Sistem Hukum Perbankan Kajian Pustaka

33 Kemungkinan Risiko dalam Laku Pandai bukan sesuatu yang tidak mungkin, hal tersebut agaknya sulit untuk dihindari apalagi lagi Laku Pandai yang memanfaatkan perkembangan Telekomunikasi dan Teknologi Informasi. Dalam kaitan ini, rupanya Peraturan ini telah mengantisipasi hal tersebut. Hal ini terlihat dalam dalam Bab VI Pasal 33 Peraturan Laku Pandai ini. Dalam ketentuannya, Bank wajib menerapkan prinsip- prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi e-banking pada sistem elektronik. Pengendalian pengamana data nasabah dan transaksi e-banking pada sistem elektronik mencakup kerahasiaan confidentiality, integritas integrity, ketersediaan availability, keaslian authentication, tidak dapat diingkari non repudiation, pengendalian otorisasi dalam sistem, database, dan aplikasi authorization of control, pemisahan tugas dan tanggung jawab segregation of duties dan pemeliharaan jejak audit maintenance of audit trails 24 . Selanjutnya mengenai Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi informasi Oleh Bank Umum diatur tersendiri oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 915PBI2007.

3. Sistem Hukum Perbankan

Sistem hukum menurut Sudikno Mertokusumo diibaratkan sebagai gambar mozaik, yaitu gambar yang dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil untuk kemudian dihubungkan kembali, sehingga tampak utuh seperti gambar semula. Masing- masing bagian tidak berdiri sendiri terlepas hubungannya dengan yang lainnya. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar kesatuan itu. Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik atau kontradiksi antar bagiannya. Kalau sampai terjadi konflik, maka akan 24 Lihat Penjelasan Pasal 33 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19 POJK.03 Tahun 2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif 34 diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu sendiri, sesuatu kebersisteman hukum sangat dibutuhkan, menurut Scholten suatu perintah penulis: dalam hukum yang bertentangan menghapus dirinya sendiri, suatu penataan yang melawan dirinya sendiri adalah kekacauan, setiap ketentuan undang-undang harus selalu ditafsirkan dalam hubungannya dengan ketentuan undang-undang yang lain. 25 Dengan sistem inilah peraturan perundang- undangan ditata sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pertentangan antara satu dengan lain, bahkan kelindan pengaturan yang sangat mungkin terjadi pada beberapa peraturan perundangan tidak berimplikasi pada timbulnya konflik pengaturan, serta dalam suatu penafsiran yang sama. Pada dasarnya dalam suatu sistem hukum, tata hukum yang ada merupakan suatu kesatuan yang unsur-unsur didalamnya saling melengkapi satu dengan yang lain, tidak dibiarkan berlarut-larut. 26 Bagaimana sistem hukum itu terbentuk tentunya didasarkan kejadian yang pernah menimpa industri perbankan, sehingga Bank Indonesia selaku Bank Sentral telah menetapkan suatu kebijakan di bidang perbankan yang lebih dikenanl dengan Arsitektur Perbankan Indonesia API 27 . Adapun tujuan dari penyusunan API adalah untuk: 1 Terciptanya struktur perbankan yang sehat, yang mampu mendorong pembangunan nasional secara berkesinambungan 2 Terbentuknya industri perbankan yang memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko 3 Terciptanya good corporate governance 4 Terbentuknya sistem pengaturan dan pengawasan perbankan yang efektif dan efisien 25 Paul Scholten, 1993, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, H. 61. 26 Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Ed.3 Liberty, Yogyakarta, hlm. 102- 103. 27 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Cet. Ke-3, Mandar Maju, Bandung, Oktober 2012. Hal. 56 35 5 Terwujudnya infrastruktur yang lengkap dan dapat mendukung efisiensi operasional sistem perbankan 6 Terwujudnya pemberdayaan dan perlindungan konsumen pengguna jasa perbankan 4. Hubungan hukum antara pihak principal dengan agen Dalam praktek kegiatan kegiatan bisnis, keagenan biasanya diartikan sebagai hubungan hukum antara pihak prinsipal dengan agen, dimana pihak prinsipal dengan agen memberi wewenang kepada agen untuk melakukan transaksi dengan pihak ketiga. Hubungan hukum antara prinspal dengan agen dapat berupa perwakilan, dimana agen bertindak untuk dan atas nama principal, meskipun terdapat juga unsur jual – beli karena principal memberi wewenang agen untuk mengimpor barang dari principal. Hubungan antara prinsipal dengan agen dapat berupa jual – beli biasa dimana agen bertindak untuk dirinya sendiri. Hasil penelitian Tim Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum Nasional menunjukkan barang dari principal dengan cara membeli atau dengan cara memperoleh kuasa untuk menjual. 28 Jika agen bertindak untuk dan atas nama principal tentunya agen bertanggung jawab terhadap segala transaksi dan perbuatan agen dalam batas wewenang yang diberikan seperti, kualitas produk, wanprestasi, dan perbuatan melawan hukum, sebaliknya jika agen bertindak untuk dirinya sendiri, maka principal tidak bertanggun jawab atas transaksi dan perbuatan yang dilakukan oleh agen. 29 Agency dalam sistem common law adalah suatu hubungan hukum dimana satu pihak agen bertindak untuk dan atas nama pihak lain, yaitu principal dan tunduk pada 28 Soharnoko, Hukum Perjanjian :Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakara, Juli 2012. H. 41 29 ibid 36 pengawasan prinsipal 30 . Hubungan hukum antara prinsipal yaitu Bank dan Agen tentu saja menimbulkan hak dan kewajiban, antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Yang satu mencerminkan adanya yang lain 31 . Contohnya mencerminkannya ialah Si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila perbuatan Si A itu ditunjukkan kepada orang tertentu, yaitu Si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditunjukkan kepada B itu, A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya kewajiban pada B itulah, A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan yang bisa diterapkan terhadap B, yaitu berupa tuntutan untuk melakukan kewajibannya itu. Meskipun keagenan di Indonesia bukan ataupun tidak identik dengan agency law dalam sistem common law, tetapi perjanjian keagenan dapat mengadung unsur perjannjian pemberi kuasa seperti yang diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata 32 . Kekuasaan untuk mewakili orang lain bukan hanya didapat dari suatu perjanjian tetapi juga Undang – undang. Soebekti menamakan pemberian kekuasaan ini pernjanjian penyuruhan, perjanjian penyuruhan adalah kekuasaan untuk mewakili orang lain yang berdasarkan suatu perjanjian, biasanya dianamakan “penguasaan‟ „volmacht’ 33 . Agen yang mendapat kuasa bertindak untuk dan atas nama prinsipal, tentu saja principal harus bertanggung jawab terhadap perbuatan agen yang merugikan orang lain 34 .

B. PEMBAHASAN

30 Ibid 31 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, cetakan ke VI, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2006, H.54 32 Op.cit H.42 33 Soebekti, Pokok – pokok hukum perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, H.168 34 Op.cit.