alam. Rina, dkk 2002 dalam Roliadi, dkk 2006 mengatakan bahwa sludge yang dihasilkan dari industri pulp dan kertas sekitar 3-4 dari produksi riil pulp dan
kertas. Selama ini limbah sludge bagi perusahaan pulp dan kertas merupakan masalah yang serius, biasanya sludge sebagian akan digunakan untuk pembakaran
dan selebihnya akan dimasukaan ke landfill sebagai limbah. Sampai sekarang, umumya penanganan limbah sludge masih dilakukan dengan penumpukan pada
landfill. Adanya teknologi alternatif yang berkembang maka dapat digunakan
limbah biomassa menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mudah untuk disosialisasikan ke masyarakat pengguna. Teknologi tersebut diantaranya adalah
teknologi pembuatan briket dari limbah sludge industri pulp. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengolahan limbah sludge industri pulp menjadi briket sebagai salah satu bahan bakar alternatif.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Meneliti karakterisrik briket dari sludge industri pulp 2.
Meningkatkan kualitas briket dengan penambahan arang serbuk tempurung kelapa.
1.2 Hipotesa Penelitian
Penambahan arang serbuk tempurung kelapa akan meningkatkan kualitas briket yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Arang
Arang adalah residu yang berbentuk padat hasil pada pembakaran kayu pada kondisi terkontrol. Menurut Sudrajat 1983 dalam Sahwalita 2005 proses
pengarangan adalah pembakaran kayu dengan udara terbatas, dan dapat menghasilkan arang, ter, asam asetat, alkohol kayu, dan gas kayu CO
2,
CH
4
, CO, dan H
2
. Pada pembuatan arang tradisional, keluarnya asap selama pembakaran berlangsung perlu diawasi agar kayu tidak menjadi abu, asap yang keluar dilihat
dari jumlah dan warna, jika asap yang tebal dan warna yang merah maka proses pengarangan berjalan dengan baik, sedangkan jika asap tipis menunjukkan
pembakaran besar dan proses pengarangan kurang baik. Menurut Gusmailina, dkk 2002 proses pengarangan terdiri dari empat
tahap yaitu: 1. Pada suhu 100-120
C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270 C mulai
terjadi peruraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200-270
C. 2. Pada suhu 270-310
C reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroglinat, gas kayu dan sedikit ter.
Asam piriglinat merupakan asam organik dengan titik tindih rendah seperti asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO
2
. 3. Pada suhu 310-500
C, terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter sedangkan larutan piroglinat menurun. Gas CO
2
menurun sedangkan gas CH
4
, CO, dan H
2
meningkat.
Universitas Sumatera Utara
4. Pada suhu 500-1000 C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan
kadar karbon.
2.2 Briket Arang
Menurut Pari 2003 briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket penampilan yang khusus dan lebih menarik yang dapat
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dengan cara penambahan perekat tapioka, di mana
bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak kempa dingin dengan sistem hidraulik manual selanjutnya dikeringkan.
Beberapa briket seperti briket dari serbuk gergaji dan sekam serta kotoran ternak merupakan briket yang tanpa pengarangan. Sifat fisik dari briket ini tidak
kompak, tidak keras, dan tidak padat Prawiroadmodjo dan Armando, 2005.
2.2.1 Jenis dan Sifat Briket Arang
Menurut Sukandarrumidi 1995 dikenal 2 jenis briket yaitu, tipe Yontan silinder untuk keperluan rumah tangga. Berbentuk silinder dengan garis tengah
150 mm, tinggi 142 mm, berat 3,5 kg dan mempunyai lubang-lubang sebanyak 22 lubang dan tipe Egg telor untuk keperluan industri dan rumah tangga. Jenis ini
mempunyai lebar 32-39 mm, panjang 46-58 mm, dan tebal 20-24 mm. Sukandarrumidi 1995 mengatakan bahwa sifat briket yang baik adalah
tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran, tidak mudah pecah waktu diangkat, mempunyai suhu pembakaran yang tetap ± 350
C dalam jangka waktu yang cukup panjang 8-10 jam, setelah pembakaran masih mempunyai
kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari dalam tungku masak
Universitas Sumatera Utara
atau dipindahkan ke tempat lain dan gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi.
2.2.2 Parameter di dalam Pembuatan Briket Arang
Menurut Sukandarrumidi 2006 beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan briket adalah:
1. Ukuran butir, makin kecil ukuran butir bahan yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan briket, akan makin kuat daya rekat antar butir, apabila telah ditambahkan bahan perekat.
2. Tekanan mesin pencetak, diusahakan agar briket yang dihasilkan kompak,
tidak rapuh dan tidak mudah pecah apabila dipindah-pindah. Di samping itu diusahakan masih terdapat pori-pori yang memungkinkan udara dalam hal ini
oksigen masih ada di dalamnya. Keberadaan oksigen dalam briket sangat penting karena akan mempermudah proses pembakaran.
3. Kandungan air, akan berpengaruh pada nilai kalor yang dihasilkan. Apabila
kandungan airnya tinggi, maka kalori yang dihasilkan briket sebagian kalori akan dipergunakan lebih dahulu untuk menguapkan air yang terdapat dalam
briket. Akibatnya, sebagian kalor yang dihasilkan oleh briket, terpaksa sebagian dipakai untuk menguapkan air. Kalori sisa, baru dapat dimanfaatkan
sebagai penghasil panas, baik dengan cara pemanasan kontak langsung ataupun cara pemanasan kontak tidak langsung.
2.2.3 Pembuatan Briket Arang
Ada beberapa tahap penting yang perlu dilalui di dalam pembuatan arang briket yaitu, pembuatan serbuk arang, pencampuran serbuk arang dengan perekat,
pengempaan, dan pengeringan Suryani, 1986 dalam Rustini, 2004.
Universitas Sumatera Utara
1. Pembuatan Serbuk Arang
Arang harus cukup halus untuk dapat membuat briket yang baik. Ukuran partikel arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan,
sehingga mengurangi keteguhan tekanan tekan briket arang yang dihasilkan. Sebaiknya partikel arang mempunyai ukuran 40-60 mesh. Dalam penggunaan
ukuran serbuk arang diperoleh kecenderungan bahwa makin kecil ukuran serbuk makin tinggi pula kerapatan dan keteguhan tekan briket arang.
2. Pencampuran Serbuk Arang dengan Perekat Tujuan pencampuran serbuk arang dengan perekat adalah untuk
memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang. Tahap ini merupakan tahap penting dan menentukan mutu arang briket yang dihasilkan.
Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran serbuk arang, macam perekat, jumlah perekat, dan tekanan pengempaan yang dilakukan. Proses perekatan yang
baik ditentukan oleh hasil pencampuran bahan perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk mixer, komposisi bahan perekat yang tepat dan ukuran
pencampurannya. 3. Pengempaan
Pengempaan pembuatan briket arang dapat dilakukan dengan alat pengepres tipe compression atau extrussion. Tekanan yang diberikan untuk
pembuatan briket arang dibedakan menjadi dua cara, yaitu melampui batas elastisitas bahan baku sehingga struktur sel akan runtuh dan belum melampui
batas elastisitas bahan baku. Pada umumnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan akan memberi kecenderungan menghasilkan briket arang dengan
kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi pula.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengeringan Briket yang dihasilkan setelah pengempaan masih mengandung air yang
cukup tinggi sekitar 50. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengeringan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam alat pengering seperti kiln, oven, atau
penjemuran dengan menggunakan sinar matahari. Suhu pengeringan yang umum dilakukan adalah sebesar 60
C selama 24 jam dengan menggunakan oven. Tujuan pengerinagn adalah agar arang menjadi kering dan kadar airnya dapat disesuaikan
dengan ketentuan kadar air briket arang yang berlaku.
2.2.4 Keuntungan dan Kelemahan Briket
Bahan bakar briket arang cocok digunakan oleh pedagang atau pengusaha yang memerlukan pembakaran terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup
lama. Briket pemakaiannya dengan menggunakan tungku kompor sekam, keuntungan-keuntungan briket menurut Adan 1998 antara lain, biayanya lebih
murah dibandingkan dengan minyak atau arang kayu, briket arang memiliki masa bakar yang jauh lebih lama, penggunaan briket relatif lebih aman, briket mudah
disimpan dan dipindah-pindahkan, tidak perlu berkali-kali mengipasi atau menambah dengan bahan bakar yang baru. Kelemahan briket menurut
Prawiroadmodjo dan Armando 2005 adalah walaupun panas sekali, tetapi pijar api tidak mudah terlihat serta tidak dapat dimatikan dengan cepat.
2. 3 Sludge
Menurut Hammer 1977 dalam Hastutik 2006 sludge Gambar 1 merupakan limbah padat pabrik kertas yang terdiri dari padatan 90 dan air 10
yang didapat dari proses pengendapan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
Universitas Sumatera Utara
IPAL. Selain itu limbah padat kertas juga menghasilkan sludge sekunder yang merupakan hasil sampingan dari biological aeration pengendapan air limbah
yakni dengan penambahan mikroorganisme untuk menetralisir bahan kimia yang terkandung pada air limbah sebelum dialirkan, sludge sekunder tersusun dari
bahan baku pulp yang mengandung mikroorganisme sebagai efek dari biological aeration, limbah padat kertas juga menghasilkan pith yang berupa bahan dari
proses depething plant yaitu pemisahan secara mekanik bahan baku pulp yaitu bahan serat dan bahan bukan serat.
Gambar 1 Sludge.
Selama ini buangan sludge merupakan masalah yang besar bagi industri kertas pada umumnya. Adanya sludge membuat perusahaan mengeluarkan biaya
yang lebih untuk memasukkannya ke dalam landfill. Sludge juga selama ini digunakan bagi perusahaan sebagai bahan bakar, tetapi dengan membakar sludge
sebagai bahan bakar bukan pilihan yang ekonomis karena nilai kalor yang dihasilkan dari sludge yang masih basah sangatlah kecil. Untuk membuat bahan
bakar haruslah dikeluarkan air hingga 60 dan ini membutuhkan energi yang cukup besar Cathie dan Guest, 1991.
Di Indonesia produksi limbah padat sludge cukuplah berlimpah. Hal ini merupakan potensi yang besar bila dijadikan sebagai bahan bakar alternatif.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh P.T. Pindo Deli Pulp dan Kertas menghasilkan 1.000 hingga 1.500 tonbulan sludge kertas yang dikumpulkan pada Belt Press, sludge ini akan dibuat
sebagai bahan bakar boiler. Sludge kering memiliki nilai kalor 2.000 kkalkg, sehingga sebanyak 89 ton sludge kering sama nilainya dengan 223 ton sludge
basah kandungan air dalam lumpur 60 P.T. Pindo Deli Pulp dan Kertas, 2006. Dengan pemanfaatan limbah padat tersebut berarti memanfaatkan energi
yang ada pada bahan tersebut sekaligus mencegah pencemaran lingkungan hidup.
2. 4 Perekat Tapioka
Penambahan perekat dalam pembuatan briket bertujuan agar partikel saling berikatan dan tidak mudah hancur. Ditinjau dari jenis perekat yang
digunakan, briket dapat dibagi menjadi: 1.
Briket yang sedikit atau tidak mengelurakan asap pada saat pembakaran. Jenis perekat ini tergolong ke dalam perekat yang mengandung banyak zat pati.
2. Briket yang banyak mengeluarkan asap pada saat pembakaran. Jenis perekat
ini tahan terhadap kelembaban tetapi selama pembakaran menghasilkan asap. Perekat dari zat pati, dekstrin, dan tepung jagung cenderung sedikit atau
tidak berasap, sedangkan perekat dari bahan ter, pith, dan molase cenderung lebih banyak menghasilkan asap Hartoyo dan Roliadi, 1978 dalam Triono, 2006.
Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan
yang mempersatukan granula pati. Selain itu, kesulitan dalam penggunaan pati adalah selain pemasakannya memakan waktu yang cukup lama Alfrianti, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hartomo et al 1992 keuntungan perekat kanji adalah perekat yang serbaguna, setting pada suhu kamar, cepat lekat, sedangkan kelemahannya
adalah tidak tahan cuaca, lembab atau perubahan suhu. Bila basah akan cepat rusak oleh organisme.
Menurut Sulistyanto 2006 perekat pati tapioka dikelompokkan sebagai perekat alam dengan perekat dasar karbohidrat. Keuntungan penggunaan perekat
pati aatara lain, harga lebih murah, mudah pemakaiaannya, dapat menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi. Selain itu perekat pati juga memiliki
kelemahan seperti, ketahanan terhadap air yang rendah untuk perekatan awal sehingga bersifat sementara dalam kayu lapis, mudah diserang jamur, bakteri
dan binatang pemakan pati. Perekat pati dalam bentuk cair sebagai bahan perekat yang digunakan dalam briket arang menghasilkan briket arang yang bernilai
rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu dan zat mudah menguap, tetapi akan lebih tinggi dalam hal kadar air, karbon terikat, dan nilai kalornya
apabila dibandingkan dengan briket arang yang menggunakan perekat molase atau tetes tebu Sudradjat, 1983 dalam Sudradjat et al, 2006.
2.5 Tempurung Kelapa
Tanaman kelapa adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Sebagian besar tumbuh di daerah antara 10
LU-10 LS pada
ketinggian sampai 500 m dari permukaan laut dengan kisaran suhu 24 C dan
sinar matahari yang banyak Suryani, 1986 dalam Rustini, 2004. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang cukup besar. Jumlah produksi
kelapa dari tahun 2000 sampai 2003 tersaji pada Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Produksi Kelapa Indonesia menurut Daerah Produksi Utama, 2000- 2003
Daerah Produksi Utama Rata-rata
ribu ton Riau
Jawa Tengah Jawa Timur
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah
Daerah lainnya 461,913
220,509 257,741
263,109 187,432
1,604,117 Total Indonesia
2,994,822
Sumber: Statistik Pusat Perkebunan Kelapa dalam Muslim 2006
Kelapa merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan dari mulai batang, daun, serabut, bunga sampai dengan buah dan tempurungnya. Tempurung kelapa
merupakan bagian yang melapisi buah kelapa. Tempurung kelapa memiliki komposisi kimia mirip dengan kayu, mengandung lignin, pentosa, dan selulosa.
Tempurung kelapa dalam penggunaannya biasanya digunakan sebagai bahan pokok pembuatan arang dan arang aktif, hal tersebut dikarenakan tempurung
kelapa merupakan bahan yang dapat menghasilkan kalor sekitar 6500-7600 kkakg. Selain memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, tempurung kelapa juga
cukup baik untuk bahan arang aktif Anonim, 1982 dalam Joseph dan Kindangen, 1993 diacu dalam Triyono, 2006.
2. 6 Nilai Rata-Rata Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang
Telah banyak penggunaan tempurung kelapa yang dipakai sebagai bahan peningkatan kualitas briket arang dari beberapa bahan yang telah dilakukan
penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Nilai Rata-rata Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Penelitian Sebelumnya
N o
Sifat fisik dan kimia
Komposisi Bahan 1
2 3
4 5
6 7
8 9
1 2
3 4
5 6
7 Kadar Air
Kadar Abu Kadar zat
menguap Kadar zat
terikat Kerapatan
gcm
3
Keteguhan tekan
kgcm
2
Nilai kalor kalg
4.16 3.56
25.06 71.38
0.45 4.67
6196.99 3.51
4.01 22.18
73.82 0.53
6.33 6522.84
4.58 4.23
24.52 71.25
0.58 5.94
5324.53 4.75
3.95 25.77
70.28 0.59
6.72 6411.92
2.699 0.78
36.95 62.26
0.54 32.66
6112.0 2.131
0.80 34.07
65.12 0.59
31.73 6428.5
2.34 0.84
33.47 65.67
0.59 30.38
6588.5 2.424
0.87 35.55
63.57 0.59
27.38 6524.5
2.56 0.92
36.10 62.97
0.59 12.48
6412.5
Keterangan: 1= 100 serbuk gergajian kayu Hendra dan Darmawan, 2000
2= 90 serbuk gergajian kayu dan 10 t.kelapa 3=85 serbuk gergajian kayu dan 15 t.kelapa
4=80 serbuk gergajian kayu dan 20 t.kelapa 5=100 serbuk gergajian kayu pinus Rustini, 2004
6=90 serbuk gergajian kayu pinus dan 10 t.kelapa 7=85 serbuk gergajian kayu pinus dan 15 t.kelapa
8=80 serbuk gergajian kayu pinus dan 20 t.kelapa 9=75 serbuk gergajian kayu pinus dan 25 t.kelapa
Universitas Sumatera Utara
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian