1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wakaf merupakan bentuk muamalah maliyah harta-benda yang sangat lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala. Hal ini tidak lain
karena Allah SWT., menciptakan manusia untuk mencintai kebaikan dan melakukannya sejak ia dilahirkan hingga hidup di tengah-tengah masyarakat.
Demikian juga Allah SWT., telah menciptakan dua sifat yang berlawanan dalam diri manusia agar mereka mencintai yang lain, bekerjasama dan berkorban untuk
mereka, tanpa harus menghilangkan kecintaan pada dirinya sendiri Mundzir Qahaf, 2005: xvii.
Sebelum datangnya Islam, masyarakat telah mempraktekan sejenis wakaf salah satunya seperti praktek sosial, diantaranya adalah dengan cara memberikan
harta yang mereka miliki kemudian dikelola guna kepentingan umum. Selama beberapa abad sebelumnya, gereja, sinagoge, dan bentuk bangunan tempat ibadah
lainnya didirikan dan diperuntukkan bagi tempat ibadah mereka. Bahkan, para penguasa Mesir kuno telah menetapkan tanah untuk dimanfaatkan oleh para
agamawan dari agama mereka. Pemahaman tentang wakaf pada awal Islam, sedikit demi sedikit mulai
berkembang dan telah mencakup beberapa benda, seperti tanah dan perkebunan yang hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan tempat peribadatan dan kegiatan
keagamaan, serta diberikan kepada fakir miskin. Ka‟bah adalah salah satu tempat yang pertama kali dibangun umat manusia untuk tempat ibadah.
2 Setelah datangnya risalah kenabian Muhammad SAW., yang menyebarkan
agama Islam di kalangan masyarakat muslim atau sekarang sering disebut negara Timur Tengah, menjadikan pula perkembangan wakaf ini yang paling menonjol.
Selain itu, wakaf Islam banyak tumbuh dan berkembang di zaman para sahabat, khususnya setelah pembebasan kawasan Arab, seperti wakaf tanah dan
perkebunan yang banyak tersebar di Madinah, Mekkah, Khaibar, Syam, Iraq, Mesir dan negara Arab lainnya. Sejak saat itu wakaf berkembang sangat pesat
dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abbasiah, dimana masyarakatnya banyak kaya dan berlimpah harta.
Pada masa berikutnya, wakaf juga telah mencapai puncaknya yang ditandai dengan jumlah wakaf yang meningkat mencapai sepertiga tanah pertanian
yang ada di berbagai negara-negara Islam, seperti di Mesir, Syam, Turki, Andalusia dan Maroko. Perkembangan dan penyebaran wakaf terus berlanjut
hingga penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap Arab dan ekspansi militer secara besar-besaran. Namun, pengelolaan wakaf tidak berhenti, sekalipun penjajahan
tersebut telah mengakibatkan masyarakat muslim menjadi tertinggal. Selanjutnya, kita semestinya menyadari betapa sejarah kita menunjukkan
kedahsyatan syari‟at wakaf. Ketika negara-negara Islam di Timur Tengah tengah menyadari kegagalan sistem pengembangan ekonomi dan kemasyarakatan
berbasis sistem kapitalis Barat, bangsa Arab mulai menyadari betapa pentingya syari‟at wakaf dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan rakyatnya. Namun,
gairah umat Islam itu kembali redup di awal abad dua puluhan, seiring runtuhnya kekhalifahan Utsmaniyah Nur Faizin Muhith, 2013: 29.
3 Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, wakaf
dalam bentuk tanah telah ada dan berlaku dalam masyarakat Indonesia berdasarkan hukum Islam dan hukum adat, meski belum ada peraturan dan
perundangan tertulis yang mengaturnya. Adapun benda yang di wakafkan pada saat itu umumnya adalah benda-benda yang tidak bergerak seperti: tanah dan
status wujudnya akan terus ada hingga akhir zaman. Di zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan masyarakat sangat besar
dan membutuhkan pembiayaan secara tunai untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan prinsip wakaf tersebut dibuatlah inovasi produk wakaf yaitu wakaf
tunai, yakni wakaf yang tidak hanya berupa properti tetapi wakaf dengan dana uang secara tunai. Usaha untuk merevitalisasi unsur wakaf agar dapat
memberikan berbagai macam manfaat ekonomi memerlukan terobosan pemikiran tentang konsep tersebut sesuai dengan perkembangan yang ada tetapi tidak
meninggalkan unsur syari‟ah. Gagasan wakaf uang yang dipopulerkan kembali melalui pembentukan
Social Investment Bank Limited SIBL di Bangladesh yang dikemas dalam mekanisme instrument cash waqf certificate telah memberikan kombinasi
alternatif solusi mengatasi krisis kesejahteraan Suhrawardi K Lubis, 2010: 110. Adapun tujuan dari produk Sertifikat Wakaf Tunai adalah untuk:
1. Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan
sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial;
2. Meningkatkan investasi sosial;
4 3.
Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya berkecukupan mengenai tanggung jawab sosial mereka terhadap
masyarakat sekitarnya; 4.
Menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan ummat.
Oleh karena itu, model wakaf tunai dianggap tepat memberikan jawaban yang menjanjikan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu
mengatasi krisis ekonomi di tengah kegalauan policy pemberian intensif tax holiday untuk merangsang masuknya modal asing. Selain itu juga mempunyai
potensi besar untuk menjadi sumber pendanaan abadi guna mengelakkan bangsa dari para jerat utang dan bergantung kepada luar negeri.
Melihat banyaknya keinginan masyarakat untuk mewakafkan harta benda yang mereka miliki serta dikhususkan untuk kepentingan umum, menarik
perhatian negara untuk mengatur dan mengelolanya. Dengan sistem pengelolaan wakaf yang baik dan efektif, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karenanya, strategi pengeloaan wakaf yang baik perlu diciptakan demi mencapai tujuan diadakannya wakaf. Namun, pola manajemen dan sistem administrasi
harta wakaf produktif di Indonesia masih sedikit dan ketinggalan dibandingkan dengan negara lain. Begitupun studi perwakafan di tanah air kita yang masih
terfokus pada segi hukum fiqih mu‟amalah dan belum menyentuh mengenai
pengelolaan perwakafan. Berbicara mengenai wakaf tunai, sampai saat ini dapat dikatakan hanya
sebatas wacana dan belum banyak pihak atau lembaga yang menerima model
5 wakaf seperti ini. Selain itu, sosialisasi dari pemerintah mengenai wakaf tunai ini
dinilai kurang optimal. Sehingga, pemahaman masyarakat mengenai wakaf tunai itu sendiri masih minim. Hal tersebut tentulah menjadi hambatan dalam
penghimpunan wakaf tunai. Seiring dengan ciri-ciri fikih Islam yang bersifat fleksibel dan mampu
menyesuaikan dengan perubahan zaman, wakaf kinipun menjadi sesuatu yang fleksibel dan selalu relevan dengan perkembangan zaman. Wakaf tidak lagi
terbatas hanya dalam bentuk sebidang tanah ataupun bangunan. Kini kita mengenal wakaf tunai berupa nominal uang wakaf al-nuqud, yang sudah
dikembangkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan uang tunai, masyarakat tetap dapat berwakaf dalam jumlah
berapapun tanpa mengurangi jumlah dananya ketika dilakukan pengelolaan. Selanjutnya, hasil dari wakaf tunai ini akan diberikan untuk kemanfaatan dan
sesuai dengan maksud serta niat orang yang berwakaf. Hambatan lainnya adalah kurangnya dukungan dari Lembaga Amiil Zakat LAZ yang ditunjukkan dengan
belum banyaknya LAZ yang melakukan penghimpunan wakaf tunai. Wakaf tunai di Indonesia sendiri, belum dikenal secara luas. Majelis
Ulama Indonesia MUI baru memberikan fatwa halalnya pada pertengahan Mei 2002. Sementara landasan hukum yang berbentuk undang-undang terdapat pada
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya serta Peraturan Menteri Agama No. 4
Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
6 Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga
k eungan Syari‟ah yang ditunjuk oleh Menteri Pasal 28 Undang-Undang No. 41
Tahun 2004. Namun pada era ini beberapa Lembaga Amiil Zakat di Indonesia
telah ada yang mulai melakukan penghimpunan wakaf tunai. Di Indonesia, sudah ada beberapa lembaga yang telah merealisasikan
wakaf uang. Dompet Dhuafa yang mempunyai misi kemanusiaan membantu golongan dhuafa melalui zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf mendirikan Tabungan
Wakaf sebagai lembaga pengelola wakaf tunainya. Baitul Mal Muamalat dengan Wakaf Tunai Muamalat Waqtumu, dll.
Selain perorangan, keterlibatan suatu organisasi atau badan hukum dalam pengelolaan dan optimalisasi wakaf tunai telah banyak pula dilakukan. Apalagi
pada era modern sekarang ini, dalam persaingan ekonomi yang tinggi menuntut semua orang untuk berlaku kreatif dan inovatif dalam rangka tujuan yang
diinginkannya, tidak terkecuali dalam pengelolaan wakaf tunai itu sendiri. Tidak sedikit praktek pengelolaan wakaf tunai di masyarakat yang
pengurusannya di lakukan oleh suatu organisasi keagamaan. Di kota Medan sendiri, telah ada beberapa lembaga amiil zakat yang mulai menghimpun wakaf
tunai secara aktif, salah satunya adalah Lembaga Amiil Zakat, Infaq, Shadaqah Wakaf LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara. Dengan adanya LAZISWA
Muhammadiyah tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusinya berupa kesejahteraan bagi masyarakat luas, khususnya yang ada di kota Medan.
Muhammadiyah memang di kenal sebagai organisasi keagamaan yang mempunyai banyak amal usaha, baik pada aspek kesejahteraan, sosial, pendidikan
7 maupun kesehatan. Itu semua memang di arahkan dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Berdasarkan kajian tersebut, maka penulis melakukan suatu penelitian melalui penulisan skripsi yang berjudul:
“Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera
Utara”
1.2 Perumusan Masalah