Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Deskripsi Teori

dilakukan hanya terbatas pada wajib pajak badan yang terdaftar dan berbadan hukum Perseroan Terbatas PT pada Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Dipilihnya wajib pajak badan sebagai objek penelitian karena objek pajak badan sebagai objek pajak yang memiliki sejumlah persepsi, pengalaman, motivasi, pengharapan dan lain-lain pada dirinya dalam melakukan pelaksanaan kewajiban pajaknya. Sedangkan lokasi penelitian dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam penerimaan pajak. Hal ini didukung dengan banyaknya perusahaan-perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil yang terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh pengalaman, Motivasi dan Pengharapan Wajib Pajak Badan Terhdap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah pangalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengalaman, motivasi dan pengharapan wajib pajak badan terhadap pelaksanaan self assessment system. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah dan mempraktekkannya sesuai dengan kondisi yang ada. b. Bagi Instansi Terkait Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam penetapan kebijkan pada pelaksanaan atau penggunaan suatu sistem pemungutan pajak agar dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara. c. Bagi Fakultas Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta untuk mengevaluasi sejauh mana sistem pendidikan telah dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum dan juga mengenai penerapan self assessment system. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Ismawan, 2001:4. Penarikan pajak secara yuridis dapat dipaksakan atau ditagih secara paksa oleh aparat yang berwenang. Apabila utang pajak tidak dibayar oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu, maka penagihan dapat dilakukan secara kekerasan, seperti melalui surat paksa, sita, lelang dan sandera. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah: a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. b. Jasa timbal balik kontraprestasi tidak dapat ditunjukan secara langsung. c. Pajak dipungut oleh pemerintah. d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah. e. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena bersifat yuridis. 2. Jenis Pajak Menurut Resmi 2003:6 terdapat berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya. a. Menurut Golongannya Menurut golongannya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. 1 Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan PPh, Pajak Penghasilan dibayar atau ditangung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. 2 Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak Tidak Langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai PPN, PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat 8 dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara implisit dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa. b. Menurut Sifatnya Menurut sifatnya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. 1 Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan PPh, dalam PPh terdapat subjek pajak wajib pajak orang pribadi. Pengenaan Pajak Penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak status perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya. Keadaan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. 2 Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak wajib pajak maupun tempat tinggal. c. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Negara Pajak Pusat dan Pajak Daerah. 1 Pajak Negara Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah PPnBM, serta Pajak Bumi dan Bangunan PBB. 2 Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah Tingkat I Propinsi misalnya: Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. Sedangkan Pajak Daerah Tingkat II KabupatenKotamadya, contohnya adalah Pajak Pembanguan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Atas Reklame. 3. Fungsi Pajak Menurut Resmi 2003:2 terdapat dua fungsi pajak, yaitu Fungsi Budgetair Sumber Keuangan Negara dan Fungsi Regulerend Mengatur. a. Fungsi Budgetair Sumber Keuangan Negara Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak- banyaknya untuk kas negara. b. Fungsi Regulerend Mengatur Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam sosial dan ekonomi. Selain itu, untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah: 1 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah PPnBM dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi, sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah dan mengurangi gaya hidup mewah. 2 Tarif pajak regresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi dalam membayar pajak yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 3 Tarif pajak ekspor adalah 0, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia, sehingga akhirnya dapat meningkatkan devisa negara. 4 Pajak Penghasilan PPh dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu, seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi yang membahayakan kesehatan. 5 Pembebasan Pajak Penghasilan PPh atas sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh sehubungan transaksi anggota, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 4. Asas-Asas Pemungutan Pajak Menurut Ismawan 2001:6, dalam memungut pajak dari wajib pajak, negara menggunakan asas pemungutan pajak yang terdiri dari: a. Asas Sumber Pajak dipungut tergantung kepada adanya sumber penghasilan disuatu negara. Jika disuatu negara terdapat sumber penghasilan, maka negara tersebut memungut pajak tanpa melihat wajib pajak bertempat tinggal. b. Asas Domisili Asas Tempat Tinggal Pemungutan pajak tergantung pada negara tempat tinggal atau domisili wajib pajak. Negara dimana seorang wajib pajak bertempat tinggal adalah yang berhak memungut pajak atas segala penghasilan wajib pajak yang diperoleh dari manapun. c. Asas Kebangsaan Nasional Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak. Untuk menghindari pajak berganda yaitu seseorang wajib pajak dikenakan pajak dari berbagai negara yang menggunakan salah satu dari ketiga asas di atas maka diadakan suatu perjanjian perpajakan tax treaty. Selain asas pemungutan pajak, terdapat pula asas-asas yang digunakan dalam merumuskan Undang-Undang Perpajakan. Asas-asas yang melandasi pembuatan Undang-Undang Perpajakan adalah: a. Asas Falsafah Hukum Undang-Undang Perpajakan harus mengabdi pada keadilan, baik dalam arti materi perundang-undangan pajak maupun pelaksanaannya. Undang-Undang Perpajakan yang sudah memenuhi asas keadilan, tidak bermakna jika implementasinya jauh dari asas keadilan. b. Asas Yuridis Hukum pajak haruslah dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi negara dan warganya. Inilah sebabnya, pemungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang yang disahkan oleh lembaga legislatif agar dapat tercapai kepastian hukum. c. Asas Ekonomi Kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan agar jangan menghambat roda produksi dan perdagangan. Pemerintah selaku pemungut pajak harus melihat konteks makro ekonomi dari pemungut pajak, khususnya pengaruh pajak terhadap kegairahan bisnis. Oleh karena itu, dimungkinkan pemberian fasilitas perpajakan sejauh hal tersebut positif bagi perekonomian secara luas. d. Asas Finansial Sesuai dengan fungsi budgetair, maka biaya pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin, dan hasil pemungutannya hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai pengeluaran negara sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Aspek rasionalitas berdasarkan cost-benefit analysis analisis biaya manfaat sangat penting untuk menjaga agar pemungutan pajak tidak melanggar asas finansial. Adam Smith dalam Ismawan 2001:8 memiliki pendapat mengenai asas-asas perpajakan yang relevan yang dapat menjadi acuan. Dalam The Four Maxim’S, Smith mengemukakan empat asas yang seharusnya diperhatikan dalam pemungutan pajak. a. Asas Equality Asas equality yaitu persamaan hak dan kewajiban diantara sesama wajib pajak dalam suatu negara. Tidak boleh ada diskriminasi diantara wajib pajak dengan alasan apapun. Akan tetapi, pengenaan pajak terhadap subjek pajak hendaknya mempertimbangkan kemampuan wajib pajak. Secara normatif tidak diperkenankan memungut pajak terhadap subjek pajak yang tidak mampu membayar. b. Asas Certainty Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus pasti. Semua dijelaskan dengan tegas, baik subjek, objek, besarnya pajak yang harus dibayar, serta waktu pembayarannya. Hal ini perlu untuk menjamin adanya kepastian hukum. c. Asas Convenience Pajak hendaknya dipungut pada saat paling tepat atau paling baik bagi para wajib pajak. Ini penting untuk menutup kemungkinan wajib pajak berupaya secara illegal menghindari kewajiban membayar pajak. d. Asas Efficiency Biaya pemungutan pajak hendaknya lebih kecil dari jumlah pajak yang diperoleh. 5. Teori Pemungutan Pajak Menurut Resmi 2003:5 terdapat beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya yaitu: a. Teori Asuransi Teori asuransi adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dan segala kepentingannya, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan juga harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian asuransi pertanggungan, untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi. Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya yang sewaktu-waktu harus dibayar oleh masing-masing. Meskipun teori ini hanya sekedar untuk memberikan dasar hukum kepada pemungut pajak, namun beberapa ahli menentangnya. Mereka berpendapat bahwa pembandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat, karena: 1 dalam hal timbul kerugian, tidak ada penggantian secara langsung dari negara, 2 antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung. b. Teori Kepentingan Teori ini dalam ajarannya yang semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing- masing dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnyalah jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada mereka. c. Teori Gaya Pikul Teori ini mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan; bahwasanya pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang yang dapat diukur berdasarkan besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. d. Teori Kewajiban Pajak Mutlak Atau Teori Bakti Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya, yang tidak mengutamakan negara diatas kepentingan warganya, maka teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsleer Organisasi Negara. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidaklah akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan yang menjelma menjadi negara berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya setiap orang menginsyafi bahwa menjadi suatu kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak. e. Teori Asas Daya Beli Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak, melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara. Setelah itu menyalurkannya kembali kemasyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak. 6. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Resmi 2003:10 dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System. a. Official Assessment System Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan peranan dominan ada pada aparatur pajak. b. Self Assessment System Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk: 1 Menghitung sendiri pajak yang terutang 2 Membayar sendiri pajak yang terutang 3 Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang 4 Mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang terutang c. With Holding System With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini biasa dilakukan dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk. 7. Tarif Pajak Pajak dipungut berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak. Menurut Mardiasmo 2005:9 ada empat macam tarif pajak yaitu: a. Tarif Proporsional Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif Progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. d. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 8. Pelaksanaan Self Assessment System Self assessment system didefinisikan sebagai sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang Suandy, 2005:136. Aparat pajak fiskus hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak. Istilah self assessment system secara ringkas diartikan sebagai sistem penetapan pajak sendiri. Dapat disimpulkan ciri-ciri self assessment system yaitu: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, melapor dan membayar sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi, berbeda dengan official assessment system. Self assessment system secara resmi telah diintegrasikan kedalam reformasi perundang-undangan pajak sebagai sistem pengenaan pajak yang didasarkan atas kepercayaaan fiskus kepada wajib pajak. Pemenuhan kewajiban pajak melalui self assessment system bertitik tolak dari asumsi bahwa wajib pajak adalah jujur, sehingga diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri kewajiban pajaknya Mar’ie Muhammad, 1994 dalam Husen, 1999:5. Reformasi atas sistem perpajakan tersebut adalah dimaksudkan untuk menjadikan masyarakat wajib pajak dapat berperan sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan dan untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan Bawazir, 1994 dalam Husen, 1999:5. Menurut Rachmat Soemitro dalam Harahap 2004:44 keberhasilan self assessment system ditentukan oleh: a. Kesadaran Pajak dari Wajib Pajak Tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. b. Kejujuran Wajib Pajak Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan self assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya dengan sebenar- benarnya tanpa adanya manipulasi. c. Hasrat Untuk Membayar Pajak Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya adalah kepatuhan sukarela dalam membayar pajak, dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak. d. Disiplin dalam Membayar Pajak Kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak didasarkan pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut suatu negara, serta sanksi-sanksi yang menyertainya dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda dalam membayar pajak. 9. Wajib Pajak Badan Wajib pajak badan adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak Suandy, 2005:46. Subjek pajak badan meliputi: a. Perseroan Terbatas b. Perseroan Komanditer c. Badan Usaha Milik Negara BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah BUMD denga nama dan dalam bentuk apapun. d. Persekutuan e. Firma f. Perkumpulan Koperasi g. Yayasan h. Lembaga i. Dana Pensiun j. Badan Usaha Tetap k. Bentuk Usaha lainnya Dari uraian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan badan sebagai subjek pajak tidaklah semata yang bergerak dalam bidang usaha komersial, namun juga yang bergerak dibidang sosial, kemasyarakatan, sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang. Menurut Undang-Undang Perpajakan No.16 Tahun 2000, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan perpajakannya antara lain: a. Kewajiban Wajib Pajak 1 Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP. 2 Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. 3 Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan SPT, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak KPP dalam batas waktu yang telah ditetapkan. 4 Menyelenggarakan pembukuanpencatatan. 5 Jika diperiksa wajib: a Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terutang pajak. b Memberikan kesempatan untuk memasuki tempatruangan guna memperlancar pemeriksaan. c Memberikan keterangan yang diperlukan. b. Hak Wajib Pajak 1 Mengajukan surat keberatan dan banding. 2 Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan. 3 Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 4 Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Pemenuhan kewajiban pajak terjadi pada suatu kurun waktu tertentu. Penegasan tentang saat dimulainya sebagai subjek pajak dan saat berakhirnya sebagai subjek pajak sangat mendukung aspek kepastian hukum dan efektivitas administrasi perpajakan bagi masyarakat khususnya wajib pajak. Hal ini karena jika seseorang atau badan tidak termasuk atau tidak lagi sebagai subjek pajak, maka ia tidak lagi memiliki keharusan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. a. Saat Mulainya Kewajiban Pajak Subjektif Menurut Suandy 2005:49 Penegasan tentang saat dimulainya kewajiban pajak subjektif sebagai berikut: 1 Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 2 Bagi subjek pajak badan yang telah didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. b. Saat Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif 1 Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. 2 Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Polonia

8 154 65

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 29 6

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 19 6

Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas Pajak Dan Peraturannya Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan ( Studi Empiris pada Wajib Pajak badan di KPP Jember)

0 21 6

Analisis Perbedaan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Sebelum Dan Sesudan Tax Audit : studi kasus pada kpp pratama jakarta tebet

0 8 76

Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System dan Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Karees)

4 30 56

Analisis Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya (survey Pada KPP Pratama Soreang)

0 4 1

PENGARUH PEMAHAMAN PROSEDUR PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILAN DI KPP PRATAMA KLATEN.

0 1 9

Persepsi Wajib Pajak Badan terhadap Pelaksanaan Kewajiban SPT Tahunan Badan (Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada KPP Pratama Padang).

0 0 6

Analisa Pengaruh Pelaksanaan Aspek Formal dari Perencanaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakannya (Studi Pada 48 Wajib Pajak Badan Di Wilayah KPP Pratama Banjarbaru).

0 0 27