Dasar Hukum Wakaf Wakaf Secara Umum

11 Pada Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 215 ayat 4 menyebutkan bahwa, benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Sebagai konsep sosial yang memiliki dimensi ibadah, wakaf juga disebut amal sadaqah jariyah, di mana pahala yang di dapat oleh wakif akan selalu mengalir selama harta tersebut masih ada dan bermanfaat. Dengan demikian, harta wakaf tersebut menjadi amanat Allah kepada orang atau badan hukum sebagai nazhir untuk mengurus dan mengelolanya Fiqih Wakaf, 2006: 69.

2.1.1 Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf dalam firman Allah SWT: 1. Berdasarkan QS. Al-Baqarah 2 ayat 261, yang terjemahannya sebagai berikut: “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui .” 2. Berdasarkan QS. Ali Imran 3 ayat 92, yang terjemahannya sebagai berikut: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahinya.” 12 3. Berdasarkan QS. Al-Hajj 22 ayat 77, yang terjemahannya sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman rukuklah, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatan kebajikan supaya kamu mendapat keberuntungan.” Hadist yang didasarkan menjadi hukum wakaf adalah: 1. Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang terjemahannya sebagai berikut: “Apabila meninggal manusia maka terputuslah pahala dan segala amalnya kecuali tiga macam yaitu, sedekah jariyah, atau ilmu yang berman faat, atau anak yang shaleh yang selalu mendo‟akannya” Hasballah Thaib, 2003: 4 2. Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW., “Ya Rasulullah Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah mendapat harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Oleh karena itu, saya mohon petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu. Rasulullah bersabda: “Jika engkau mau, tahanlah zat asal bendanya dan sedekahkanlah hasilnya”. Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa tanah tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwarisi. Umar menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, keluarganya, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tamu. Dan tidak berdosa bagi orang yang mengurusi harta wakaf tersebut makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan orang lain dari hasil wakaf tersebut Suhrawardi K Lubis dkk, 2010: 19 13

2.1.2 Rukun Wakaf