sangat berpengaruh dalam analisa COD, sehingga dapat mengganggu nilai COD yang didapat.
Pada tahapan awal aklimatisasi pengukuran jumlah produksi gas dilakukan dengan menggunakan gelas ukur terbalik yang diisi penuh
dengan air. Jadi semakin banyak gas yang terbentuk, maka tekanan gas tersebut akan mendorong air keluar dari gelas ukur. Setelah melalui
tahapan aklimatisasi, pengukuran produksi gas tidak lagi menggunakan gelas ukur. Agar nilai yang didapat lebih akurat, maka pengukuran gas
yang terbentuk kemudian dilakukan dengan menggunakan gas meter tipe basah yang memiliki ketelitian 0,002 liter. Prinsip kerja alat ini hampir
sama dengan penggunaan gelas ukur yang dibalik. Selain nilai COD dan jumlah produksi gas, parameter lain yang
sering digunakan dalam pengolahan air limbah adalah nilai MLSS dan MLVSS. Uji MLSS Mixed Liqour Suspended Solid merupakan uji
untuk mengetahui konsentrasi padatan berupa padatan organik dan mikroorganisme yang terkandung di dalam reaktor, dan nilai MLVSS
Mixed Liqour Volatile Suspended Solid adalah pendekatan untuk jumlah populasi bakteri. MLVSS itu sendiri didapat dari pemanasan
MLSS pada suhu 600 C sehingga bahan volatil teruapkan Lampiran 6.
III. Penentuan Parameter Kinetika
Parameter kinetika yang akan ditentukan dalam penelitian kali ini adalah koefisien yield Yg, laju pertumbuhan spesifik µ, laju kematian
b, dan konstanta paruh Ks. Penghitungan parameter kinetika ini menggunakan parameter konsentrasi MLVSS sebagai laju pertumbuhan
bakteri X, COD yang terlarut sebagai laju penggunaan substrat S dan waktu t. Penentuan nilai masing-masing parameter tersebut, didapat
dari regresi linear terhadap kurva masing-masing nilai. 1
Koefisien Yg = hasil regresi linear kurva X terhadap dS 2
Koefisien µ = hasil regresi linear kurva ln X terhadap t 3
Koefisien Ks = hasil regresi linear kurva X-dsdt terhadap 1S 4
Koefisien b = hasil regresi linear kurva ln X terhadap t
Cara penghitungan koefisien µ dan b relatif sama. Namun, pada penghitungan laju pertumbuhan spesifik dan laju kematian data yang
digunakan berbeda. Dimana koefisien µ menggunakan data saat laju pertumbuhan sedangkan koefisien b menggunakan data laju penurunan.
IV. Penambahan Nutrien
Seperti halnya dalam masa peralihan dari sistem batch menuju sistem continues. Tahapan ini dapat dilakukan bila sistem continues yang
dijalankan tanpa penambahan nutrien telah menunjukkan angka yang cukup stabil dalam penurunan kadar COD dan volume gas yang
terbentuk, ini menandakan sistem telah mengalami keadaan steady state. Saat kondisi steady telah dicapai, kondisi ini dipertahankan selama 3-5
kali HRT sebelum dilakukan penambahan nutrien. Sebelum perlakuan penambahan nutrien, perlu dilakukan adanya
analisis terhadap kandungan mineral dan logam yang terdapat dalam sistem. Hal ini dilakukan agar penambahan nutrien yang dilakukan pada
nantinya tidak berlebihan yang justru dapat mengganggu kinerja sistem. Uji kandungan logam ini dianalisis oleh Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Setelah diketahui komposisi kandungan mineral dan logam yang terkandung di dalam
sistem, maka penambahan mineral dapat dilakukan secara optimum. Bahan-bahan nutrien yaitu KH
2
PO
4
, NH
4
Cl, KCl, FeCl
3
, MgCl
2
, CaCl
2,
CoCl
2
, H
3
BO
3
dan ZnSO
4
dicampurkan ke dalam umpan feed yang pada nantinya akan dimasukkan secara bertahap ke dalam sistem.
V. Penambahan Garam