C. METABOLISME ANAEROBIK
Proses penanganan limbah cair secara anaerobik adalah metoda yang cukup efektif untuk menangani limbah organik dengan beban polutan yang tinggi.
Keuntungan dari proses penanganan secara anaerobik jika dibandingkan dengan proses penanganan secara aerobik adalah, sludge yang dihasillkan lebih sedikit,
menghasilkan gas metan yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, dan dapat dioperasikan untuk menangani limbah cair dengan beban limbah yang tinggi
Benefield dan Randall, 1982. Menurut Eckenfelder 1989 pengolahan secara anaerobik merupakan
proses penguraian limbah organik menjadi gas metana dan karbondioksida tanpa adanya oksigen. Proses ini melibatkan mikroorganisme yang didalam
metabolismenya tidak membutuhkan oksigen. Tahapan proses fermentasi anaerobik meliputi hidrolisa, asidogenesis dan metanogenesis.
Menurut Maynell 1976 perbandingan beberapa aspek pada pengolahan air limbah menggunakan sistem aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan sistem aerobik dan anaerobik
No Kriteria
Aerobik Anaerobik
1 Kemampuan
mereduksi BOD : 80-95
COD : 70-90 BOD : 70-80
COD : 60 2
Kualitas buangan BOD rendah
BOD Tinggi 3
Produksi Sludge Besar
Kecil 4
Kehilangan unsur hara
N turun, P tetap N dan P tetap
5 Energi
Membutuhkan Menghasilkan
6 Biaya aerasi
Mahal Tidak ada
Pada pengolahan limbah secara anaerobik, bakteri metanogenik memiliki laju pertumbuhan spesifik yang sangat rendah bila dibandingkan dengan bakteri
asetogenik. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bakteri metanogenik adalah sumber nutrient, pH, alkalinitas, temperatur dan asam-asam
volatil Price dan Chremisinoff, 1981. Selanjutnya Eckenfelder 1989 juga menjelaskan mikroorganisme
hidrolitik yang akan mendegradasi polimer karbohidrat, protein, dan lemak menjadi monomer sehingga dapat digunakan untuk sumber energi dan sumber
karbon oleh sel. Kemudian mikroorganisme asidogenik yang menguraikan monomer menjadi volatile fatty acid VFA dan sejumlah kecil gas hidrogen, bila
gas yang terbentuk besar maka terjadi reduksi COD ± 10. Mikroorganisme ketiga yaitu metanogenik yang menguraikan hasil dari proses asetogenesis asam
propianat + asam butirat asam asetat, hasil dari proses metogenesis ini adalah CH
4
dan CO
2
.
Gambar 1. Pola Umum Fermentasi Anaerobik Malina dan Pohlan, 1992 Menurut Loehr dalam Arfianto 1998, faktor yang mempengaruhi proses
kestabilan produksi gas metana dalam dekomposisi anaerobik baik secara langsung maupu tidak langsung antara lain pH, kebutuhan nutrien, waktu retensi,
Polimer Organik
Bahan Organik Karbohidrat,
Protein, Lemak
Molekul Organik Terlarut
Bakteri Pembentuk Asam
Bakteri Asetogenesis
Metanogenesis dari Asam Asetat
CH
4
+ CO
2
Metanogenesis dari Hidrogen
H
2
O Hidrolisis
Hidrolisis Enzim Ekstra Seluler
Asam Butirat Asam Propionat
Asam Asetat H
2
+ CO
2
ASIDOGENESIS HIDROLISIS
METANOGENESIS
suhu dan inhibitor. Perubahan pH substrat dapat mengganggu pertumbuhan mikrorganisme yang ada. Bila asam menguap diproduksi pada laju yang cepat
melebihi kebutuhan, kondisi fermentasi menjadi tidak stabil. Pengaruh suhu terhaap laju konversi dan pembentukan gas sangat besar, sehingga suhu harus
diperhatikan pada selang yang optimal.
D. KADAR GARAM SALINITAS