14. Menarik Pakaian korban pada saat berkendaraan sampai korban terjatuh.
D. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah
1. Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy
Istilah “kebijakan” berasal dari bahasa Inggris “ policy” atau bahasa belanda “politiek”. Berbicara mengenai mengenai politik hukum pidana, maka
tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Menurut
Soedarto, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik dengan situasi dan kondisi tertentu. Selain itu, politik hukum
merupakan kebijakan negara melalui alat-alat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat
digunakan untuk mengeksperiskan apa yang terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai cita-cita yang diinginkan.
177
Soedarto lebih lanjut mengungkapkan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan dalam rangka mencapai hasil perundang-
undangan pidana yang paling baik dengan memenuhi syarat keadilan dan dayaguna
178
. A. Mulder mengemukakan secara rinci tentang ruang lingkup politik pidana yitu kebijakan untuk menentukan:
179
a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan perubahan atau diperbaharui;
177
Mahmud, Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Bangsa Press, 2008, hlm. 66
178
Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983, hlm. 20.
179
Mulyadi, Op.Cit, hlm. 67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan; c. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana
hasrus dilakukan. Upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini di
lakukan oleh pihak kepolisian. Ada tiga fungsi dasar kepolisian, antara lain sebagai berikut:
180
a. Mencegah dan mendeteksi kejahatan; b. Memelihara ketertiban publik;
c. Menyediakan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Selain ketiga fungsi polisi diatas, Fungsi kepolisian dalam hal ini juga
sebagai penyelidik dan sebagai penyidik sesuai dengan pasal 1 ayat 1 dan 4 KUHAP yang menyatakan bahwa kedudukan Polri dalam sistem peradilan pidana
adalah sebagai penyelidik dan penyidik.
181
1 Fungsi Kepolisian sebagai Penyelidik Padal 1 ayat 4 KUHAP mengatakan penyelidik adalah Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat menerangkan tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
182
180
Anneke Osse, Memahami Pemolisian Buku pegangan bagi para pegiat hak asasi manusia, cet. Ke-I, Jakarta Selatan : CV. Graha Buana, 2006, hlm. 80
181
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hlm. 10
182
Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan Penjelasannya, Cet. Ke-I, Penerbit : CV. Titik Terang, 1995
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penyelidikan bukanlah fungsi yang tersendiri yang terpisah dari penyidikan, tetapi hanya merupakan salah satu metode dari fungsi yang
mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
183
Latar belakang dibuatnya fungsi penyelidikan antara lain adanya perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan
pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa, ketatnya pengawasan dan adanya ganti rugi dan rehabilitasi
184
. Dalam hal penyelidikan, tugas Polri ditegaskan dalam pasal 14 ayat 1 huruf g undang-undang no. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
185
Tugas penyelidikan yang harus dilaksanakan oleh penyelidik meliputi kegiatan :
186
f. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana g. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan
h. Mencari serta mengumpulkan barang bukti i. Membuat terang tindak pidana yang terjadi
j. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana
183
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesua, edisi revisi, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 117
184
Mulyadi, Op.Cit, hlm. 11
185
Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cet.ke-I, Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2011.
186
Mulyadi, Op.Cit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyelidikan memegang peranan penting. Penyelidikan merupakan tindakan awal dari keseluruhan
tindakan-tindakan dalam rangka proses penyelesaian perkara. Tindakan penyelidikan mengarah kepada pengungkapan bukti-bukti tentang telah
dilakukannya suatu tindak pidana oleh seseorang yang dicurigai sebagai pelaku. Oleh karena itu, pada tahap penyelidikan, penyidik harus mendapatkan gambaran
tentang tindak pidana itu, bagaimana pelaku melakukan tindak pidana, apa akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana, siapa yang melakukan tindak pidana itu, dan
apa-apa saja benda yang dipaki untuk melakukan tindak pidana tersebut sebagai barang bukti.
187
Pada tahap penyelidikan dapat dikatakan secara singkat bahwa segala data dan fakta yang diperlukan bagi penyidikan tindak pidana tersebut harus dapat
dikumpulkan. Dari hasil penyelidikan tersebut sehingga didapat suatu kepastian bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana, adalah benar-
benar merupakan tindak pidana dan terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan, karena segala data dan fakta yang dibutuhkan bagi
penyidikan tidak pidana telah terkumpul. Kekeliruan pejabat penyelidik dalam menentukan suatu peristiwa sebagai suatu tindak pidana dan atas tindak pidana
akan membawa konsekuensi berupa kegagalan pada tahap penyidikan. Kekeliruan tersebut juga dapat menyebabkan kepolisian sebagai aparat penyidik dapat
dijatuhkan hukuman atau sanksi melalui Pengadilan negeri seperti yang diatur dalam pasal 77 KUHAP, yang isinya sebagai berikut : Pengadilan Negeri
187
Op.Cit, hlm. 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
188
2 Fungsi Kepolisian sebagai Penyidik Pada bagian pertama sudah dijelaskan siapa yang disebut penyidik, yaitu
orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada pasal 1 ayat 1. Pada pasal 6 KUHAP juga mnyebutkan bahwa penyidik
adalah pejabat polisi negara republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, contohnya : pejabat
bea dan cukai, pejabat imigrasi, dan pejabat kehutanan.
189
Penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan, sehingga erat kaitannya dengan penyelidikan. Pada saat penyidikan akan memulai suau
penyelidikan, sebagai penyidik telah dipastikan bahwa peristiwa yang akan disidik itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana dan terdapat cukup data dan fakta
guna melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut. Sasaran penyidikan adalah pengumpulan bukti-bukti guna membuat terang suatu tindak pidana dan
menemukan tersangka atau pelakunya.
190
Pada saat melakukan penyidikan, Polri diberikan wewenang seperti tercantum pada pasal 15 ayat 1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu:
191
188
Op.Cit
189
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Edisi ke-II, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 110, 2009
190
Mulyadi, Op.Cit, h. 15
191
UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, cet. Ke-I, Jakarta: Sinar Grafika, 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Menerima laporan danatau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangu tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian salam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di TKP; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya;
i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Krimininal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin danatau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Wewenang Polri dalam hal penyidikan lebih terlihat pada pasal 7 ayat 1
KUHAP, yaitu:
192
192
Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, cet. Ke-I, Jakarta : CV. Akademika Pressindo, 1986, hlm. 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di TKP; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dam memeriksa tanda pengenal;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari;
f. Memnaggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
g. Mendatangkan orang ahli yang siperlukan dalam hubungannya sengan pemeriksaan tersangka;
h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Penyidikan terhadap suatu tindak pidana adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk membuat jelas suatu
tindak pidana dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. Proses ini terdiri dari :
1. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian a. Menyelamatkan nyawa korban;
b. Menangkap pelaku yang masih berada disekitar TKP; c. Menutup tempat kejadian untuk siapapun demi menjaga keadaan lokasi
kejadian agar tetap seperti aslinya;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan, dan mengambil barang bukti yang dapat membantu penidik untuk mendapatkan petunjuk tentang identitas
pelaku; e. Menemukan dan mencari saksi yang dapat membantu penyidikan untuk
membantu memecahkan persoalan yang dihadapi penyidik dalam membuat terang peristiwa tersebut.
2. Penangkapan Penangkapan adalah wewenang dari penyidik untuk kepentingan
penyidikan. Pasal 17 KUHAP menetapkan syarat untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut adalah adanya alat bukti permulaan yang cukup dan atas dasar
bukti permulaan yang cukup itulah seseorang yagn diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana dapat ditangkap. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik
berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau pradilan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, pada pasal 1 angka 20 KUHAP.
193
Berdasarkan hasil wawancara dengan Brigadir Daniel Napitupulu selaku Penyidik Pembantu di Polsek Bagan Sinembah, beliau mengatakan bahwa
penangkapan yang dilakukan oleh pihak Polsek berupa : a Pemeriksaan saksi untuk mengetahui ciri-ciri pelaku, b melakukan penyelidikan di lapangan guna
193
Ibid, hlm. 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencari persamaan pelaku dari keterangan saksi yang didapat, 3 setelah diketahui pelaku, kemudian dilakukan penangkapan terhadap pelaku.
194
Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
195
a. tersangka telah dipanggil 2 dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;
b. tersangka diperkirakan akan melarikan diri; c. tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
d. tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti; e. tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.
Tersangka yang telah ditangkap, penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan guna menentukan apakah tersangka dapat ditahan atau dibebaskan,
paling lambat 1 x 24 satu kali dua puluh empat jam untuk perkara biasa, 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam untuk perkara narkotika danatau tindak pidana
lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, terhitung mulai saat tersangka dapat diperiksa oleh penyidik di kantor penyidik. Apabila tersangka
tidak bersedia diperiksa, penyidik wajib membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani oleh penyidik, tersangka dan pihak lain yang
menyaksikan
196
.
194
Hasil Wawancara dengan Brigadir Daniel Napitupulu, Penyidik Pembantu di Polsek Bagan Sinembah
195
Hasil wawancara dengan Briptu R. Sitinjak di Polsek Bagan Sinembah
196
Hasil wawancara dengan Briptu R. Sitinjak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Penahanan Pengertian penahan pada pasal 1 butir 21 KUHAP adalah penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penempatannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini
197
. Tujuan dilakukannya penahanan adalah:
198
a. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atas perintah penyidik yang berwenang melakukan penahanan;
b. Penahanan yang dilakukan oleh penutut umum, bertujuan untuk kepentingan penuntutan;
c. Penahanan dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan.
Penahanan dilakukan kepada terangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberi bantuan dalam tindak pidana
dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP. Penahanan di Polsek Bagan Sinembah, Brigadir Daniel mengungkapkan
lamanya waktu penahan di Polsek Tersebut antara lain : dilakukan penahanan 1 x 24 jam, kemudian setelah terbukti dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung
setelah penangkapan. Apabila dalam 20 hari berkas perkara sebul selesai, maka dapat di perpanjang ke Kejaksaan selama 40 hari sesuai dengan pasal 24 KUHAP.
Apabila selama 40 hari belum juga selesai, maka dapat di perpanjang oleh Pengadilan selama 60 hari sesuai pasal 24 ayat 1 huruf b KUHAP.
199
197
Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 160
198
Mulyadi, Op.Cit, hlm. 20
199
Hasil wawancara dengan Penyidik Pembantu, Brigadir Daniel Napitupulu di Polsek Bagan Sinembah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Penggeledahan Penggeledahan adalah tindakan yang dibenarkan undang-undang untuk
memasuki dan melakukan pemeriksaan di rumah tempat kediaman saeseorang yang diduga pelaku kejahatan. Di atur pasa pasal 1 angka 17 KUHAP.
Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan Surat Izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan Penggeledahan dengan Surat Perintah yang ditandatangani oleh Perwira Pengawas Penyidik.
Setelah dilaksanakan penggeledahan sebagaimana dimaksud pada uraian diatas. Penyidik wajib segera membuat Berita Acara Penggeledahan dan melapor kepada
Perwira Pengawas Penyidik serta mengirimkan surat pemberitahuan pelaksanaan penggeledahan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.
200
Menggeledah atau memasuki rumah atau tempat kediaman orang dalam rangka menyidik suatau delik menurut hukum acara pidana harus dibatasi dan
diatur secara cermat. Menggeledah rumah atau tempat kediaman merupakan suatu usaha mencari kebenaran, untuk mengetahui baik salahnya seseorang atau tidak.
Menggeledah tidak harus selalu mencari kesalahan seseorang, tetapi kadang- kadang juga bertujuan mencari ketidaksalahannya
201
.
200
Hasil wawancara dengan Briptu R. Sitinjak
201
Andi Hamza, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, Edisi Revisi, hlm. 138
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Penyitaan Penyitaan adalah serangkaian tindakan Penyidik ntuk mengambil alih dan
atau menyimpan di bawah penguasaaannya benda bergerak atau benda tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
202
Terhadap penyitaan benda tidak bergerak, surat, maupun tulisan lainnya harus dilengkapi dengan izin danatau atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri
setempat. Keadaan sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan Surat Izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan Penyitaan hanya atas benda bergerak dengan Surat Perintah Penyitaan yang ditandatangani oleh Perwira
Pengawas Penyidik.
203
Benda-benda yang dapat disita antara lain :
204
a. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan delik atau untuk mempersiapkannya;
b. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidik delik; c. Benda yang khusus dibuat untuk diperuntukkan melakukan delik;
d. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan delik yang dilakuka.
202
Yahya Harahap, Op.Cit
203
Hasil wawancara dengan Aiptu Edgar Hutabarat di Polsek Bagan Sinembah
204
Andi Hamza, Op.Cit, hlm. 146
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3 Proses Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Polsek Bagan Sinembah.
Proses penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Polsek Bagan Sinembah dapat di uraikan di bawah ini sesuai dengan PERKAP REPUBLIK
INDONESIA No. 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Nergara Republik
Indonesia, yaitu:
205
1. Penerimaan dan Penyaluran Laporan Kepolisian a. Laporan atau pengaduan kepada Polisi tentang dugaan adanya tindak
pidana,diterima di SPK Sentra Pelayanan Kepolisian pada setiap kesatuan kepolisian dan setiap SPK yang menerima laporan atau pengaduan, akan di
tempatkan anggota resere yang bertugas. bab II, pasal 5. b. SPK yang menerima laporanpengaduan, wajib memberikan Surat Tanda
Terima Laporan STTL kepada pelaporpengadu sebagai tanda bukti telah dibuatnya Laporan Polisi pasal 9 ayat 1.
2. Penyaluran Laporan Polisi a. Laporan Polisi yang dibuat di SPK wajib segera diserahkan dan harus sudah
diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1 satu hari setelah Laporan Polisi dibuat pasal
11 ayat 1. b. Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang
selanjutnya wajib segera dicatat di dalam Register B 1 pasal 11 ayat 2.
205
Hasil Wawancara dengan Briptu R. Sitinjak berdasarkan PERKAP REPUBLIK INDONESIA No.12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara
Pidana di Lingkungan Kepolisian Nergara Republik Indonesia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, selanjutnya harus sudah disalurkan kepada penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan
perkara paling lambat 3 tiga hari sejak Laporan Polisi dibuat pasal 11 ayat 3.
3. Klasifikasi Perkara a. Setiap LaporanPengaduan harus diproses secara profesional, proporsional,
objektif, transparan, dan akuntabel melalui penyelidikan dan penyidikan pasal 14 ayat 1.
b. Setiap penyidikan untuk satu perkara pidana tidak dibenarkan hanya ditangani oleh satu orang penyidik, melainkan harus oleh Tim Penyidik yang telah
ditentukan pasal 14 ayat 2.
4. Dalam Hal Tertangkap Tangan atau mendesak a. Dalam perkara tertangkap tangan atau dalam keadaan tertentu atau dalam
keadaan sangat mendesak yang membutuhkan penanganan yang sangatcepat, penyidik dapat melakukan tindakan penyidikan dengan seketika di Tempat
Kejadian Perkara tanpa harus dibuat Laporan Polisi terlebih dahulu pasal 16 ayat 1.
b. Dalam hal penanganan perkara yang mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Laporan Polisi dan administrasi penyidikannya harus segera dilengkapi
setelah penyidik selesai melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara ayat 2.
c. Tindakan penyidikan yang dapat dilakukan secara seketika atau langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 1, antara lain:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. melarang saksi mata yang diperlukan agar tidak meninggalkan TKP; b. mengumpulkan keterangan dari para saksi di TKP;
c. menutup dan menggeledah lokasi TKP; d. menggeledah orang di TKP yang sangat patut dicurigai;
e. mengumpulkan, mengamankan dan menyita barang bukti di TKP; f. menangkap orang yang sangat patut dicurigai;
g.melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan. 5. Proses Penyelidikan di Wilayah Hukum
a. Kegiatan penyelidikan dilakukan guna memastikan bahwa Laporan Polisi yang diterima dan ditangani penyelidikpenyidik merupakan tindak pidana
yang perlu diteruskan dengan tindakan penyidikan pasal 20. b. Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelidikan antara lain:
a. pengamatan observasi; b. wawancara;
c. pembuntutan; d. penyamaran;
e. mengundangmemanggil seseorang secara lisan atau tertulis tanpa paksaan atau ancaman paksaan guna menghimpun keterangan;
f. memotret danatau merekam gambar dengan video; g. merekam pembicaraan terbuka dengan atau tanpa seizin yang berbicara; dan
h. tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pasal 21. c. Dalam keadaan tertentu atau sangat mendesak termasuk kejadian tertangkap
tangan sehingga dibutuhkan kecepatan kegiatan penyelidikan, petugas dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melakukan penyelidikan secara langsung, dengan meminta persetujuan atasannya secara lisan, atau dengan segera melaporkan kepada atasannya sesaat
setelah melaksanakan tindakan penyelidikan pasal 22. 6. Proses Pada Gelar Perkara
206
a. Dalam hal kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan gelar perkara pasal 44:
a. Biasa, dan b. luar biasa .
b.Gelar perkara Biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dilaksanakan pada 3 tiga tahap yaitu:
1. Awal Penyidikan; Gelar perkara Biasa yang dilaksanakan tahap awal penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 1 huruf a bertujuan pasal 45: a. meningkatkan tindakan penyelidikan menjadi tindakan penyidikan;
b. menentukan kriteria kesulitan penyidikan; c. merumuskan rencana penyidikan;
d. menentukan pasal-pasal yang dapat diterapkan; e. menentukan skala prioritas penindakan dalam penyidikan;
f. menentukan penerapan teknik dan taktik penyidikan; atau g. menentukan target-target penyidikan.
206
Undang-undang no.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republic Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Pertengahan Penyidikan Gelar perkara Biasa yang diselenggarakan pada tahap pertengahan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 1 huruf b bertujuan untuk pasal 46:
a. penentuan tersangka; b. pemantapan pasal-pasal yang dapat diterapkan;
c. pembahasan dan pemecahan masalah penghambat penyidikan; d. pembahasan dan pemenuhan petunjuk JPU P19;
e. mengembangkan sasaran penyidikan; f. penanganan perkara yang terlantar;
g. supervisi pencapaian target penyidikan; dan h. percepatan penyelesaianpenuntasan penyidikan.
3. Akhir Penyelidikan Gelar perkara Biasa yang diselenggarakan pada tahap akhir penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 1 huruf c bertujuan untuk pasal47: a. penentuan tersangka;
b. pemantapan pasal-pasal yang dapat diterapkan; c. pembahasan dan pemecahan masalah penghambat penyidikan;
d. pembahasan dan pemenuhan petunjuk JPU P19; e. mengembangkan sasaran penyidikan;
f. penanganan perkara yang terlantar; g. supervisi pencapaian target penyidikan; dan
h. percepatan penyelesaianpenuntasan penyidikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Gelar Perkara Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b diselenggarakan dalam keadaan tertentu, mendesak, untuk menghadapi keadaan
darurat, atau untuk mengatasi masalah yang membutuhkan koordinasi intensif antara penyidik dan para pejabat terkait pasal 49. Gelar Perkara Luar Biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan dengan tujuan untuk: a. menanggapimengkaji adanya keluhan dari pelapor, tersangka, keluarga
tersangka, penasihat hukumnya, maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara yang disidik;
b. melakukan tindakan kepolisian terhadap seseorang yang mendapat perlakuan khusus menurut peraturan perundang-undangan;
c. menentukan langkah-langkah penyidikan terhadap perkara pidana yang luar biasa;
d. memutuskan penghentian penyidikan; e. melakukan tindakan koreksi terhadap dugaan terjadinya penyimpangan;
danatau f.
menentukan pemusnahan dan pelelangan barang sitaan. 7. Tindakan Pertama di TKP
Dalam hal melakukan tindakan pemeriksaan di TKP, petugas wajib: a. Melaksanakan tindakan pemeriksaan di TKP sesuai peraturan perundang-
undangan; b.
Melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari keterangan, mengumpulkan bukti, menjaga keutuhan TKP dan memeriksa semua objek
yang relevan dengan tujuan pemeriksaan pengolahan TKP;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Menutup TKP dan melarang orang lain yang tidak berkepentingan memasuki TKP, dengan cara yang wajar, tegas tetapi sopan;
d. Mencari informasi yang penting untuk pengungkapan perkara kepada orang yang ada di TKP dengan sopan;
e. Melakukan tindakan di TKP hanya untuk kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya;
f. Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang untuk memberikan keterangan secara bebas;
g. Melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan membuka kembali TKP setelah kepentingan pengolahan TKP selesai;
h. Mencatat semua keterangan dan informasi yang diperoleh di TKP dan membuat berita acara pemeriksaan di TKP; dan
i. Membubuhkan tanda tangan saksitersangka yang menyaksikan pemeriksaan di TKP.
8. Penanganan Barang Bukti