IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROSES AKLIMATISASI
Limbah  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  molases,  selain memiliki nilai COD yang tinggi dalam keadaan yang tidak terlalu pekat, molases
juga  mengandung  banyak  bahan  organik  yang  bisa  digunakan  sebagai  bahan nutrien  mikroorganisme.  Molases  juga  telah  umum  digunakan  pada  penelitian-
penelitian sebelumnya mengenai dekolorisasi dan pendegradasian melanoidin. Terdapat  dua  cara  inokulasi  yang  dapat  dilakukan  selama  tahapan
aklimatisasi,  yaitu  inokulasi  sistem  batch  dan  inokulasi  sistem  continues.  Sifat dari sistem inokulasi secara curah adalah :
1. Resiko kontaminasi rendah
2. Dapat menggunakan inokulum yang baru diproduksi tidak perlu mikroba
dengan kestabilan tinggi 3.
Produk yang menghambat pertumbuhan dapat terakumulasi Sedangkan  pada  sistem  sinambung,  kelebihannya  sistem  dapat  menghasilkan
biomassa dalam jumlah yang lebih besar. Proses  pengolahan  yang  dipilih  dalam  penelitian  kali  ini  pada  tahapan
aklimatisasi adalah sistem batch, dimana proses ini tidak melibatkan umpan feed namun  hanya  terjadi  proses  resirkulasi.  Proses  pengadukan  yang  hanya
melibatkan  aliran  fluidisasi  cairan  inilah  yang  membuat  mikroorganisme  dapat melakukan  kontak  langsung  dengan  limbah.  Selain  itu  proses  ini  bertujuan  agar
mikroorganisme yang akan digunakan dapat tumbuh pada reaktor sehingga dapat beradaptasi  dengan  limbah  yang  akan  diolah.  Pada  proses  ini  laju  beban  awal
berupa  konsentrasi  molases  yang  digunakan  adalah  6.120  mgl.  Inokulum  awal yang  ditanamkan  dalam  reaktor  adalah  10  atau  350  ml.  Kecepatan  laju  alir
resirkulasi  yang  digunakan  adalah  2,6  litermenit.  Selama  proses  berlangsung suhu  sistem  berada  pada  kisaran  angka  35-36
C.  Sedangkan  pH  sistem  secara konstan  berada  pada  rataan  6-7.  Kondisi  ini  dirasa  sudah  cukup  ideal  bagi
pertumbuhan mikroorganisme anaerobik yang memerlukan pH optimum berkisar 6,8-8,5  dan  suhu  antara  32-37
C.  Sehingga  tidak  perlu  dilakukan  pengaturan terhadap kedua faktor tersebut.
Analisa  mengenai  kadar  garam  salinitas  menunjukkan  bahwa  inokulum hidup dengan kadar garam berkisar 32 mgkg NaCl, kadar garam yang tinggi ini
dapat  dimaklumi  dikarenakan  inokulum  berasal  dari  temp  pengolahan  garam. Namun  pada  tahapan  aklimatisasi  ini  inokulum  dibiarkan  hidup  pada  kondisi
tanpa adanya penambahan garam. Sistem hanya mendapatkan pasokan garam dari penambahan molases yang berkadar garam 8 mgkg NaCl.
Gambar 6.  Inokulum Gambar 7.  Molases
Terdapat  beberapa  tahapan  yang  terjadi  dalam  proses  anaerobik,  proses pertama  yang  terjadi  adalah  proses  hidrolisa,  dimana  mikroorganisme  akan
mengkonsumsi  molekul  organik  terlarut  yang  didapat  dari  penguraian  polimer organik. Setelah itu, senyawa organik diubah terlebih dahulu menjadi asam-asam
volatil  pada  tahap  asidogenesa,  kemudian  asam  volatil  ini  akan  diubah  menjadi metana pada tahap metanogenesa. Oleh karena itu, parameter utama untuk proses
anaerobik  adalah  pembentukan  asam  asetat  yang  akhirnya  terkonversi  menjadi berbentuk  gas.  Indikasi  pembentukan  biogas  inilah  yang  menunjukkan  bahwa
didalam  sistem  terdapat  mikroorganisme  yang  sedang  tumbuh.  Semakin  banyak gas  yang  dihasilkan  maka  dapat  diasumsikan  bahwa  semakin  banyak  pula
mikroorganisme yang dapat hidup dan mampu mendegradasi limbah. Pada  proses  penelitian  ini  cukup  sering  terjadi  adanya  kendala  berupa
kebocoran  pada  sistem  dan  tersumbatnya  lubang  pada  dasar  reaktor  sehingga mengharuskan sistem harus dibuka. Hal ini mengakibatkan adanya penurunan laju
produksi gas pada sistem dibeberapa titik. Mikroorganisme pembentuk biogas dari asam  asetat  ini  merupakan  mikroorganisme  yang  paling  sensitif  terhadap
toksisitas  diantara  mikroorganisme  yang  dapat  menghasikan  metana.  Adanya penghambat  bagi  mikroorganisme  metanogenesa  akibat  penambahan  jumlah
sampel  ataupun  terjadinya  kontak  udara  dapat  mengganggu  laju  produksi  gas secara  signifikan.  Untuk  menghindari  sering  terjadinya  gangguan,  pada  dasar
reaktor  diberikan  kelereng  yang  berfungsi  sebagai  katup  bila  sistem  mengalami gangguan sehingga tidak dapat beresirkulasi.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
12 20
27 30
34 37
hari C
O D
m g
l
500 1000
1500 2000
2500 3000
P ro
d u
k s
i B
io g
a s
m l
COD Sistem Produksi Gas
Gambar 8.  Produksi Gas dan Penurunan Nilai COD Selama Aklimatisasi Data mulai diamati pada hari ke-0 dimana saat inokulum mulai ditanamkan.
Pengukuran laju produksi gas diamati setiap harinya, sedangkan pengamatan nilai COD diambil pada tiap minggunya dikarenakan perubahan nilai yang terjadi pada
tahapan aklimatisasi ini belum signifikan. Data hasil pengukuran laju produksi gas pada  minggu  kedua  menunjukkan  laju  produksi  gas  yang  cukup  stabil,  dengan
nilai COD yang masih cukup tinggi dan warna suspensi belum cukup gelap. Data ini  dapat  menandakan  bahwa  mikroorganisme  belum  teraklimatisasi  secara  baik
dan  sistem  belum  beroperasi  secara  optimal.  Oleh  sebab  itu  masih  dibutuhkan waktu aklimatisasi sehingga sistem mencapai kinerja yang optimal.
Gambar 9. Suspensi minggu ke-1 Gambar 10. Suspensi minggu ke-2
Pada awal minggu ketiga laju alir resirkulasi diubah menjadi 3.5 litermenit, dikarenakan  pompa  awal  yang  digunakan  sudah  tidak  dapat  lagi  dioperasikan.
Peningkatan  laju  alir  yang  juga  diikuti  penambahan  molases  akibat  terjadinya sedikit loss selama penggantian pompa, memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap  laju  produksi  gas.  Cukup  tingginya  laju  alir  dalam  proses  resirkulasi membuat pengadukan yang terjadi di dalam sistem menjadi lebih merata. Hal ini
menyebabkan  mikroorganisme  dapat  melakukan  kontak  yang  lebih  menyeluruh terhadap  molases,  sehingga  proses  pendegradasian  bahan-bahan  organik  berjalan
lebih  cepat.  Dari  fenomena  ini  dapat  dikatakan,  pengadukan  yang  lebih  merata dapat  mempercepat  pertumbuhan  mikroorganisme  dan  proses  pendegradasian
limbah. Hingga pada minggu keempat, atau hari ke-30 data mulai menunjukkan laju
produksi  gas  per  hari  menjadi  cukup  stabil.  Hingga  hari  ke-38  rata-rata produksi gas mencapai 190 mlhari. Jumlah yang setara dengan akumulasi jumlah produksi
gas  dari  hari  ke-0  sampai  hari  ke-12.  Dari  analisis  COD,  data  penurunan  kadar COD juga terjadi cukup tinggi. Pada hari ke-37, COD removal yang didapat telah
mencapai 60 yaitu COD sistem sebesar 2.400 mgl. Tingkat  penggunaan  substrat  mencapai  angka  yang  mendekati  kestabilan
pada  akhir  proses  aklimatisasi,  sehingga  parameter  ini  dapat  digunakan  untuk menduga  pencapaian  keadaan  stabil  dari  reaktor.  Tingkat  penggunaan  substrat
dapat diketahui dari selisih nilai COD antara influent dan effluent. Penurunan nilai tersebut  mengindikasikan  terjadinya  penggunaan  substrat  oleh  mikroorganisme
dalam reaktor. Sejalan dengan hal diatas, pengamatan visual mengenai perubahan
warna  pada  sistem  juga  menunjukkan  perubahan  yang  semakin  gelap  bila dibandingkan dengan kondisi pada minggu sebelumnya.
Gambar 11. Suspensi minggu ke-3 Gambar 12. Suspensi minggu ke-4
Parameter kinerja reaktor yang meningkat seperti kemampuan sistem dalam mendegradasi  limbah  serta  mampu  mengkonversinya  menjadi  biogas  berbanding
lurus  dengan  makin  teradaptasinya  mikroorganisme  pada  media  reaktor  dan lingkungannya.
Proses  aklimatisasi  reaktor  anaerobik  sering  menjadi  kendala  dikarenakan laju  pertumbuhan  bakteri  anaerobik  cenderung  lambat  dan  reaksi  yang  terlibat
didalamnya  cukup  kompleks.  Dari  tinjauan  pustaka  yang  telah  ditelusuri,  tidak ditemukan  konsensus  yang  jelas  kapan  unit  reaktor  benar-benar  telah mencukupi
waktu aklimatisasi.
B. PROSES SINAMBUNG