Standart Operational Procedure SOP incinerator. Selain itu, incinerator hanya mengubah limbah medis infeksius menjadi limbah medis tidak
infeksius, tidak menghancurkan limbah infeksius hingga menjadi abu.
5.2.7.4 Analisis Kendala Proses Pengoprasian Incinerator di Puskesmas
Pada dasarnya, kendala yang sering ditemui adalah tidak adanya pembiayaan mengenai proses pengoprasian incinerator untuk pengelolaan akhir
limbah medis padat. Sekali pengoprasian membutuhkan 10 – 15 liter penggunaaan
bahan bakar solar. Jika menggunakan incinerator, setiap bulan Puskesmas A mengeluarkan
anggaran Rp. 45.000,00 sedang untuk Puskesmas B Rp. 450.000,00 dan Puskesmas C sebesar Rp. 675.000,00. Incinerator belum terlalu dibutuhkan untuk
Puskesmas karena pembiayaan yang cukup besar, maka Puskesmas mensiasati dengan membakar dengan cara biasa.
Belum adanya training tentang penggunaan incinerator juga menjadi kendala dalam pengoprasiaannya. Training hanya dilakukan pada saat pemberian
unit oleh pemborong, bukan dari Dinas Kesehatan.
5.2.8 Penggunaan Alat Pelindung Diri
Proses pembakaran limbah medis merupakan proses yang dapat membahayakan bagi petugas yang melakukannya, karena asap yang dikeluarkan
saat pembakaran terjadi mengandung berbagai zat yang berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu petugas harus menggunakan pelindung.
Terkait dengan peralatan pelindung bagi petugas yang melakukan penanganan akhir limbah medis, puskesmas menyediakan alat pelindung diri
APD untuk proses pengelolaan limbah medis, diantara adalah :
5.2.8.1 Puskesmas A
Petugas sanitasi Puskesmas A mengungkapkan, Puskesmas A menyediakan alat pelindung diri APD tapi minimalis yaitu berupa sarung
tangan dan masker. Kenyataan lain diungkap oleh kesaksian cleaning service bahwa kalau tidak ada penelitian, tidak pernah diberi masker dan
sebelum penelitian, tadinya sampah masih berantakan, ketika ada imunisasi tigggal di letakkan di rumah incinerator, maka tidak heran jika
jarum suntik berserakan.
5.2.8.2 Puskesmas B
Menurut cleaning services yang menangani pengelolaan limbah medis dan juga diakui oleh kepala puskesmas dan petugas medis,
puskesmas menyediakan alat pelindung diri untuk proses pengelolaan limbah medis yaitu berupa APD minimalissarung tangan, masker. Akan
tetapi alat pelindung tersebut oleh cleaning service kadang-kadang saja dipakai saat melakukan tugasnya.
5.2.8.3 Puskesmas C
Terkait dengan peralatan pelindung bagi petugas yang melakukan penanganan akhir limbah medis, puskesmas menyediakan alat pelindung
diri APD untuk proses pengelolaan limbah medis tapi sangat mimalis yaitu sarung tangan dan masker. Sementara alat tersebut kadang
– kadang
saja dipakai oleh oleh petugas pada saat melakukan pembakaran limbah medis.
5.2.8.4 Analisis Penggunaan Alat Pelindung Diri APD di Puskesmas
Proses pembakaran limbah medis merupakan proses yang dapat membahayakan bagi petugas yang melakukannya, karena asap yang dikeluarkan
saat pembakaran terjadi mengandung berbagai zat yang berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu petugas harus menggunakan pelindung.
Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri APD yang terdiri dari topihelm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron,
pelindung kaki sepatu boot, dan sarung tangan khusus Depkes RI, 2004. Pada umumnya, puskesmas sudah menyediakan alat pelindung diri berupa
masker dan sarung tangan. Akan tetapi untuk sepatu boots masih belum menggunakan. Penggunaan juga masih jarang dilakukan karena kurangnya
kesadaran dari petugas cleaning service. Pemeliharaan dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting karena alat
pelindung diri sensitife terhadap perubahan tertentu, punya masa kerja tertentu dan APD dapat menularkan beberapa jenis penyakit jika secara bergantian.
5.2.9 Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pengelolaan Akhir Limbah Medis Padat di Puskesmas