yang telah diaudit dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dengan keyakinan bahwa informasi yang terkandung di dalamnya


(20)

2 atas pentingnya profesi auditor dalam melaksanakan jasa audit karena hal-hal sebagai berikut:

a. Conflict of interest, karena terdapat perbedaan kepentingan antara pengelola dan pemilik perusahaan,

b. Consequence, publikasi laporan keuangan merupakan informasi yang dapat diandalkan bagi para pengguna laporan keuangan seperti investor dan kreditor untuk melakukan pengambilan keputusan investasi modal,

c. Complexity, proses akuntansi (accounting process) dan standar pelaporan akuntansi sangat kompleks, sehingga diperlukan fungsi audit untuk melakukan evaluasi,

d. Remoteness, jarak dan waktu (distance and time): dengan berlalunya waktu dari jarak terjadinya transaksi sampai dengan tanggal pelaporan maka diperlukan audit atas laporan keuangan.

Kepercayaan yang besar dari masyarakat khususnya pihak-pihak pemakai laporan keuangan yang telah diaudit terhadap jasa yang diberikan akuntan publik mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas hasil kerja yang dilakukannya. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan standar sekaligus menjadi pedoman dan aturan yang wajib ditaati oleh para auditor dalam standar umum pada butir 1, 2 dan 3 yang berbunyi: “(1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, (2) dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor, (3) dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan


(21)

3 kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.” (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011:210.1). Di samping itu, Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) telah memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI). Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit, atestasi dan konsultasi salah satunya adalah independensi yang berarti meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus mempertahankan independensi. Standar profesi dan standar pengendalian mutu tersebut harus diterapkan oleh akuntan publik dan KAP demi menjaga kualitas dari pekerjaan yang dilakukannya.

Mengingat betapa pentingnya menjaga kualitas audit agar terciptanya kepercayaan publik terhadap keakuratan dan validitas laporan keuangan auditan yang diterbitkan oleh auditor, tentu sudah menjadi kewajiban bagi para akuntan publik menjaga dan meningkatkan kualitas auditnya. Namun, profesi auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari kasus Enron di Amerika serikat, hingga kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di dalam negeri, seperti kasus laporan keuangan ganda Bank Lippo, dan kasus mark-up laporan keuangan oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk yang membuat kredibilitas dan kualitas auditor semakin dipertanyakan, serta kasus-kasus lainnya. Kasus-kasus-kasus skandal akuntansi keuangan tersebut telah


(22)

4 memberikan bukti bahwa pengabaian kualitas hasil kerja audit membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis (David Parsaoran’s blog, 2012).

Selain fenomena-fenomena skandal akuntansi keuangan tersebut, kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik juga tengah menjadi sorotan dari masyarakat umum, seperti kasus yang menimpa Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta pada tahun 2006 yang diindikasikan melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River International, Tbk. Pada kasus tersebut AP Justinus Aditya Sidharta melakukan konspirasi dengan kliennya untuk menggelembungkan account penjualan, piutang, dan asset lainnya hingga ratusan milyar rupiah. Oleh karenanya Menteri Keuangan Republik Indonesia terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin praktik bagi Akuntan Publik Justinus Aditya Sidaharta selama dua tahun karena telah melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP). Fenomena ini hanya satu dari beberapa Akuntan Publik yang terbukti telah melanggar SPAP, masih banyak lagi kasus pelanggaran pada akhir-akhir ini yang dilakukan oleh akuntan publik.

Maka dari itu kualitas audit sangat penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhawatiran akan merebaknya skandal keuangan dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akuntan publik (Hukum Online, 2007).

Kualitas audit ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah profesionalisme yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas audit (Baotham, 2007:1). Selain itu kualitas dari pekerjaan


(23)

5 auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit (Mardisar et al., 2007:2). De Angelo (1981) telah mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Deis dan Groux (1992) dalam Alim et al. (2007:2) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor.

Studi yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu menjelaskan bahwa betapa pentingnya bagi auditor untuk senantiasa memelihara dan meningkatkan kualitas pekerjaannya. Hogan (1997) menjelaskan bahwa kantor auditor besar dapat memberikan kualitas audit yang baik dimana dapat mengurangi terjadinya

underpricing pada saat perusahaan melakukan Initial public offering (IPO). Penelitian Teoh dan Wong (1993) juga memberikan bukti bahwa ERC (Earning Response Coefficient) perusahaan yang menjadi klien pada kantor audit besar, secara statistik signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan yang menjadi klien pada kantor audit kecil. Kantor auditor yang besar menunjukan kredibilitas auditor yang semakin baik, yang berarti kualitas audit semakin baik pula. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al. (2009:11) yang meneliti tentang faktor-faktor penentu kualitas audit juga menyatakan KAP yang besar akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi jika dibandingkan dengan KAP yang kecil. Hal ini berdasarkan argumen bahwa KAP yang besar memiliki kelebihan dalam empat hal, yaitu: (1) besarnya jumlah dan ragam klien yang


(24)

6 ditangani, (2) banyaknya ragam dan jasa yang ditawarkan, (3) luasnya cakupan geografis, termasuk adanya afiliasi internasional, dan (4) banyaknya jumlah staf audit dalam KAP.

Demi mewujudkan kualitas audit yang baik tentunya seorang auditor harus memperhatikan beberapa aspek penting untuk menunjang kualitas hasil kerjanya, seperti independensi, rasa tanggung jawab dan profesionalisme.

Penelitian mengenai independensi telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Abu Bakar et al. (2005:14) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor penentu independensi auditor. Yaitu: (1) ukuran KAP, (2) tingkat persaingan dalam pasar jasa audit, (3) lama waktu audit yang diberikan KAP kepada kliennya, (4) besarnya audit fee yang diterima oleh KAP, (5) adanya jasa non audit yang diberikan oleh KAP kepada kliennya, dan (6) keberadaan komite audit. Kemudian Lavin (1976) dalam Alim et al. (2007:3) pada penelitiannya menjelaskan lebih mendalam konsep independensi dalam hal hubungan antara klien dan auditor melalui pengamatan pihak ketiga. Banyaknya penelitian mengenai independensi menunjukkan bahwa faktor independensi merupakan faktor penting bagi auditor untuk menjalankan profesinya. Tanpa memperhatikan aspek independensi bagi auditor, maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik akan menghilang.

Beberapa penelitian psikologi sosial yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas pekerjaan. Seseorang yang sadar dan memahami keadaan disekitarnya dalam menghadapi suatu masalah, maka permasalahan tersebut akan diolah melalui empat tahap, yaitu : (1)


(25)

7 mengidentifikasi informasi yang masuk, (2) membandingkan informasi yang masuk tersebut dengan kompetensi, pengalaman dan referensi yang dimiliki, (3) menganalisis informasi yang masuk untuk menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan, (4) membuat keputusan atau tindakan dari hasil analisis tersebut dengan memperhatikan berbagai akibat dan risiko yang mungkin akan terjadi dari pengambilan keputusan tersebut (Gunawan, (2012:36-37). Dalam Mardisar et al. (2007:3) melakukan penelitian tentang akuntabilitas seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu yang mereka senangi dan tidak disenangi. Dari hasil penelitian tersebut terbukti bahwa untuk subjek yang memiliki akuntabilitas tinggi, setiap mengambil tindakan lebih berdasarkan alasan-alasan yang rasional tidak hanya semata-mata berdasarkan sesuatu itu mereka senangi atau tidak.

Profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin (Herawaty et al., 2008:2). Kemudian menurut Wahyudi (2006:2), untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern. Hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya jaringan dunia usaha pada saat ini menyebabkan alur mobilisasi perekonomian semakin meningkat dan kompleks, untuk itu diperlukan wawasan yang luas dalam menghadapi perkembangan pengetahuan tersebut.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas audit dan selanjutnya dapat meningkatkan kualitas audit yang


(26)

8 dihasilkannya. Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting untuk menilai sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa audit yang diberikannya.

Berdasarkan penjelasan berbagai variabel dari hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa kemungkinan kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan bisnis yang menyeret nama baik dan kualitas auditor disebabkan oleh faktor independensi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Peneliti menduga bahwa skandal keuangan perusahaan tersebut disebabkan oleh kurangnya sikap profesionalisme serta rasa bebas dari pengaruh luar yang dimiliki auditor dalam melaksanakan pekerjaanya, sehingga mengakibatkan telah hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah terhadap mandat yang dibebankan kepada akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan secara obyektif dan dapat menyatakan opininya secara leluasa tanpa adanya kepentingan dari pihak tertentu.

Dari uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan pengujian empiris dengan alasan: pertama, dalam menjalankan tugasnya akuntan publik rentan menghadapi berbagai tekanan kepentingan dan ekonomi yang dapat berakibat menurunnya sikap independensi yang dimilikinya. Kedua, berbagai penelitian sebelumnya mengenai independensi dan akuntabilitas maupun profesionalisme masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul “Pengaruh Independensi, Akuntabilitas, dan Profesionalisme Auditor Terhadap


(27)

9 Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Alim et al. (2007) dan Ussahawanitchakit (2008). Adapun perbedaan-perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Alim et al. (2007) adalah kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi, kemudian untuk Ussahawanitchakit (2008) hanyalah meneliti hubungan antara profesionalisme dan kualitas audit. Sedangkan dalam penelitian ini, menambahkan satu variabel independen yaitu akuntabilitas sebagaimana telah disarankan dalam penelitian terdahulu untuk menambahkan variabel tertentu yang dapat menjadi aspek lain yang perlu untuk diteliti yang dapat mempengaruhi kualitas audit.

2. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pada Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah DKI Jakarta sesuai dengan data Directory Kantor Akuntan Publik 2011 yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sedangkan, populasi penelitian sebelumnya adalah seluruh auditor pada Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Jawa Timur khususnya Surabaya dan Malang sesuai dengan data Directory Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAPI pada tahun 2006.

B. Perumusan Masalah

Sebagai seorang auditor, dalam pekerjaannya melakukan pemeriksaan keuangan pada sebuah perusahaan harus taat pada standar profesional akuntan


(28)

10 publik (SPAP), maka dalam hal ini auditor juga harus memenuhi profesionalisme, independensi, dan akuntabilitas agar dapat memberikan kepuasan informasi kinerja perusahaan kepada pemilik entitas atau share holder.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas

audit?

2. Apakah faktor akuntabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?

3. Apakah faktor profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?

4. Apakah independensi, akuntabilitas, dan profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Menentukan pengaruh independensi terhadap kualitas audit. b. Menentukan pengaruhakuntabilitas terhadap kualitas audit. c. Menentukan pengaruh profesionalismeterhadap kualitas audit.

d. Menentukan pengaruh independensi, akuntabilitas dan profesionalisme terhadap kualitas audit.


(29)

11 2. Manfaat penelitian

a. Kontribusi Teoritis

1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan sebagai literatur penambah ilmu pengetahuan.

2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang kinerja auditor serta dapat menambah pengetahuan akuntansi khusunya auditing dengan memberikan bukti empiris tentang pengaruh profesionalisme, independensi, dan akuntabilitas auditor terhadap kualitas auditnya. 3) Penelitian berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang

akan melakukan penelitian tentang topik kualitas audit. b. Kontribusi Praktis

1) Auditor dan Kantor Akuntan Publik (KAP), sebagai tinjauan literatur yang diharapkan dapat dijadikan informasi untuk meningkatkan kinerja para auditornya.

2) Perusahaan atau user dari jasa KAP, diharapkan dapat bermanfaat dalam menilai kualitas pekerjaan audit yang dihasilkan oleh auditor eksternal.

3) Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), hasil penelitian ini diharapkan menjadi panduan dalam menilai dan mengevaluasi kinerja auditor eksternal, serta usaha-usaha yang dilakukan untuk terus mengembangkan profesi akuntan publik.


(30)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur

1. Auditing

Kata audit berasal dari bahasa latin Audire yang dalam Bahasa Inggris berarti to hear. Maksudnya adalah “hearing about the account’s balances” yaitu mendengarkan kesesuaian akun. Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu apabila seorang pemilik organisasi usaha merasa ada suatu kesalahan/penyalahgunaan, maka ia mendengarkan kesaksian orang tertentu. Kemudian apabila pemilik organisasi usaha mencurigai adanya kecurangan, maka ia akan menunjuk orang tertentu untuk memeriksa rekening/akun perusahaan. Auditor yang ditunjuk tersebut “mendengar” kemudian “didengar” pernyataan pendapatnya (opininya) mengenai kebenaran catatan akun perusahaan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Gondodiyoto, 2007:28).

Auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari-cari kesalahan atau menemukan kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan ditemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan atas laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan, berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku sacara umum di Indonesia (Agoes, 2007:1-3).


(31)

13 Sementara itu Arens, Elder, Beasley dan Jusuf (2010:4) mendefinisikan

auditing sebagai berikut:

Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti mengenai berbagai kejadian ekonomi (informasi) guna menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi (informasi) dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh orang yang kompeten dan independen.

Sedangkan definisi auditing menurut Boynton dan Johnson (2006:6) yang berasal dari The report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai berikut:

A Systematic process of objectively obtaining and evaluating regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users”.

Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh ahlinya dalam bidang auditing, maka pengertian auditing adalah suatu proses sistematis dan


(32)

14 kritis yang dilakukan oleh pihak yang independen untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai kejadian ekonomi (informasi) dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada para pemakai laporan keuangan auditan yang berkepentingan.

2. Kualitas Audit

Ada empat kelompok definisi kualitas audit yang diidentifikasi oleh Watkins et al. (2004) dalam Erna Widiastuti dan Rahmat Febrianto (2010:4) antara lain:

a) De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Temuan pelanggaran mengukur kualitas audit berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Sedangkan pelaporan pelanggaran tergantung kepada dorongan auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut. Dorongan ini akan tergantung pada independensi yang dimiliki auditor tersebut.

b) Lee, Liu, dan Wang (1999) mendefinisikan kualitas audit menurut mereka adalah probabilitas bahwa auditor tidak akan melaporkan laporan audit dengan opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang mengandung kekeliruan material.


(33)

15 c) Titman dan Trueman (1986), Beaty (1986), Krinsky dan Rotenberg (1989), dan Davidson dan Neu (1993). Menurut mereka, kualitas audit diukur dari akurasi informasi yang dilaporkan oleh auditor.

d) Wallace (1980) mendefinisikan kualitas audit ditentukan dari kemampuan audit untuk mengurangi noise dan bias dan meningkatkan kemurnian (fineness) pada data akuntansi.

Dalam literatur lain dijelaskan juga bahwa kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (1998) dalam Sri Trisnaningsih (2007:8-9) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan.

Kinerja merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau target tertentu yang berasal dari perbutannya sendiri. Kinerja seseorang dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat melampaui peran atau target yang ditentukan sebelumnya (Reza Surya, 2004:35).

American Accounting Association (AAA) menyatakan bahwa:

Good quality audits require both competence (expertise) and independence. These qualities have direct effects on actual audit quality, as well as potential interactive effects. In addition, financial statement users’ perception of audit


(34)

16

quality are a function of their perceptions of both auditor independence and expertise (AAA Financial Accounting Standard Committee, 2000)

Inti dari pernyataan tersebut adalah kualitas audit yang baik ditentukan oleh dua hal, yaitu kompetensi dan independensi. Menurut Ussahawanitchakit (2008:1) kualitas audit merupakan nilai yang signifikan bagi para investor di pasar modal karena investor sering menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor sebagai dasar untuk membuat keputusan investasi.

Ada banyak penelitian yang membahas tentang kualitas audit, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al. (2009:18) yang meneliti tentang faktor-faktor yang menentukan kualitas audit, hasil penelitiannya menunjukkan sebagai berikut:

a. Lamanya masa penugasan audit

Dengan semakin panjangnya jangka waktu dan kesinambungan penugasan audit, konsumen jasa audit (seperti pemegang saham, pemegang obligasi, manajer, karyawan, agen-agen pemerintah, bank dan pengguna lainnya) mendapatkan manfaat karena mereka dapat menghemat biaya yang berkaitan dengan evaluasi kualitas audit, berbagai manfaat yang diterima pengguna jasa audit akan hilang jika masa penugasan auditor dalam waktu yang relatif singkat (De Angelo, 1981). Berbeda dengan pendapat peneliti lainnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara lamanya masa penugasan audit dengan kualitas audit dengan alasan:


(35)

17 1) Erosi independensi

Hal ini mungkin muncul akibat tumbuhnya hubungan pribadi antara auditor dengan kliennya. Auditor harus menyadari berbagai tekanan yang bermaksud mempengaruhi perilakunya dan sedikit demi sedikit akan mengurangi independensinya (Mautz dan sharaf, 1993)

2) Berkurangnya sikap kritis

Dengan semakin lamanya masa penugasan audit, kapabilitas auditor untuk bersikap kritis akan berkurang karena auditor sudah terlalu familiar. Hal ini dapat menyebabkan semakin terbatasnya pendekatan pengujian audit kreatif seperti yang sering terjadi pada saat awal perikatan audit.

Perbedaan argumen tersebut telah dijawab dalam penelitian Wibowo et al. (2009) dengan hasil masa penugasan audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.

b. Ukuran KAP

Kualitas audit seringkali diukur dari ukuran besar atau kecilnya KAP. De Angelo (1981) dan juga Watts dan Zimmerman (1986) berpendapat bahwa ukuran KAP akan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dengan demikian, diperkirakan bahwa dibandingkan dengan KAP kecil, KAP besar mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam melakukan audit, sehingga mampu menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi dengan argumen sebagai berikut:


(36)

18 2) Banyaknya ragam jasa yang ditawarkan.

3) Luasnya cakupan geografis, termasuk adanya afiliasi internasional. 4) Banyaknya jumlah staf audit dalam suatu KAP.

Berdasarkan hasil penelitian Wibowo et al. (2009), terdapat bukti empiris bahwa ukuran KAP mempunyai hubungan positif terhadap kualitas audit, hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya De Angelo (1981).

c. Regulasi audit

Di Indonesia, melalui PPAJP-Kementrian Keuangan, pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi Akuntan Publik (IAPI) terhadap anggotanya. Dalam regulasi tersebut diatur mengenai rotasi audit, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi disiplin berat dan denda administratif bagi akuntan publik yang melanggar Standar Profesional Akuntan Publik, selain itu ditambahkan pula sanksi pidana bagi akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik palsu). Hasil penelitian Arie dan Hilda (2009:19) membuktikan bahwa regulasi audit secara efektif dapat meningkatkan kualitas audit.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan dan hasil penelitian yang ada, dapat disimpulkan kualitas audit adalah kemungkinan seorang auditor dapat melihat kesalahan dan kecurangan yang terjadi dalam sistem akuntansi kliennya dan kualitas audit bisa diukur dengan tingkat kepatuhan auditor terhadap standar atau kriteria yang berlaku. Berbagai hal yang dapat


(37)

19 menunjang kualitas audit adalah profesionalisme, independensi, adanya regulasi, ukuran KAP, serta faktor psikologis lainnya yang dapat memotivasi auditor untuk melakukan pekerjaannya dengan baik seperti akuntabilitas. 3. Independensi

Beberapa definisi tentang independensi telah banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya oleh Arens et al. (1999) dalam Abu Bakar et al. (2005:2) yang mendefinisikan independensi dalam auditing sebagai berikut: “Independence in auditing is taking an unbiased viewpoint in the performance of audit test, the evaluation of the results and issuance of the audit reports”.

Artinya “Independensi dalam auditing adalah penggunaan sudut pandang tanpa bias dalam mengerjakan pengujian audit, evaluasi terhadap hasil dan dalam penerbitan laporan audit. Pengertian bias disini adalah melakukan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kondisi dari obyek yang sesungguhnya tanpa merasa adanya tekanan atau kepentingan tertentu, atau dengan kata lain bersifat obyektif. Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Dalam buku Standar Profesi Akuntan Publik 2011 seksi 220 PSA No. 04 Alinea 2, dijelaskan bahwa:

“Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa


(38)

20

pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Namun, independensi dalam hal ini tidak berarti seperti sikap seorang penuntut dalam perkara pengadilan, namun dalam hal ini disamakan dengan sikap tidak memihaknya seorang hakim. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur. Independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.”

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit.

Terdapat dua aspek independensi yang dimiliki auditor, yaitu independensi dalam sikap mental (independence in mind) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance) (Trisnaningsih, 2006:6), masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Independensi dalam sikap mental (independence in mind)

Independensi dalam sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan untuk mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan


(39)

21 yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.

b. Independensi dalam penampilan (independence in appearance)

Independensi dalam penampilan berarti adanya kesan dari masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen, sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi dalam penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik, untuk memperjelas pengertian ini akan diberikan contoh seperti seorang akuntan yang kompeten dan independen akan melakukan audit pada sebuah perusahaan yang dewan direksi dan para manajernya adalah saudara atau kerabat dekatnya. Walaupun auditor tersebut benar-benar bersikap independen dalam sikap mentalnya. Namun, menurut persepsi masyarakat auditor tersebut tidak akan bersikap independen dikarenakan adanya hubungan darah atau kekerabatan yang dapat mengakibatkan rusaknya independensi.

Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan. Mautz (1961) dalam Trisnaningsih (2006:7) mengungkapkan ada dua aspek independensilainnya, yaitu independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence). Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(40)

22 Independensi praktisi berarti independensi yang berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam merencanakan program, pelaksanaan pekerjaan, verifikasi, dan penyusunan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan program, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.

b. Independensi profesi (profession independence)

Independensi profesi berarti kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Berbeda sedikit dengan independensi dalam penampilan, independensi profesi lebih bersifat menyeluruh terhadap profesi akuntan publik. Jika profesi akuntan publik sedang buruk di mata masyarakat seperti adanya kasus enron, maka nama baik seluruh akuntan publik akan ikut tercemar.

Sebagian besar literatur yang membahas tentang independensi auditor menegaskan bahwa kredibilitas laporan keuangan tergantung pada persepsi para pengguna laporan keuangan tentang independensi auditor eksternal. Jika auditor tidak terlihat independen oleh para pengguna laporan keuangan, maka para pengguna tidak akan mempunyai kepercayaan terhadap laporan keuangan dan opini auditor pada suatu laporan keuangan perusahaan tidak akan bernilai. Dengan demikian, kredibilitas auditor tidak hanya tergantung dari sikap independensi yang dimilikinya, tetapi juga tergantung pada persepsi independensi dari para pengguna laporan keuangan. Bagaimanapun juga, independensi dalam sikap mental maupun independensi dalam


(41)

23 penampilan merupakan dua hal yang perlu diperhatikan dalam memelihara kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik (Abu Bakar et al., 2005:3)

Shockley (1981) dalam Carey dan Simnett, R. (2006:5) melakukan penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh terhadap independensi akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor akuntan publik, bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian jasa konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan lama hubungan audit dengan klien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP yang memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak memberikan jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan publik. KAP yang lebih kecil mempunyai risiko kehilangan independensi yang lebih besar dibandingkan KAP yang lebih besar. Sedangkan faktor lama ikatan hubungan dengan klien tertentu tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap independensi akuntan publik.

Abu Bakar et al. (2005) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor, dalam penelitiannya terdapat enam hal yang dapat mempengaruhi independensi auditor, yaitu ukuran KAP, tingkat persaingan antar KAP, lamanya waktu audit, besarnya


(42)

24 KAP, dan keberadaan komite audit. Keenam hasil penelitian tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

a. Ukuran KAP

Dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan positif antara ukuran KAP dengan independensi auditor. Hubungan yang positif berarti ukuran KAP yang lebih besar membuat independensi auditor yang lebih besar, hal ini berdasarkan alasan bahwa ukuran KAP yang lebih besar dapat menolak berbagai tekanan dari kliennya, dengan demikian KAP yang lebih besar dapat memelihara independensi auditornya. Selain itu, KAP yang lebih besar lebih mampu dan memotivasi untuk memberikan jasa audit yang lebih baik.

b. Tingkat persaingan antar KAP

Beberapa studi empiris terdahulu telah membuktikan bahwa tingkat persaingan yang tinggi antar KAP dapat menghasilkan independensi auditor yang rendah.

c. Lama waktu audit

Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin lama auditor mengaudit suatu perusahaan, maka auditor tersebut dapat mengalami penurunan independensi karena mulai timbul rasa loyalitas terhadap kliennya.

d. Besarnya audit fee yang diterima KAP

Semakin besar audit fee yang diterima, maka dapat meningkatkan risiko yang besar kehilangan independensi auditor. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pany dan Reckers (1980).


(43)

25 e. Pemberian jasa konsultasi manajemen sekaligus kepada klien

Pemberian jasa selain jasa audit mempunyai hubungan negatif terhadap independensi auditor. Jika jasa non audit diberikan sekaligus kepada kliennya, maka dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri bagi auditor. selain itu, dengan adanya jasa non audit sekaligus dapat menciptakan hubungan kerjasama antar auditor dan kliennya, tentunya hal ini dapat menggangu independensi auditor.

f. Keberadaan komite audit

Keberadaan komite audit dapat meningkatkan independensi auditor. hal ini karena dengan adanya komite audit auditor dapat megalami peningkatan kepercayaan dirinya (Knap, 1985) dalam Abu Bakar et al. (2005: 6).

Penelitian Pany dan Reckers (1980) menunjukkan bahwa hadiah meskipun jumlahnya sedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor, sedangkan ukuran klien tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Knapp (1985) menunjukkan bahwa subyektivitas terbesar dalam teknik standar mengurangi kemampuan auditor untuk bertahan dalam tekanan klien dan posisi keuangan yang sehat mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konflik audit. Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan alat analisis ANNOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independensi memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki


(44)

26 keduanya. Hasil pengujian hipotesis yang kedua dengan menggunakan uji

Simple Factorial Analysis of Variance diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat informasi yang typical.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disinpulkan bahwa independensi adalah sikap yang terdapat pada diri seseorang untuk mengambil keputusan yang tanpa bias dan obyektif serta kebebasan dari berbagai pengaruh dan tekanan dari dalam maupun dari luar diri. Independensi terbagi menjadi dua hal yaitu independensi dalam sikap mental dan independensi dalam penampilan. Sedangkan ada pula peneliti lain yang menjelaskan tentang aspek independensi lainnya, yaitu independensi praktisi dan independensi profesi.

4. Akuntabilitas

Tetclock (1984) mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya. Lingkungan disini maksudnya adalah lingkungan atau tempat dimana seseorang melakukan aktivitas atau pekerjaannya yang dapat mempengaruhi keadaan di sekitarnya.

Libby dan Luft (1993), Cloyd (1997) dan Tan dan Alison (1999) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan tesebut. Kedua, seberapa besar usaha atau daya pikir


(45)

27 yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Ketiga, seberapa besar keyakinan mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Dibawah ini akan dijelaskan masing-masing ketiga hal tersebut

a. Seberapa besar motivasi untuk menyelesaikan pekerjaan

Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas tinggi juga memiliki motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu.

b. Seberapa besar usaha atau daya pikir untuk menyelesaikan pekerjaan Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan. Dengan rasa akuntabilitasnya yang tinggi itu, seseorang akan menggunakan kemampuannya secara maksimal agar dapat memperoleh hasil yang baik pula dari pekerjaanya tersebut. Jika dikaitkan dengan kualitas audit, auditor yang memiliki akuntabilitas tinggi dapat menyelesaikan pekerjaanya dengan baik, dan dapat menyelesaikannya secara tepat waktu.

c. Seberapa yakin pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan

Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan


(46)

28 diperiksa oleh supervisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah.

Teclock dan Kim (1987) meneliti pengaruh akuntabilitas terhadap proses kognitif seseorang. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa subjek yang diberikan instruksi diawal (post exposure accountability) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, memberikan respon yang lebih tepat dan melaporkan keputusan yang lebih realistis.

Cloyd (1997) dalam Mardisar et al. (2007:4) meneliti pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor. Hasil penelitian Cloyd (1997) membuktikan akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika pengetahuan audit yang dimiliki tinggi. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa kompleksitas pekerjaan yang dihadapi tinggi. Penelitian Cloyd (1997) ini dikembangkan oleh Tan dan Alison (1999) dengan menilai kualitas hasil kerja berdasarkan kompleksitas kerja yang dihadapi. Hasil penelitian Tan dan Alison (1999) ini tidak konsisten dengan Cloyd (1997). Tan dan Alison (1999) membuktikan bahwa akuntabilitas (secara langsung) tidak mempengaruhi kualitas hasil kerja baik untuk pekerjaan dengan kompleksitas kerja rendah, menengah ataupun tinggi.

Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah dorongan kejiwaan atau psikologi yang bisa mempengaruhi seseorang untuk mempetanggungjawabkan tindakannya dan akibat yang ditimbulkannya kepada lingkungan dimana tempat seseorang tersebut


(47)

29 melakukan aktivitasnya. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas seseorang adalah motivasi seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan, seberapa besar usaha dan daya pikir yang dicurahkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan terakhir keyakinan bahwa pekerjaannya akan diperiksa oleh atasannya.

5. Profesionalisme

Menurut Yendrawati (2008:76) profesionalisme adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk mengukur tingkat profesionalisme bukan hanya dibutuhkan suatu indikator yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan profesional. Tetapi juga dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti bagaimana seseorang berperilaku dalam menjalankan tugasnya. Sehingga ada sebuah gambaran yang menyebutkan bahwa perilaku profesional adalah cerminan sikap profesionalisme.

Dalam kaitannya dengan proses pelaksanaan tugas audit, setiap auditor dibekali dengan aturan-aturan serta kode etik yang mengikat. Untuk itu, dibutuhkan namanya sikap auditor yang dapat dijadikan pedoman bagi auditor junior lainnya. Karena sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan berat yang bertanggung jawab penuh terhadap hasil opininya. Auditor dituntut untuk bersikap profesional. Maka dari itu, segala bentuk tekanan dan intervensi dari klien hendaknya dijadikan sebagai sebuah tantangan dalam kaitannya dengan pekerjaan sebagai akuntan publik. Dalam pengertian umum, seseorang dapat dikatakan profesional jika memenuhi tiga


(48)

30 kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan (Herawaty

et al., 2008:3).

Menurut Wahyudi (2006:5), seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain: a). prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAPI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAPI seperti dalam terminologi filosofi, b). peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan, c). interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya, dan d). ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

Jadi ada semacam pedoman yang digambarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) bagi seorang auditor untuk dikatakan bahwa auditor tersebut profesional. empat poin di atas menjadi acuan untuk meningkatkan kinerja para auditor sehingga tingkat profesionalisme auditor tersebut tidak perlu diragukan lagi. Untuk itu, pemahaman yang tinggi dan tingkat kedisiplinan atas peraturan yang ditetapkan harus betul-betul diperhatikan agar penghargaan publik yang diberikan bukan hanya sekedar pujian


(49)

31 ataupun lencana penghargaan, tetapi juga penghormatan dan pengakuan profesi yang tentunya sangat berguna bagi auditor itu sendiri.

Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega


(50)

32 informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan (Herawaty et al,

2008:4).

Hall R (1968) dalam Yendrawati (2008:2) mengembangkan konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor meliputi lima dimensi yaitu pengabdian pada profesi (dedication), kewajiban sosial (social obligation), kemandirian (autonomy demands), keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), dan hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam dedikasi professional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisiskan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan.penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material. b. Kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan tentang pentingnya

peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain.


(51)

33 d. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam ilmu dan pekerjaan mereka.

e. Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation)

yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber utama pekerjaan.melalui ikatan profesi ini, para professional membangun kesadaran profesinya.

Kelima dimensi diatas tentunya menjadi sebuah tolok ukur yang dapat digunakan oleh auditor untuk menguji apakah selama ini dirinya telah bersikap profesional. Selain itu juga menjadi sebuah acuan baru dalam bersikap selain dari aturan yang diberikan oleh IAPI. Karena pengabdian, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi merupakan hal-hal yang harus menjadi perhatian auditor. Contohnya bagaimana bentuk pengabdian seorang auditor dilihat, misalnya dengan totalitas kerja yang dilakukan dan ia merasa puas dengan kinerjanya. Kemudian bagaimana auditor juga merasa bahwa dirinya juga merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, misalnya dengan pekerjaannya auditor yakin bahwa ada perasaan saling membutuhkan antara auditor dan klien. Selanjutnya kemandirian yang pastinya harus dimiliki oleh seorang auditor sebagai pembuat keputusan mengenai opini audit, dan memiliki keyakinan bahwa yang berhak menilai


(52)

34 kinerjanya adalah rekan seprofesi serta adanya kerjasama dengan rekan-rekan seprofesi. Untuk itu, keterkaitan antara kelima dimensi tersebut harus menjadi bahan pemikiran bagi para auditor sebagai pihak yang terlibat langsung dalam dunia profesional.

Menurut Code of Ethics for Professional Accountants (2005:14):

”The principle of professional behavior imposes an obligation on professional accountants to comply with relevant laws and regulations and avoid any action that may bring discredit to the profession. This includes actions which a reasonable and informed third party, having knowledge of all relevant information, would conclude negatively affects the good reputation of the profession”.

Menurut penjelasan di atas, seorang auditor yang profesional harus mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Hal tersebut kembali kepada etika profesi yang menyebutkan perlu adanya sikap kehati-hatian dalam pelaksanaan tugas, jangan sampai ada kelalaian yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hukum, yang dalam hal ini mungkin peraturan yang telah ditetapkan. Kemudian diharapkan auditor tidak melakukan kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Karena pada saat ini banyak ditemukan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh auditor, misalnya dengan menerima suap, dan kecurangan lainnya. Tentunya hal tersebut membuat profesi auditor dipertanyakan, termasuk semua kegiatan yang dapat menimbulkann kesan negatif. Jadi intinya, seorang auditor yang memiliki jiwa profesionalisme pasti memiliki sikap kehati-hatian, cermat, serta teliti dalam melaksanakan tugasnya, dan selalu menjaga nama baik profesinya.


(53)

35 Menurut Ikhsan (2007:204), seorang yang profesional di dalam melakukan suatu profesi biasanya akan memiliki motivasi yang tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan semangat seorang profesional, dimana setiap pekerjaan yang dilakukan didasarkan atas rasa ikhlas atau tanpa paksaan. Mereka merasa dengan sikap positif yang diberikan akan mendapatkan hasil yang baik. Sehingga akan mendapatkan keuntungan psikologis berupa kepuasan akan pekerjaan yang dilakukan.

Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan (Herawaty et al., 2008:2). Sejalan dengan hal tersebut, isu yang muncul adalah kinerja akuntan sering dikaitkan dengan tindak kecurangan yang terjadi pada beberapa perusahaan. Bagi seorang auditor yang profesional tentunya hal tersebut menjadi sebuah tantangan dalam menjalankan tugasnya, sehingga pandangan miring tentang kinerja auditor tidak ada lagi. Intinya selama kinerja yang dihasilkan auditor memenuhi standar kode etik yang ditetapkan, maka tidak akan ada keraguan dalam laporan yang dibuat.

IAPI sebagai organisasi yang berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAPI. Ada tiga bidang utama dimana IAPI berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku profesional seorang auditor.


(54)

36 a. Standar Auditing. Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAPI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA). Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai SAS (Statement on Auditing Standard)

yang dikeluarkan oleh ASB (Auditing Standard Boards). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus pusat IAPI telah mensahkan sejumlah pernyataan standar auditing. Penyempurnaan ini terutama sekali bersumber pada SAS dengan penyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan standar auditing internasional.

b. Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite SPAP IAPI dan Compilation and Review Standards Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggungjawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit. Pernyataan ini di Amerika Serikat disebut

Statements on Standards for Accounting and Review Services (SSARS) dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). PSAR 1 disahkan pada 1 Agustus 1994 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama. Bidang ini mencakup dua jenis jasa, pertama, untuk situasi dimana akuntan membantu kliennya menyusun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenai isinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi dimana akuntan melakukan prosedur-prosedur pengajuan pernyataan dan


(55)

37 analitis tertentu, sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatas bahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporan keuangan bersangkutan (jasa review).

c. Standar atestasi lainnya. Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statement on Standards for Atestation Engagements. IAPI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi pada 1 Agustus 1994. Pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar yang ada dalam IAPI untuk mengembangkan standar yang terinci mengenai jenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi bila tidak terdapat atau belum ada standar spesifik seperti itu. Komite Kode Etik IAPI di Indonesia dan Committee on Professional Ethics di Amerika Serikat menetapkan ketentuan perilaku yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan publik yang meliputi standar teknis. Standar auditing, standar atestasi, serta standar jasa akuntansi dan review dijadikan satu menjadi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Pernyataan tersebut tentunya mendeskripsikan bahwa sikap profesionalisme yang ditunjukkan seorang auditor tentunya memiliki suatu acuan atau dasar yang patut dipahami oleh auditor. IAPI sebagai lembaga tertinggi profesi akuntan di Indonesia harus menaungi dan mengawasi kinerja akuntan-akuntan yang ada, khususnya auditor. Salah satu bentuk apresiasi yang ditunjukkan oleh IAPI antara lain melalui 3 (tiga) poin


(56)

38 standar di atas yang harus ditaati oleh auditor, serta menjadi standar yang berlaku saat ini dan berharap dapat meningkatkan profesionalisme auditor.

Berdasarkan Standar Profesi Akuntan Publik (2011:001.2) disebutkan bahwa ada enam tipe standar profesional yang dikodifikasi, yaitu standar auditing, standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar jasa konsultasi, standar pengendalian mutu, dan kode etik profesi akuntan publik. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Standar Audit

Merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar Auditing terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang dikeluarkan oleh DSP IAPI bersifat wajib bagi praktisi. Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (“IPSA”), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh DSP IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh DSP IAPI dalam IPSA. Dengan demikian IPSA memberikan jawaban atas pertanyaan atas keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA, sehingga merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi praktisi, sehingga pelaksaannya bersifat wajib.


(57)

39 b. Standar Atestasi

Standar atestasi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan, dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk PSAT. PSAT merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang terdapat dalam standar atestasi. Termasuk di dalam PSAT adalah Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (“IPSAT”), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh DSP IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh DSP IAPI dalam PSAT. Dengan demikian IPSAT memberikan jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSAT sehingga merupakan perluasan lebih lanjut dalam PSAT. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi praktisi, sehingga pelaksaannya bersifat wajib

c. Standar Jasa Akuntansi dan Review

Standar jasa akuntansi dan review memberikan kerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan

review. Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). Termasuk dalam PSAR adalah Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan


(58)

40

Review (IPSAR), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh dewan dalam PSAR. IPSAR memberikan jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSAR sehingga merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSAR. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi praktisi, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.

d. Standar Jasa Konsultasi

Standar jasa konsultasi memberikan panduan bagi praktisi yang menyediakan jasa konsultasi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultasi konsultasi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi suatu kesimpulan mengenai keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi (asserter). Dalam jasa konsultasi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Sikap dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultasi dilaksanakan untuk kepentingan klien.

e. Standar Pengendalian Mutu

Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar profesi


(59)

41 yang ditetapkan oleh DSP IAPI (termasuk Kode Etik Profesi Akuntan Publik). Dalam perikatan jasa profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai standar profesi yang relevan. Dalam pemenuhan tanggung jawab, kantor akuntan publik wajib mempertimbangkan integritas stafnya dalam menetukan hubungan profesionalnya, bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik dan bahwa staf kantor akuntan publik kompeten, profesional dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistem pengendalian mutu memberikan keyakinan memadai keserasian perikatan profesional dengan berbagai standar profesi yang berlaku. Ada satu standar yang tidak dijabarkan yaitu mengenai Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Hal tersebut dikarenakan berada langsung di bawah Standar Pengendalian Mutu. Kemudian kelima standar tersebut merupakan standar-standar professional yang dikerjakan oleh akuntan publik, dalam hal ini auditor eksternal. Standar tersebut sudah seharusnya ditaati oleh auditor dalam setiap penugasan auditnya, agar tidak melenceng dari batas-batas yang berlaku, sehingga tindak kecurangan dapat dihindari. Disini tuntutan auditor untuk bersikap profesional benar-benar dipacu sebagai pembuktian bahwa kredibilitas auditor tidak perlu diragukan lagi.


(60)

42 B. Keterkaitan Antara Variabel dan Perumusan Hipotesis

1. Independensi dengan Kualitas Audit

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran pada diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa independensi seorang auditor sangat penting dalam menyatakan opini dan kualitas atas hasil audit laporan keuangan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alim et al. (2007), yang menyimpulkan bahwa independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.

Penelitian yang dilakukan oleh Christiawan (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mendukung kualitas audit adalah adanya independensi dalam diri auditor, dalam penelitiannya yang berjudul aktivitas pengendalian mutu jasa audit disimpulkan bahwa jika auditor tidak independen maka tidak ada perbedaan antara laporan keuangan auditan dengan laporan keuangan yang belum diaudit. Maka dari itu, demi menjaga kualitas auditnya auditor harus menghindari berbagai hal-hal yang dapat mendiskreditkan profesinya.

Dalam menentukan kualitas audit, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al. (2009) yang menguji tentang faktor-faktor


(61)

43 penentu kualitas audit mengajukan hipotesis tentang faktor-faktor yang dapat menentukan kualitas audit, yaitu: masa penugasan audit, ukuran KAP, regulasi audit. Dalam hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa ukuran KAP dan regulasi audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Namun, belum ditemukan adanya bukti empiris bahwa masa penugasan audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

De Angelo (1981) melakukan penelitian terkait dengan kualitas audit berdasarkan teori permintaan dan penawaran kualitas jasa audit. Argumen utamanya adalah permintaan dan penawaran kualitas jasa audit dapat terpenuhi dengan semakin panjangnya masa penugasan audit, karena auditor dapat terus menggunakan tekhnologi dan pengetahuan audit yang telah diperoleh selama menjalankan audit pada periode sebelumnya dan memberikan jasa secara konsisten. Menurut ia, dengan semakin lamanya masa penugasan auditor, maka para pengguna jasa auditor (seperti: pemegang saham, kreditur, manajer, karyawan, agen-agen pemerintah dan sebagainya) akan mendapat manfaat karena dapat menghemat biaya yang berkaitan dengan evaluasi kualitas audit. Maka dari itu ia menyimpulkan semakin lamanya masa penugasan auditor maka kualitas audit semakin baik. Berlawanan dengan pendapat Mautz dan Sharaf (1961) yang menyatakan semakin lama masa penugasan auditor maka dapat mengikis sifat independensinya, jika auditor tidak independen maka laporan auditan yang dihasilkan tidak akan bernilai.


(62)

44 Berdasarkan hasil penelitian oleh Christiawan (2005), Wibowo et al. (2009), DeAngelo (1981), dan Alim et al. (2007), dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Independensiauditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 2. Akuntabilitas dengan Kualitas Audit

Akuntabilitas adalah rasa kebertanggungjawaban yang dimiliki oleh auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya.

Penelitian psikologi sosial yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan adalah Tetlock dan Kim (1987) yang mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok: pertama, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan diperiksa oleh atasan (no accountability); kedua, kelompok yang diberikan instruksi awal (sebelum melaksanakan pekerjaan) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan (preexposure accountability); ketiga, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability). Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa subyek penelitian


(63)

45 dalam kelompok preexposure accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok ini melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, respon yang lebih cepat dan tepat serta melaporkan keputusan yang lebih dapat dipercaya dan realistis.

Penelitian yang dilakukan oleh Mardisar et al. (2007) yang melakukan penelitian tentang pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor menyimpulkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan tinggi interaksi antara akuntabilitas dengan pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor jika didukung dengan pengetahuan audit yang tinggi.

Cloyd (1997) meneliti interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan untuk menentukan kualitas hasil kerja pada auditor yang menangani masalah perpajakan. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa akuntabilitas dapat meningkatkan hasil kerja untuk subyek yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi.

Penelitian Cloyd (1997) ini dikembangkan oleh Tan dan Alison (1999), yang membagi kualitas hasil pekerjaan berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu kualitas hasil pekerjaan dengan kompleksitas rendah, sedang dan tinggi serta manambahkan variabel kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu variabel yang juga mempengaruhi interaksi akuntabilitas individu dengan kualitas hasil pekerjaannya. Subyek penelitian tersebut aalah akuntan publik. Dari penelitian tersebut


(64)

46 diperoleh hasil bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, akuntabilitas tidak mempengaruhi kualitas pekerjaannya, untuk tingkat kompleksitas menengah, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan yang tinggi. Sedangkan kompleksitas pekerjaan yang tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah yang tinggi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tetlock dan Kim (1987), Cloyd (1997), Tan dan Alison (1999), Mardisar et al. (2007), dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha2: akuntabilitas auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 3. Profesionalisme dengan Kualitas Audit

Penelitian yang dilakukan oleh Lavin (1976) dalam Alim et al.

(2007:2) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara profesionalisme, dalam hal ini independensi auditor dan kualitas audit. Ini menjadi sangat penting bagi seorang auditor mengingat bahwa tingkat profesionalisme auditor sangat dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Untuk itu diperlukan sikap dan prinsip yang kuat untuk mempertahankan sikap profesional tersebut. Karena bagaimana pun sikap profesional dapat menjadi sesuatu yang sangat berharga. Pandangan publik terhadap kinerja auditor pada saat ini sudah menjadi sesuatu yang ditunggu, dan diharapkan menjadi acuan dalam melakukan suatu kegiatan bisnis, seperti investasi, dan yang hanya sekedar ingin


(1)

HASIL UJI ASUMSI KLASIK

1.

HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 16.176 2.493 6.490 .000

TI .252 .084 .333 2.996 .004 .458 2.183

TA .180 .083 .253 2.173 .033 .419 2.387

TP .196 .058 .306 3.400 .001 .699 1.432

a. Dependent Variable: TKA

Coefficient Correlationsa

Model TP TI TA

1 Correlations TP 1.000 -.137 -.320

TI -.137 1.000 -.641

TA -.320 -.641 1.000

Covariances TP .003 .000 -.002

TI .000 .007 -.004

TA -.002 -.004 .007


(2)

(3)

3.

HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS

HASIL UJI REGRESI BERGANDA

Regression

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 TP, TI, TAa . Enter


(4)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .755a .570 .553 1.896

a. Predictors: (Constant), TP, TI, TA b. Dependent Variable: TKA

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 361.885 3 120.628 33.569 .000a

Residual 273.103 76 3.593

Total 634.987 79

a. Predictors: (Constant), TP, TI, TA b. Dependent Variable: TKA

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 16.176 2.493 6.490 .000

TI .252 .084 .333 2.996 .004 .458 2.183

TA .180 .083 .253 2.173 .033 .419 2.387

TP .196 .058 .306 3.400 .001 .699 1.432


(5)

Coefficient Correlationsa

Model TP TI TA

1 Correlations TP 1.000 -.137 -.320

TI -.137 1.000 -.641

TA -.320 -.641 1.000

Covariances TP .003 .000 -.002

TI .000 .007 -.004

TA -.002 -.004 .007

a. Dependent Variable: TKA

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) TI TA TP

1 1 3.985 1.000 .00 .00 .00 .00

2 .007 23.897 .15 .05 .02 .95

3 .005 27.674 .83 .13 .17 .02

4 .002 40.835 .02 .82 .81 .02


(6)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 36.91 45.93 41.01 2.140 80

Std. Predicted Value -1.915 2.297 .000 1.000 80

Standard Error of Predicted Value

.217 .785 .402 .137 80

Adjusted Predicted Value 37.11 46.51 41.01 2.153 80

Residual -5.928 7.519 .000 1.859 80

Std. Residual -3.127 3.967 .000 .981 80

Stud. Residual -3.278 4.058 .001 1.010 80

Deleted Residual -6.514 7.869 .002 1.974 80

Stud. Deleted Residual -3.514 4.555 .004 1.050 80

Mahal. Distance .046 12.556 2.962 2.771 80

Cook's Distance .000 .266 .016 .040 80

Centered Leverage Value .001 .159 .037 .035 80


Dokumen yang terkait

Pengaruh tekanan klien, pengamalan auditor dan profesionalisme auditor terhadap kualitas audit; studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta Selatan

6 23 115

Pengaruh profesionalisme, karakteristik personal auditor. dan batasan waktu audit terhadap kualitas audit : studi empiris pada kantor akuntan publik di dki jakarta

3 10 134

Pengaruh sikap skeptisme auditor profesionalisme auditor dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta Utara)

2 12 137

Pengaruh Akuntabilitas,Kompetensi,Dan Independensi Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor : Studi Empiris:Kantor Akuntan Publik di Jakarta

1 6 109

Pengaruh profesionalisme dan independensi Auditor terhadap kualitas audit dengan etika Auditor sebagai variabel moderating (studi empiris pada kantor akuntan publik di dki jakarta)

1 5 124

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, AKUNTABILITAS DAN PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyak

0 2 16

PENDAHULUAN Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta ).

0 3 11

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, AKUNTABILITAS DAN PROFESIONALISME AUDITOR Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta ).

0 3 14

PENGARUH AKUNTABILITAS AUDITOR DAN INDEPENDENSI AUDITOR AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI YOGYAKARTA.

0 4 159

Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Semarang)

0 0 6