SOSIAL RENCANA STRATEJIK DEPARTEMEN KEHUTANAN 2001 2005

Kekayaan t ersebut sebagian besar t erdapat dal am kawasan hut an. Namun kekayaan t ersebut saat ini sedang mengalami t ekanan keberadaannya sebagai akibat dari aksi- aksi al: penyelundupan sat wa, pencurian pl asma nut f ah, perambahan hut an, perburuan liar, perdagangan f lora f auna dilindungi. Berdasarkan penunj ukan kawasan hut an dan perairan sert a hasil pemaduserasian Tat a Guna Hut an Kesepakat an TGHK dan Rencana Tat a Ruang Wilayah Propinsi RTRWP kawasan hut an indonesia seluas 120, 35 j ut a ha sekit ar 63 luas darat an Indonesia. Kawasan t ersebut t erdiri dari hut an konservasi seluas 20, 5 j ut a ha, hut an l indung seluas 33, 52 j ut a ha, hut an produksi t erbat as seluas 23, 06 j ut a ha, hut an produksi seluas 35, 2 j ut a ha dan hut an produksi yang dapat dikonversi seluas 8, 07 j ut a ha. Khusus kawasan konservasi yang meliput i kawasan suaka alam CA Cagar Alam dan SM Suaka Margasat wa dan kawasan pel est arian al am TN Taman Nasional, Tahura Taman Hut an Raya, TWA Taman Wisat a Alam dan Taman Buru t elah dit et apkan dalam: 41 unit Taman Nasional , 89 unit Taman Wisat a Alam, 13 unit Taman Hut an Raya, 15 unit Taman Buru, 179 unit Cagar Alam dan 51 unit Suaka Margasat wa. Kawasan hut an yang ada t ersebut sampai dengan saat ini masih t erus mendapat t ekanan dari berbagai kepent ingan sehingga t erancam keberadaannya. Tekanan- t ekanan t ersebut al : klaim masyarakat adat , kurangnya pengakuan masyarakat t erhadap bat as-bat as kawasan hut an, keinginan kuat sekt or lain unt uk mengkonversi kawasan hut an, rumit nya sinkronisasi penat agunaan hut an dal am proses review penat aan ruang RTRWP, RTRWK. Dat a di bawah ini memperlihat kan besarnya t ekanan t erhadap kawasan hut an. Reassesement sumber daya hut an yang dilakukan pada 70 dari hut an produksi sekit ar 66, 33 Jut a hekt ar sert a pada 55, 16 dari hut an lindung dan konservasi sekit ar 54, 02 j ut a hekt ar, menunj ukkan kondisi penut upan veget asi f or est cover hut an pri mer 47, 5, hut an sekunder 26, 2 dan t idak berhut an 26, 2. Terlihat bahwa kawasan hut an yang perlu di rehabilit asi mencapai seluas 20, 1 j ut a ha. Dampak kerusakan akibat kondisi hut an yang t erus mengal ami degradasi t ersebut dit unj ukkan ol eh kej adian-kej adian ant ara l ain: sering t erj adinya bencana t anah longsor, banj ir, polusi, kekeringan, perubahan iklim mikro. Kerusakan-kerusakan yang t erj adi t ersebut menunj ukkan kerugian yang sangat besar dari sisi ekol ogi dan ekonomi, sekaligus sangat mempengaruhi kondisi keseluruhan bangsa Indonesia dari segala aspek kehidupan. Upaya-upaya rehabilit asi hut an dan lahan al: reboisasi, penghi j auan, rehabilit asi lahan yang t elah dilaksanakan sel ama beberapa t ahun belum bisa mengimbangi laj u kerusakan degradasi hut an. 2. 2. SOSIAL Sekt or kehut anan pada dasarnya mempunyai manf aat sosial yang sangat besar, hal ini dit unj ukkan dengan banyaknya masyarakat yang sangat t ergant ung pada keberadaan hut an. Ket ergant ungan t ersebut dapat dilihat secara langsung maupun t idak langsung. Manf aat sosial langsung dit unj ukkan oleh banyaknya produk-produk hut an baik kayu maupun non kayu rot an, damar, gaharu, lebah madu dsb yang menj adi gant ungan hidup sebagian besar masyarakat sekit ar hut an. Sedangkan manf aat sosial t idak langsung dit unj ukkan oleh adanya keseimbangan lingkungan keberadaan hut an yang berdampak sosial ant ara lain: t erj aganya sumber air, mencegah t erj adinya bencana alam banj ir, longsor. Selain it u keberadaan sekt or kehut anan dari hilir ke hulu t elah membuka kesempat an lapangan kerj a bagi penduduk Indonesia. Jumlah j iwa yang t ergant ung pada sekt or kehut anan baik langsung maupun t idak langsung diperkirakan mencapai 30 j ut a orang. Tahun 1997 j umlah t enaga kerj a pada kegiat an pengusahaan hut an t ercat at sebanyak 183 ribu orang. Keberadaan hak ul ayat dan hukum adat pada masyarakat di dal am dan sekit ar kawasan hut an menggambarkan pula manf aat sosial yang sangat besar dari keberadaan hut an. Masyarakat t ersebut diprediksi t elah menempat i kawasan hut an dalam kurun wakt u beberapa generasi. Dengan demikian t erj adi saling ket erkait an yang sangat erat ant ara masyarakat hukum adat dan kawasan hut an. Padahal sampai dengan saat ini keberadaan masyarakat hukum adat bel um t erakomodasi dengan j elas dal am perat uran perundangan yang ada. Dampak krisis mult i dimensi yang dialami ol eh Indonesia mengakibat kan kondisi-kondisi sosial yang memprihat inkan, dalam kej adian al : t erj adinya kesenj angan sosial, kebut uhan lahan yang sangat besar lapar lahan, konf lik lahan, masih lemahnya akses masyarakat t erhadap pengelolaan hut an, kecenderungan memperoleh hasil cepat melalui kegiat an illegal over cut t ing, penebangan liar, penyelundupan kayu, perambahan hut an dsb. Kondisi semakin menurunnya pot ensi kayu hut an al am t erut ama wilayah Asia Tenggara dengan kecenderungan permint aan pasar akan hasil hut an kayu yang meningkat j uga menambah krit isnya kondisi sosial t ersebut . Dalam upaya meningkat kan kesej aht eraan masyarakat di sekit ar hut an pemerint ah t elah mengharuskan para pengusaha HPH unt uk mel aksanakan kegiat an HPH Bina Desa yang kemudian disempurnakan menj adi program Pembangunan Masyarakat Desa Hut an PMDH. Demikian pul a pada hut an produksi di Jawa t el ah banyak dilaksanakan kegiat an yang berorient asi pada upaya peningkat an kesej aht eraan masyarakat sepert i PMDH, agr of or est r y , PHBM Pengelol aan Hut an Bersama Masyarakat dan bent uk-bent uk hut an kemasyarakat an l ainnya Perhut anan Sosial. Namun upaya-upaya t ersebut belum menunj ukkan hasil yang nyat a. 2. 3. EKONOMI Pemanf aat an hut an secara komersial yang dimulai sej ak t ahun 1967, t elah menempat kan kehut anan sebagai penggerak perekonomian nasional. Indonesia t elah berhasil merebut pasar ekspor kayu t ropis dunia yang diawali dengan ekspor l og, kayu kergaj ian, kayu lapis, dan produk kayu l ainnya. Sej ak t ahun 1995 t erl ihat kecenderungan yang menurun yang ant ara lain disebabkan t idak seimbangnya laj u pemanf aat an dengan laj u rehabilit asi. Dalam rangka pemanf aat an pengel olaan hut an perlu didukung adanya pembent ukan Kesat uan Pengelolaan Hut an baik it u di hut an konservasi, hut an lindung dan hut an produksi KHPK, KPHL, KPHP. KPH t ersebut merupakan kesat uan unit pengelolaan yang lest ari. Namun sampai saat ini KPH-KPH t ersebut belum t erbent uk. Pengusahaan pemanf aat an hut an yang digambarkan di bawah ini belum didasari oleh KPH-KPH t ersebut . Dari sisi pemanf aat an hut an, dat a sampai dengan bulan Desember 2002, menunj ukkan j umlah HPH IUPHHK yang SK HPH-nya masih berl aku sebanyak 270 unit dengan luas areal kerj a 28 j ut a Ha, dengan rincian: • Swast a sebanyak 182 unit 22, 5 j ut a Ha • BUMN sebanyak 5 unit 339. 240 Ha • Pat ungan BUMN disert akan sebagai pemegang saham HPH sebanyak 83 unit 5, 2 j ut a Ha. Dalam upaya pemenuhan bahan baku kayu sert a rehabilit asi hut an t elah dilaksanakan program pembangunan hut an t anaman melalui sist em Hak Pengusahaan Hut an Tanaman Indust ri HPHTI dengan t iga pola pendekat an yait u HTI Pulp, HTI Kayu Pert ukangan, dan HTI Trans. Perkembangan pembangunan hut an t anaman dari t ahun 1990 1991 sampai t ahun 2002 t ercat at seluas 2. 867. 221 hekt ar, Sedangkan produksi kayu bulat dari hut an t anaman sej ak t ahun 1999 2000 s d 2002 t elah mencapai 16. 101. 614 m3. Selain pengusahaan hut an yang berbasis pada kayu, t elah dikembangkan pula Hak Pengusahaan Wisat a Alam HP-WA, sampai dengan saat ini t elah ada 19 HP-WA. Pengusahaan hut an semacam ini dirasa belum dikelol a dan dikemas dengan baik sehingga belum menonj ol unt uk ikut mengembangkan perekonomian Nasional. Khusus pengelolaan hut an produksi di Jawa dilaksanakan oleh PT. Perhut ani dulu Perum Perhut ani sesuai PP No. 36 t ahun 1986 yang disempurnakan mel alui PP No. 53 t ahun 1999 dan selanj ut nya dirubah dengan PP 14 Tahun 2000. Indust ri kehut anan yang mengiringi berkembangnya pemanf aat an hut an sampai saat ini t elah mencapai 1. 881 unit sawmill dan wood working, plywoodmill, pul pmil l, dll. Namun kondisi indust ri t ersebut sebagian besar memprihat inkan karena al: mesin t ua, t idak ef isien boros bahan baku, produk kurang kompet it if . Di samping it u indust ri t ersebut sebagian besar bert umpu pada bahan baku kayu dari hut an alam. Sedangkan penerimaan pemerint ah dari pungut an Dana Reboisasi, IHPH PSDH dan IHPH selama l ima t ahun t erakhir 1998 1999 s d 2002 keseluruhan mencapai Rp. 13, 5 t rilyun. Berkembangnya permint aan pasar berdampak kepada t idak sinkronnya kebij akan pengembangan indust ri pengolahan hasil hut an sekt or hilir dengan kemampuan produksi bahan baku berupa kayu bulat sekt or hulu yang menyebabkan t erj adinya kesenj angan bahan baku yang diperkirakan sebesar 26, 12 j ut a m3 per t ahun. Hal ini diindikasikan oleh kapasit as t erpasang indust ri pengolahan kayu sebesar 44, 77 j ut a m3 per t ahun yang j auh melebihi kemampuan penyediaan bahan baku sebesar 18, 60 j ut a m3. Kesenj angan ant ara produksi dan pemanf aat an sebagaimana dikemukakan, disebabkan ant ara l ain ol eh pengembangan indust ri pr imer yang melampaui j at ah t ebangan AAC. Kesenj angan bahan baku selanj ut nya menyebabkan maraknya penebangan illegal yang t erorganisir unt uk memenuhi permint aan indust ri. Di samping it u, ef isiensi pembalakan dan indust ri masih sangat rendah. Oleh karena it u unt uk upaya mengembali kan pot ensi hut an sert a penyeimbangan supply-demand kayu, pada t ahun 2003 Depart emen Kehut anan t elah menet apkan kebij akan bahwa pot ensi kayu yang dapat dimanf aat kan dari areal hut an alam produksi seluruh Indonesia maksimal ±6, 892 j ut a m3 per t ahun. Sedangkan produksi non kayu belum menunj ukkan kont ribusi yang besar bagi perkembangan perekonomian, sebagai cont oh produksi hasil hut an non kayu pada 5 t ahun t erakhi r masih relat if kecil. Di sisi lain produk j asa yang dapat dihasilkan dari ekosist em hut an sepert i air, udara bersih, keindahan al am dan kapasit as asimilasi lingkungan mempunyai manf aat yang besar sebagai penyangga kehidupan dan mampu mendukung sekt or ekonomi lainnya. Sebagian besar produk j asa t ersebut t ergolong kedalam manf aat yang int angible. Berdasarkan hasil penelit ian, nilai ekonomi j asa j auh lebih besar dari nilai produk kayu. Namun produksi ini di Indonesia belum berkembang sepert i yang diharapkan. Dat a pemanf aat an j asa sepert i wisat a alam, memperlihat kan j uml ah kunj ungan wisat awan ke Taman Nasional pada t ahun 2001 sebanyak 741. 220 orang sedangkan pengunj ung ke kawasan konservasi t ercat at sebanyak lebih dari 3. 344. 696 orang pada t ahun yang sama. Walaupun ada peningkat an permint aan t erhadap produk non kayu dan j asa sepert i air, wisat a dan lain-lain, namun sampai saat ini sist em pemanf aat annya belum diupayakan secara maksimal. Hal t ersebut ant ara lain disebabkan masih t erf okusnya sist em pemanf aat an hut an pada produk kayu. Pemanf aat an di Hut an Lindung j uga belum dil akukan secara nyat a, yang dilakukan sebat as pada kegiat an rehabilit asi yang di laksanakan dengan sumber dana dalam dan luar negeri. Sedangkan kegiat an di luar kawasan HL yang dapat mendukung kelest arian HL ant ara lain dilaksanakan melalui program penghij auan, HKM, HR, dan pengendalian perladangan berpindah.

2. 4. KELEMBAGAAN