KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EM PIRIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EM PIRIS

Standar materi bab ini ditentukan dalam Lampiran I angka 2 UUP3. Bagian ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten Kota. Bagian ini mencakup: a Kajian teoretis. Kajian terhadap asas prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek dan bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian. b Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. A. KAJIAN TEORITIS a. Landasan Teoritik Perubahan Perda PDAM 1990 Alinea ke - 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 UUD NRI 1945, menyatakan: “ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa …………….” . Frasa melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerminkan suatu kerangka teoritik tentang kew ajiban konstitusional Pemerintahan Negara, termasuk Pemerintah Daerah, untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, termasuk penyediaan air minum atau air besih, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya air dlam rangka penyelenggaraan penyediaan air bersih yang berkelanjutan. Indonesia yang merupakan negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar NRI 1945, mengedepankan penyelenggaraan pemerintahan negara, termasuk ke dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan. Secara teoritik, pemikiran “ negara hukum” Eropa Kontinental dimulai oleh pemikiran Imanuel Kant, kemudian dikembangkan oleh J.F Stahl. Pemikiran negara hukum tersebut, dipengaruhi oleh pemikiran Ekonom Adam Smith. Julius Friedrich Stahl, mengemukakan 4 unsur sebagai ciri negara hukum, yakni: 1 Tindakan pemerintah berdasarkan Undang-undang Legalitas 2 Perlindungan HAM, 3 Pemisahan Kekuasaan, 4 Adanya peradilan administrasi 10 . Ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dalam menguraikan “ Konsep Negara Hukum” Rechtstaat , berbeda dengan konsep negara hukum Anglo Saxon yakni The Rule of Law . Secara konseptual “ the rule of law” dalam Dictionary of Law , diartikan sebagai “principle of government that all persons and bodies and the government itself are equal before and answerable to the law and that no person shall be punished without trial” . 11 Kemudian A.V Dicey mengemukakan unsur- unsur konsep The Rule of law , yakni; 1 supremacy of law , 2 equality before the law , 3 the constitution based on individual rights . 12 Terlepas dari perkembangan pemikiran negara hukum yang sangat pesat, yang melahirkan berbagai gagasan tetang penyelenggaraan kehidupan negara berdasarkan atas hukum, terdapat kesamaan pada kedua sistem hukum itu 10 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1993, h.28 11 PH. Collin, Dictionary of Law, Fourth Edition, Bloomsbury Publishing Plc, London. 2004, P.266 12 A.V Dicey, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth edition, London, Macmillan And Co., Limited New York: The Macmillan Company, 1987, p. 179-187 berkenaan dengan penempatan hukum dalam penyelenggaraan negara, yaitu bahw a hukum harus diletakkan sebagai dasar seluruh perilaku negara. Pemikiran negara hukum ini menjadi jastifikasi teoritis dalam pembentukan Peraturan Daerah dalam mengatur tentang perubahan Perda PDAM 1990 . Eksistensi peraturan daerah ini akan menjamin dan melindungi hak rakyat atas ketersediaan air bersih di satu sisi dan perlindungan serta penyelamatan sumber daya air pada sisi lainnya, sebagai bentuk pemenuhan syarat terhadap asas legalitas dalam negara hukum “ rechtstaat ” , yang mensyaratkan bahw a bentuk perlindungan itu harus diatur dalam instrumen hukum, yaitu undang-undang, dan untuk di daerah berupa Peraturan Daerah. Peraturan daerah itu merupakan legitimasi hukum bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang akutabel, yaitu pelayanan publik berdasarkan atas hukum. A. Hamid S. Attamimi 13 menyatakan bahw a teori perundang-undangan berorientasi pada tujuan untuk menjelaskan dan menjernihkan pemahaman pembentuk, pelaksana, penegak, serta masyarakat terhadap materi undang-undang dalam sifat kognitif. Pemikiran ini menekankan pada pemahaman terhadap hal-hal yang mendasar. Oleh sebab itu dalam membuat peraturan daerah, perlu dipahami kharakter norma dan fungsi peraturan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peraturan daerah merupakan peraturan perundang- undangan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selanjutnya: UP3 menentukan bahw a Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat 13 A. Hamid S. Attamimi dalam H. Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang- Undangan Indonesia , Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 1998,h. 14-15. norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berw enang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Peraturan daerah merupakan penjabaran Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar NRI 1945, yang menggunakan frasa “ dibagi atas” , lebih lanjut diatur sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan aerah, yang diatur dengan undang-undang . Frasa “ dibagi atas” ini menunjukkan bahw a kekuasaan negara terdistribusi ke daerah-daerah, sehingga memberikan kekuasaan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya. Karenanya hal ini menunjukkan pemerintah daerah memiliki fungsi regeling mengatur. Dengan fungsi tersebut, dilihat dari sudut pandang “ asas legalitas ” tindak tanduk pemerintah berdasarkan hukum memperlihatkan adanya kew enangan pemerintah daerah untuk membentuk peraturan daerah. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, mengartikan Peraturan Daerah Kabupaten adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dew an Perw akilan Rakyat Daerah Kabupaten dengan persetujuan bersama Bupati. Jimly Asshidiqqie mengatakan peraturan tertulis dalam bentuk ” statutory laws ” atau ” statutory legislations ” dapat dibedakan antara yang utama primary legislations dan yang sekunder secondary legislations . Menurutnya primary legislations juga disebut sebagai legislative acts , sedangkan secondary dikenal dengan istilah ” executive acts ” , delegated legislations atau subordinate legislations . 14 Peraturan daerah merupakan karakter dari legislative acts, sama halnya dengan undang- undang. Oleh sebab itu hanya peraturan daerah dan undang-undang saja yang dapat memuat sanksi. Teori penjenjangan norma Stufenbau des rechts , menurut Hans Kelsen 15 bahw a norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar Grundnorm . Selain Hans Kelsen, Hans Nawiasky juga mengklasifikasikan norma hukum negara dalam 4 empat kategori pokok, yaitu Staatsfundamentalnorms Norma fundamental negara, Staatsgrundgesetz aturan dasar pokok negara, Formell Gesetz undang-undang formal dan Verordnung Autonoe Satzung Aturan pelaksana dan Aturan otonom. 16 Sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia dipengaruhi oleh pemikiran Hans Kelsen, sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat 1 UUP3, yang menentukan bahw a jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 14 Jimly Asshidiqqie, Perihal Undang-Undang, Cetakan Ke II, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, h. 10 15 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kanisius, Jogjakarta, 1998, h.25 16 Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Suatu Studi Analis: Keputusan Presiden Yang Berfungsi Peraturan Dalam Kurun W aktu Pelita I – Pelita V , Disertasi PPS Universitas Indonesia, 1990, h. 287 b. Ketetapan Majelis Permusyaw aratan Rakyat; c. Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten Kota. Pengaturan demikian menunjukkan bahw a peraturan yang dibentuk atau berada dibaw ah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dengan kata lain peraturan dibaw ah bersumber pada aturan yang lebih tinggi. Melihat ketentuan diatas Peraturan Daerah Provinsi pada huruf f, sehingga pembentukannya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum pada huruf a sampai dengan e. Teori dan metode legislasi, dari perspektif substansial hukum, menurut Seidmann, mencakup 2 tujuan yaitu: pertama, untuk memberikan jastifikasi terhadap produk yang dibuat; dan kedua, untuk mendapatkan panduan dalam penyusunan laporan penelitian dari sisi fakta dan logika facts and logic , yaitu untuk menyusun jastifikasi rasio berdasarkan pengalaman reason informed by experience , yang mengakibatkan detail substansi suatu rancangan undang-undang menjadi sebagaimana ditampilkan dalam rancangan. 17 Teori Seidmann ini merupakan dasar untuk memberikan jastifikasi teoritik terhadap suatu produk legislasi dan panduan teoritik berkenaan dengan kegiatan perancangan produk legislatif. 17 Ida Bagus Wyasa Putra, op.cit., h. 124. Teori legislasi dalam kategori sebagai panduan penelitian hukum legislative theory’ s categories as a guide to research adalah teori tentang cara melakukan identifikasi dan cara menjelaskan masalah perilaku identifies and explain problematic behaviors berkenaan dengan: a ketentuan yang dibuat dan akan diberlakukan terhadap masyarakat yang akan terkena aturan the rule addressed to the role occupant ; b perilaku masyarakat yang terkena aturan yang diharapkan oleh para pelaksana aturan the implementing agenciy’ s expected behaviors ; c seluruh sumber dan faktor non-hukum yang bersifat menghambat dari keadaan lingkungan dan lokasi pemberlakuan hukum yang bersifat khas all non-legal constraints and resources of the actors’ location-specific environment yang menghambat bekerjanya aturan. 18 Teori legislasi kategori kedua dari Seidman berkenaan dengan posisi aturan dalam korelasi dengan perilaku masyarakat. Kategori tersebut dapat digunakan untuk menyusun HIPOTESIS SEBAB causal hypotheses , sesuatu yang sangat diperlukan dalam perancangan produk legislasi yang efektif necessary to design effective legislative measures . Teori legislasi merumuskan kategori tersebut dalam kategori yang lebih sempit, yaitu: Rule , Opportunity , Capacity , Communication , Interest , Process , dan Ideology ROCCIPI. 19 Kategori itu diklasifikasikan atas dua kelompok, yaitu; a faktor subyektif; dan b faktor obyektif. Faktor subyektif adalah faktor subyek hukumnya. Faktor ini mencakup kepentingan interests atau incentives , yaitu persepsi masyarakat terhadap 18 Ibid., h. 4.15. 19 Susunan huruf ROCCIPI bersifat tidak mutlak. Susunan ini hanya digunakan untuk memudahkan para drafter untuk mengingat. Komponen huruf itu jauh lebih penting dan tidak boleh diabaikan ditiadakan. Seidmann, op.cit., h. 4.15. siapa ketentuan itu dibuat dan diberlakukan role occupants berkenaan dengan tindakan yang mereka lakukan berdasarkan pertimbangan biaya dan kemanfaatan yang akan diperoleh costs and benefits , baik insentif material maupun non-material, seperti penghargaan terhadap seseorang di dalam kelompoknya power and reference- group esteem . Ideologi Ideology : values and attitude merupakan kategori kedua dari kategori perilaku subyektif seseorang, yang menjadi motivasi seseorang melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. Motivasi ini merupakan motivasi yang tidak bertolak dari kepentingan. 20 Analisis terhadap faktor ini merupakan analisis terhadap perilaku orang-perorang dalam struktur institusi yang sudah ada. Faktor obyektif adalah faktor ketentuannya. Faktor ini mencakup: a ketentuan Rules ; b peluang Opportunity ; c kemampuan Capacity ; d komunikasi Communication ; dan e proses Process . Komponen Rules merupakan komponen yang berkaitan dengan pertanyaan: mengapa orang berperilaku tertentu dibaw ah suatu ketentuan hukum, tidak hanya berkenaan dengan satu ketentuan a single rule , melainkan ketentuan dalam arti perangkat atau keseluruhan a whole cage of laws . 21 Faktor Opportunity berkenaan dengan peluang seseorang untuk berperilaku sesuai dengan perintah ketentuan yang dibuat. Apakah lingkungan tempat ketentuan itu akan diberlakukan memungkinan perlaku yang diperintahkan. Ketidaksesuaian antara perilaku yang diperintahkan dengan lingkungan tempat 20 Ibid., 4.16. 21 Lima faktor yang menentukan perlaku seseorang di bawah skema hukum: a rumusan normanya kabur atau bermakna ganda vague or ambiguously; b beberapa ketentuan memerintahkan melakukan tindakan yang dapat menimbulkan masalah command problematic behaviours; c ketentuan tidak menyediakan alas an atau sebab tindakan demikian itu; d ketentuan yang ada membolehkan perlaku yang tidak transparan, tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan non- partisipatif non-transparent, unaccountable, non-participatory; atau e ketentuan memboleh tindakan diskresi yang tidak diperlukan dalam pemecahan masalah perilaku bermasalah. Ibid., h. 418. perilaku itu dilakukan merupakan pemicu korupsi. Faktor Capacity berkenaan dengan kemampuan role occupant untuk bertindak sesuai perintah undang-undang. Communication merupakan faktor komunikasi antara pelaksana aturan dengan role occupant dalam hal role occupant berperilaku menyimpang dengan ketentuan yang berlaku. Komunikasi ini bertujuan mencari sebab-sebab ketidaktaatan itu. Process merupakan faktor yang berkaitan dengan kriteria dan prosedur standar yang ditetapkan ketentuan yang berlaku. Dalam hal terjadi penyimpangan perilaku, pelaksana hukum harus memeriksa ketepatan kriteria dan prosedur standar yang ditetapkan. 22 Panduan perancangan produk legislasi ini mensyaratkan suatu eksplorasi obyektif, analisis pada aturannya analisis rumusan normanya, analisis lingkungan aturannya, analisis kemampuan sasaran aturannya, analisis komunikasi sosialnya, dan analisis kriteria dan standar prosedurnya, untuk membuat agar suatu produk legislasi dapat berfungsi dengan baik pasca penetapannya. Dikotomi fakta FACTS dengan logika LOGIC sebagaimana digunakan Seidmann sebagai dasar konstruksi berfikir dalam penyusunan teorinya, mengandung bahaya tersendiri dibandingkan dikotomi kenyataan REALITIY dengan pikiran MIND. 23 Mind and reality memiliki kandungan makna yang lebih luas dari komponen Seidmann. MIND adalah konstruksi substantif yang lebih luas dibanding LOGIC. MIND adalah rumah besar dari LOGIC. Atau, LOGIC merupakan kandungan dari MIND. REALITIY merupakan rumah besar dari 22 Ibid., 4.17-4.20. 23 Ibid, 127. FACTS, atau FACTS merupakan kandungan teknis detail dari REALITY. Konstruksi ini melahirkan konstruksi pembahasan yang berbeda: rentang pembahasan Mind dan Reality beranjak dari analisis FILOSOFIS, lanjut ke analisis ILMU TEORI, sampai pada analisis KONSEP, dan berhenti pada analisis TEKNIS PERANCANGAN KONSISTENSI KONSTRUKSI dan KOHERENSI SUBSTANSI norma. Analisis Seidmann mulai dari analisis ILMU TEORI dan langsung ke TEKNIS PERANCANGAN ROCCIPI. Perbedaan konstruksi berfikir tesebut menimbulkan akibat terhadap penajaman arah dan hasil analisis Seidman. Teori Seidmann merupakan dasar untuk memberikan jastifikasi teoritik terhadap suatu produk legislasi dari segi ROCCIPI Rule, role Occupant, occupant Capacity, Communication, Interest, Procedure, Ideology , sedangkan dalam korelasi Mind and Reality bermaksud memberikan landasan teoritik terhadap perancangan produk legislasi dalam konteks KONSISTENSI LOGIC dari NORMA dan KOHERENSI SUBSTANTIF dari NORMA. Analisis ROCCIPI mengabaikan karakteristik obyek obyek pengaturan suatu pengaturan. Fokus analisis ROCCIPI adalah komponen tertentu dari pengaturan, yaitu perilaku masyarakat yang diatur. Analisis ROCCIPI memfokuskan analisis pada tiga substansi norma, yaitu: subyek, rumusan norma, kriteria dan prosedur standar yang diatur dalam norma. Fokus ini merupakan konsekuensi dari titik berangkat konstruksi berfikir Seidmann yang berangkat dari sisi teknis dari bilah kajian filsafat LOGIC dan FACTS, dan bukan aspek nilainya MIND dan REALITY. Fokus analisis ini dapat membahayakan suatu produk legislasi dari soal KONSISTENSI KONSTRUKSI NORMA dan KOHERENSI SUBSTANSI NORMA. Teori Seidman dapat digunakan sebagai alat untuk penajaman konstruksi berfikir Mind and Reality dalam menyusun teori legislasi dalam konteks pengaturan suatu obyek yang memiliki karakter khas. Analisis teoritik ini memberikan gambaran bahw a teori legislasi Seidmann tidak memadai untuk digunakan sebagai dasar untuk merancang suatu produk legislasi yang obyek pengaturannya memiliki karakteristik tertentu. Pemaksaan penggunaan teori legislasi Seidman dalam perancangan produk legislasi dengan obyek demikian itu dapat menimbulkan ancaman serius terhadap KONSISTENSI LOGIKA NORMA dan KOHERENSI SUBSTANSI NORMA. Untuk mengatasi kelemahan ini, penelitian ini menggunakan teori korelasi dan konsistensi obyek, konsep pengaturan, dengan konstruksi norma, yang lebih jauh akan menentukan kualitas fungsi norma dan capaian tujuan pengaturan. Teori ini mencakup: 1 DEFINISI dan KONSEP HUKUM berkenaan dengan OBYEK yang akan diatur dalam suatu produk legislasi merupakan PRASYARAT MUTLAK dalam perancangan suatu produk legislasi, terutama yang mengatur obyek yang karakteristik; 2 DEFINISI dan KONSEP HUKUM tentang obyek yang diatur dalam suatu produk legislasi merupakan satu-satunya DASAR KEILMUAN untuk membangun atau menyusun KONSTRUKSI STRUKTUR NORMA dan MERUMUSKAN SUBSTANSI NORMA. 24 Berdasarkan teori ini, maka perancangan suatu produk legislasi harus dimulai dari identifikasi terhadap karakteristik obyek yang akan diatur untuk kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengkonstruksikan konsep pengaturan dan selanjutnya pengkonstruksian norma pengaturan. Dengan model perancangan seperti ini, berbagai persoalan inkonsistensi logika antara norma pengaturan dengan obyeknya dapat dicegah dan dihindarkan. 2. Kajian Asas Secara yuridis Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dituangkan dalam Pasal 5 UUP3, meliputi asas: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Yang dimaksud “ asas kejelasan tujuan” adalah bahw a setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahw a setiap jenis 24 Konstruksi teoritik ini telah digunakan dalam beberapa penelitian terhadap bahan-bahan dan landasan legislasi. Ida Bagus Wyasa Putra, op.cit., h. 129. Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan yang berw enang. Peraturan Perundang-Undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berw enang. Kemudian “ asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahw a dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan. “ Asas dapat dilaksanakan” adalah bahw a setiap Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-Undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Selanjutnya yang dimaksud dengan “ asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahw a setiap Peraturan Perundang-Undangan dibuat karena memang benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang dimaksud dengan “ asas kejelasan rumusan” adalah bahw a setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. “ Asas keterbukaan” adalah bahw a dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dari asas-asas dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut jika digunakan untuk mengkaji Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1 Asas Kejelasan Tujuan, bahw a tujuan dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum, adalah berupaya mengharmonisasi dengan aturan yang lebih tinggi serta menciptakan iklim good coporate governance dalam perusahaan daerah air minum. 2 Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang tepat , bahw a Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air M inum dibentuk oleh Bupati dan DPRD Kabupaten Klungkung. 3 Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan, bahw a pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum , memperhatikan jenis, hirarki dan materi muatan. 4 Dapat dilaksanakan , alasan filosofis perlunya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air M inum ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan air yang bersih. Alasan sosiologis perlunya Peraturan Daerah tersebut dalam rangka peningkatan pelayanan PDAM. 5 Kedayagunaan dan kehasilgunaan , bahw a Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air M inum berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pelayanan PDAM dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih. 6 Kejelasan rumusan , bahw a pembentukan Peraturan Daerah ini memperhatikan sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. 7 Keterbukaan , Pembentukan Peraturan daerah ini mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan partisipatif. Sedangkan dalam Pasal 6 UUP3, menentukan bahw a materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Asas-asas itu menjadi pedoman bagi pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung tentang Perusahaan Daerah Air Minum. Penjabaran asas-asas Pasal 6 UUP3 adalah: a. Yang dimaksud dengan “ asas pengayoman” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. b. Yang dimaksud dengan “ asas kemanusiaan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap w arga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. c. Yang dimaksud dengan “ asas kebangsaan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan w atak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Yang dimaksud dengan “ asas kekeluargaan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyaw arah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Yang dimaksud dengan “ asas kenusantaraan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. f. Yang dimaksud dengan “ asas Bhineka Tunggal Ika” adalah bahw a Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. g. Yang dimaksud dengan “ asas keadilan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap w arga Negara. h. Yang dimaksud dengan “ asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. i. Yang dimaksud dengan “ asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mew ujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. j. Yang dimaksud dengan “ asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahw a setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Disamping asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang patut dijadikan referensi, yang terdapat dalam beberapa ketentuan, diantaranya: Pasal 337 ayat 1 : “ Perusahaan umum Daerah dapat melakukan restruksturisasi untuk menyehatkan perusahaan umum Daerah agar dapat beroperasi secara efisien, akuntabel, transparan, dan profesional.” Pasal 344 ayat 2 : Pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan pada asas: a. kepentingan umum; b. kepastian hukum; c. kesamaan hak; d. keseimbangan hak dan kew ajiban; e. keprofesionalan; f. partisipatif; g. persamaan perlakuan tidak diskriminatif; h. keterbukaan; i. akuntabilitas; j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. ketepatan w aktu; dan l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Dengan demikian dalam penyusunan Perda PDAM pengganti Perda PDAM 1990 asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut dijadikan pedoman dalam perumusannya. B. KAJIAN PRAKTIK EMPIRIK Kabupaten Klungkung merupakan dataran pantai sehingga potensi perikanan laut. Panjang pantainya sekitar 90 Km yang terdapat di Klungkung daratan 20 Km dan Kepulauan Nusa Penida 70 Km. Permukaan tanah pada umumnya tidak rata, bergelombang bahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus. Hanya sebagian kecil saja merupakan dataran rendah.Tingkat kemiringan tanah diatas 40 terjal adalah seluas 16,47 Km2 atau 5,32 dari Kabupaten Klungkung. Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di Kecamatan Nusa Penida. Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di w ilayah daratan Kabupaten Klungkung. Air sungai ini mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di Kecamatan Nusa Penida sama sekali tidak terdapat sungai. Sumber air di Kecamatan Nusa Penida adalah mata air dan air hujan yang ditampung dalam cubang oleh penduduk setempat. Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis. Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda. Wilayah Kabupaten Klungkung terbagi atas 4 Kecamatan, yaitu: 1 kecamatan Klungkung; 2 Banjarangkan; 3 Daw an; dan 4 kecamatan Nusa Penida. Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 empat Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas: di sebelah Utara Kabupaten Karangasem; sebelah Timur Kecamatan Daw an; sebelah Barat Kecamatan Banjarangkan dan sebelah Selatan dengan Selat Badung; dengan luas 2.095 Ha, secara persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali. Kecamatan Banjarangkan merupakan Kecamatan yang terletak paling Barat dari 4 empat Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas, sebelah Utara Kabupaten Bangli, sebelah Timur Kecamatan Klungkung, sebelah Barat Kabupaten Gianyar dan sebelah Selatan Selat Badung, dengan luas 45,73 Km². Secara administrasi Kecamatan Banjarangkan terdiri dari 13 Desa, 55 dusun, 26 Desa Adat, dalam usaha untuk memajukan perekonomian di w ilayah ini telah didukung dengan beberapa sarana seperti, pasar umum, koperasi, KUD, dan bank, RPD yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memajukan perekonomian desa. Kecamatan Daw an merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4 empat Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas, sebelah Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan Klungkung dan sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km ². Menurut penggunaannya luas w ilayah Kecamatan Daw an terdiri 16,21 lahan saw ah, 17,26 lahan tegalan, 35,50 lahan perkebunan, 6,93 lahan pekarangan 0,21 kuburan dan lainnya 23,89 . Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiw a 8.543 KK. Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lew at Benoa dengan menumpang Quiksilver Balihai ditempuh +1 jam perjalanan, lew at Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam perjalanan. Lew at Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam perjalanan. sedangkan kalau lew at Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang jarak tempuh + 1 jam perjalanan. Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit.Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl.Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga pulau Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3 dan dibagian Selatan kemiringannya 3-8 .Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai kemiringan lereng bervariasi antara 8-15 dan 15-30 dengan kondisi tanah bergelombang dan berbukit. Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan mata pencaharian utama oleh 6,68 tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan 16,80 penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88 mengingat kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor Pertanian, dan Sektor Pariwisata. Kabupaten Klungkung memiliki permukaan tanah yang pada umumnya tidak rata, bergelombang bahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus dan hanya sebagian kecil yang berupa daratan. Tingkat kemiringan tanah di atas 40 ⁰ yang berarti terjal dengan luas 16,47 km2 atau sekitar 5,23 dari luas kabupaten. Penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung sebagian besar digunakan sebagai lahan bukan saw ah yaitu seluas 27.655 Ha terdiri atas lahan kering seluas 27.650 Ha dan lahan lainnya 5 Ha, sedangkan lahan saw ah seluas 3.845 Ha. Klungkung daratan dan Kepulauan Nusa Penida mempunyai pantai sepanjang 97,6 km yang merupakan potensi perekonomian laut dengan pengembangan budidaya rumput laut dan penangkapan ikan laut. Jumlah dan distribusi penduduk Kabupaten Klungkung selama 5 tahun setiap tahunnya mengalami peningkatan.Jumlah kepala keluarga juga bertambah setiap tahunnya. Penyebaran penduduk di empat kecamatan di Kabupaten Klungkung tidak merata, yaitu 73,96 berada di daratan Klungkung Banjarangkan, Daw an dan Klungkung sedangkan 26,04 berada di Kepulauan Nusa Penida Nusa, Penida, Lembongan dan Ceningan. Klungkung mempunyai sumber air yang berasal dari sungai dan mata air. Sungai hanya terdapat di Klungkung daratan yang mengalir sepanjang tahun, sedangkan sumber air di Kecamatan Nusa Penida bersumber dari mata air dan air hujan, air hujan tersebut ditampung di dalam bak penampungan yang disebut cubing yang dibuat oleh penduduk setempat. Curah hujan di Kabupaten Klungkung setiap bulan bervariasi dari 0 mm samapi dengan 349 mm. Kecamatan Banjarangkan merupakan daerah dengan rata- rata curah hujan tertinggi yaitu sebesar 211,50 mm dengan rata-rata hari hujan setiap bulannya sebesar 11,67 hari. Curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Nusa Penida dengan rata-rata curah hujan sebesar 75,75 mm dan rata-rata hari hujan 5,58 hari. Kabupaten Klungkung tidak banyak mempunyai sumber mata air besar yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat.Sumber produksi yang tersedia adalah mata air dan sumur bor yang didistribusikan menggunakan pompa dan gratifikasi.Sumber daya air yang tersedia seperti sungai belum tergarap secara optimal, padahal Kabupaten Klungkung merupakan daerah hilir beberapa sungai besar yang ada di Bali. Berdasarkan data yang ada, terdapat 14 sungai yang melalui Kabupaten Klungkung yaitu: NO NAMA SUNGAI PANJANG M  Tukad Bubungan 6000  Tukad Unda 24.000  Tukad Telaga Waja 33.000  Tukad Belatung 24.000  Tukad Rangka 33.600  Tukad Lantang 32.800  Tukad Samu 32.800  Tukad Pulo 33.600  Tukad Anyar 31.400  Tukad Menanga 30.000  Tukad Jinah 30.000  Tukad Bubuh 32.600  Tukad Bilok 32.600  Tukad Melangit 32.600 Klungkung yang memiliki visi “ Unggul dan Sejahtera” mengandung pengertian wilayah Kabupaten Klungkung yang memiliki sumber-sumber daya yang unggul lebih tinggi dari w ilayah lainnya dengan masyarakatnya yang aman sentosa. Menciptakan Klungkung yang Unggul dan Sejahtera juga mengandung pengertian usaha menciptakan keunggulan di sektor tertentu guna menciptakan masyarakat yang cukup pangan, sandang, papan dan kualitas hidupnya meningkat secara lahir batin menuju suatu peradaban manusia yang unggul, sosial ekonomi yang lebih baik, atau yang lebih modern sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945. “ Klungkung yang Unggul” dimaksudkan terw ujudnya Klungkung sebagai pusat pengembangan kegiatan kesenian dan budaya unggulan daerah yang didukung oleh kualitas SDM dan sumber sumber daya keunggulan lokal meliputi pengembangan pusat pasar Bali Timur, menjadikan RSUD Klungkung sebagai pusat rujukan Bali Timur dan pengembangan potensi sosial ekonomi Nusa Penida sebagai kaw asan Wisata terpadu. Klungkung yang Sejahtera diw ujudkan melalui peningkatan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan ekonomi serta daya saing daerah seluruh masyarakat Kabupaten Klungkung meliputi peningkatan pendapatan perkapita, penurunan angka kemiskinan, danpeningkatan IPM peningkatan derajat kesehatan, mutu pendidikan dan paritas daya beli. Dalam upaya pembangunan Klungkung kedepan, ditetapkan beberapa Misi yang diantaranya: 1. Penguatan dan peningkatan eksistensi adat budaya Bali. 2. Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Kabupaten Klungkung. 3. Peningkatan kesejahteraan sosial melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. 4. Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan dengan mengedepankan kosepsi kemitraan. 5. Terciptanya kepastian hukum agar terw ujud ketentraman dan ketertiban masyarakat. 6. Mew ujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip good coorporate governance . 7. Pengembangan jasa layanan kepada masyarakat yang lebih baik. 8. Mew ujudkan pembangunan daerah yang selaras dan seimbang. 9. Pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam pemanfaatannya yang berkelanjutan. 10. Penyediaan sarana dan prasarana w ilayah yang mengakomodir perkembangan w ilayah dan kebutuhan masyarakat. 11. Penguatan stabilitas politik dan keamanan di seluruh w ilayah Kabupaten Klungkung. Pada misi yang ketujuh 7, terkait pengembangan jasa layanan kepada masyarakat yang lebih baik, dapat ditujukan pada pelayanan penyediaan air bersih.Penyediaan air bersih dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum Air Minum PDAM Kabupaten Klungkung. Jumlah pelanggan air minum Kabupaten Klungkung terbanyak ada di Kecamatan Klungkung.Karena banyaknya jumlah penduduk dan merupakan pusat pemerintahan. Sedangkan pelanggan terendah terdapat di kecamatan Nusa Penida. 25 Sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah, Pemerintah Kabupaten Klungkung telah mempunyai kebijakan berkaitan dengan pengelolaan kaw asan mata air, antara lain sebagai berikut: a Mencegah dilakukan kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat mengganggu fungsi mata air terutama sebagai sumber air baku b Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar mata air c Radius pengamaan sekitar mata air dapat lebih kecil dari 200 meter hanya bagi banguan kegiatan terkait dengan dengan pengamanan dan pemanfaatan mata air secara terkendali, serta tidak mengganggu mata air. Pembangunan prasarana air bersih telah menjadi salah satu prioritas pengembangan sektoral Pemerintah kabupaten Klungkung, hal ini dapat dilihat dari kebijakan pengembangan sistem penyediaan air bersih sebagai berikut: a Kebijakan Pengembangan Sistem Prasarana Air Bersih di Wilayah Klungkung Daratan b Peningkatan pelayanan air bersih baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan mengadakan perluasan jaringan termasuk rehabilitasi jaringan yang sudah tidak sesuai lagi; c Sistem pelayanan Klungkung daratan memanfaatkan Mata Air Tohpati, Mata Air Bangbang, Mata Air Rendang, Mata Air Bajing, Sumur Bor Sema Agung dan Sumur Bor Pikat; 25 Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung, 2014, Klungkung Dalam Angka 2014, h. 198- 199 d Pengembangan estuary dam Tukad Unda untuk melayani memenuhi kebutuhan air di wilayah SARBAGITAKU Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung. e Kebijakan Pengembangan Sistem di Wilayah Klungkung Kepulauan f Pengembangan sistem prasarana air bersih di Nusa Penida jangka pendek, melalui:  Pengembangan teknologi cubang untuk w ilayah yang tidak terlayani sistem utama.  Evaluasi Catudaya g Optimalisasi layanan sistem utama yang meliputi:  Peningkatan pelayanan Mata Air Guyangan dan Mata Air Tabanan;  Peningkatan pelayanan Sistem penida h Pengembangan sistem prasarana air bersih di Nusa Penida jangka panjang, melalui:  Pengembangan sistem guyangan yang potensial untuk dijadikan sistem utama induk sedangkan sistem lainnya adalah merupakan sistem pendukung. Sistem pendukung dapat dihidupkan apabila ternyata terjadi peningkatan permintaan yang luar biasa dan terjadi penurunan debit Mata Air Guyangan, sehingga sistem induk tidak dapat menyokong sistem secara keseluruhan.  Pelayanan dari sistem Guyangan harus dipadukan dengan sistem yang telah ada sebelumnya dengan kata lain melakukan koneksi Sistem Guyangan dengan jaringan local. i Pengembangan Sistem Prasarana air bersih di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, melalui:  Pemanfaatan air tanah dengan pembuatan sumur bor gali dan pembuatan sistem penyediaan air bersih secara parsial meliputi, Jungut Batu Tukad Pangkung, Desa Lembongan sekitar kantor desa dan Pulau Ceningan;  Pengembangan dan membangun jaringan pipa dari Pulau Nusa Penida;  Penanganan dengan sistem jaringan osmosis atau destilasi;  Pengambilan air dengan Ponton.

BAB III ANALISIS DAN EVALUASI