III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu dan Hasil Hutan, Balai
Penelitian dan Pengembangan Aek Nauli, Prapat, Sumatera Utara dan pengujian dilakukan di Laboratorium Penelitian Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Medan.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang diperlukan adalah limbah sludge yang diambil dari industri kertas PT. Toba Pulp Lestari, Tbk., tempurung kelapa yang dimbil dari
pasar tradisional di Medan. Bahan perekat yang digunakan adalah tepung tapioka dan air sebagai pengencernya.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur untuk mengukur volume air, tungku sederhana untuk pengarangan tempurung kelapa,
alat sangrai, saringan ukuran 20 mesh untuk sludge kering dan 70 mesh untuk arang tempurung kelapa, pengaduk untuk mengaduk perekat dengan bahan baku,
crucible sebagai wadah contoh uji, neraca analitik untuk mengukur massa contoh uji, oven listrik untuk mengeringkan contoh uji, alat pencetak briket untuk
mencetak briket, thermometer untuk mengukur suhu, desikator untuk mendinginkan contoh uji, oxigen calorimeter bomb untuk mengukur nilai kalor,
thermolyne furnace untuk memanaskan contoh uji, dan alat Instron untuk menghitung keteguhan tekan briket.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
Pengeringan Bahan
Bahan baku yang dipakai adalah sludge yang merupakan limbah dari industri pulp dan tempurung kelapa. Sludge, terlebih dahulu diperas kemudian dijemur di
bawah sinar matahari untuk menghilangkan airnya karena kandungan air sludge sangat tinggi, sedangkan tempurung kelapa dijemur di bawah sinar matahari
sampai kadar kering udara ini bertujuan agar bahan baku yang digunakan mudah terbakar. Khusus untuk tempurung kelapa terlebih dahulu dibersihkan dari
serabut-serabut kemudian dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil untuk mempermudah penataan sewaktu pengarangan.
2. Pengarangan
Proses pengarangan dilakukan pada bahan tempurung kelapa dengan menggunakan drum kiln sederhana. Drum kiln dibuat dari tong sederhana dengan
ukuran 40x40x60 cm yang dimodifikasi dengan lubang-lubang udara kecil pada setiap sisinya. Tempurung yang akan dijadikan arang dimasukkan ke dalam
tungku arang, kemudian dibakar di udara bebas selama ± ½ jam, di mana pada 10 menit pertama tempurung akan mengeluarkan asap berwarna putih, 10 menit
kemudian asap berwarna kuning hingga akhirnya berwarna hitam, bersaman dengan itu akan keluar ter berwarna hitam dari lubang-lubang kecil dan mulainya
bara api pada tempurung. Setelah ± ½ jam bara api pada tempurung mulai merambat naik, hal ini dapat dilihat dari lubang-lubang udara dan asap muncul
hanya pada lubang kedua sampai ke atas, kemudian tungku dimasukkan ke dalam lubang di dalam tanah untuk mengurangi udara yang berlebihan. Proses
Universitas Sumatera Utara
pengarangan dilakukan selama ± 3,5 jam atau bila terlihat asap tipis sudah keluar dari tanah berarti proses pengarangan telah selesai Gambar 2.
a b
Gambar 2 Proses pengarangan tempurung kelapa a pembakaran tempurung kelapa, b pengarangan di dalam lubang tanah.
Perlakuan sludge dilakukan dengan cara disangrai. Penyangraian dilakukan sampai sludge berwarna coklat kehitam-hitaman, penyangraian
berlangsung selama ± 2 jam. Proses penyangraian tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3
Penyangraian
Sludge.
Pendinginan dan Penyotiran
Setelah proses pengarangan telah selesai, arang tempurung dari tungku sederhana dan sludge yang disangrai dibiarkan menjadi dingin. Pendinginan
dilakukan selama ± 2 jam. Setelah tungku dingin maka tutup tungku bisa dibuka dan arang bisa dikelurkan untuk dipisahkan dari abu. Arang tempurung dan sludge
Universitas Sumatera Utara
yang sudah dingin selanjutnya dikemas dalam plastik. Arang tempurung kelapa dan sludge yang sudah disangrai tersaji pada Gambar 4.
a b Gambar 4 Hasil Pengarangan a arang tempurung kelapa, b sludge yang
sudah disangrai.
Penggilingan dan Penyaringan
Sludge yang sudah jadi arang digiling dan disaring pada ukuran lolos 20 mesh, sedangkan arang tempurung kelapa digiling dan disaring pada ukuran 70
mesh.
Persiapan Perekat
Tepung tapioka ditimbang sebanyak 2,5 dari berat serbuk briket, lalu dicampur dengan air dengan perbandingan konsentrasi perekat dan air, untuk
arang tempurung kelapa 1:20, sedangkan untuk arang sludge dan campurannya 1:40 disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian tepung dan air dipanaskan di atas
kompor hingga perekatnya merata sempurna.
Pencampuran perekat
Serbuk limbah sludge, dan serbuk tempurung kelapa yang telah disaring kemudian dibuat briket dengan membuat komposisi bahan baku, kemudian
dicampur dengan perekat kanji dengan konsentrasi 2,5 dari berat serbuk Hendra dan Darmawan, 2000. Proses pembuatan briket dari serbuk limbah
Universitas Sumatera Utara
sludge dengan tempurung kelapa dilakukan di dalam penelitian ini sebanyak 6 perlakuan, dan diasumsikan spilasi 10. Perlakuan tersaji Tabel 3 dan jumlah
bahan yang digunakan pada Tabel 4.
Tabel 3 Perbandingan Penambahan Tempurung Kelapa dalam Pembuatan Briket
Perlakuan Sludge
Tempurung kelapa 1
2 3
4 5
6 100
90 85
80 75
10 15
20 25
100 Perlakuan ini dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali
Tabel 4 Komposisi Masing-masing Bahan yang Dibutuhkan
Perlakuan Sludge
gr Tempurung
kelapa gr Tepung
tapioka gr Air ml
1 2
3 4
5 6
67.209 60.486
57.127 53.766
50.406
- -
6.737 10.105
13.475 16.84
67.738 1.697
1.697 1.697
1.697 1.697
1.697 67.88
67.88 67.88
67.88 67.88
33.94
Pencetakan dan pengempaan
Pencetakan dari pencampuran tersebut selanjutnya disiapkan dalam cetakan dan dilakukan pengempaan sistem hidrolik dengan besar tekanan 20 ton
selama 15 menit Gambar 5. Cetakan yang digunakan menggunakan ukuran diameter 4,3 cm dan tinggi 5 cm dan kerapatan sasaran yang diinginkan 0.8
grcm
3
dengan spilasi 10 Gambar 6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5 Kempa hidrolik. Gambar 6 Briket yang telah dicetak. Pengeringan
Briket yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C
selama 2 x 24 jam. Setelah itu dilakukan pengemasan dalam kantong plastik dan ditutup rapat-rapat untuk menjaga agar briket tetap kering. Kemudian briket diuji
kualitasnya meliputi kadar air, kerapatan, kadar zat menguap, keteguhan tekan, kadar abu, kadar karbon terikat, dan nilai kalor sesuai dengan standar ASTM
D 5142-02.
Universitas Sumatera Utara
Kadar air 15 Kadar air 15
20 mesh 70 mesh
Gambar 7 Diagram alir penelitian.
Sludge
Penggilingan
Penyaringan
Serbuk sludge Tempurung kelapa
Penggilingan
Penyaringan Perekat
tapioka
Pencampuran serbuk
Pengadukan
Pencetakan Pengeringan
Pengeringan
Pengarangan
Serbuk arang
Pengeringan
Pengujian Sifat-sifat Briket Penyangraian
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Prosedur Pengujian Pengujian Kerapatan
Kerapatan umumnya dinyatakan dalam perbandingan berat dan volume, yaitu dengan cara menimbang briket dan mengukur volume. Kerapatan briket dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan: Kerapatan =
V G
Keterangan: K = Kerapatan gcm
3
G = Bobot briket g V = Volume cm
3
Pengujian Keteguhan Tekan
Prinsip pengujian keteguhan tekan adalah mengukur kekuatan tekan briket dengan memberikan penekanan sampai briket pecah. Pengujian keteguhan tekan
dilakukan dengan menggunakan alat Instron dimana beban yang diberikan maksimum adalah 100 kgf. Penekanan yang diberikan secara perlahan-lahan
sampai briket tersebut pecah. Penekanan tersaji pada Gambar 5. Penentuan keteguhan tekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Kt =
L P
Keterangan: Kt = beban keteguhan tekan kgcm
2
P = Beban penekanan kg L = Luas permukaan cm
2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8 Penekanan contoh uji.
Pengujian Kadar Air ASTM D 5142-02
Contoh uji ditimbang sebanyak ± 1 gram, lalu dimasukkan ke crucible tanpa tutup kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 104 - 110
C selama 1 jam, kemudian pindahkan spesimen dan didinginkan ke dalam desikator lalu
ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan: M =
100 x
W B
W −
Keterangan: M = Kadar air
W = Berat contoh mula-mula g B = Berat contoh setelah dikeringkan pada suhu 104-110
C g
Kadar Zat Menguap Briket ASTM D 5142-02
Timbang crucible, spesimen yang berasal dari penghitungan kadar air, tutup dan ditempatkan dalam furnace. Panaskan dalam furnace dengan suhu 950
± 20 C selama 7 menit, kemudian didinginkan dalam deksikator dan selanjutnya
ditimbang. Kadar zat menguap dihitung berdasarkan persamaan: V =
100 x
W C
B −
Keterangan: V = Kadar zat mudah menguap
B = Berat contoh setelah dikeringkan pada suhu 104-110 C g
C = Berat spesimen setelah dipanaskan pada tes zat menguap g W= Berat contoh mula-mula pada kadar air g
Universitas Sumatera Utara
Kadar Abu Briket ASTM D 5142-02
Timbang crucible dengan spesimen dan tanpa tutup, tempatkan dalam furnace dan dipanaskan dalam suhu 450 - 500
C selama 1 jam kemudian suhu 700 – 750
C selama 2 jam, kemudian dilanjutkan pengabuan dengan suhu 900 – 950
C selama 2 jam. Pindahkan crucible dari furnace, didinginkan dalam desikator dan timbang segera. Kadar abu dihitung berdasarkan persamaan:
A = 100
x W
G F
−
Keterangan: A = Kadar abu
F = Berat crucible dan abu g G = Berat kosong crucible g
W = Berat awal specimen g Kadar Karbon Terikat Briket ASTM D 5142-02
Karbon terikat adalah fraksi karbon C dalam briket, selain fraksi air, zat mudah menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Fixed Carbon = 100 – M + V + A Keterangan:
Fixed Carbon = Kadar karbon terikat M = Kadar air
V = Kadar zat mudah menguap A = Kadar Abu
Nilai Kalor Briket
Prinsip penentuan nilai kalor adalah dengan mengukur energi yang ditimbulkan pada pembakaran 1 gram contoh uji. Penentuan nilai kalor dengan
cara ditimbang 0,15 gram spesimen, lalu ditempatkan pada cawan besi, kemudian dimasukkan ke dalam oxsigen calorimeter bomb ialah masukkan spesimen ke
dalam cawan, disiapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya dan
Universitas Sumatera Utara
memasangnya pada tangkai penyala yang terpasang pada penutup bom, ditempatkan cawan berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, ditutup bom
dengan kuat setelah dipasang ring-O dengan memutar penutup tersebut, diisikan oksigen ke dalam bom dengan tekanan 30 bar, ditempatkan bom yang telah
terpasang ke dalam calorimeter, dimasukkan air pendingin sebanyak 1250 ml, ditutup calorimeter dengan alat penutupnya, dihidupkan pengaduk air pendingin
selama 5 menit sebelum penyalaan dilakukan, dihidupkan penyalaan kemudian diaduk terus air pendingin selama 5 menit setelah penyalaan berlangsung, dibaca
dan dicatat kembali temperatur air pendingin, dan dimatikan pengaduk. Penentuan nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Nilai Kalor = xCv
T T
05 ,
1 2
− −
x0,24 Keterangan :
T
1
= Suhu air mula-mula C
T
2
= Suhu setelah Pembakaran C
0.05 = suhu akibat kenaikan panas pada kawat Cv = berat jenis calorimeter 73529.6 Jg
0.24 = konstanta 1 J= 0,24 kal 3. 4 Rancangan Percobaan
Perlakuan dalam penelitian ini adalah perbedaan komposisi sludge:arang serbuk tempurung kelapa yang diberikan, yaitu 1000; 9010; 8515; 8020; 7525
dan 0100. Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan. model matematikanya adalah:
Yij = μ + αi + ∑ij
Keterangan: Yij
= Angka pengamatan percobaan µ
= Nilai rataan αi
= Efek perlakuan ke-i Σ ij = Efek kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 1,2,3
Universitas Sumatera Utara
Pengolahan data menggunakan perangkat lunak software Mini Tab versi 14.00 kemudian dilanjutkan dengan Uji Lanjut Duncan selang kepercayaan 95.
Universitas Sumatera Utara
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Briket yang dihasilkan rata-rata memiliki tinggi 5 – 6 cm, diameter 4.33 – 4.34 cm dan berwarna dari coklat hingga coklat kehitam-hitaman seperti yang
tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9 Briket yang dihasilkan.
4.1. Kadar Air
Banyaknya air dalam kayu atau produk kayu biasanya dinyatakan sebagai kandungan air. Kandungan air KA didefinisikan sebagai berat air yang
dinyatakan dalam persen berat kayu bebas air atau kering tanur BKT Haygreen dan Bowyer,1996. Nilai rata-rata kadar air yang dihasilkan pada
setiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 10.
Universitas Sumatera Utara
2.326 2.185
2.056 1.647
2.074
0.5 1
1.5 2
2.5
1000 9010
8515 8020
7525
Komposisi Bahan Baku K
a d
a r
A ir
Komposisi = Sludge : Tempurung Kelapa
Gambar 10 Grafik nilai rata-rata kadar air.
Gambar 10 memperlihatkan bahwa kadar air rata-rata terendah sebesar 1,647 diperoleh dari briket arang dengan perlakuan 8020, sedangkan kadar
air rata- rata tertinggi 2,326 diperoleh dari briket arang dengan perlakuan kontrol 1000. Adanya pencampuran antara sludge dengan serbuk tempurung
kelapa menunjukkan adanya penurunan terhadap nilai kadar air. Menurut Rustini 2004 hal ini disebabkan karena pencampuran akan saling mengisi pori-pori
sehingga air yang terikat di dalam pori-pori arang lebih sedikit. Kadar air pada perlakuan kontrol dengan 0100 sekitar 1,713 . Nilai
ini lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol 1000. Hal ini terjadi karena ukuran serbuk pada sludge yang lolos 20 mesh memiliki kadar air yang
paling tinggi dibandingkan dengan arang serbuk yang lolos 70 mesh. Ini sesuai hasil penelitian Balitbang 1994 dalam Rustini 2004 bahwa briket arang dengan
ukuran serbuk yang lolos 20 mesh memiliki kadar air paling tinggi dibandingkan dengan serbuk yang lolos saringan 40 dan 80 mesh. Selain itu menurut Sudrajat
1984 dalam Rustini 2004 menyatakan bahwa briket arang yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
bahan baku yang berkerapatan rendah memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada briket arang dengan bahan baku berkerapatan tinggi. Hasil analisis
keragaman menunjukkan bahwa penambahan arang tempurung kelapa berpengaruh tidak nyata pada nilai kadar air yang dihasilkan, sehingga tidak perlu
dilanjutkan dengan uji Duncan. Kadar air briket sangatlah mempengaruhi kualitas kalor yang dihasilkan,
semakin tinggi kadar air akan menyebabkan kualitas briket arang menurun, terutama akan berpengaruh terhadap nilai kalor. Menurut Sukandarrumidi 2006,
kadar air akan berpengaruh pada nilai kalor yang dihasilkan. Apabila kandungan airnya tinggi, maka kalor yang dihasilkan briket sebagian akan dipergunakan lebih
dahulu untuk menguapkan air yang terdapat dalam briket. Akibatnya, sebagian kalor yang dihasilkan oleh briket, terpaksa dipakai untuk menguapkan air.
4.2 Kadar Abu