Analisis pengaruh pengalaman motivasi dan pengharapan wajib pajak badan terhadap pelaksanaan selt assessment system dalam memenuhi kewajiban pajak : studi kasus pada KPP pratama jakarta pasar minggu

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGALAMAN, MOTIVASI DAN PENGHARAPAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP

PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu)

Oleh:

ELLYA RAHMAWATI NIM: 204082002469

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ANALISIS PENGARUH PENGALAMAN, MOTIVASI DAN PENGHARAPAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP

PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

ELLYA RAHMAWATI NIM: 204082002469

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM NIP. 130 676 334

Yessi Fitri, SE., Ak., MSi NIP. 150 377 440

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ABSTRACT

Ellya Rahmawati, The Analysis Influence of Experience, Motivation and Expectation of Corporate Tax Payer’s to Self Assessment System Implementation to Fulfill The Tax Obligatory. The purpose of the research is analyzing the influences between experience, motivation and expectation of corporate tax payer’s to self assessment system implementation. The sample in this research includes 64 respondences listed at KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. The sampling method is convenience sampling. The collected of data used primary data with questionnaire technique and secondary data with reading literatures and tax books.

Test of data quality in this research are validity and reliability. Hypotesis test used multiple linier regression. The result in this research are experience, motivation and expectation have significant influence to self assessment system implementation.

Key words: Experience, motivation, expectation, corporate tax payer’s, self assessment system


(4)

ABSTRAK

Ellya Rahmawati, Analisis Pengaruh Pengalaman, Motivasi dan Pengharapan Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan terhadap pelaksanaan self assessment system. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 64 responden yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) pada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah convenience sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer dengan tehnik kuesioner dan data sekunder dengan membaca literatur dan buku-buku perpajakan.

Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Uji hipotesis menggunakan regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan self assessment system.

Kata kunci: Pengalaman, motivasi, pengharapan, wajib pajak badan, self assessment system


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat dan salam penulis limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah menuntun umatnya dengan penuh kesabaran menuju jalan yang diridhoi Allah SWT, juga kepada keluarga, sahabat dan umatnya sepanjang zaman.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pengalaman, Motivasi dan Pengharapan Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak”. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi.

Penulisan skripsi akan semakin tertunda dan tidak selesai tanpa bantuan semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang sangat berjasa dalam mengasuh dan mendidik penulis serta senantiasa memberikan segala dukungan baik berupa doa maupun materi, juga kepada kakak-kakak dan adikku yag selalu memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, mencurahkan perhatian dan memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Yessi Fitri. SE., Ak., MSi, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, mencurahkan perhatian dan memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA, selaku Ketua Jurusan Akuntansi. 6. Bapak Amilin, SE., Ak., MSi, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi.


(6)

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan segenap ilmunya kepada penullis.

8. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Seluruh pimpinan dan karyawan KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu, terutama kepala Seksi Pelayanan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan riset.

10.Sahabat-sahabat terbaikku, Via, Habib, Imam, Nila, Nia, Febri, Neng, Farah, Abang, Fahmi, Arya, Rudi, Iwan, Hamid, Andre dan semua teman-temanku seperjuangan angkatan 2004 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 11.Sahabatku Marlia, Yulia, Nunik dan Mas Arief yang tak henti-hentinya

memberikan motivasinya kepadaku…….Tetap Semangat!

Meskipun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyempurnakan skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis ingin mempersembahkan skripsi ini bagi semua pihak yang menaruh perhatian bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya bidang penelitian di Indonesia dengan harapan akan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jakarta, Maret 2008


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN ... i

LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR UJIAN SKRIPSI ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6


(8)

A. Deskripsi Teori... 8

1. Pengertian Pajak... 8

2. Jenis Pajak... 9

3. Fungsi Pajak ... 11

4. Asas-Asas Pemungutan Pajak ... 13

5. Teori Pemungutan Pajak ... 16

6. Sistem Pemungutan Pajak ... 19

7. Tarif Pajak... 20

8. Pelaksanaan Self Assessment System... 21

9. Wajib Pajak Badan... 24

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27

C. Perbedaan Penelitian Penulis dengan Penelitian Terdahulu ... 28

D. Kerangka Pemikiran... 29

E. Hipotesis... 29

BAB III METODE PENELITIAN A...Ru ang Lingkup Penelitian ... 30

B...Me tode Penentuan Sampel ... 30

C...Me tode Pengumpulan Data ... 31


(9)

D...Me

tode Analisis Data ... 33

E...Def inisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 38

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu... 45

1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu ... 45

2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas ... 48

3. Wilayah Kerja ... 52

4. Implementasi Pelayanan Kepada Wajib Pajak dan Fasilitas Pelayanan ... 53

B. Gambaran Umum Responden ... 55

C. Uji Kualitas Data... 55

1. Uji Validitas ... 55

2. Uji Reliabilitas ... 61

3. Uji Asumsi Klasik ... 64

a...Uji Normalitas ... 64

b...Uji Multikolinieritas... 65

c...Uji Heterokesdastisitas... 65


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan peradaban manusia antara lain ditandai oleh terbentuknya lembaga pemerintahan. Penyelenggaraan perusahaan untuk menjamin tata tertib kehidupan bermasyarakat, tentu membutuhkan biaya. Mekanisme perpajakan adalah cara pokok bagi pemerintahan manapun untuk memobilisasi sumber daya guna menjamin berlangsungnya pemerintahan dan program-program yang dijalankannya.

Pajak berpotensi sangat besar sebagai sumber pemasukan utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk membelanjai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Namun, potensi itu belum digali secara optimal karena kurangnya kebijakan dan peraturan yang mendukung. Profesionalitas aparat dan kesadaran masyarakat wajib pajak, juga masih rendah.

Sasaran utama kebijakan peningkatan penerimaan keuangan negara di Indonesia antara lain adalah dengan cara menggali, mendorong dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Hal ini dimaksudkan agar jumlahnya semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta penyelenggaraan pemerintah. Dalam hal ini upaya peningkatan penerimaan keuangan negara tersebut mempunyai korelasi positif


(11)

terhadap adanya tuntutan untuk meningkatkan disektor terkait, termasuk peningkatan kemampuan penerimaan dari sektor pajak.

Pada saat ini, pendapatan pajak domestik semakin dominan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan situasi pada pertengahan dekade 70-an sampai 80-an, ketika APBN kita didominasi dari penerimaan migas. Secara implisit ini berarti bahwa rakyat semakin besar peranannya dalam pembangunan (Ismawan, 2001:3).

Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka kebijaksanaan perpajakan lebih diarahkan kepada upaya meningkatkan penerimaan khususnya melalui berbagai program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Hal ini karena sektor pajak sebagai salah satu tulang punggung sumber penerimaan negara yang secara fungsional sangat menentukan kelancaran pemerintahan, pembanguan serta dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi (Husen, 1999:5).

Kebijaksanaan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, antara lain melalui perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system pada tahun 1983. Hal ini ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah mengalami dua kali perubahan, yaitu perubahan pertama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan perubahan kedua Undang-Undang-Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Self Assessment system memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk


(12)

menghitung, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan melunasinya, serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar. Berlakunya Self assessment system ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakannya oleh wajib pajak secara sukarela dan sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, peran serta masyarakat menjadi sangat penting dan sebagai penentu di dalam menopang pembiayaan pembangunan melalui pembayaran pajak ( Hutagaol, 2005: 24).

Pada kenyataannya dalam pelaksanaan self assessment system masih terdapat banyak kendala yang harus dihadapi oleh fiskus untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu kendalanya adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak. Penyebab lainnya adalah dikarenakan persepsi masyarakat yang negatif, pajak dianggap membebani dan memaksa, belum dianggap sebagai bentuk pengabdian, dukungan atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Salah satu upaya untuk memperbaiki image tersebut adalah persepsi yang baik atau positif dari wajib pajak terhadap self assessment system yang diterapkan dalam system perpajakan nasional. Selain itu, kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor pengalaman, faktor intelegensi, faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor kecemasan dan pengharapan (Harvey dan Smith, 1977 dalam Prasetio dkk., 2006:5).


(13)

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasetio dkk. (2006) dalam Jurnal Perpajakan Indonesia dengan judul “Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak”. Variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Prasetio dkk. (2006) adalah variabel pengalaman, motivasi dan kepribadian wajib pajak. Variabel ini diambil dari pengertian persepsi yang menjelaskan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi. Sedangkan dalam penelitian ini, variabel yang digunakan untuk mengukur kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya adalah dengan menggunakan variabel pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai objeknya, maka semakin tinggi pula persepsi seseorang terhadap objeknya, dalam hal ini mengenai kepatuhan wajib pajak. Pengalaman yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai pelaksanaan kewajiban perpajakannya adalah sebagai hasil dari seringnya terjadi kontak antara wajib pajak terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakannya.

Motivasi pada dasarnya menunjukkan upaya untuk menjelaskan sebab-sebab atau landasan dari timbulnya suatu peristiwa perilaku tertentu pada diri seseorang. Motivasi ini berperan sangat penting dalam mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Semakin besar motivasi dan pengharapan wajib pajak terhadap pajak yang dibayarkannya maka akan semakin tinggi pula kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian ini


(14)

dilakukan hanya terbatas pada wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pasar Minggu. Dipilihnya wajib pajak badan sebagai objek penelitian karena objek pajak badan sebagai objek pajak yang memiliki sejumlah persepsi, pengalaman, motivasi, pengharapan dan lain-lain pada dirinya dalam melakukan pelaksanaan kewajiban pajaknya. Sedangkan lokasi penelitian dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam penerimaan pajak. Hal ini didukung dengan banyaknya perusahaan-perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil yang terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh pengalaman, Motivasi dan Pengharapan Wajib Pajak Badan Terhdap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah pangalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system?


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan terhadap pelaksanaan self assessment system.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah dan mempraktekkannya sesuai dengan kondisi yang ada.

b. Bagi Instansi Terkait

Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam penetapan kebijkan pada pelaksanaan atau penggunaan suatu sistem pemungutan pajak agar dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara.

c. Bagi Fakultas

Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta untuk mengevaluasi sejauh mana sistem pendidikan telah dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.


(16)

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum dan juga mengenai penerapan self assessment system.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Ismawan, 2001:4). Penarikan pajak secara yuridis dapat dipaksakan atau ditagih secara paksa oleh aparat yang berwenang. Apabila utang pajak tidak dibayar oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu, maka penagihan dapat dilakukan secara kekerasan, seperti melalui surat paksa, sita, lelang dan sandera.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.

b. Jasa timbal balik (kontraprestasi) tidak dapat ditunjukan secara langsung.

c. Pajak dipungut oleh pemerintah.

d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah. e. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena bersifat yuridis.


(18)

2. Jenis Pajak

Menurut Resmi (2003:6) terdapat berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya. a. Menurut Golongannya

Menurut golongannya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

1) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penghasilan dibayar atau ditangung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak Tidak Langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat


(19)

dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa).

b. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.

1) Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), dalam PPh terdapat subjek pajak (wajib pajak) orang pribadi. Pengenaan Pajak Penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (status perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

2) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah.


(20)

1) Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2) Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) misalnya: Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. Sedangkan Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya), contohnya adalah Pajak Pembanguan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Atas Reklame.

3. Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2003:2) terdapat dua fungsi pajak, yaitu Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) dan Fungsi Regulerend (Mengatur). a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.


(21)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam sosial dan ekonomi. Selain itu, untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah:

1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi, sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah dan mengurangi gaya hidup mewah. 2) Tarif pajak regresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi dalam membayar pajak yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

3) Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia, sehingga akhirnya dapat meningkatkan devisa negara.

4) Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu, seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi


(22)

terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi yang membahayakan kesehatan.

5) Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atas sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh sehubungan transaksi anggota, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

4. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Menurut Ismawan (2001:6), dalam memungut pajak dari wajib pajak, negara menggunakan asas pemungutan pajak yang terdiri dari: a. Asas Sumber

Pajak dipungut tergantung kepada adanya sumber penghasilan disuatu negara. Jika disuatu negara terdapat sumber penghasilan, maka negara tersebut memungut pajak tanpa melihat wajib pajak bertempat tinggal.

b. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Pemungutan pajak tergantung pada negara tempat tinggal atau domisili wajib pajak. Negara dimana seorang wajib pajak bertempat tinggal adalah yang berhak memungut pajak atas segala penghasilan wajib pajak yang diperoleh dari manapun.

c. Asas Kebangsaan (Nasional)

Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak. Untuk menghindari pajak berganda (yaitu seseorang wajib pajak dikenakan pajak dari berbagai negara


(23)

yang menggunakan salah satu dari ketiga asas di atas) maka diadakan suatu perjanjian perpajakan (tax treaty).

Selain asas pemungutan pajak, terdapat pula asas-asas yang digunakan dalam merumuskan Undang-Undang Perpajakan. Asas-asas yang melandasi pembuatan Undang-Undang Perpajakan adalah:

a. Asas Falsafah Hukum

Undang-Undang Perpajakan harus mengabdi pada keadilan, baik dalam arti materi perundang-undangan pajak maupun pelaksanaannya. Undang-Undang Perpajakan yang sudah memenuhi asas keadilan, tidak bermakna jika implementasinya jauh dari asas keadilan.

b. Asas Yuridis

Hukum pajak haruslah dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi negara dan warganya. Inilah sebabnya, pemungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang yang disahkan oleh lembaga legislatif agar dapat tercapai kepastian hukum.

c. Asas Ekonomi

Kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan agar jangan menghambat roda produksi dan perdagangan. Pemerintah selaku pemungut pajak harus melihat konteks makro ekonomi dari pemungut pajak, khususnya pengaruh pajak terhadap kegairahan bisnis. Oleh


(24)

karena itu, dimungkinkan pemberian fasilitas perpajakan sejauh hal tersebut positif bagi perekonomian secara luas.

d. Asas Finansial

Sesuai dengan fungsi budgetair, maka biaya pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin, dan hasil pemungutannya hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai pengeluaran negara sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Aspek rasionalitas berdasarkan cost-benefit analysis (analisis biaya manfaat) sangat penting untuk menjaga agar pemungutan pajak tidak melanggar asas finansial.

Adam Smith dalam Ismawan (2001:8) memiliki pendapat mengenai asas-asas perpajakan yang relevan yang dapat menjadi acuan. Dalam The Four Maxim’S, Smith mengemukakan empat asas yang seharusnya diperhatikan dalam pemungutan pajak.

a. Asas Equality

Asas equality yaitu persamaan hak dan kewajiban diantara sesama wajib pajak dalam suatu negara. Tidak boleh ada diskriminasi diantara wajib pajak dengan alasan apapun. Akan tetapi, pengenaan pajak terhadap subjek pajak hendaknya mempertimbangkan kemampuan wajib pajak. Secara normatif tidak diperkenankan memungut pajak terhadap subjek pajak yang tidak mampu membayar. b. Asas Certainty


(25)

Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus pasti. Semua dijelaskan dengan tegas, baik subjek, objek, besarnya pajak yang harus dibayar, serta waktu pembayarannya. Hal ini perlu untuk menjamin adanya kepastian hukum.

c. Asas Convenience

Pajak hendaknya dipungut pada saat paling tepat atau paling baik bagi para wajib pajak. Ini penting untuk menutup kemungkinan wajib pajak berupaya secara illegal menghindari kewajiban membayar pajak.

d. Asas Efficiency

Biaya pemungutan pajak hendaknya lebih kecil dari jumlah pajak yang diperoleh.

5. Teori Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2003:5) terdapat beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya yaitu:

a. Teori Asuransi

Teori asuransi adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dan segala kepentingannya, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan juga harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi. Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya yang sewaktu-waktu harus dibayar oleh masing-masing. Meskipun


(26)

teori ini hanya sekedar untuk memberikan dasar hukum kepada pemungut pajak, namun beberapa ahli menentangnya. Mereka berpendapat bahwa pembandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat, karena: 1) dalam hal timbul kerugian, tidak ada penggantian secara langsung dari negara, 2) antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.

b. Teori Kepentingan

Teori ini dalam ajarannya yang semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnyalah jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada mereka.

c. Teori Gaya Pikul

Teori ini mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan; bahwasanya pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar


(27)

menurut gaya pikul seseorang yang dapat diukur berdasarkan besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang.

d. Teori Kewajiban Pajak Mutlak Atau Teori Bakti

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya, yang tidak mengutamakan negara diatas kepentingan warganya, maka teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsleer (Organisasi Negara). Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidaklah akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya setiap orang menginsyafi bahwa menjadi suatu kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak. e. Teori Asas Daya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak, melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara. Setelah itu menyalurkannya kembali kemasyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan


(28)

masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak.

6. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2003:10) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System.

a. Official Assessment System

Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur pajak).

b. Self Assessment System

Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak,


(29)

mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

1) Menghitung sendiri pajak yang terutang 2) Membayar sendiri pajak yang terutang

3) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

4) Mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang terutang

c. With Holding System

With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini biasa dilakukan dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

7. Tarif Pajak

Pajak dipungut berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak. Menurut Mardiasmo (2005:9) ada empat macam tarif pajak yaitu:


(30)

a. Tarif Proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

8. Pelaksanaan Self Assessment System

Self assessment system didefinisikan sebagai sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang (Suandy, 2005:136). Aparat pajak (fiskus) hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak. Istilah self assessment system secara ringkas diartikan sebagai sistem penetapan pajak sendiri.


(31)

Dapat disimpulkan ciri-ciri self assessment system yaitu:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak sendiri.

b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, melapor dan membayar sendiri pajak yang terutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi, berbeda dengan official assessment system.

Self assessment system secara resmi telah diintegrasikan kedalam reformasi perundang-undangan pajak sebagai sistem pengenaan pajak yang didasarkan atas kepercayaaan fiskus kepada wajib pajak. Pemenuhan kewajiban pajak melalui self assessment system bertitik tolak dari asumsi bahwa wajib pajak adalah jujur, sehingga diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri kewajiban pajaknya (Mar’ie Muhammad, 1994 dalam Husen, 1999:5). Reformasi atas sistem perpajakan tersebut adalah dimaksudkan untuk menjadikan masyarakat wajib pajak dapat berperan sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan dan untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan (Bawazir, 1994 dalam Husen, 1999:5).

Menurut Rachmat Soemitro dalam Harahap (2004:44) keberhasilan self assessment system ditentukan oleh:


(32)

a. Kesadaran Pajak dari Wajib Pajak

Tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak.

b. Kejujuran Wajib Pajak

Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan self assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya dengan sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi.

c. Hasrat Untuk Membayar Pajak

Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya adalah kepatuhan sukarela dalam membayar pajak, dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak.

d. Disiplin dalam Membayar Pajak

Kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak didasarkan pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut suatu negara, serta sanksi-sanksi yang menyertainya dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda dalam membayar pajak.


(33)

9. Wajib Pajak Badan

Wajib pajak badan adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak (Suandy, 2005:46). Subjek pajak badan meliputi:

a. Perseroan Terbatas b. Perseroan Komanditer

c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) denga nama dan dalam bentuk apapun.

d. Persekutuan e. Firma

f. Perkumpulan Koperasi g. Yayasan

h. Lembaga i. Dana Pensiun j. Badan Usaha Tetap k. Bentuk Usaha lainnya

Dari uraian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan badan sebagai subjek pajak tidaklah semata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial), namun juga yang bergerak dibidang sosial, kemasyarakatan, sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang.


(34)

Menurut Undang-Undang Perpajakan No.16 Tahun 2000, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan perpajakannya antara lain:

a. Kewajiban Wajib Pajak

1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

3) Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan (SPT), mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam batas waktu yang telah ditetapkan.

4) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. 5) Jika diperiksa wajib:

a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terutang pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat/ruangan guna memperlancar pemeriksaan.


(35)

b. Hak Wajib Pajak

1) Mengajukan surat keberatan dan banding.

2) Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan.

3) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

4) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

Pemenuhan kewajiban pajak terjadi pada suatu kurun waktu tertentu. Penegasan tentang saat dimulainya sebagai subjek pajak dan saat berakhirnya sebagai subjek pajak sangat mendukung aspek kepastian hukum dan efektivitas administrasi perpajakan bagi masyarakat khususnya wajib pajak. Hal ini karena jika seseorang atau badan tidak termasuk atau tidak lagi sebagai subjek pajak, maka ia tidak lagi memiliki keharusan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

a. Saat Mulainya Kewajiban Pajak Subjektif

Menurut Suandy (2005:49) Penegasan tentang saat dimulainya kewajiban pajak subjektif sebagai berikut:

1) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

2) Bagi subjek pajak badan yang telah didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh


(36)

penghasilan dari Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

b. Saat Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif

1) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

2) Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini didasarkan oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh Januar Eko Prasetio dkk. (2006) dengan judul “Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak”. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa komponen pengalaman, motivasi dan kepribadian berpengaruh terhadap pembentukan persepsi wajib pajak badan mengenai undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan pajak penghasilan. Hasil ini diperoleh dari nilai signifikansi


(37)

yang lebih rendah dari 0,05, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,006. Sedangkan untuk hipotesis yang kedua menyimpulkan bahwa persepsi wajib pajak badan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system, dikarenakan nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 yaitu 0,455 yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima.

C. Perbedaan Penelitian Penulis dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan Penelitian Penulis dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan Januar Eko Prasetio dkk. Peneliti Variabel

Dependen

Pelaksanaan Self Assessment System Pelaksanaan Self Assessment System Variabel

Independen

Persepsi, Pengalaman, Motivasi dan Kepribadian

Pengalaman, Motivasi dan Pengharapan

Ruang Lingkup

KPP Cilacap KPP Pratama Jakarta

Pasar Minggu Populasi Wajib pajak badan (perusahaan kecil

dan besar)

Wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum PT Metode

Penentuan Sampel

Convenience Sampling, purposive sampling

Convenience Sampling

Metode Analisis Data

Uji Regresi Linier Berganda, Uji F Uji Regresi Linier Berganda, Uji Statistik


(38)

D. Kerangka Pemikiran

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama, semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran negara semakin besar. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak adalah adanya persepsi yang benar atau positif dari wajib pajak terhadap pelaksanaan self assessment system. Kerangka pemikiran ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian

Ha

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

Ha1: Pengalaman wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self

assessment system.

Ha2: Motivasi wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self

assessment system.

Ha3: Pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self

assessment system. Pengalaman

(X1)

Motivasi (X2)

Pengharapan (X3)

Pelaksanaan Self Assessment System


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak badan yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pasar Minggu. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan terhadap pelaksanaan self assessment system dalam memenuhi kewajiban pajak.

Objek penelitian adalah seluruh wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pasar Minggu. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam penerimaan pajak. Hal ini didukung oleh banyaknya perusahaan, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil disekitar lokasi.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel dipilih dengan menggunakan tehnik convenience sampling yang termasuk dalam non-probability sampling yaitu tehnik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Metode ini dapat mengambil sampel dari elemen populasi yang tidak terbatas yang bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan (Indriantoro dan Supomo, 2002:120).


(40)

Pengambilan sampel yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Umar, 2003).

N n =

1 + N (e)²

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e² = Tingkat ketelitian

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam membahas dan meneliti suatu masalah dibutuhkan data dan informasi yang disusun dan dianalisis, sehingga memperoleh gambaran yang jelas. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (Indriantoro dan Supomo, 2002:146). Data primer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner, yaitu pernyataan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang, kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianalisis (Prasetyo dan Jannah, 2006:143).


(41)

Bentuk pernyataan yang diajukan berupa alternatif pilihan pendapat dengan skala pengukuran yang dipergunakan adalah skala likert yaitu untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2006:86). Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu diberi skor.

No Pernyataan Nilai 1 Sangat Tidak Setuju 1

2 Tidak Setuju 2

3 Ragu 3

4 Setuju 4

5 Sangat Setuju 5

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Supomo, 2006:147). Data sekunder ini diperlukan sebagai landasan teori yang dikumpulkan dengan cara membaca literatur, buku-buku akuntansi perpajakan dan sumber-sumber lain yang menunjang penyusunan skripsi ini.


(42)

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik, sehingga pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Kualitas Data

Uji kualitas data digunakan untuk menguji kualitas data dari kuesioner yang diolah dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian yaitu:

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Pengujian Validitas menggunakan tehnik corrected item-total correlation, yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap item dengan skor totalnya. Syarat minimum suatu butir pernyataan dikatakan valid apabila koefisien korelasi (r hitung) lebih besar dari 0,20. Jadi jika koefisien korelasi antara butir dengan skor totalnya kurang dari 0,20 maka butir pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid (Ridwan, 2002).


(43)

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji apakah jawaban dari responden konsisten atau stabil. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan, sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nugroho, 2005:72).

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, baik variabel dependen, variabel independen maupun keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal.

Deteksi normalitas dapat dilihat dengan Kurva Normal P-Plot. Dasar pengambilan keputusan adalah jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi mengikuti asumsi normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normallitas (Santoso, 2002:212).


(44)

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen yang lain.

Deteksi terhadap multikolinieritas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah tolerance (Nugroho, 2005:58).

c. Uji Heterokesdastisitas

Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokesdastisitas. Sebaliknya, jika varian berbeda maka disebut heterokesdastisitas.

Menurut Nugroho (2005:62) cara memprediksi ada tidaknya heterokesdastisistas dapat dilihat dari pola gambar scatterplot. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan tidak terdapat heterokesdastisitas apabila:


(45)

1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 pada sumbu Y.

2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola

bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.

3. Uji Hipotesis

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah metode Regresi Linier Berganda, yaitu regresi yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun rumus persamaan Regresi Linier Berganda sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e

Keterangan:

Y = Pelaksanaan Self Assessment System a = Konstanta

b = Koefisien Regresi X1 = Variabel Pengalaman

X2 = Variabel Motivasi

X3 = Variabel Pengharapan


(46)

Untuk membuktikan kebenaran uji hipotesis, digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan oleh model Regresi Linier Berganda, uji statistik ini meliputi:

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R²) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summaryb dan tertulis Adjusted R Square.

Nilai R² sebesar 1, berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Jika nilai R² berkisar antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen (Ghozali, 2001:45).

b. Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen. Hasil Uji F pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.

Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. dengan tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka


(47)

Ha diterima dan Ho ditolak, sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima. (Nugroho, 2005:53).

c. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Coefficientsª.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. masing-masing variabel independen dengan tingkat signifikansi yang digunakan 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima. (Nugroho, 2005:55).

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman, motivasi dan pengharapan.

a. Pengalaman

Pengalaman tentunya memberikan banyak manfaat bagi seseorang. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai objek stimulusnya maka semakin tinggi pula persepsi


(48)

seseorang terhadap objeknya, dalam hal ini mengenai kepatuhan wajib pajak. Pengalaman yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai pelaksanaan kewajiban perpajakannya sebagai hasil dari seringnya terjadi kontak antara wajib pajak badan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakannya maka akan menghasilkan persepsi yang positif terhadap pelaksanaan self assessment system. Pengalaman merupakan variabel independen yang diukur dengan menggunakan skala likert. Misalnya, sangat tidak setuju diberi angka 1; tidak setuju 2; ragu 3; setuju 4; sangat setuju 5.

b. Motivasi

Motivasi dapat didefinisikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi pada dasarnya menunjukkan pada upaya untuk menjelaskan sebab-sebab atau landasan dari timbulnya suatu peristiwa perilaku tertentu pada diri seseorang (Nugrahanti dalam Prasetio, 2006:8). Motivasi merupakan variabel independen yang diukur dengan menggunakan skala likert. Misalnya, sangat tidak setuju diberi angka 1; tidak setuju 2; ragu 3; setuju 4; sangat setuju 5.

c. Pengharapan

Pengharapan merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi seseorang untuk berperilaku tertentu. Semakin besar pengharapan wajib pajak badan terhadap pajak yang dibayarkan maka


(49)

akan semakin tinggi pula kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengharapan merupakan variabel independen yang diukur dengan menggunakan skala likert. Misalnya, sangat tidak setuju diberi angka 1; tidak setuju 2; ragu 3; setuju 4; sangat setuju 5.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel pelaksanaan self assessment system, yaitu pelaksanaan dalam menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan self assessment system merupakan variabel dependen yang diukur dengan menggunakan skala likert. Misalnya, sangat tidak setuju diberi angka 1; tidak setuju 2; ragu 3; setuju 4; sangat setuju 5.


(50)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator Skala

Pengukuran Pengalaman

(X1)

¾Penghitungan pajak

¾Melaporkan Jumlah Pajak yang terutang

¾Membayar Jumlah pajak yang terutang

¾Atensi

1. Menghitung sendiri. 2. Menghitung dibantu oleh

orang lain.

3. Mendapatkan teguran karena tidak mengerti melaporkan jumlah pajaknya.

4. Keterlambatan membayar pajak dikenakan denda. 5. Kepatuhan wajib pajak. 6. Keberatan kebijakan pajak

ditanggapi dengan positif. 7. Fiskus bersikap ramah dan

terbuka terhadap wajib pajak. 8. Jika wajib pajak tidak

mengerti, fiskus membantu wajib pajak dan mengarahkan pada aturan-aturan yang berlaku.

9. Sikap profesional aparat pajak.

10. Itikad baik wajib pajak untuk melakukan tanggung jawab perpajakannnya.

11. Restitusi pajak direspon dengan segera.

12. Memperkecil jumlah

pembayaran pajak sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

13. Mengerti sepenuhnya

mengenai sistem online KPP.


(51)

MOTIVASI (X2)

¾Intrinsik

¾Ekstrinsik

1. Kewajiban wajib pajak dalam memenuhi kewajiban.

Perpajakan.

2. Tanggung Jawab wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak.

4. Pengalaman dan pengetahuan wajib pajak tentang

perpajakan.

5. Pengabdian wajib pajak terhadap negara.

6. Persepsi positif wajib pajak terhadap pajak yang

dibayarkan.

7. Partisipasi wajib pajak dalam pembangunan.

8. Penyuluhan perpajakan. 9. Kinerja fiskus yang baik. 10. Citra yang baik dan bersih

aparat pajak.

11. Adanya reward atau hadiah bagi wajib pajak.

12. Meningkatkan penerimaan negara.

13. Mendukung pembangunan. 14. Sistem online KPP.

15. Modernisasi perpajakan.

Likert

Pengharapan (X3)

¾Segi Ekonomi

¾Segi Sosial

1. Meningkatnya pembangunan. 2. Optimalisasi layanan publik. 3. Pemerataan pendapatan. 4. penciptaan lapangan kerja. 5. kestabilan tingkat inflasi

6. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

7. Berkurangnya pengangguran. 8. Berkurangnya angka

kemiskinan


(52)

Pelaksanaan Self Assessment System (Y) ¾Penghitungan ¾Pelaporan

1. Pengisian SPT dengan benar. 2. Pembukuan perusahaan sesuai

dengan SAK.

3. Penghasilan kena pajak sebagai penghitungan dasar pengenaan pajak yang terutang.

4. Ketepatan dalam memberikan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. 5. Pasal 28 ayat (7) UU No.16

tahun 2000 tentang pembukuan dilakukan minimal meliputi harta, kewajiban, modal dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 6. SPT merupakan alat untuk

melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang terutang

7. SPT berfungsi sebagai pemberitahuan pajak penghasilan kepada negara. 8. SPT dilaporkan tepat waktu. 9. Melaporkan informasi yang

benar yang disajikan dalam pembukuan.

10. SPT harus mencerminkan keadaan usaha yang sebenarmya (biaya dan pendapatan).

11. SPT Masa dan SPT Tahunan tidak dilaporkan dikenakan denda.

12. SPT dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya untuk menghindari sanksi.

13. SPT Tahunan dilaporkan tiga bulan setelah tahun pajak berakhir.


(53)

¾Pembayaran

¾NPWP

14. Pelaporan SPT didukung dengan data yang menunjang atas pelaporan wajib pajak dan dapat dibuktikan. 15. Pembayaran sesuai dengan

jumlah pajak yang terutang. 16. Pembayaran pajak merupakan

kewajiban setiap wajib pajak. 17. NPWP berfungsi sebagai

tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak 18. Setiap wajib pajak wajib

mendaftarkan diri pada KPP yang berada diwilayah kerjanya.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pasar Minggu mulai beroperasi sejak tanggal 29 Maret 1994 yang sekarang berlokasi di Jalan TB Simatupang Kav. 39 Jatipadang Poncol, Jakarta Selatan. Sehubungan dengan reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 tentang Tahapan Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Direktorat Jenderal Pajak di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta selain Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, pada tanggal 12 Juni 2007 KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu telah menerapkan Sistem Administrasi Perpajakan Modern (SAPM).

KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta III. Didirikan dengan tugas pokok memberikan pelayanan sebaik mungkin terhadap kepentingan perpajakan wajib pajak termasuk pengawasan administrasi dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak dibidang Pajak


(55)

Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu juga menyelenggarakan fungsi antara lain:

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. d. Penyuluhan perpajakan.

e. Pelaksanaan registrasi wajib pajak. f. Pelaksanaan ekstensifikasi.

g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. j. pelaksanaan konsultasi perpajakan.

k. Pelaksanaan intensifikasi.


(56)

Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya, KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu dituntut juga untuk dapat mencapai target penerimaan negara yang telah dibebankan kepada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Berdasarkan hal tersebut ditetapkanlah visi oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu “Menjadi Model Masyarakat yang Menyelenggarakan Sistem dan Administrasi Perpajakan Kelas Dunia yang Dapat Dipercaya dan Dibanggakan Kepada Masyarakat”. Pada pernyataan visinya, ada tiga cita-cita utama yang ingin dicapai yaitu:

a. Menjadi model pelayanan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk menjadi contoh pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi pemerintah lainnya.

b. Berkelas dunia (World Class) yang merefleksikan cita-cita untuk mencapai tingkatan standar dunia atau internasional baik untuk kualitas aparatnya maupun kualitas kinerja dan hasil-hasilnya.

c. Dipercaya dan dibanggakan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan akurat, mampu memenuhi harapan masyarakat serta memiliki citra yang baik dan bersih.

Untuk mengimplementasikan visi tersebut ditetapkan misi yang harus dilaksanakan yaitu “Menghimpun Penerimaan dalam Negeri dari Sektor Pajak yang Mampu Menunjang Kemandirian Pembiayaan Penerimaan Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan Tingkat


(57)

Efektivitas dan Efisiensi yang Tinggi”. Berdasarkan misi tersebut terkandung makna:

a. Segala upaya dan kegiatan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b. Jumlah penerimaan pajak yang dihimpun harus mampu memenuhi harapan masyarakat dan pemerintah yaitu mendukung kemandirian pembiayaan pemerintah.

c. Pelaksanaannya harus dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi sehingga cost of collection dan cost of complience dapat ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah dan menangkal tax evasion dan tax avoidance secara optimal.

d. Mampu mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan serta aspirasi masyarakat dan membangun dirinya secara terus menerus sesuai dengan perkembangan teknologi.

e. Melakukan upaya untuk meningkatkan secara terus menerus terhadap kualitas sumber daya manusia, sarana, prasarana, organisasi, sistem dan sistem prosedur kerja.

2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas

Struktur organisasi KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu dan uraian tugas masing-masing seksi adalah sebagai berikut:

a. Bagian Umum

Mempunyai tugas melakukan urusan: 1) Kepegawaian


(58)

2) Keuangan

3) Tata Usaha Rumah Tangga

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Mempunyai tugas melakukan urusan: 1) Penatausahaan

2) Pemeliharaan dan Pengawasan Data 3) Pemeliharaan Bank Data

4) Pengelolaan akses dan keamanan sistem komputer 5) Pelayanan dukungan teknis komputer

6) Penyiapan pencetakan dan pengiriman laporan kerja c. Seksi Pelayanan

Mempunyai tugas melakukan urusan:

1) Layanan terpadu (pelaporan surat masuk dsb)

2) Pendaftaran wajib pajak, objek pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak

3) Pengajuan usul penghapusan NPWP, NPPKP, dan NOP PBB 4) Perubahan identitas wajib pajak dan objek pajak PBB

5) Perpindahan wajib pajak, mutasi dan balik nama objek PBB 6) Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh d. Seksi Penagihan

Mempunyai tugas melakukan urusan: 1) Penatausahaan piutang pajak


(59)

3) Penerbitan dan penyampaian surat teguran, surat paksa dan surat perintah melakukan penyitaan

4) Pembuatan usulan pelelangan dan penghapusan piutang pajak 5) Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan

e. Seksi Pemeriksaan

Mempunyai tugas melakukan urusan:

1) Penyusunan rencana pemeriksaan, penerimaan dan perekaman serta penyaluran data/alat keterangan

2) Pengawasan pelaksanaan jadwal pemeriksaan

3) Penerbitan dan penyaluran surat perintah melakukan pemeriksaan pajak

f. Seksi Ekstensifikasi

Mempunyai tugas melakukan urusan:

1) Pelaksanaan penilaian individual objek pajak PBB 2) Pembuatan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) 3) Pendataan dan penatusahaan hasil pendataan

4) Pencarian data potensi perpajakan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi

5) Pencairan data pihak ketiga

6) Penyusunan monografi perpajakan

7) Penelitian oleh pejabat fungsional penilaian PBB dalam rangka penyelesaian keberatan atau pengurangan PBB


(60)

9) Tata cara penerbitan himbauan untuk ber-NPWP

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon). Mempunyai tugas melakukan urusan:

1) Pengawasan kepatuhan wajib pajak

2) Pemantaun proses administrasi perpajakan

3) Bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan bagi wajib pajak.

Sumber: KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu

Gambar 4.1

Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu

KEPALA KANTOR

Seksi Ekstensifikasi

Perpajakan

Seksi Pelayanan Seksi Pengawasan

Dan Konsultasi Seksi Pemeriksaan Seksi Penagihan

Kelompok Jabatan Fungsional

Subbagian Umum

KantorPelayanan Pajak

KPP PRATAMA

Seksi Pengolahan Data dan Informasi


(61)

3. Wilayah Kerja

Wilayah kerja serta wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Minggu, meliputi sebagian wilayah Kotamadya Jakarta Selatan yang terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa dan 13 kelurahan sebagai berikut:

a. Kecamatan Pasar Minggu, terdiri dari 7 kelurahan yaitu: 1) Kelurahan Cilandak timur

2) Kelurahan Pejaten Timur 3) Kelurahan Pejaten Barat 4) Kelurahan Pasar Minggu 5) Kelurahan Ragunan 6) Kelurahan Jatipadang 7) Kelurahan Kebagusan

b. Kecamatan Jagakarsa, terdiri dari 6 kelurahan yaitu: 1) Kelurahan Tanjung Barat

2) Kelurahan Lenteng Agung 3) Kelurahan Jagakarsa 4) Kelurahan Ciganjur 5) Kelurahan Cipedak


(62)

4. Implementasi Pelayanan Kepada Wajib Pajak dan Fasilitas Pelayanan

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan dan menjembatani komunikasi antara wajib pajak dan KPP serta mengoptimalkan fungsi bimbingan dan konsultasi kepada wajib pajak, KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu telah menunjuk Account Representative (AR) untuk masing-masing wajib pajak.

Account Representative berfungsi sebagai liaison officer antara KPP dan wajib pajak yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan perpajakan secara langsung serta memastikan dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakaan wajib pajak. Kebijakan penunjukkan Acccount Representative untuk setiap wajib pajak juga bertujuan agar permasalahan perpajakan wajib pajak dapat segera ditangani dengan efektif. Adanya Account Representative diharapkan pelayanan perpajakan kepada wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu dapat berjalan secara optimal dan profesional.

KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu menerapkan satu rekening wajib pajak (tax payer account) untuk mengadministrasikan hak dan kewajiban serta pelunasan kewajiban perpajakan setiap wajib pajak. Selain itu, KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu juga memberlakukan pelaporan SPT berbasis media komputer dan pembayaran pajak secara online. Setiap pencatatan hak dan kewajiban wajib pajak akan secara otomatis berubah


(63)

mengikuti perubahan sebagai akibat dari pembayaran pajak, keputusan keberatan atau banding, pemindahbukuan, keterangan lebih bayar serta pengakuan pajak terutang. Selain itu, pemantauan kewajiban perpajakan wajib pajak juga dapat dilakukan dengan lebih seksama, sehingga dapat menghindarkan wajib pajak dari sanksi akibat keterlambatan pemenuhan kewajiban pajak.

Pelaporan SPT di KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu diharuskan menggunakan media komputer dan untuk mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak mengadakan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang diberikan secara cuma-cuma yang bertujuan untuk menghindari kesalahan perekaman dan mengurangi kebutuhan tempat penyimpanan berkas baik bagi wajib pajak maupun KPP.

Pembayaran pajak secara online juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak karena pembayaran dapat dilakukan melalui teller bank, internet banking maupun ATM. Data pembayaran dari bank akan diterima secara real time, sehingga pemenuhan kewajiban perpajakan berupa pembayaran pajak tersebut seperti yang dinyatakan dalam SPT dapat dimonitor secara langsung.

Seluruh sistem administrasi perpajakan ini telah terintegrasi dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang berbasis komputer, sehingga memudahkan pengawasan pelaksanaan administrasi perpajakan. Sistem manajemen kasus dan sistem alur kerja yang


(64)

diterapkan dalam sistem administrasi ini memungkinkan setiap kegiatan terukur dan terkontrol.

G. Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dilakukan pada wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) di KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 7.708 wajib pajak. Sedangkan jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Slovin adalah sebanyak 64 responden.

7.708 n =

1 + 7.708 (10%)²

n = 63,47, dibulatkan menjadi 64

Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Januari 2008 selama 10 hari. Semua kuesioner yang telah disebarkan dapat diolah karena responden menjawab seluruh pernyataan dengan baik.

H. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan corrected item-total correlation, yaitu dengan cara mengkorelasi skor tiap item dengan skor totalnya, dengan tingkat signifikansi 5%, butir pernyataan kuesioner dikatakan valid jika koefisien korelasi (r hitung) lebih dari 0,20. Tabel 4.1


(65)

berikut menunjukkan hasil tryout uji validitas variabel pengalaman dengan sampel yang diambil sebanyak 10 responden.

Berdasarkan tabel 4.1 dibawah ini menunjukkan bahwa tidak seluruh butir pernyataan valid, karena ada 4 butir pernyataan yang memiliki angka r hitung kurang dari 0,20. Sehingga butir pernyataan yang tidak valid tersebut dari variabel pengalaman harus diperbaiki.

Tabel 4.1

Hasil Tryout Uji Validitas Variabel Pengalaman

Sumber: data primer yang diolah

Pengujian dilakukan kembali setelah butir pernyataan yang tidak valid diperbaiki dengan sampel yang digunakan sebanyak 64 responden. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Pengalaman

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 0,356 0,639 Valid Valid Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 0,775 0,257 -0,168 0,189 0,777 0,838 0,700 0,838 0,790 0,728 0,854 -0,006 0,073 Valid Valid Tidak Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid


(66)

Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 0,535 0,443 0,457 0,402 0,711 0,388 0,681 0,420 0,328 0,638 0,553 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan diatas valid, karena seluruh butir pernyataan tersebut memiliki koefisien korelasi (r hitung) lebih besar dari 0,20.

Pengujian selanjutnya adalah uji validitas untuk variabel motivasi dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 15 butir. Hasil tryout pengujian validitas untuk variabel motivasi dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil Tryout Uji Validitas Variabel Motivasi

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 Butir 14 Butir 15 0,451 0,771 0,685 -0,111 0,630 0,592 0,904 0,524 0,409 0,915 0,587 0,931 0,776 0,092 0,701 Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Sumber: data primer yang diolah


(67)

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa tidak seluruh butir pernyataan valid, karena terdapat 2 butir pernyataan yang memiliki angka r hitung kurang dari 0,20, sehingga butir pernyataan tersebut harus diperbaiki untuk selanjutnya diuji kembali dan pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas

Variabel Motivasi

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 Butir 14 Butir 15 0,521 0,421 0,437 0,498 0,470 0,453 0,553 0,514 0,485 0,459 0,487 0,364 0,520 0,479 0,431 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan variabel motivasi adalah valid, karena memiliki angka r hitung lebih besar dari 0,20.

Pengujian selanjutnya adalah uji validitas untuk variabel pengharapan dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 8 butir. Hasil tryout pengujian validitas untuk variabel pengharapan dapat dilihat pada tabel 4.5. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh


(68)

pernyataan valid, karena terdapat 1 pernyataan yang memiliki angka r hitung kurang dari 0,20, sehingga butir pernyataan yang tidak valid tersebut harus diperbaiki untuk dilakukan pengujian kembali.

Tabel 4.5

Hasil Tryout Uji Validitas Variabel Pengharapan

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 0,518 0,356 0,832 0,819 0,476 -0,212 0,685 0,753 Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid

Sumber: data primer yang diolah

Setelah butir pernyataan yang tidak valid tersebut diperbaiki, kemudian dilakukan pengujian kembali terhadap variabel pengharapan. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Pengharapan

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 0,578 0,447 0,527 0,454 0,495 0,564 0,401 0,481 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(69)

Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa butir pernyataan dari seluruh variabel pengharapan valid, karena memiliki angka r hitung lebih besar dari 0,20.

Pengujian validitas yang terakhir adalah untuk variabel pelaksanaan self assessment system dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 18 butir. Hasil tryout uji validitas untuk variabel pelaksanaan self assessment system dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7

Hasil Tryout Uji Validitas

Variabel Pelaksanaan Self Assessment System Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 Butir 14 Butir 15 Butir 16 Butir 17 Butir 18 0,572 0,437 0,467 0,248 0,626 0,698 0,635 0,481 0,698 0,351 0,165 0,550 0,425 0,797 0,932 0,435 -0,664 0,700 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa terdapat 2 butir pernyataan yang tidak valid, karena memiliki angka koefisisen korelasi (r hitung) kurang dari 0,20, sehingga butir pernyataan yang tidak valid harus diperbaiki untuk kemudian dilakukan pengujian kembali. Hasil uji


(70)

validitas butir pernyataan setelah diperbaiki tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas

Variabel Pelaksanaan Self Assessment System

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan pada variabel pelaksanaan self assessment system valid, karena memiliki koefisien korelasi (r hitung) lebih besar dari 0,20.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan konsistensi alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai

Pernyataan r hitung Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Butir 11 Butir 12 Butir 13 Butir 14 Butir 15 Butir 16 Butir 17 Butir 18 0,476 0,484 0,444 0,585 0,378 0,441 0,490 0,404 0,665 0,444 0,648 0,525 0,374 0,596 0,535 0,368 0,496 0,637 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(71)

cronbach alpha lebih besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengalaman dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengalaman

.848 .848 13

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

Sumber: data primer yang diolah

Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai cronbach alpha sebesar 0,848, sehingga variabel pengalaman dalam penelitian ini dinyatakan reliabel karena lebih besar dari 0,60.

Pengujian selanjutnya adalah uji reliabilitas untuk variabel motivasi. Hasil uji variabel ini dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Motivasi

.842 .847 15

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items


(72)

Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai cronbach alpha sebesar 0,842. Hal ini berarati variabel motivasi dinyatakan reliabel karena memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60.

Setelah itu, dilakukan uji reliabilitas untuk variabel pengharapan. Hasil uji reliabilitas variabel pengharapan dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengharapan

.786 .788 8

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha variabel pengharapan sebesar 0,786 dan dinyatakan reliabel karena lebih besar dari 0,60.

Pengujiaan selanjutnya adalah uji reliabilitas untuk variabel pelaksanaan self assessment system. Hasil uji reliabilitas ini dapat dillihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Pelaksanaan Self Assessment System

.874 .879 18

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized


(1)

Tabel 4.15 Hasil Uji F

ANOVAb

3961.472 3 1320.491 319.941 .000a

247.637 60 4.127

4209.109 63

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Pengharapan, Pengalaman, Motivasi a.

Dependent Variable: Pelaksanaan Self Assessment System b.

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) 0,05 (0,000<0,05), ini berarti bahwa variabel independen pengalaman, motivasi dan pengharapan mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependen pelaksanaan self

assessment system. Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Prasetio (2006). c. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

Pengujian regresi secara parsial (uji t) berguna untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas (p-value) dari masing-masing variabel dengan tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel independen secara parsial mempunyai


(2)

pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji regresi secara parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16 Hasil Uji t

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.014 2.247 -.896 .374

Pengalaman .819 .062 .597 13.123 .000

Motivasi .149 .063 .125 2.346 .022

Pengharapan .728 .100 .355 7.316 .000

a Dependent Variable: Pelaksanaan Self Assessment System Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel hasil uji t diatas menunjukkan bahwa variabel pengalaman memiliki nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,000, variabel motivasi 0,022 dan variabel pengharapan memiliki nilai probabilitas sebesar 0,000, nilai probabilitas dari ketiga variabel independen tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, secara parsial variabel pengalaman, motivasi dan pengharapan berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan self assessment system.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self

assessment system. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 responden yang

merupakan wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) pada KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Metode analisis untuk menguji hipotesis adalah Regresi Linier Berganda dengan menggunakan

Software SPSS for Windows 12.0.

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis terhadap data, dapat disimpulkan bahwa variabel pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system dengan persentase pengaruh yang sangat besar yaitu sebesar 93,8%.

B. Implikasi

Pengalaman, motivasi dan pengharapan masing-masing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan self assessment system. Hal ini dapat disebabkan karena semakin banyak pengalaman wajib pajak badan maka


(4)

akan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan self

assessment system.

Motivasi merupakan sebab-sebab atau landasan seseorang untuk berperilaku tertentu. Semakin tinggi motivasi wajib pajak untuk membayar pajak, maka penerimaan pajak pun diharapkan akan terus meningkat dan juga tercipta voluntary compliance, yaitu kepatuhan sukarela dari wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan semakin besar pengharapan wajib pajak atas pajak yang dibayarkannya, maka wajib pajak akan lebih termotivasi untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penelitian dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian yang lebih berkualitas lagi dengan adanya saran-saran dari peneliti mengenai beberapa hal:

1. Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai indikator dalam meningkatkan pelayanan, penetapan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan pajak.

2. Perlunya penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang berkesinambungan sebagai perwujudan reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan didalam melakukan penelitian dengan menggunakan faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor lainnya yang dapat ditinjau dan diteliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam. “Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS”, BP UNDIP, Semarang, 2001.

Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Harahap, Abdul Asri. “Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif

Ekonomi-Politik”, Integrita Dinamika Press, Jakarta, 2004.

Husen, Sharifuddin. “Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

(Studi Kasus Pada Karikpa Bandung Satu, Bandung)”, Jurnal Kipas Vol. 2

No. 14, November 1999.

Hutagaol, John. “Self Assessment: Implementasi dan Kendalanya”. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 4 No. 4, November-Desember 2006.

Indrianto, Nur dan Supomo, Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk

Akuntansi & Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 2002.

Ismawan, Indra. “Memahami Reformasi Perpajakan 2000”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001.

Malik, Maria Ulfah. “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak

(Studi Kasus Pada KPP Perusahaan Masuk Bursa)”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Mardiasmo. “Perpajakan”, ANDI, Yogyakarta, 2003.

Nugroho, Bhuono Agung. “Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian

dengan SPSS”, ANDI, Yogyakarta, 2005.

Prasetio, Januar Eko dkk. “Persepsi Wajib Pajak Badan Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak (Studi Kasus

Pada Wajib Pajak Badan Cilacap)”. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 6


(6)

Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina Miftahul. “Metode Penelitian Kuantitatif:

Teori dan Aplikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Qoriah. “Analisis Pengaruh Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Kramat Jati)”, FEIS UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2005.

Resmi, Siti. “Perpajakan Teori & Kasus”, Edisi Kedua, Buku Satu, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

Ridwan, Muchtar. “Statistika”, Ganescha, Bandung, 2002.

Santoso, Singgih. “SPSS Mengolah data Statisitk Secara Profesional”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.

Suandy, Erly. “Hukum Pajak”, Edisi Kedua, Salemba Empat, 2005. Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis”, Alfabeta, Bandung, 2006.

Umar, Husein. “Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Polonia

8 154 65

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 29 6

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 19 6

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 21 6

Analisis Perbedaan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Sebelum Dan Sesudan Tax Audit : studi kasus pada kpp pratama jakarta tebet

0 8 76

Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System dan Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Karees)

4 30 56

Analisis Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya (survey Pada KPP Pratama Soreang)

0 4 1

PENGARUH PEMAHAMAN PROSEDUR PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILAN DI KPP PRATAMA KLATEN.

0 1 9

Persepsi Wajib Pajak Badan terhadap Pelaksanaan Kewajiban SPT Tahunan Badan (Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada KPP Pratama Padang).

0 0 6

Analisa Pengaruh Pelaksanaan Aspek Formal dari Perencanaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakannya (Studi Pada 48 Wajib Pajak Badan Di Wilayah KPP Pratama Banjarbaru).

0 0 27