37 Gambar
dibawah menjelaskan
kenaikan lengas
nisbi sehubungan dengan
kenaikan dan
penurunan suhu,
serta kemampuan tampung uap yang luas, sedang, dan rendah.
Gambar 7Kelengasan Nisbi Untuk mengukur kelengasan relatif digunkan rumus berikut.
Keterangan : R
H
= Kelengasan relatif e = Jumlah uap air yang secara nyata terkandung dalam
udara sebagai hasil pengukuran grm3, atau tekanan uap yang ada hasil pengukuran mb atau mm Hg atau atm.
E = Kapasitas maksimal yang mampu dikandung massa udara grm3, atau kapasitas tekanan uap maksimal pada suhu yang sama mb atau
mm Hg atau atm.
7. Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan atau kristal es, yang jatuh hingga permukaan bumi. Alat yang digunakan untuk mengukur curah
hujan adalah ombrometer. Curah hujan dihitung dalam 24 jam sehingga akan ditemukan curah hujan harian, bulanan, dan tahunan. Cara
mengukur curah hujan dalam sehari adalah dengan menghitung
38 banyaknya air hujan yang tertampung dalam gelas ukur mm pada
ombrometer. Berdasarkan proses terjadinya, hujan dibedakan menjadi:
a. Hujan orografis hujan naik pegunungan, hujan yang terjadi karena udara bergerak naik pegunungan dan hujan terjadi di daerah
pegunungan. b. Hujan konveksi hujan zenithal, hujan yang terjadi karena
udara panas dari permukaan bumi naik ke atas dan menjadi dingin, karena suhu rendah terjadi kondensasi membentuk awan dan
jatuh menjadi hujan konveksi. Hujan ini umumnya cukup lebat. c. Hujan frontal, hujan yang terjadi di daerah front, karena
bertemunya massa udara panas dan massa udara dingin front: bidang batas dua massa udara yang saling bertumbukan. Hujan
ini biasanya terjadi di daerah iklim sedang dan biasanya tidak lebat. d. Hujan muson musim, terjadi karena bertiupnya angin muson. Di
Indonesia hujan muson terjadi pada bulan Oktober sampai April pada saat berembus angin muson barat yang datang dari Benua Asia
menuju Australia melalui Indonesia.
8. Klasifikasi Iklim
Banyak ahli ilmu cuaca dan iklim yang mencoba membuat klasifikasi iklim dengan berbagai dasar dan keperluan. Tiga orang di antara para
ahli tersebut adalah Wladimir Koppen, Schmidt- Ferguson, dan Junghuhn.
1. Iklim Matahari
Sistem penggolongan
iklim Matahari
didasarkan atas
gerakan semu tahunan Matahari antara lintang 23½°LU –23½°LS.
Daerah daerah yang terletak di antara garis lintang tersebut menerima intensitas penyinaran Matahari yang maksimal, sehingga
rata-rata suhu udara harian dan tahunannya tinggi. Adapun wilayah- wilayah lainnya mendapat penyinaran Matahari secara bervariasi.
Oleh karena itu, dalam sistem klasifikasi iklim Matahari, posisi lintang suatu tempat sangat menentukan tipe iklimnya.
39 Gambar 8 Skema Pembagian Iklim Matahari
Daerah iklim Matahari terbagi atas: a. iklim tropis panas, antara 23,5°LU
–23,5°LS; b. iklim subtropis daerah transisi, antara 23,5°LU
–40°LU dan 23,5°LS– 40°LS;
c. iklim sedang, antara 40°LU –66,5°LU dan 40°LS–66,5°LS;
d. iklim dingin kutub, antara 66,5°LU –90°LU dan 66,5°LU–90°LU.
2. Iklim Koppen