Biodegradasi limbah minyak berat (heavy oil waste / how) dengan teknik bioslurry menggunakan Salipiger sp. my7 dan Bacillus altitudinis my12

(1)

(HEAVY OIL WASTE / HOW) DENGAN TEKNIK BIOSLURRY

MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12

HUSNILEILI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan

Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Husnileili NRP P052080011


(3)

Husnileili. Biodegradation of Heavy Oil Waste with Bioslurry Technique Using

Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Supervised by Mohamad Yani and Suprihatin.

Bioremediation is the application of biological treatment to clean up of hazardous chemicals, included petroleum hydrocarbon such as heavy oil waste by using microorganisms. The final design must provide the controls to manipulate the environment for enhancing biodegradation of the target compounds. One of bioremediation techniques is bioslurry which has some advantages to degrade heavy oil waste. The experiment was conducted at laboratory scale and then continued to scale up phase using bacteria Salipiger sp. MY 7 and Bacillus altitudinis MY 12. Process of biodegradation was observed in 14 days for lab scale and 28 days for scale up. In lab scale, the best combination for bioslurry was using 15% TPH and 10% solid which has 80,16% of TPH degradation. The availability of microorganisms in bioslurry bioreactor was 4,1x107 -1,6x109 CFU/ml. Acidity (pH) of the slurry was in range of 6 – 7 which is normal condition for microorganisms to grow well, and with temperature in range of 31 – 34oC. The decreasing in TPH during the scale up phase (28 days) was from 18,82% to 11,93%. Biodegradation rate can achieved at 44,57 mg/L TPH/day at first week, and 37,57 mg/L/day at second week. Acidity (pH) was 7-9 and temperature was 28oC-30oC which is normal condition for microorganisms for doing biodegradation of heavy oil waste.

Keywords: bioremediation, bioslurry, biodegradation, heavy oil waste, Salipiger,


(4)

Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis

MY12. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan SUPRIHATIN.

Meningkatnya produksi minyak bumi menyebabkan semakin banyak limbah minyak bumi yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.

Heavy Oil Waste (HOW) adalah jenis limbah minyak bumi yang sulit untuk didegradasi. Heavy oil yaitu salah satu jenis minyak mentah yang mempunyai viskositas yang tinggi dan mempunyai komposisi molekular yang lebih berat. Karakteristik yang umum adalah grafitasi spesifik yang tinggi, rendah rasio hidrogen dan karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal, sulphur dan nitrogen yang tinggi. Proses refining yang khusus diperlukan untuk memproduksi fraksi yang lebih bermanfaat seperti: naphthalen, kerosene, dan gas oil.

Bioremediasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah minyak bumi secara biologis yang terus dikembangkan karena bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien. Secara umum bioremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi konsentrasi limbah dengan mengandalkan peranan mikroorganisme untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar. Diantara teknik bioremediasi yang digunakan adalah bioslurry. Bioslurry memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah lebih mudah dalam mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah, dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996). Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan (hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju proses biodegradasi Total Petroleum Hydrokarbon (TPH) dari Heavy Oil Waste (HOW) dengan teknik bioslurry pada berbagai konsentrasi HOW dan padatan, pada skala laboratorium dengan reaktor 500 ml dan dilanjutkan pada skala yang lebih besar 32 L untuk perlakukan terbaik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam pengolahan limbah minyak bumi yang lebih baik khususnya limbah heavy oil

bagi dunia industri perminyakan dan lahan/perairan tercemar minyak secara umum dan memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan.

O.

Penelitian skala laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan Erlenmeyer 500 ml (volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker dengan kecepatan agitasi 180 rpm dan suhu ruang (28 – 32 oC) selama 14 hari. Penelitian skala laboratorium dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam proses degradasi heavy oil waste.


(5)

Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium diaplikasikan pada penelitian skala 32 L pada 3 buah reaktor, yaitu reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), reaktor 2 dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan dilakukan selama 28 hari dengan pengamatan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Parameter yang diuji adalah TPH, pengujian mikroorganisme (TPC), pH, dan suhu.

selama 28 hari.

Tingkat degradasi TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) merupakan salah satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste. Dari pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan Respon Permukaan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0 memberikan hasil belum tercapai titik optimum bagi degradasi heavy oil waste dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi memerlukan waktu yang lebih lama, ketersediaan nutrisi dan perbandingan CNP yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon.

Pada penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10% padatan. Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara 4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 % padatan, memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108

Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor yang mempengaruhi tersebut adalah pH. Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH normal.

CFU/ml.

Degradasi hidrokarbon terbaik pada skala laboatorium sebesar 80,16 % pada tingkat cemaran 15 % dan padatan 10 % , diterapkan pada penelitian skala 32 L selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari. Selama 28 hari proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 terhadap heavy oil waste, diperoleh penurunan TPH sebesar 36,61 % untuk perlakuan dengan penambahan bakteri. Sedangkan tanpa penambahan bakteri (kontrol) penurunan TPH terjadi sebesar 13,50 %. Laju degradasi tertinggi dicapai pada minggu pertama dan kedua, yaitu : 44,57 mg/L/hari dan 37,57 mg/L/hari. Sedangkan nilai pH, pada perlakuan dengan penambahan bakteri, berkisar 7-9 sedangkan tanpa penambahan bakteri pH berkisar 7-8. Kisaran pH ini adalah kisaran pH netral yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Suhu pada proses biodegradasi berkisar antara 28 – 30oC. Suhu optimum utnuk pertumbuhan bakteri dan proses biodegradasi berkisar 30 – 40o

Kata kunci : Bioremediasi, bioslurry, heavy oil waste, Salipiger, Bacillus altitudinis


(6)

menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12

HUSNILEILI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Nama : Husnileili

NRP : P052080011

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Mohamad Yani, M.Eng

Ketua Anggota Prof.Dr.–Ing.Ir.Suprihatin

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(10)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Prof. Dr.-Ing Ir. Suprihatin selaku komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan serta motivasi yang selalu diberikan selama proses penelitian dan hingga selesainya penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL – IPB), Prof. Tridoyo Kusumastanto, atas dukungan yang diberikan selama studi, serta yang telah membiayai pendidikan ini melalui Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Mama dan Papa yang tercinta Drs. H. Yusran Khatib, MPd Dt Batuah dan Hj. Yuniarti; yang terkasih Moj Drogi Mietku , yang dengan sepenuh cinta dan kasih setiap saat tanpa bosan selalu memberikan dukungan semangat, moril dan materil, ide dan pemikiran kepada penulis, anak-anakku tersayang Muhammad Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan atas pengertian dan pengorbanannya selama penulis menjalani studi hingga selesainya penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT melimpahkan balasan yang tak terhingga dan mencatatnya sebagai amal perbuatan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran untuk perbaikan sehingga menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan berbagai pihak.

Bogor, Juni 2011


(11)

Drs. H. Yusran Khatib, M.Pd, Dt. Batuah dan Hj. Yuniarti. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis dikaruniai dua orang putra yaitu Muhammad Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan.

Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD PPSP IKIP Padang, dan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP PPSP IKIP Padang pada tahun 1983. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA PPSP IKIP Padang dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Tahun 1991 penulis berhasil menamatkan pendidikan Strata- 1.

Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S-2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1997 hingga saat ini penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Institut Pertanian Bogor.


(12)

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Perumusan Masalah ... 5

1.5. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Heavy Oil ... 7

2.2. Bioremediasi ... 7

2.3. Degradasi Minyak bumi Heavy Oil ... 10

2.4. Slurry Bioreaktor ... 15

2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Bahan dan Alat ... 20

3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.3. Pengamatan ... 25

3.4. Rancangan Percobaan ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Karakterisasi Tanah tercemar HOW ... 27

4.2. Persiapan Starter Bakteri Yang Digunakan ... 27

4.3. Penelitian Skala Laboratorium ... 30

4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi hidrokarbon ... 31

4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Pertumbuhan Populasi bakteri ... 33


(13)

4.4. Penelitian Skala 32 Liter ... 35

4.4.1. Degradasi Hidrokarbon ... 36

4.4.2. Pertumbuhan Populasi Mikroba ... 38

4.4.3. Perubahan pH ... 40

4.4.4. Perubahan Temperatur ... 41

4.5. Skala Laboratorium vs Skala 32 L ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 44


(14)

Halaman

1 Keuntungan dan Kerugian Bioremediasi ... 8

2 Klasifikasi Senyawa Hidrokarbon ... 15

3 Beberapa Hasil Penelitian Bioremediasi dengan Teknik Bioslurry ... 16

4 Kelompok Mikroorganisma Pendegradasi Senyawa Hidrokarbon ... 18

5 Parmeter Pengamatan ... 25

6 Kisaran dan Taraf Peubah Uji ... 25

7 Matriks Satuan Percobaan pada Optimasi Bioremediadi dalam Rancangan Komposit Fraksional ... 26

8 Hasil Analisis Kandungan Polyaromaric Hydrocarbon pada Sampel ... 28 9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi perlakuan (+1/- 1) 32


(15)

Halaman

1 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2 Hubungan Kurva Pertumbuhan Bakteri dengan Total Hidrokarbon ... 19

3 Bagan Alir penelitian skala Laboratorium ... 22

4 Bagan Alir Penelitian skala 32 Liter ... 23

5 Slurry bioreaktor 500 ml ... 24

6 Slurry Bioreaktor 32 Liter ... 24

7 Penyegaran Isolat Bakteri Salipiger sp. MY7dan Bacillus altitudinis MY12 ... 29

8 Propagasi dan Adaptasi Bakteri Salipiger sp. MY7dan Bacillus altitudinis MY12 29 9 Grafik Pertumbuhan Bakteri Salipiger sp. MY 7 dan Bacillus altitudinis MY12 .... 30

10 Permukaan Respon Degradasi TPH ... 31

11 Persentase degradasi TPH dalam proses biodegradsi HOW skala laboratorium ... 32

12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene ... 33

13 Pertumbuhan mikroba pada kombinasi persen padatan dan tingkat cemaran……... 34

14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW………. 36

15 Laju degradasi HOW ... 36

16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW………... 39

17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW……….. 40


(16)

Halaman

1 Peremajaan Bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis MY12 ... 47

2 Prosedur Pengukuran TPH dengan Gravimetri ... 48

3 Prosedur Perhitungan Kuantitas Mikroba (Total Plate Count) ... 49

4 Prosedur Pengukuran pH ... 50

5 Prosedur Pengukuran Suhu ... 50


(17)

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh manusia seperti pada kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Penanganan dan pengolahan limbah secara tidak tepat merupakan sebab utama terjadinya pencemaran lingkungan. Keberadaan polutan organik pada lingkungan akan menekan pertumbuhan organisme makro maupun mikro, hal ini disebabkan karena bahan pencemar organik bersangkutan dapat bersifat toksik, mutagenik, teratogenik atau karsinogenik.

Salah satu beban pencemaran yang menjadi masalah besar terhadap keseimbangan lingkungan adalah limbah yang disebabkan oleh minyak bumi dan limbah lain yang juga merupakan turunan dari minyak bumi, baik yang berasal dari dan selama proses produksi, transportasi maupun akibat ceceran dan tumpahan minyak. Peningkatan produksi minyak bumi guna mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang kian bertambah, memicu laju aktivitas perminyakan. Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.

Meningkatnya kegiatan produksi minyak bumi menyebabkan semakin banyak limbah yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu jenis minyak bumi yang sulit untuk didegradasi adalah apa yang disebut dengan heavy oil. Heavy oil yaitu salah satu jenis minyak mentah yang sangat dan tidak mudah mengalir serta mempunyai viskositas yang tinggi. Karakteristik umum limbah minyak berat (heavy oil waste

/ HOW) adalah densitas (specific gravity) yang tinggi, rendah rasio hidrogen dan karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal, sulphur and nitrogen yang tinggi.


(18)

Proses refining yang khusus diperlukan untuk memproduksi fraksi yang lebih bermanfaat seperti: naphtha, kerosene, gas dan minyak.

Usaha untuk mengatasi masalah pencemaran oleh limbah minyak bumi terus dilakukan dan dikembangkan. Metode pengolahan yang umum dilakukan adalah metode fisika, kimia dan biologi. Seringkali ketiga metode tersebut diaplikasikan secara bersama dan berkesinambungan untuk memperoleh hasil pengolahan yang optimal. Salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang saat ini terus dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien serta ekonomis (Udiharto, 1996).

Bioremediasi secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi konsentrasi limbah dengan mengandalkan pada peranan mikroorganisme untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik.

Bioremediasi mempunyai aplikasi yang sangat luas yang seringkali tidak dapat dilakukan oleh metoda fisika ataupun kimia. Landfarming dan slurry bioreaktor merupakan salah satu teknologi bioremediasi yang terus dikembangkan hingga saat ini. Slurry bioreaktor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bioremediasi secara landfarming, diantaranya adalah lebih mudah dalam mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah, dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996)

Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan (hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik bioremediasi yang mampu menanggulangi limbah minyak bumi secara efektif dan efisien.


(19)

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji laju proses biodegradasi TPH dari Heavy Oil Waste (HOW) dengan teknik bioslurry pada berbagai konsentrasi HOW dan persen padatan menggunakan isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan

Bacillus altitudinis MY12 ; dan (2) Menerapkan perlakuan terbaik dari skala laboratorium (500 ml) ke skala yang lebih besar (32 L).

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dapat memberikan alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak yang lebih efektif dan efisien khususnya bagi dunia industri perminyakan dan bagi pengelolaan lahan dan perairan tercemar minyak secara umum; (2) Memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan dengan metode bioremediasi limbah heavy oil ; (3) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang bioremediasi limbah heavy oil; dan (4) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang mikrobiologi lingkungan.

1.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran untuk memecahkan permasalahan pencemaran akibat limbah heavy oil dengan metode bioremediasi digambarkan pada Gambar 1. Limbah heavy oil akibat kegiatan produksi minyak bumi akan mencemari tanah di sekitar lokasi industri. Metode bioremediasi dengan menggunakan teknik bioslurry sebagai alternatif pengelolaan limbah heavy oil pada fase slurry diharapkan dapat mendegradasi hidrokarbon pada limbah heavy oil dengan baik, efektif dan efisien sehingga dapat menekan terjadinya pencemaran akibat limbah


(20)

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian

HOW sulit terdegradasi karena mengandung PAH yang bersifat rekalsitran. Polutan yang bersifat rekalsitran merupakan tantangan khusus bagi pengolahan air limbah. Dalam banyak kasus air limbah seperti yang demikian bahkan tidak bisa diolah secara biologis. Hal ini terutama karena efek toksik polutan tertentu terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu, untuk proses degradasi secara biologis diperlukan keterlibatan beberapa mikroorganisme "ahli". Mikroorganisme

Limbah

Tanah tercemar

Heavy Oil Waste

Pertambangan minyak bumi

Pengolahan HOW dengan Bioremediasi (Landfarming)

Pengembangan teknik Bioremediasi

Penggunaan bioslurry dengan mengkombinasikan tingkat cemaran dan persen

padatan

Teknik pengolahan HOW yang lebih baik (Teknik Bioslurry) Biodegradasi tidak maksimal


(21)

"spesialis" ini umumnya memerlukan waktu regenerasi yang sangat lama, sehingga tujuan teknologi adalah berjuang untuk mempertahankan jumlah dari "spesialis" dalam sistem reaktor yang cocok, dan peningkatan konsentrasi dari "spesialis" dalam sistem..

1.4. Perumusan Masalah

Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebutuhan akan penggunaan produk-produk minyak bumi pun semakin meningkat. Hal ini selain memberikan dampak positif juga diperoleh dampak negatif, salah satu dampak negatif yang dihasilkan adalah terbentuknya limbah heavy oil (Heavy Oil Waste/HOW) yang dapat mencemari lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penanggulangan heavy oil waste untuk meminimalkan dampak pencemaran yang terjadi terhadap lingkungan. Alternatif penanggulangannya adalah dengan menggunakan teknik bioremediasi. Metode ini merupakan upaya penanganan limbah yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Seberapa efektif bioremediasi dengan teknik bioslurry dalam merombak hidrokarbon dari heavy oil waste merupakan permasalahan yang perlu diketahui dan dikembangkan.

HOW mengandung PAH yang cukup tinggi sehingga sulit didegradasi dengan teknik landfarming, dengan demikian perlu alternatif lain dengan teknik bioslurry menggunakan bakteri yang mampu untuk mendegradasi PAH.

Charlena (2010) menguji kemampuan beberapa bakteri yang diisolasi dari tanah terkontaminasi HOW dalam mendegradasi HOW yang dilakukan pada skala laboratorium (reaktor 250 ml). Dari beberapa bakteri yang mempunyai kemampuan dalam mendegradasi HOW diperoleh dua isolat bakteri yang mempunyai kemampuan terbaik dalam mendegradasi HOW yaitu Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian pada skala yang lebih besar dalam menguji kemampuan dua bakteri terbaik tersebut dalam mendegradasi HOW.


(22)

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah:

1. Heavy Oil Waste (HOW) dapat didegradasi oleh Salipiger sp. MY7 dan

Bacillus altitudinis MY12 yang dapat dikembangkan sebagai agen biologi dalam proses bioremediasi dengan menggunakan teknik bioslurry dan laju biodegradasi HOW dipengaruhi oleh tingkat padatan dan konsentrasi TPH. 2. Hasil terbaik skala laboratorium dapat diterapkan pada bioreaktor dengan


(23)

2.1. Heavy Oil

Minyak bumi merupakan suatu senyawa organik yang berasal dari sisa sisa organisme tumbuhan dan hewan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun. Umumnya minyak bumi berupa cairan dan gas yang tepat disebut sebagai minyak mentah dan gas alam. Pada tingkatan yang lebih rendah, minyak bumi berwujud endapan pada ter, pasir dan serpihan (Fitriana, 1999).

Beberapa komponen yang menyusun minyak bumi diketahui bersifat racun terhadap mahluk hidup, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anastesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan bila terdapat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 1999). Minyak bumi dan produknya sangat kompleks karena terdiri dari campuran bermacam-macam senyawa yang terdiri dari ribuan senyawa tunggal sehingga menyebabkan sifat fisiknya berbeda-beda. Minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon (sekitar 50 - 98% dari total komposisinya) dan senyawa non hidrokarbon (yaitu sulfur, nitrogen, oksigen dan berbagai macam logam berat) dalam berbagai susunan kombinasi. Senyawa hidrokarbon minyak bumi merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon cair, gas yang terlarut, dan hidrokarbon padat. Senyawa ini tersusun dari beberapa golongan yaitu senyawa alkana (parafinik), sikloalkana (naftenik), aromatik, dan olifinik sebesar 19% dan sisanya resins sebesar 2% (Meyer dan Colwell, 1990).

2.2. Bioremediasi

Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar. Kemampuan perombakan tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid microbial yang mengandung gen-gen penyandi berbagai enzim perombak polutan (Sudrajat, 1996). Menurut Citroreksoko (1996), proses bioremediasi didasari bahan organik di biosfer yang dilakukan oleh bakteri dan jamur heterotropik. Mikroorganisme


(24)

ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami (misalnya hidrokarbon minyak bumi) sebagai sumber karbon dan energi. Proses dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon dioksida, metan,air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana dibanding dengan senyawa awalnya.

Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Gunalan,1996).

Wisnjnuprapto (1996) menjelaskan bahwa dua keuntungan utama teknologi bioremediasi adalah biaya investasi yang rendah dan kemampuannya untuk melaksanakan tugas di lapangan. Namun dalam memilih teknologi bioremediasi tetaplah harus dipertimbangkan faktor kerugiannya. Tabel 1 menampilkan keuntungan dan kerugian aplikasi bioremediasi.

Tabel 1 Keuntungan dan kerugian bioremediasi

Keuntungan Kerugian

♦Dapat dilaksanakan di lokasi ♦Penyisihan buangannya permanen ♦Sistem biologi adalah sistem yang

murah

♦Masyarakat dapat menerima dengan baik

♦ Menghapus resiko jangka panjang ♦ Perusakan lokasi minimum

♦ Menghapus biaya transportasi dan kendalanya

♦Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain

♦Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi

♦Membutuhkan pemantauan yang ekstensif

♦Membutuhkan lokasi tertentu ♦ Pengotornya bersifat toksik ♦ Padat ilmiah

♦Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal

♦ Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah dalam beberapa kasus pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk mendegradasi polutan. Adaptasi ini ditandai dengan peningkatan laju biodegradasi polutan oleh


(25)

mikroorganisme, tetapi laju bioremediasi alamiah ini tidak cukup untuk melindungi lingkungan dari tingkat pencemaran yang lebih serius, oleh karena itu diperlukan proses bioremediasi yang melibatkan peran serta manusia dan kemajuan teknologi terutama bidang bioteknologi (Bollag dan Bollag, 1992).

Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat dilakukan secara in situ, ex situ ataupun kombinasinya. Bioremediasi in situ

disebut juga dengan intrinsic bioremediation atau natural attenuatio, pada prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya mengandalkan kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan tercemar limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga dengan

aboveground treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan cara memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa perlakuan. Pemilihan konsep perancangan bioremediasi ditentukan oleh lokasi kontaminan, kondisi hidrogeologi setempat dan kendala-kendala lokasi.

Terdapat dua metode untuk meningkatkan kecepatan biodegradasi dalam bioremediasi yaitu dengan menambahkan nutrien untuk menstimulasi mikroorganisme indigenous (biostimulasi) dan penambahan mikroorganisme

eksogenous (bioaugmentasi) (Walter, 1997). Walaupun mikroorganisme

indigenous tersebar luas di alam, bioaugmentasi tetap dipertimbangkan sebagai strategi potensial dalam proses bioremediasi. Alasan rasional penambahan mikroorganisme eksogenous ialah populasi mikroorganisme indigenous tidak mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek seperti hidrokarbon. Bioaugmentasi dilakukan dengan panambahan mikroorganisme yang telah diketahui dapat mendegradasi kontaminan.

Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996) serta Boopathy (2000) menggolongkan perlakuan teknologi bioremediasi menjadi:

a. Bioaugmentasi

Merupakan perlakuan penambahan bakteri terhadap medium yang terkontaminasi, sering digunakan dalam bioreaktor dan sistem ex situ


(26)

b. Biofilter

Merupakan perlakuan penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan terhadap emisi udara

c. Biostimulasi

Merupakan perlakuan stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/atau air tanah; dilakukan secara in situ atau ex situ

d. Bioreaktor

Merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)

e. Bioventing

Merupakan perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap melalui tanah untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba

f. Pengomposan

Merupakan perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan terkontaminasi dicampur dengan pereaksi yang jumlahnya besar.

g. Landfarming

Merupakan sistem perlakuan fase padat untuk tanah terkontaminasi, dilakukan secara in situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah.

2.3. Biodegradasi Minyak Bumi Heavy Oil

Atlas (1981) menyatakan bahwa degradasi hidrokarbon oleh populasi mikroorganisme merupakan mekanisme utama dalam penanganan minyak mentah. Biodegradasi minyak mentah pada proses alami sangat komplek. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada komposisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan.

Komponen minyak bumi jenis heavy oil yang sebagian besar tersusun atas hidrokarbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroorganisme terlihat dengan adanya penambahan populasi mikroorganisme. Kemampuan degradasi hidrokarbon


(27)

minyak bumi oleh mikroorganisme tergantung dari kemampuan adaptasi mikroorganisme tersebut terhadap lingkungannya. Rosenberg dan Ron (1996) mengemukakan bahwa degradasi hidrokarbon minyak bumi terjadi bila mikroorganisme menempel di permukaan butiran-butiran minyak karena enzim oksigenase yang dibutuhkan untuk memecah rantai karbon yang sifatnya terikat pada membran sel.

Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal, sulphur and nitrogen. Hidrokarbon jenuh memiliki komponen terbesar (79%) sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan sisanya resin sebesar 2%. Minyak bumi juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzene, toluene, etilbenzena, xilena, dan C3-benzena.

Udiharto (1996) menyatakan bahwa minyak bumi terdiri atas komponen minyak dan bahan aditif. Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana atau n-parafin, isoalkana atau isoparafin, sikloalkana atau naftalena, olefin dan campuran aromat dan olefin.

Beberapa senyawa polutan hasil pembakaran minyak bumi adalah hidrokarbon, oksida nitrogen, partikulat, benzene, dan karbon monoksida. Hidrokarbon minyak bumi sebagian besar berupa n-alkana sederhana tidak bercabang, dengan kandungan senyawa poliaromatik kurang dari empat persen.

N-alkana dengan jumlah atom karbon 6-12 bisa melarutkan fosfolipida yang menyusun membran sel mikroorganisme, walaupun demikian beberapa mikroorganisme tertentu diketahui dapat memetabolisme senyawa-senyawa toksik tersebut (Johnson, 2000)

Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana, proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang menghasilkan alkan-l-o1, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim dehydrogenase


(28)

dan menghasilkan asam lemak. Jika sistem oksidasi mikroorganisme pengurai hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini akan diurai sempurna menjadi energi, H2O dan CO2 melalui proses β-oksidasi (Godfrey, 1986).

Faktor-faktor yang mendukung proses bioremediasi minyak adalah faktor fisik-kimia dan faktor biologi. Faktor fisik-kimia adalah komposisi kimia minyak, kondisi fisik minyak, konsentrasi minyak, suhu, oksigen, nutrisi, salinitas, tekanan, air aktivitas, dan pH, sedangkan faktor biologi adalah kemampuan mikroorganisme itu sendiri.

Menurut Cookson (1995), faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi adalah :

a. Tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar

Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik (Leahy dan Colwell, 1990). Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).

b. Temperatur

Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah, viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi. Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40 oC. Di atas temperatur ini, aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).


(29)

c. Nutrien

Hidrokarbon merupakan sumber karbon dan energi yang bagus untuk mikroorganisme. Hidrokarbon ini merupakan makanan yang tidak sempurna karena hidrokarbon tidak berisi konsentrasi nutrien lain yang cukup besar (seperti nitrogen dan fosfor) untuk pertumbuhan mikroorganisme (Prince et al., 2002). Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan berkurang secara cepatnya nutrien anorganik (Margesin et al., 1999) yang akan membatasi tingkat biodegradasi, sehingga biostimulasi dapat digunakan untuk memaksimalkan proses bioremediasi (Trinidade et al., 2002).

d. pH

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

e. Oksigen

Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan Colwell, 1990).

Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air


(30)

sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme dapat berlangsung lebih cepat.

f. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Kandungan air tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air, mikroorganisme tidak dapat hidup dalam limbah minyak.

Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air. Selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah (Fletcher, 1991).

Bersihnya proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme menyebabkan proses bioremediasi daerah yang tercemar minyak bumi menjadi sangat menarik sebagai pelengkap dari metoda fisik dan kimia. Penerapan bioremediasi ini pertama kali dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di daerah Alaska, Amerika akibat karamnya kapal Exxon Valdez pada bulan Maret 1989. Pada saat itu, proses remediasi tidak menggunakan mikroorganisme pengurai hidrokarbon, tetapi menggunakan nutrien (sumber nitrogen dan fosfor) untuk merangsang mikroorganisme pengurai hidrokarbon yang ada secara alami untuk melakukan proses penguraian lebih cepat walaupun metoda ini menunjukkan hasil yang baik dan mikroorganisme pengurai hidrokarbon secara alami mungkin ada di daerah yang tercemar, namun proses remediasi sebaiknya tidak hanya bergantung pada mikroorganisme yang tersedia secara alami. Penambahan mikroorganisme pengurai hidrokarbon dan penambahan nutrien atau bahan kimia lain yang dapat mengoptimalkan kondisi kimia lingkungan akan mempercepat proses remediasi (Shaheen, 1992).


(31)

Senyawa hidrokarbon minyak bumi berdasarkan kerentanannya agar dapat didegradasi secara biologis dapat diklasifikasikan seperti dalam Tabel 5.

Tabel 2. Klasifikasi senyawa hidrokarbon

Kerentanan Hidrokarbon

Sangat rentan Kerentanan tinggi

Agak rentan

Sangat resisten

Resisten tinggi

n dan iso-alkana

1-,2-,5- dan 6- cincin sikloalkana, 1- cincin aromatik, dan senyawa aromatik bersulfur

3- dan 4- cincin sikloalkana, 2- dan 3- cincin aromatik

Tetra aromatik, stearin, triterpen dan senyawa aromatik yang mengandung napten

Penta aromatik, aspal dan resin Sumber: Blackburn dan Hafker (1993)

2.4. Slurry Bioreaktor

Bioreaktor merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry) (Bacher dan Herson, 1994 dalam Citroreksoko, 1996). Teknik bioremediasi dengan menggunakan bioreaktor merupakan pengembangan bioremediasi secara ex situ.

Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji (1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik. Keuntungan proses bioremediasi dengan menggunakan slurry bioreaktor adalah mempercepat proses transfer massa antara fase padat dan cair; kontrol lingkungan seperti nutrisi, pH, dan suhu dapat berlangsung dengan baik; mudah dalam


(32)

memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor; dan berpotensial dalam mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme pengganggu (Banerji, 1996).

Bioslurry merupakan proses yang potensial untuk perlakuan tanah yang sulit didegradasi, khususnya kontaminan dengan kandungan heavy oil, PAHs, pestisida dan khloropenol yang tinggi. Pencampuran yang seksama dalam fase slurry akan berpotensi untuk berhasil. Perlakuan dengan bioslurry membutuhkan pencampuran yang seksama dan agitasi. Agitasi tidak hanya untuk menghomogenkan slurry tapi juga meningkatkan pemecahan partikel padat, (desorption) penyerapan limbah dari partikel padat, kontak antara limbah organik dan mikroorganisme, oksigenasi slurry dengan aerasi, dan penguapan bahan kontaminan (LaGrega et al., 2001).

Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry Jenis Limbah Lama proses biodegradasi Bakteri yang digunakan

Hasil Skala penelitian

Referensi Bahan

peledak

53 hari - 99% 400 galon Craig et

al., 1995

TPH 45 hari Pengayaan kultur

mikroba

70% 120 ml

volume kerja 45 ml

Yerushal mi et al.,

2003

PAH 14 hari - 96% Skala pilot US EPA,

2003

PAH 4 hari a Triton N-101

surfactant solution

30% - Brown et

al., 1999

Minyak Diesel

4 hari Pseudomonas

pseudomallei dan

Enterobacter agglomerans

85% Skala lab Eris, 2006

Minyak Diesel

20 hari Pseudomonas pseudomallei dan

Enterobacter agglomerans

91% Skala 16

liter volume kerja 8 liter


(33)

….lanjutan Tabel 3 PAH

(Phenanthr ene)

7 hari Sphingomonas sp. 99,4 % 250 ml

volume kerja 100 ml

Chen et al., 2008

Weathered oily sludge waste

15 hari Genera Bacillus, Pseudomonas dan

Serratia

30% 500 ml Machin

Ramirez

et al.,

2008

2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon

Dalam kegiatan biodegradasi diperlukan adanya aktivitas biologi. Mikroba merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi heavy oil. Telah lama diketahui bahwa beberapa mikroorganisme mampu mendegradasi minyak bumi. Selama kegiatan degradasi tersebut, mikroorganisme akan memanfaatkan karbon dari minyak bumi sebagai sumber energinya.

Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan di berbagai tempat yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah hidrokarbon. Jenis mikroorganisme yang mendominasi pada lingkungan tersebut terdiri atas beberapa genera, yaitu Alcaligenes, Arthrobacter, Acenitobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas dan lain-lain (Cookson, 1995). Genera Aspergillus dan Penicillium berhasil diisolasi dari laut dan tanah dan ternyata dapat berperan dalam mendegradasi hidrokarbon.

Atlas dan Bartha (1973) mengemukakan bahwa ada 22 genera bakteri yang dapat menguraikan hidrokarbon minyak mentah, yang mana bakteri tersebut dapat diisolasi dari lingkungan minyak bumi. Bakteri tersebut yaitu dari genera

Pseudomonas, Arthrobacter, Corynobacterium, Mycobacterium dan

Mavobacterium (Wong et al., 1997). Mikroorganisme tersebut menggunakan hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber energi dan sumber karbon.

Eksplorasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat diperoleh dari beberapa sumber potensial, seperti: ekosistem tanah, tanah gambut, sludge/lumpur

aktif, septic tank, pupuk/kotoran hewan, dan sebagainya. Jenis bakteri lokal

(indigenous bacteria) dianalisis dari sampel limbah cair di salah satu perusahaan minyak bumi telah dapat diisolasi dan diidentifikasi terhadap mikroorganisme


(34)

yang dominan. Dari 10 jenis mikroorganisme dominan tersebut adalah

Enterobacter agglomerans, Bacillus sp., Clostridium sp., Arthrobacter sp., Shigella sp., Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan Citrobacter freundi. Selain itu dapat diidentifikasi pula beberapa bakteri Coliform (E. coli)

dan Salmonela, namun tidak dilakukan identifikasi lanjut. Bakteri yang dapat mendegradasi minyak bumi antara lain Aeromonas hydrophyla, Arthrobacter,Bacillus sp. dan Pseudomonas aeruginosa (Anonim, 2002).

Eksplorasi mikroorganisme dari berbagai jenis kotoran atau pupuk kandang telah dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi, identifikasi dan pengujian kemampuan isolat bakteri dan kapang terhadap substrat minyak tanah, minyak bumi, minyak goreng, dan minyak diesel, serta sludge minyak bumi. Dari sekian isolat diperoleh 3 jenis isolat Pseudomonas pseudomallei, P. aeruginosa, dan

Enterobacter agglomerans dan sejumlah kapang yang belum seluruhnya

diidentifikasi (Anggraeni, 2003). Suatu penelitian di LEMIGAS menemukan suatu kultur campuran yang didominasi oleh Pseudomonas yang mampu mendegradasi minyak bumi dan fenol. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari air buangan kilang minyak (Udiharto, 1992). Beberapa kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon Senyawa Parafinik Senyawa Naftenik Senyawa Aromatik

Pseudomonas Acinetobacter Bacillus Arthrobacter Mycobacterium Brevibacterium Pseudomonas Mycobacterium Achromobacter Nocardia Acetobacter Alcaligenes Pseudomonas Achromobacter Nocardia Flavobacterium Corynebacterium Aeromonas

Sumber: Kardena dan Suhardi, 2001

Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme tergantung dari faktor-faktor lingkungan seperti temperatur, nutrisi, dan oksigen (Higgins dan Gilbert, 1978). Suatu studi laboratorium menunjukkan bahwa penambahan fosfat dan nitrat atau amonia akan mempercepat biodegradasi hidrokarbon. Mikroba


(35)

dalam pertumbuhannya selain membutuhkan karbon juga memerlukan unsurunsur hara lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, besi dan sulfur (Wardley, 1983).

Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic toksik. Gambar 2 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak heavy oil, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati.

Gambar 2 Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon (MECHEA, 1991).


(36)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : culture collection isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang berasal dari tanah terkontaminasi HOW, Heavy Oil sludge (tanah terkontaminasi HOW) dari lapangan minyak Duri dan Balongan; Nutrien agar, yeast extract, pepton, air laut, NaCl, HCl, Na2SO4 anhidrat, Petroleum ether, silica gel, kertas saring, kapas, alumunium foil dan bahan – bahan lain.

Peralatan yang digunakan meliputi: Bioreaktor (Erlenmeyer) 500 ml dan 32 L, incubator, shaker incubator, kertas pH, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, pengaduk kaca, jarum ose (lup inokulasi), Lamina Air Flow, pipet gelas, pipet mikro, thermometer, autoklaf, oven, hot plate, timbangan analitik, magnetic stirrer, pembakar Bunsen, soxhlet, labu lemak, spatula, dan lain-lain.

3.2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu (1) penelitian bioremediasi pada skala laboratorium untuk menentukan perlakuan terbaik dari proses biodegradasi limbah heavy oil; dan (2) penelitian pada akala yang lebih besar, 32 L, dari perlakuan terbaik pada skala laboratorium.

Langkah awal dari pelaksanaan penelitian adalah dengan melakukan persiapan bakteri yang meliputi ; menyediakan isolate bakteri, melakukan penyegaran isolate, melakukan kultivasi bakteri dan melakukan adaptasi bakteri terhadap polutan yang akan didegradasi, dalam hal ini HOW.


(37)

Desain penelitian dipaparkan di bawah ini: 1. Persiapan bakteri

a. Sumber bakteri

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri yang diperoleh dari tanah yang terkontaminasi heavy oil waste, yaitu bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitunidinis MY12.

b. Penyegaran Isolat

Isolat bakteri diremajakan dengan cara memindahkan kultur ke medium agar (Nutrien agar), dengan cara membuat media agar, kemudian disikan sebanyak 5 ml ketiap tabung reaksi dan disterilasi dengan menggunakan autoclave. Setelah itu diletakkan miring dan dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk agar dan mengeras. Biakan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitunidinis MY12 diambil satu ose dan digoreskan pada tiap tabung agar miring dan diinkubasi pada suhu 30o

c. Kultivasi dan Adaptasi

C selama 24 jam. Isolat siap digunakan untuk propagasi pada media cair menggunakan media air laut yang ditambah dengan yeast extract dan pepton.

Sebelum diaplikasikan pada limbah minyak heavy oil waste, dilakukan adaptasi isolat bakteri dengan terlebih dahulu menumbuhkan pada media kaya dan media minimal. Tahap pertama adalah menumbuhkan bakteri pada media kaya yaitu 100 ml medium garam mineral (air laut) yang ditambah dengan yeast 1,5 g dan pepton 0,3 g dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Secara aseptis bakteri diinokulasikan dengan ose pada media kaya tersebut dan diinkubasi pada inkubasi goyang dengan kecepatan 180 rpm selama 3 hari. Selanjutnya sebanyak 200ul bakteri dipindahkan ke dalam media minimal yang mengandung yeast extract 0,5 g dan pepton 0,1 g yang telah disterilisasi. Heavy oil waste sebagai limbah hidrokabon disterilisi terpisah dengan sinar UV selama 15 menit ditambahkan pada media minimal sebanyak 5 ml. Bakteri pada media minimal diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan 180oC selama 7 hari. Adaptasi bakteri ini dilakukan sebanyak 3 kali dan bakteri siap di aplikasikan pada tanah terkontaminasi heavy oil waste.


(38)

2. Penelitian skala laboratorium

Sebelum dilakukan penelitian pada skala lebih besar, reaktor 32 L, dilakukan penelitian skala laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan Erlenmeyer 500 ml (volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker dengan kecepatan agitasi 180 rpm pada suhu ruang (28 – 32 oC) selama 14 hari. Penentuan 14 hari berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Charlena (2010) dimana pada hari ke 14 degradasi bakteri tertinggi. Penelitian skala laboratorium dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam mendegradasi heay oil waste.

Gambar 3 Bagan alir penelitian skala laboratorium

Terhadap perlakuan terbaik dari hasil Rancangan Respon Permukaan (RSM), dilanjutkan ke tahapan skala lebih besar yang dilakukan pada reaktor berukuran 32 liter (volume kerja 16 liter). Fermentasi dilakukan dengan kecepatan agitasi 120 rpm dan suhu ruang (31 – 32 o

Teknis pelaksanaan pada kedua tahap penelitian adalah sama, yaitu: limbah heavy oil waste dicampurkan sesuai dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah (w/w). Hasil pencampuran ini kemudian ditambahkan air sesuai dengan perlakuan

C) selama 28 hari.

HOW (5, 10, 15 %) Padatan/ Tanah (10, 25, 40%) Air

Bakteri salipiger sp.

MY7 dan Bacillus altitudinis MY12

Dicampur

Proses bioremediasi (Reaktor 500 ml, 180 rpm, suhu ruang)


(39)

persen padatan (w/v). Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam reaktor. Sebanyak 10% konsorsium bakteri dan tambahan nutrisi N dan P dimasukkan ke dalam reaktor dan dilakukan pengadukan. Pada reaktor 500 ml, pengadukan dilakukan dengan menggunakan shaker (Gambar 5) dan pada reaktor 32 L pengadukan dilakukan dengan memasang agitator dengan kecepatan agitasi antara 120 rpm. (Gambar 6). Pengadukan dilakukan setiap hari untuk mendapatkan proses aerobik berjalan pada seluruh bahan.

Gambar 4 Bagan alir penelitian skala 32 L

Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium digunakan pada penelitian skala lebih besar yang diaplikasikan ke dalam 3 buah reaktor 32 L, yaitu Reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), dan reaktor 2 dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan dilakukan selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari.

Penelitian skala laboratorium

Proses Bioremediasi Skala 32 L (agitasi 120 rpm, suhu ruang)

Pengamatan dan Analisis Perlakuan terbaik


(40)

Gambar 5 Slurry bioreaktor 500 ml

Gambar 6 Slurry bioreaktor 32 liter a. Reaktor, b. Agitator, c. Slurry bioreaktor a

b


(41)

3.3. Pengamatan

Pada penelitian dengan menggunakan reaktor dilakukan pengambilan sampel untuk TPH, pengujian mikroorganisme, pH, dan suhu. Parameter pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter pengamatan

No Parameter Waktu Pengamatan Metode

analisis/pengukuran A. Penelitian skala laboratorium (Reaktor 500 ml)

1 TPH Hari ke-0 dan ke-14 Gravimetri (soxhlet) 2 Pengujian populasi mikroba Hari ke-0 dan ke-14 TPC

3 pH Hari ke-0 dan ke-14 Kertas pH

4 Suhu Hari ke-0 dan ke-14 Thermometer

B. Penelitian skala reaktor 32 L

1 TPH Hari ke-0, 7,14,21,28 Gravimetri (soxhlet) 2 Pengujian Mikroorganisme/TPC Hari ke-0, 7,14,21,28 TPC

3 pH Hari ke-0, 7,14,21,28 Kertas pH

4 Suhu Hari ke-0, 7,14,21,28 Thermometer

3.4. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan pada slurry heavy oil waste terhadap proses bioremediasi serta melakukan optimasi terhadap peubah-peubah tersebut untuk meningkatkan degradasi hidrokarbon heavy oil wastel. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode permukaan respon (Respons Surface Method/RSM) dan pengolahan data dilakukan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0. Masing-masing peubah uji terdiri dari 3 taraf dengan rincian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi

Jenis Perlakuan Nilai rendah (-1)

Nilai tengah (0)

Nilai tinggi (+1)

Persen Padatan (% v/v) 10 25 40

Tingkat Cemaran dalam tanah (% v/v) 5 10 15

Dalam studi ini digunakan 3 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi model kuadratik (Montgomerry, 1991). Dengan prosedur ini maka diperlukan 11


(42)

satuan percobaan. Nilai pusat perlakuan digunakan adalah 10% tingkat cemaran dalam tanah dan 25% padatan. Tabel 7 menunjukkan matriks satuan-satuan percobaan pada optimasi proses bioremediasi dalam unit dan nilai asli.

Dengan dua peubah uji tersebut, maka model kuadratiknya mengambil bentuk persamaan berikut ini

Keterangan :

Y = Respon dari masing-masing perlakuan x = (x1 : persen padatan (%) ; x2

No

: tingkat cemaran (%)

r = error

b = koefisien parameter

Tabel 7 Matriks satuan percobaan pada optimasi bioremediasi dalam rancangan komposit fraksional

Kode nilai Nilai asli

X1 X2 Persen Padatan (%) Tingkat Cemaran (%)

1 -1 -1 10.00 5.00

2 -1 +1 10.00 15.00

3 +1 -1 40.00 5.00

4 +1 +1 40.00 15.00

5 0 0 25.00 10.00

6 0 0 25.00 10.00

7 0 0 25.00 10.00

8 1.414 0 46.21 10.00

9 -1.414 0 3.79 10.00

10 0 1.414 25.00 17.07

11 0 -1.414 25.00 2.93


(43)

4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW

Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal , sulfur dan nitrogen. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada kompiosisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan (Atlas, 1981).

Menurut Cookson (1995), salah satu faktor yang diperlukan untuk bioremediasi adalah tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar. Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik. Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).

Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah culture collection

bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi HOW sebesar 60,13% selama 21 hari (Charlena, 2010).

Sebelum dilakukan proses bioremediasi terhadap tanah terkontaminasi Heavy Oil Waste (HOW), dilakukan analisis sifat fisik-kimia sampel yang meliputi kadar TPH, TS, PAH. Konsetrasi TPH pada sampel 38 %, TS 63%, dan hasil analisis PAHs yang terkandung pada sampel seperti yang terlihat pada Tabel 8 di bawah ini


(44)

Tabel 8 Hasil Analisis kandungan Poly Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada sampel

No. Polynuclear Aromatic Hydrocarbons mg/ Kg

1. Naphthalene 372

2. Acenaphthalene <0.5

3. Acenaphthene 228

4. Fluorene 204

5. Phenanthrene 1240

6. Anthracene 225

7. Fluoranthrene 91

8. Pyrene 1080

9. Benz(a)anthracene 291

10. Chrysene 463

11. Benzo(b) & (k) fluoranthene 75

12. Benzo(a)pyrene 242

13. Indeno(1,2,3-cd)pyrene 18

14. Dibenz(a,h)acridine <0.5

15. Benzo(g,h,i)perylene 164

Method reference : USEPA 8270C 4.2. Persiapan starter bakteri yang digunakan

Sebelum digunakan dalam proses biodegradasi HOW, dilakukan persiapan starter bakteri yaitu penyegaran isolat, kultivasi dan adaptasi. Gambar 7 menunjukkan hasil penyegaran bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis

MY12 yang siap di propagasi pada media nutrient agar dan penambahan garam mineral dari media air laut.


(45)

Gambar 7 Penyegaran isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis

MY12.

Pada Gambar 8 bakteri di berikan HOW sebagai fase adaptasi dalam melakukan proses biodegradasi tanah yang tercemar HOW. Masa adaptasi dilakukan pada media minimum dan media kaya selama 7 hari dan penumbuhan bakteri pada media minimal dilakukan sebanyak 3 kali hingga siap diaplikasikan pada tanah tercemar. Dengan metode TPC diperoleh jumlah bakteri yang tumbuh berkisar antara 2,1x107 – 5x108 CFU/ml.

Gambar 8 Propagasi dan adaptasi bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. a. Propagasi bakteri, b. Adaptasi dengan penambahan HOW, c. Adaptasi setelah 7 hari

Isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mengalami fase pertumbuhan yang cepat hingga hari ke 7 kemudian pertumbuhan mulai perlahan hingga hari ke 14. Setelah itu pertumbuhan mikroba mengalami penurunan secara perlahan hingga hari ke 21. Menurut Charlena (2010) bakteri

Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mulai mengalami penurunan jumlah sel pada hari ke 21 dan 28. Penurunan jumlah sel ini disebabkan oleh


(46)

jumlah nutrisi yang tidak lagi mencukupi bagi pertumbuhan mikroba dan telah melewati fase stasioner menuju fase kematiannya. Adapun grafik pertumbuhan isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 dapat dilihat pada Gambar 9.

0 2 4 6 8 10

0 7 14 21

W a ktu (ha ri)

lo

g

T

P

C

(

c

fu

/m

l)

L og TP C (c fu/ml) S alipiger s p. MY 7 log TP C (c fu/ml) B ac illus altitudinis MY 12

4.3. Penelitian Skala Laboratorium

Penelitian skala laboratorium dilakukan selama 14 hari. Penelitian biodegradasi HOW dengan menggunakan starter campuran Salipiger sp. MY7 dan

Bacillus altitudinis MY12 pada skala lab (500ml) volume kerja 200ml dengan perlakuan kombinasi persen padatan dan cemaran (Tabel 6 dalam metoda). Pengamatan yang dilakukan adalah TPH, TPC, suhu, dan pH.

Pemilihan waktu 14 hari didasarkan kepada penelitian Charlena (2010) yang melakukan penelitian bioremediasi heavy oil waste (HOW) dengan menggunakan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12, dimana didapatkan

waktu terbaik dalam proses bioremediasi HOW adalah 14 hari.

Gambar 9 Grafik pertumbuhan isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12


(47)

4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon

Tingkat degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) merupakan salah satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste (HOW).

Pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan Respon Permukaan memberikan persamaan 1. sebagai berikut :

Y1 = 26,537 – 15,817X1 + 3,246X2 – 0,112X12 – 4,761X22 – 8,452X1X2

(R

2

Keterangan : Y

= 55,3%)

1 = Respon terhadap degradasi TPH X1 = Pesen Padatan

X2

1

% degr adasi

0

0 25

X2

50

- 1 0 - 1

1

X1

Surface Plot of % degradasi vs X2 , X1 = Tingkat Cemaran dalam tanah

Gambar 10 Permukaan respon degradasi TPH

Dari persamaan di atas terlihat belum tercapai titik optimum bagi degradasi (HOW) dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi memerlukan waktu yang lebih lama, komposisi nutrisi dan perbandingan CNP


(48)

yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon.

Namun dari penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10% padatan seperti yang terlihat pada Gambar 11.

0 20 40 60 80 100

10,5 10,15 40,5 40,15

X 1, X 2 (K ombinas i % P adatan dan % T P H )

D

e

g

ra

d

a

s

i T

P

H

(

%

)

Gambar 11 Persentase degradasi TPH setelah 14 hari dalam proses biodegradasi HOW skala laboratorium

Tabel 9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi perlakuan (+1/- 1)

No. X1 (% padatan) X2 (% cemaran) % degradasi

-1 10,5 -1 48.84

-1 10,15 1 80.16

1 40,5 -1 29.19

1 40,15 1 4.37

Penelitian Eris (2006) mendapatkan terjadi degradasi TPH optimum minyak diesel sebesar 85,29 % dari kombinasi perlakuan sebesar 32,62 % padatan dan 9,09 % cemaran.

Heavy oil waste mempunyai kandungan PAH yang cukup tinggi sehingga diduga bakteri belum mendapatkan kondisi yang optimal dalam mendegradasi


(49)

hidrokarbon rantai panjang dan rantai karbon struktur cincin. Bakteri diduga juga kesulitan mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon secara monokultur atau hanya dua species saja. Diduga dalam proses biodegaradasi HOW dibutuhkan konsorsium bakteri lain untuk membantu proses biodegrasi HOW lebih baik. Hasil penelitian Charlena (2010) mendapatkan bahwa campuran 3 species bakteri mampu mendegradasi HOW lebih baik dari pada campuran 2 jenis species bakteri. Selain itu perlu penambahan substrat lain seperti serbuk gergaji dan pupuk untuk meningkatkan kinerja bakteri dalam mendegradasi HOW terutama fraksi aromatik dan alifatik.

Hidrokarbon dengan struktur cincin lebih sulit didegradasi oleh mikroba dari pada hidrokarbon rantai lurus. HOW mempunyai kandungan PAH yang tinggi yang didominasi oleh pyrene sebesar 1.080 mg/kg dan phenanthrene sebesar 1.240 mg/kg. Struktur kimia pyrene dan phenanthrene yang mempunyai rantai carbón struktur cincin seperti yang disajikan pada Gambar 12.

Pyrene (C16H10) Phenanthrene (C14H10)

Gambar 12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene

4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Pertumbuhan Populasi Bakteri

Proses biodegradasi memerlukan adanya aktivitas mikroba yang merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi limbah minyak bumi, termasuk HOW. Beberapa mikroba, termasuk bakteri, telah lama diketahui mempunyai kemampuan dalam mendegradasi limbah minyak bumi. Dalam proses biodegradasi, mikroba akan memanfaatkan karbon dari HOW sebagai sumber energinya.


(50)

0 2 4 6 8 10

10,5 10,15 40,5 40,15

X1,X2 (Kombinasi % padatan dan % TPH)

log T

P

C

(

cf

u

/m

l)

Gambar 13 Pertumbuhan mikroba setelah 14 hari dalam proses biodegradasi HOW skala laboratorium

Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara 4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 % padatan memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108 CFU/ml.

Pada HOW didapatkan PAH yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri sulit mendegradasi hidrokarbon dengan rantai cincin apalagi PAH yang dominan didominasi oleh hidrokarbon dengan jumlah cincin 3 atau lebih. Senyawa PAH ini dapat bersifat toksik bagi bakteri. Namun dari penelitian Charlena (2010) diketahui bahwa bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan mendegradasi PAH hidrokarbon cincin.

4.3.3. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Perubahan pH

Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor yang mempengaruhi tersebut adalah pH.


(51)

Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH normal.

Bakteri pada umumnya dapat tumbuh baik pada pH normal 6-8 yang merupakan selang pH yang kondusif bagi pertumbuhan bakteri dan proses metabolismenya dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbonnya.

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri, kemampuan bakteri dalam membangun sel, transportasi melalui mebran sel dan keseimbangan reaksi katalis (Cookson, 1995). Tingkat keasaman (pH) dapat berubah selama pertumbuhan mikroba. Peningkatan pH dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk ammonia atau gas nitrogen, sedangkan penurunan pH terjadi bila terbentuknya asam-asam organik sebagai hasil proses fermentasi (Tanner, 1997).

Dari pembahasan hasil penelitian skala laboratorium diatas didapatkan kondisi terbaik proses degradasi HOW dengan teknik bioslurry menggunakan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yaitu pada kombinasi tingkat cemaran 15 % dan 10 % padatan dengan nilai degradasi HOW terbaik sebesar 80,16 % yang diterapkan pada penelitian dengan skala yang lebih besar yaitu skala 32 Liter.

4.4. Penelitian Skala 32 Liter

Penelitian tahap skala 32 L ini merupakan lanjutan dari penelitian skala laboratoium dimana percobaan terdiri dari perlakuan kombinasi bahan pencemar dan persen padatan dengan penambahan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12 dengan dua ulangan dan tanpa penambahan mikroba(sebagai kontrol). Penelitian tahap skala 32 L dilakukan selama 28 hari dengan selang


(52)

pengamatan 7 hari. Penentuan lama waktu degradasi 28 hari ini berdasarkan penelitian Charlena (2010) bahwa proses degradasi HOW mulai melambat dan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12 mulai mengalami penurunan pertumbuhan jumlah sel pada hari ke ke 21 dan 28.

4.4.1. Degradasi Hidrokarbon

Selama 28 hari proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan

Bacillus altitudinis MY12 terhadap Heavy Oil Waste (HOW), diperoleh penurunan TPH sebesar 36,61% untuk perlakuan dengan penambahan bakteri. Sedangkan tanpa penambahan bakteri penurunan TPH terjadi sebesar 13,50 % (Gambar 14). 0 5 10 15 20

7 14 21 28

Lama Proses Biodegradasi (hari)

K ad ar T P H ( %) Degradasi TPH perlakuan1 Degradasi TPH perlakuan2 Degradasi TPH kontrol 0 10 20 30 40 50

7 14 21 28

Lama Proses Biodegradasi (hari)

L aj u d egr ad as i (% T P H/h ar i)

Gambar 14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW


(53)

Dari hasil proses biodegradasi HOW skala 32 L terlihat bahwa dua perlakuan mengalami penurunan nilai TPH yang lebih rendah dari kontrol. Trend proses degradasi pada minggu pertama berlangsung lambat atau cenderung datar. Ini memperlihatkan bahwa bakteri yang mempunyai kemampuan dalam degradasi HOW masih dalam masa adaptasi terhadap bahan pencemar dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbon. Setelah satu minggu hingga minggu kedua nilai degradasi TPH dan proses degradasi berjalan lebih cepat dengan grafik yang menurun tajam. Hal ini memperlihatkan bahwa mikroba telah memanfaatkan HOW sebagai sumber karbon dalam proses metabolismenya. Pada minggu ke tiga hingga keempat penurunan nilai TPH kembali perlahan dan laju degradasi mulai menurun ditandai dengan grafik terlihat melandai. Hal ini memperlihatkan bahwa bakteri sudah berada pada fase stationer kehidupannya dan menuju pada fase kematian.

Mariano et al. (2007) dan Sook Oh et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat degradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh keseimbangan nutrien yang dibutuhkan bakteri dalam proses pemanfaatan hidrokarbon untuk hidupnya. Kekurangan unsur N dan P dapat menghambat kerja bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon yang berakibat pada rendahnya tingkat degradasi bakteri terhadap sumber karbon yang tersedia yang berasal HOW.

Perbedaan disain reaktor, metode dan disain agitator dan kecepatan agitasi diduga juga mempengaruhi proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7

dan Bacillus altutidinis MY12. Beberapa kondisi ini diduga mempengaruhi ketersediaan oksigen bagi mikroba.

Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara


(54)

anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan Colwell, 1990).

Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme dapat berlangsung lebih cepat.

Bioremediasi tanah terkontaminsai petroleum hydracarbon dengan proses Bioslurry pada skala pilot oleh Banerji et al. (1997) mendapatkan hasil bahwa degradasi kandungan TPH berlangsung cepat pada 7 hari pertama hingga minggu kedua, setelah itu penurunan TPH berlangsung lambat hingga hari ke 30. Setelah 48 hari proses biodegradasi dengan proses bioslurry , penurunan TPH mencapai 91%. Bioslurry reaktor dengan sirkulasi yang memadai dapat menurunkan TPH pada tanah lebih besar dari 90% dalam waktu 48 hari, Namun demikian untuk beberapa tanah yang terkontaminasi petroleum hidrokarbon jangka waktu ini mungkin tidak cukup dan membutuhkan proses bioremediasi lebih lanjut.

4.4.2. Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic toksik. Degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak heavy oil, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak


(55)

mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati. (MECHEA, 1991).

0 2 4 6 8 10

0 7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

log T

P

C

(

cf

u

/m

l)

Gambar 16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW

Populasi bakteri pendegradasi HOW berlangsung cepat hingga hari ke 14, kemudian cenderung datar hingga hari ke 28. Dari gambar 16 terlihat bahwa jumlah populasi mikroba masih cukup tinggi pada hari ke 28 yang memungkinkan proses biodegradasi masih dapat terus berlajut dengan menjaga kondisi yang optimum bagi mikroba untuk tumbuh dan memanfaatkan HOW sebagai sumber energinya sehingga proses biodgradasi dapat terus berlanjut.

Hasil penelitian Hidayati (2009), bakteri pendegradsi PAH menunjukkan pertumbuhan yang tajam pada hari ke 0 hingga hari ke 7 dan pertumbuhan mulai melambat estela hari ke 14 dan menurun secara perlahan hingga hari ke 28. Sementara Charlena (2010) mendapati bahwa bakteri pendegradasi HOW megalami pertumbuhan yang pesat pada minggu pertama dan mulai melambat hingga minggu ke-2 dan menurun perlahan hingga hari ke 28. Jumlah pertumbuhan bakteri berkisar antara 106 hingga 109 CFU/ml yang merupakan kisaran jumlah bakteri yang optimum dalam mendegradsi hidrokarbon (Trinidad, 2004).


(56)

4.4.3. Perubahan pH

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

0 2 4 6 8 10

7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

pH pH perlakuan

pH kontrol

Gambar 17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW

Selama 28 hari proses biodegradasi HOW, terjadi perubahan pH baik pada bioreaktor dengan perlakuan penambahan bakteri maupun bioreaktor tanpa penambahan bakteri (kontrol). Pada perlakuan dengan penambahan bakteri, pH berkisar 7-9 sedangkan perlakuan tanpa penambahan bakteri pH berkisar 7-8. Kisaran pH ini merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri dimana mikroba dapat tumbuh dengan baik dan optimal dalam melakukan proses degradasi bahan pencemar. Peningkatan pH selama proses biodegradasi dan cenderung basa ini memperlihatkan bahwa selama proses biodegradasi berlangsung terjadi reaksi yang menghasilkan amoniak

Hasil penelitian Charlena (2010), bakteri pendegradasi HOW tumbuh baik pada selang pH 6-8. Sedangkan pada penelitian Hidayati (2009) selama proses biodegradasi PAH menggunakan bakteri Bacillus megaterium pH berkisar pada


(57)

selang 7-8. Dalam proses biodegardasi minyak diesel didapat nilai pH 7-9 (Eris, 2006)

4.4.4. Perubahan Temperatur

Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah, viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi. Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40o

0 5 10 15 20 25 30 35 40

7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

Suhu oC Suhu perlakuan

Suhu kontrol

C. Di atas temperatur ini, aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).

Gambar 18 Suhu selama proses biodergradasi HOW

Dalam proses biodegradasi skala 32 L, suhu perlakuan berkisar antara 28 – 30oC sedangkan suhu kontrol berkisar antara 29 – 34oC. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri dan proses degradasi adalah berada pada kisaran 30 – 40o

Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah

C.


(58)

Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis yang tertuang dalam KepMen LH No.128 tahun 2003, dimana dalam Kepmen ini salah satunya mensyaratkan hasil akhir proses bioremediasi dengan TPH sebesar 1% atau 10.000 ppm.

Dalam proses biodegradasi HOW skala 32 L selama 28 hari didapatkan persentase degradasi HOW sebesar 36,69% dengan nilai TPH akhir 11,93 %. Nilai TPH ini masih jauh diatas nilai TPH yang disyaratkan oleh otoritas lingkungan hidup di Indonesia yaitu Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KMLH).


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peremajaan Spesies Bakteri (Hadioetomo 1993)

Bakteri Salipiger sp dan Bacillus altitudinis yang digunakan yang telah diisolasi dari tanah tercemar dan diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon tertentu. Peremajaan masing-masing spesies dilakukan pada media miring nutrient agar . Sebanyak 100 ml nutrient agar disiapkan di dalam erlenmeyer kemudian sebanyak 5 ml nutrient agar dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung biakan atau tabung reaksi. Tabung tersebut disumbat kapas dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung diletakkan pada papan miring dan dibiarkan menjadi dingin dan padat. Secara aseptis masing-masing bakteri diinokulasikan pada agar miring tersebut dan inkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam. Bakteri tersebut masing-masing ditumbuhkan dalam agar miring sebagai stok.

Preparasi Inokulum pada Media Kaya dan Media Minimal

Sebelum diaplikasikan pada limbah minyak berat, Bakteri Salipiger sp dan Bacillus altitudinis ditumbuhkan terlebih dahulu pada media kaya dan media minimal. Media kaya dibuat dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan 1,5 g yeast ekstrak dan 0,3 g pepton dalam 100 ml air laut dan diberi sumbat kapas dan disterilisasi pada suhu 121 °C selama 15 menit, kemudian secara aseptis bakteri diinokulasikan dengan ose pada media kaya tersebut dan diinkubasi goyang pada suhu kamar dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 3 hari.

Setelah ditumbuhkan selama 3 hari pada media kaya, kemudian bakteri sebanyak 1 ml dipindahkan ke dalam media minimal yang dibuat dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan 0,3 g yeast ekstrak dan 0,1 g pepton dalam 100 ml air laut yang telah disterilisasi. Sebanyak 5 ml solar yang telah disterilisasi dengan sinar UV selama 15 menit ditambahkan pada media minimal. Media minimal lalu diinkubasi goyang dengan kecepatan 200 rpm pada suhu kamar selama 7 hari. Penumbuhan bakteri pada media minimal dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah ditumbuhkan pada


(2)

media minimal, bakteri siap digunakan untuk diaplikasikan pada tanah tercemar HOW.

Lampiran 2. Prosedur pengukuran residu minyak/TPH dengan gravimetri (Alef dan Nannipieri, 1995)

Untuk mengukur TPH media yang mengandung minyak bumi dan turunannya, minyak diekstraksi dengan menggunakan heksana. Fraksi air dan fraksi organik dipisahkan dengan corong pisah. Kandungan air pada fraksi organik dihilangkan dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat. Pelarut dihilangkan dengan menggunakan radas penguap putar. Wadah dan sampel didinginkan lalu ditimbang. Bobot yang terukur adalah bobot minyak dan grease. Sampel hasil pengeringan dilarutkan kembali dengan heksana dan ditambahakan silika gel untuk menghilangkan hidrokarbon bergugus fungsi dan disaring, pelarut diuapkan kembali dengan rotavavor lalu oven (suhu 60oC) dan eksikator. Bobot tetap yang terukur merupakan residu minyak (nilai TPH).

% Degradasi = (TPH0 - TPHn) x 100%

TPH0

Keterangan: TPHo TPH

= TPH perlakuan hari ke-0 (ppm) n = TPH perlakuan hari ke-n (ppm)


(3)

Lampiran 3. Prosedur pengukuran populasi mikroba (Total Plate Count) (Hadioetomo 1993)

Analisa kuantitas mikroba dengan metode cawan ini menggunakan prinsip pengenceran.

1. Sediakan tabung reaksi sesuai dengan tingkat pengenceran yang dibutuhkan. Ke dalam tiap tabung reaksi tersebut dimasukkan 9 ml garam fisiologis dalam kondisi steril. Pada tabung reaksi dituliskan tingkat pengenceran sesuai dengan urutannya, 10-1, 10-2, 10-3

2. Secara aseptis masukkan 1 ml sampel biakan bakteri dengan menggunakan mikropipet ke dalam tabung reaksi 10

, dan seterusnya.

-1

. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan cara memipet 1 ml sampel dari tabung reaksi 10-1 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-2

3. Siapkan cawan Petri sesuai dengan jumlah tabung reaksi (tingkat

pengenceran). Pada masing-masing permukaan dasar cawan Petri dituliskan tingkat pengenceran yang dimaksud.

secara aseptis. Pengenceran terus dilakukan hingga ke tabung reaksi dengan tingkat pengenceran paling tinggi. Dalam pengenceran, sebelum pengambilan sampel, masing-masing tabung reaksi dikocok terlebih dahulu dengan menggunakan vortex sampai homogen.

4. Secara aseptis, dengan menggunakan pipet mikro, sebanyak 1 ml sampel dari tabung reaksi yang merupakan hasil pengenceran berseri dipindahkan ke cawan sesuai tingkat pengencerannya.

5. Selanjutnya ke dalam masing-masing cawan dituangkan media agar steril yang masih dalam keadaan cair dengan suhu 40-43oC. Penuangan media dilakukan secara aseptis. Cawan Petri tersebut kemudian diputar-putar secara perlahan agar inokulum tercampur rata dengan media, kemudian diamkan hingga media agar memadat. Setelah padat, inkubasikan cawan-cawan tersebut pada suhu 30o

6. Setelah 48 jam, masing-masing cawan dihitung koloninya sesuai dengan tingkat pengencerannya. Cawan yang dipilih adalah cawan yang jumlahnya


(4)

antara 30 – 300. Sedangkan cawan dengan koloni kurang dari 30 dan lebih dari 300 tidak dapat digunakan.

Lampiran 4. Prosedur pengukuran pH

Pengamatan pH dilakukan dengan cara mengambil 2 ml slurry kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi aquades 8 ml dan diaduk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas pH (pH indicador stripe) skala pH 0-14 merek Merck.

Lampiran 5.Prosedur pengukuran suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer gelas (termometer alcohol, 10 – 110oC). Termometer digantung sehingga sensor berada pada larutan slurry selama 10 menit pengukuran dilakukan dengan tidak menghentikan agitasi.


(5)

Lampiran 6. Data percobaan optimasi degradasi TPH dengan menggunakan Rancangan Respon Permukaan

No

P e r l a k u a n

R e s p o n

Unit Kode Nilai Asli

X1 X

Persen Padatan

(%)

2

Tingkat Cemaran

(%)

Degradasi TPH

(%)

Log Bakteri pH Suhu

1 -1 -1 10.00 5.00

2 -1 1 10.00 15.00

3 1 -1 40.00 5.00

4 1 1 40.00 15.00

5 1.414 0 46.21 10.00

6 -1.414 0 3.79 10.00

7 0 1.414 25.00 17.07

8 0 -1.414 25.00 2.93

9 0 0 25.00 10.00

10 0 0 25.00 10.00


(6)