Keaslian Penulisan Metode Penelitian

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Curas di Polsek Bagan sinembah-Riau. Dalam penulisan skripsi ini, saya melakukan studi kepustakaan dan melakukan riset ke Polsek Bagan Sinembah-Riau guna memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan pemeriksaan yang penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara itu dalam rangka pembuktian bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, maka telah terbukti skripsi ini benar-benar merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan berasal dari karya tulis orang lain.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP

Pembahasan ini sebelumnya akan membahas tentang kejahatan kekerasan terlebih dahulu. Kejahatan kekerasan akan digolongkan sebagi berikut : a. Pembunuhan Berencana pasal 340 KUHP Isinya sebagai berikut : “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan moord, dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun” 20 20 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur : 1. Unsur Subyektif a. Dengan Sengaja b. Dengan rencana terlebih dahulu 2. Unsur Obyektif a. Perbuatan : menghilangkan nyawa b. Obyeknya : nyawa orang lain. c. Pemerkosaan pasal 285 KUHP b. Pemerkosaan Pasal 285 berisi : Isi pasalnya sebagai berikut : “barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan diam, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun” 21 Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh” c. Pencurian dengan kekerasan Pasal 365 KUHP Isinya Pasal sebagai berikut 22 : Ayat 1 : “Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan,supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya”. 21 Ibid, hlm 22 Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, Bogor : Politeia, 1994, hlm. 253 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ayat 2 : “Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya,atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. 2e : Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3e : Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 4e : Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat. Ayat 3 : “Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati 23 . Ayat 4 : “Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan No.3”. 24 d. Penganiayaan Berat pasal 354 KUHP Isinya sebagai berikut ; Ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’ Ayat 2 : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”. 25 Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah : a. Kesalahannya : adanya Kesengajaan opzettelijk b. Perbuatannya : Melukai berat c. Obyeknya : tubuh orang lain d. Akibatnya : Luka Berat 23 Ibid, hlm. 254 24 Ibid 25 Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” pasal 351 alinea 2 . tentang luka berat itu sendiri, terdapat pada pasal 90 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Hambatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Polsek Bagan Sinembah mengalami suatu hambatan. Hambatan tersebut terjadi karena adanya peran antara polisi, masyarakat, dan korban sendiri, sehingga sangat kecil terjadi pencurian dengan kekerasan tersebut. Hambatan tersebut antara lain sebagai berikut: 26 a. Peran Masyarakat Berkaitan dengan keadaan masyarakat sekitar pelaku, apakah masyarakat sekitar pelaku merupakan penjudi ataupun pemabok. Adapun faktor internal berkaitan dengan pendidikan masyarakat sekitar pelaku kepercayaan terhadap agama atau keimanan, dalam arti masyarakat yang bersangkutan menganggap “biasa saja” adanya hal-hal yang sebenarnya dilarang atau dianggap melanggar hukum. Faktor eksternal, terutama yang berasal dari masyarakat lain, juga berpengaruh pada perilaku dari anggota masyarakat dimana pelaku tinggal. 27 Masyarakat yang serba berkecukupan saling bekerjasama dalam penanggulangan tindak pidana pencurian Faktor eksternal khusus, tetap berasal dari masyarakat lain di luar pelaku tinggal, akan tetapi sangat khusus sekali sifatnya. Misalnya ada anggota masyarakat lain yang menyimpan uang dalam jumlah besar dirumahnya atau suka memamerkan harta kekayaannya. Hal seperti ini menjadi “pemancing” bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana pencurian. 28 26 www.eprints.uns.ac.id3231163902708201002021.pdf+TINJAUAN+VIKTIMOLOGI S+TERHADAP+TINDAK+PIDANA 27 Ibid 28 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Peran masyarakat yang begitu berpengaruh terhadap terjadinya suatu tindak pidana merupakan suatu hambatan yang besar bagi pelaku kejahatan. Suatu tindak pidana dapat terjadi atau tidak, tergantung kepada seberapa besarnya peran masyarakat tersebut. Hubungan yang baik ditengah-tengah masyarakat, merupakan suatu pemikiran yang baik pula. 29 b. Peran Korban 30 Peran korban dalam terjadinya tindak pidana pencurian juga patut diperhatikan dan menjadi salah satu faktor yang penting dalam terjadinya tindak pidana pencurian. Seperti yang dijelaskan oleh penulis di muka, bahwa peran korban di sini diartikan sebagai keadaan korban yang memberikan peluang atau kesempatan agar pelaku dapat melaksanakan niatnya untuk melakukan tindak pencurian. 31 Peran korban disini dapat berupa sifat korban yang gemar memamerkan harta kekayaanya, sering memakai perhiasan yang berlebihan walaupun hanya keluar di sekitar rumah. Menceritakan uangnya ia simpan di rumah dengan jumlah yang banyak, padahal orang yang diceritakan mungkin orang yang tidak dapat dipercaya. Informasi yang diceritakan oleh korban, maka dengan mudah pelaku dapat masuk ke rumah korban dan mengambil barang yang sesuai seperti diceritakan oleh korban. 32 Hambatan dalam peran korban di sini merupakan suatu tindakan bahwa korban tersbut lebih berhati-hati dan waspada kepada setiap orang yang 29 Hasil wawancara dengan Briptu Dede A. Z di Polsek Bagan Sinembah 30 http:jantukanakbetawi.wordpress.com20101228makalah-viktimologi 31 Ibid 32 Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi. Denpasar: Djambatan, 2003, hal. 45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mencurigakan berada di dekatnya. Korban lebih mengutamakan keselamatannya, sehingga tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu tidak terjadi. 33 Korban tidak mau memperlihatkan barang-barang yang dimiliki, dan memamerkannya di jalanan. 34 c. Peran Pelaku Secara umum, faktor ini dikaitkan dengan pendidikan, keagamaan , rasa moral, lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Briptu R. Haloho bahwa seseorang yang berpendidikan rendah, kemungkinan akan mudah untuk melakukan suatu tindak pidana, termasuk pencurian dengan, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi atau yang lebih tinggi. Pencurian dengan kekerasan ini tidak akan terjadi apabila tidak adanya niat dari si pelaku sendiri, kewaspadaan korban, tinggi nya tingkat keamanan di Bagan Sinembah, pergaulan pelaku yang baik, tidak adanya kesempatan sekecil apapun yang diberikan korban kepada si pelaku. 35 d. Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini adalah KUHP. Jelasnya ketentuan yang ada di dalam KUHP tersebut mengenai hukuman yang akan di berikan kepada pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan membuat pelaku pencurian tersebut membatalkan keinginan nya untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. 36 33 Hasil wawancara dengan Brigadir Dede Sofian, di Polsek Bagan Sinembah 34 Ibid 35 Hasil wawancara dengan Briptu R. Haloho di Polsek Bagan Sinembah 36 Hasil wawancara dengan Kompol Rudi A. Samosir UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah

Kejahatan merupakan suatu perbuatan menyimpang dari perilaku yang dianggap sesuai dengan norma yang mengatur kehidupan masyarakat dalam berperilaku. Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crime yang artinya kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmupengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali 1879 digunakan oleh P.Topinard, ahli antropologi Prancis, sementara istilah yang banyak dipakai sebelumnya adalah antropologi criminal. 37 Menurut E.H.Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena social, termasuk didalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. 38 Menurut Benedict S. Alper, kejahatan merupakan problem social yang paling tua dan sehubungan dengan masalah itu tercatat lebih dari 80 kali konfrensi internasional yang dimulai pada tahun 1825 hingga tahun 1970 yang membahas upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan kejahatan. 39 Secara garis besar, didalam kriminologi terdapat tiga 3 aliran pemikiran yaitu; aliran pemikiran klasik, aliran pemikiran aliran pemikiran positif, dan aliran pemikiran kritis. 40 37 I.S.Susanto, Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2011, hlm.1 38 Ibid 39 Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, Bayumedia, Malang, 2006, hlm. 4 40 Soesanto, Op.Cit, hlm. 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Kriminologi Klasik Aliran pemikiran inimendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat kelompok. Inteligensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. Dalam konsep tersebut,maka masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai dengan pola yang dikehendakinya. Kejahatan didefenisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik maupun positif merupakan ide-ide yang penting dalam usaha memahami dan mencoba berbuat sesuatu terhadap kejahatan. 41 b. Kriminologi Positif Aliran pemikiran positif ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluarkontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun cultural. Dengan kata lain, manusia bukan makhluk yang bebas melakukan keinginannya dan integritasnya, tetapi makhluk yang dibatasi oleh perangkat biologisnya dan situasi kulturalnya. 42 41 Op.Cit, hlm. 6 42 Susanto, Op.Cit, hlm.8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Kriminologi kritis Aliran pemikiran kritis tidak membahas apakah perilaku manusia itu bebas atau di tentukan, tetapi lebih terfokus pada proses-proses manusia dalam membangun dunia dimana dia hidup. Krimonologi kritis berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi social, artinya apabila masyarakat berpendapat tindakan tertentu itu sebagai suatu kejahatan, maka orang-orang tertentu dan tindakan-tindakan mungkin pada waktu tertentu telah memenuhi batasan sebagai kejahatan. Dengan kata lain, bahwa kejahatan tidak dapat berdiri sendiri, sebab harus ada yang menyatakan sebagai demikian oleh “masyarakat”. 43 Penentuan sebuah perbuatan sebagai kejahatan dalam undang-undang tidakalah terlepas dari proses pembuatan kebijakan dalam menentukan sebuah perbuatan itu sebagai tindak pidana atau sebuah delik. Banyak factor yang mempengeruhi dalam membuat atau merumuskan suatu kebijakan, sehingga harus diantisipasi agar mudah dan berhasil saat diimplementasikan. James E.Anderson mengemukakan bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud, yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah faktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. 44 Istilah ”kebijakan hukum pidana” dapat pula disebut dengan istilah ”politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah ”politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain ”penal policy”, ”Criminal law policy” atau ”strafrechtspolitiek” 45 . Berkaitan dengan itu dalam kamus besar 43 Op.Cit, h. 9 44 Erna, Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek,Yogyakarta : YPAPI, hlm.12 45 http:eprints.undip.ac.id161531ADI_HERMANSYAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bahasa Indonesia memberikan arti terhadap istilah ”politik” dalam 3 tiga batasan pengertian yaitu : 46 a. Pengetahuan mengenai ketatanegaraan seperti: system pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan b. Segala urusan dan tindakan kebijakan, siasat, dan sebagainya c. Cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah, kebijaksanaan Kebijakan penanggulangan kejahatan politik kriminal dilakukan dengan menggunakan sarana ”penal” hukum pidana , maka kebijakan hukum pidana penal policy khususnya pada tahap kebijakan yudikatif aplikatif penegakan hukum pidana in concreto harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa ”social welfare” dan ”social defence”. 47 Kebijakan hukum pidana dalam pemberian pidana untuk menanggulangi kejahatan merupakan salah satu upaya di samping upaya-upaya lain. Penanganan kejahatan melalui sistem peradilan pidana merupakan sebagian kecil dari penanganan kejahatan secara keseluruhan. Upaya melalui sistem peradilan pidana dikenal dengan istilah ”upaya penal” yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan pidana, disamping upaya ”non penal” yang penekanannya ditunjukkan pada faktor penyebab terjadinya kejahatan. Keseluruhan penanggulangan kejahatan ini merupakan politik kriminal. Kebijakan kriminal atau politik kriminal adalah suatu usaha rasional untuk menaggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum yang arti 46 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia online, Balai Pustaka,1997, hlm.780 47 Mahmud, Mulyadi, Criminal Policy, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. 88 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA luas law Enforcement Policy yang merupakan bagian dari politik social social Policy yakni usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. 48 Upaya penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu 49 :

a. Kebijakan Non-Penal Non Penal policy

Kebijakan penanggulangan kejahatan melalui non penal policy yaitu perbuatan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan atau kondisi- kondisi sosial yang secara langsung ataupun tidak langsung. Pada Kongres PBB ke-8 tahun 1990 tentang Prevention of crime and the treatment of Offenders mengidentifikasi berbagai aspek social sebagai factor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yaitu sebagai berikut 50 : a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan, pendidikan yang tidak cocok b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai harapan c. Mengendornya ikatan social dan keluarga d. Terjadi nya imigrasi yang tinggi e. Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan narkotika f. Lingkungan yang buruk Upaya pencegahan nya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda b. Memperluas kesempatan kerja bagi para pelaku dan mantan narapidana 48 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijaka Hukum Pidana, hlm. 26 49 Mulyadi, Op.Cit, h.55-57 50 Ibid, h. 59 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Menghilangkan penghalang bagi mantan Napi untuk bekerja d. Menciptakan program tenaga kerja public e. Menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan mesyarakat khususnya bagi masyarakat miskin f. Dukungan terhadap usaha kecil.

b. Kebijakan Hukum pidana Penal policy

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan penal policy adalah penerapan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana. Marc Ancel mengemukakn bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang ada pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkanperaturan hukum positif yang dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 51 Penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, pihak kepolisian akan berfungsi sebagan penyelidik dan penyidik. Tugas Polisi sebagai penyelidik yaitu: 52 a. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana; b. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan; c. Mencari serta mengumpulkan barang bukti; d. Membuat terang tindak pidana yang terjadi; 51 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke-I, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, hlm. 19 52 Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hlm. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA e. Menemukan tersangka pelaku tindak pidan Tugas polisi sebagai penyidik yaitu; a. Tindakan Pertama di TKP b. Melakukan Penangkapan c. Melakukan Penahanan d. Melakukan Penggeledahan e. Melakukan Penyitaan terhadap benda-benda bergerak ataupun tidak bergerak.

G. Metode Penelitian

Penelitian adalah sebagai usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti dengan menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah, sedangkan sistematis berarti sesuai dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk suatu karya ilmiah. Ilmu yang mempelajari metode- metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 53 : 1. Metode Pendekatan Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan sebagai sarana kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan pembaharuan hukum 53 M. Muhdar , Bahan Kulia Metode Penelitian Hukum online, Balikpapan, 2010 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pidana Indonesia. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap eksistensi pidana badan di Indonesia dan aplikasinya terhadap penegakan hukum di Indonesia. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan pencurian dengan kekerasan ditinjau dari perspektif hukum pidana Indonesia di daerah Bagan Senembah-Riau. 3. Jenis Data a. Data Primer Data Primer adalah data asli yang diperoleh peneliti dari tangan awal, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain yang diperoleh dari keterangan dan penjelasan pihak-pihak di objek penelitian. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari perbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, terdiri atas : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat yang terdiri dari : KUHP, Arsip Data Kriminalitas Polsek Bagan Sinembah tahun 2010-2011, Hasil wawancara dengan Kapolsek Bagan Sinembah dan pihak Kepolisian Polsek Bagan Sinembah. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi kejelasan atas bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan hasil karya kalangan hukum lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. Badan hukum tersier, yaitu badan hukum yang memberikan kejelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensikopedia 54 . 4. Metode Pengumpulan Data a. Studi Lapangan Field Research Studi Lapangan adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dengan obyek yang diteliti untuk memperoleh data yang konkrit guna keperluan mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan. Studi lapangan dalam pengumpulan data alat yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu perpaduan antara wawancara terpimpin dengan wawancara tidak terpimpin dimana wawancara tersebut dilakukan secara terarah dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman. Penelitian ini ditujukan terhadap proses hukum terhadap pencurian dengan kekerasan yang ditujukan kepada aparat penyidik kepolisian sebanyak tiga 3 oarang, Kapolsek Bagan Sinembah, pelaku pencurian dengan kekerasan sebanyak dua 2 orang dan bahkan kepada masyarakat setempat sebanyak 3 orang. b. Studi Pustaka Studi Pustaka adalah Penelitian yang dilakukan didalam kepustakaan dengan maksud mencari keterangan, untuk menambah dan memperkuat kebenaran 54 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang berhubungan dengan permasalahan ini antara lain dengan membaca, meringkas tulisan karya ilmiah, perundang-undangan dan beberapa pendapat dari beberapa sarjana. 5. Metode Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu suatu teknik analisis data yang tidak didasarkan pada angka-angka tetapi dilakukan dengan menguraikan dan menerangkan data-data yang diperoleh melalui kalimat dan kata-kata yang disusun secara sistematis. Metode berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir secara deduktif, yakni cara berfikir dan pernyataan yang bersifat umum untuk ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus. 55 55 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27 BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur tangan penguasa saja, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas terhadap pelakunya. 56 Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidak pastian hukum dan ketidak adilan serta sewenang-wenangan penguasa. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah doktrin nullum crimen sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila undang- undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang. 57 Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para studi kejahatan di Italia yang kemudian disebut Mazhab Positif. Mazhab positif ini di pelopori oleh C. Lombroso, seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Ia 56 Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.1 57 I.S. Susanto, Kriminologi, Yogyakarta : Genta Publishing, Cet. 1, 2011, hlm. 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengartikan bahwa kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam natural law. Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum. Perkembangan selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para sarjana Kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20. 58 Beberapa kritikan terhadap mazhab tersebut diajukan oleh Ray Jeffery yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipejari dalam rangka hukum pidana. Sebab dari hukum pidana, kita dapat mengetahui bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan system norma yang lain. 59 Kejahatan ini sebenarnya telah pikirkan sejak beradad-abad lalu oleh para ilmuwan terkenal. Misalnya, Plato 427-347 SM , plato menyatakan dalam bukunya ‘Republiek’ menyatakan bahwa emas, manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles 382-322 SM menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Thomas Aquino 1226-1274 memberikan beberapa pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. “orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri”. Thomas More 1478-1535 dalam bukunya Utopia 1516, ia menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kedapa penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang 58 Ibid, hlm. 23 59 Ibid, hlm. 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan menghapuskannya. 60 Selain para sarjana diatas, ada juga pendapat sarnaja yang lain. Misalnya, R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-undang. Untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak, maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian hokum. 61 Asas ini dalam hukum pidana disebut “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” artinya tidak ada suatu perbuatan yang boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang telah dibuat sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. 62 Menurut M.A Elliot, Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum yang dapat dijahuti hukuman penjara, hukuman mati, dan hukuman denda. Pendapat lain dikemukakan oleh J.E.Sahetapy dalam bukunya Causa Kejahatan dan beberapa 60 Santoso, Op.Cit 61 Ediwarman , dkk, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, 1994, hlm.45 62 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA analisis kriminologi yang menyatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku pihak yang berkuasa dimana dalam pelaksanaannya dibebankan kepada pundak hakim untuk memberikan penilaian atau pertimbangan apakah suatu persoalan yang diajukan adalah perbuatan pidana atau bukan. 63 Menurut J.M Bemmelem dalam bukunya Criminologie tahun 1958, kejahatan adalah suatu tindakan atau kelakuan yang merugikan dan merusak asusila, yang menimbulkan kegoncangan besar kepada masyarakat tertentu, sehingga masyarakat ituberhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan penderitaan terhadap pelaku perbuatan itu pembalasan. 64 Pada bab I sebelumnya, telah dijelaskan pengertian dari kejahatan kekerasan itu sendiri. Pada bab II ini akan membahas jenis-jenis dari kejahatan kekerasan itu sendiri. Menurut Haskell dan Yablonsky, ada empat jenis perbuatan yang menjadi dasar kategori kejahatan kekerasan, yaitu Pembunuhan moord , perkosaan dengan penganiyaan forcible rape, Perampokan robbery, dan penganiayaan berat aggravated assault. 65 Penelitian ini akan membahas satu-persatu bagian dari kejahatan kekerasan diatas, antara lain : 63 Ibid, hlm. 46 64 Stephan, Hurwitz, Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 4 65 Mulyadi, Mahmud, Criminal Policy, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. .34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Pembunuhan Berencana pasal 340 KUHP Isinya sebagai berikut : “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan moord, dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun” 66 Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur : 3. Unsur Subyektif 4. Dengan Sengaja 5. Dengan rencana terlebih dahulu 4. Unsur Obyektif d. Perbuatan : menghilangkan nyawa e. Obyeknya : nyawa orang lain. Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan direncanakan terlebih dahulu”. 67 Pebedaan antara pembunuhan dengan pembunuhan direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi didalam diri sipelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Untuk pembunuhan direncanakan terlebih dahulu, diperlukan berpikir secara tenang bagi pelaku. Pengambilan keputusan dalam pembunuhan biasa dalam menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dahulu kedua hal tersebut terpisah oleh waktu 66 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 241 67 Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 81 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk member kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya. 68 Jangka waktu itu bukan menjadi criteria bagi pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. Jangka waktu dapat digunakan sebagai petunjuk adanya rencana terlebih dahulu, tetapi tidak menjadi bukti. Direncanakan terlabih dahulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsu nya dan dibawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya, setelah dilakukannya perbuatan itu. 69 Mengenai unsur dengan direncanakan terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung tiga 3 unsur, yaitu 70 : a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Suasana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba- tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi, sehingga perbuatan nya itu dapat terwujud. b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, malainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongret yang 68 Ibid 69 Anwar, Moch Dading , Hukum pidana bagian khusus KUHP buku II , Alumni Bandung, 1980, hlm 93 70 Chazawi, ibid, hlm. 83 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu lama, sebab bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan keputusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu itu : 1 dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, 2 bila kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan bagaimana cara yang akan digunakan dan alat apa yang akan di gunakan dalam pelaksanaannya. Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya. Arrest HR 22-1909 menyatakan bahwa “ untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya tenggang waktu pendek atau panjang dalam melakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat mempertimbangkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” Soenarto Soerodibroto, 1994 :207 . c. Pelaksanaan kehendak perbuatan dalam suasana tenang Maksud suasana tenang disini adalah pembunuhan dilakukan tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut dan sebagainya. Ketiga unsur diatas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebetulan yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah, maka sudah tidak lagi dengan direncanakan terlebih dahulu 71 . Contoh, I.Ketut Penter telah lama bermusuhan dengan Amak Miasi, pada hari senin, tanggal 8 September 1986. I. ketut Penter berjumpa dengan Amak Miasi disawah kampong Bongor Desa Jembatan Kembar Kabupaten Lombok Barat. Pada waktu bertemu, mereka saling memaki dan menantang. Setelah I. Ketut Penter mendengan makian dan tantangan dari Amak Miasi, maka ia pulang mengambil tombak yang bergagang kayu panjang. Setelah mengambil tomabak, ia pergi ke tempat Amak Miasi , kemudian I. Ketut menusukkan tomabknya kearah dada kanan Amak Miasi sehingga dada nya tembus dan tulang dadanya ke-7 dan ke-8 putus. Akibat dari tusukan tombak tersebut, Amak Miasi terjatuh dan meninggal dunia. 72 Pasal 340 oleh karena mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri een zelfstanding misdrijf lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam pokok pasal 338 . 73 2. Pemerkosaan pasal 285 KUHP Pasal 285 berisi : “ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”. 74 71 Chazawi, Op.Cit, hlm. 84 72 Suharto, Hukum Pidana Materil, cet : II, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 84 73 Ibid 74 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Bogor : POLITEIA, 1994, hlm. 210 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 285 adalah rumusan perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan dengan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh, maka pasarl ini disebut kejahatan “Perkosaan”. 75 Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh”. Dalam delik ini, yang perlu dibuktikan adalah : 76 a. Bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimana dilakukan pelaku sehingga persetubuhan dapat terlaksana. b. Kekerasan atau ancaman kekrasan harus ada hubungannya langsung dengan persetubuhan yang dilakukan pelaku. c. Bahwa persetubuhan tersebut tidak diketahui oleh korban d. Korban adalah bukan istrinya. Delik yang diatur dalam pasal 285 KUHP kehendak yang dimaksud adalah bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Delik perkosaan pada umum nya tidak dilakukan di depan umum, sehingga dalam pembuktikannya akan mengalami hambatan, kecuali di dukung oleh petunjuk yang kuat dan menurut logika dapat meyakinkan bahwa perbuatan tersebut dapat terbukti. 77 Tindak pidana yang mirip dengan pasal 285 ini adalah pasal 289 KUHP yaitu “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan” feitelijke aanranding der eerbaarheid yang isinya sebagai berikut 78 : 75 Suharto, ibid, hlm. 84 76 Ibid, hlm. 85 77 Suharto, Loc.Cit 78 Wirjono, Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet-II, Bandung : PT. Eresco, hlm. 123 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 289 KUHP : “ barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun” 79 Menurut komentar penulis belanda, perbuatan cabul yang dipaksakan dalam pasal 289, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain antara pasal 285 dengan 289 antara lain 80 : a. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan oleh perempuan terhadap seorang laki-laki. b. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan diluar perkawinan, sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh. Sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan didalam perkawinan, sehingga tidak boleh seorang suami memaksa isterinya untuk cabul atau seorang istri semaksa suaminya untuk dicabul. 3. Pencurian dengan Kekerasan pasal 365 KUHP. Isinya sebagai berikut : Ayat 1 : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”. 79 Soesilo,R, Op.Cit, hlm. 212. “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan kesopanan atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada 80 Wirjono, Op.Cit UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ayat 2 : “ Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan. 2e : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. 3e : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu. 4e : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat. Ayat 3 : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’ Ayat 4 : “ Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3”. 81 Unsur delik yang terdapat pada pasal 365 ayat 1 adalah : Unsur Objektif : 82 1. Cara atau Upaya yang digunakan a. Kekerasan, atau; b. Ancaman kekerasan. 2. Yang ditujukan kepada orang. 3. Waktu penggunaan upaya kekerasan danatau ancaman kekerasan itu ialah: a. Sebelum, b. Pada saat, c. Setelah. 81 R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 253-254 82 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta : PT. Raja Grafika Persada, 2002, hal. 91 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Unsur Subjektif : 1. Digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang ditujukan: a. Untuk mempersiapkan pencurian b. Untuk mempermudah pencurian, c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lain apabila tertangkap tangan, d. Untuk tetang menguasai benda yang dicuri agar tetap berada ditangannya. Pada pasal 365 KUHP ini merupakan pencurian dengan kekerasan dengan keadaan yang membertakan karena didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menyiapkan, mempermudah, melarikan diri sendiri atau untuk tetap meguasai atas barang yang dicurinya yang dilakuka pada waktu dan dengan cara tertentu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seperti yang dilakukan dalam pasal 265 ayat 2 dan 3 KUHP, dengan demikian pasal ini disebut “pencurian dengan kekarasan”. 83 Pasal 365 ini, yang perlu dibuktikan pada delik ini ialah :”bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimanakah yang dilakukan oleh pelaku. Bentuk kekerasan diatas dapat dilihat pada pasal 89 KUHP 84 . Seperti yang 83 Suharto, Op.Cit, hlm. 79 84 Suharto, Op.Cit, hlm .80 Lihat pasal 89 KUHP, Yang dimaksud dengan melakukan kekerasan itu adalah membuta orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi lemah. “melakukan kekerasan” artinya : “mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak syah”, misalnya memukuldengan tangan atau dengan segala benda tajam, menyepak, dan menendang. “pingsan”artinya : “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”. “tidak berdaya”artinya : tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun “. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA telah dirumuskan pada pasal 365 KUHP, bahwa pencuri waktu malam ke tempat melakukan kejahatan dengan didahuliu, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka terlah terjadi beberasapa tindak pidana yang dilakukan. 4. Penganiayaan Berat pasal 354 KUHP Isinya sebagai berikut ; Ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’ Ayat 2 : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”. 85 Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah : e. Kesalahannya : adanya Kesengajaan opzettelijk f. Perbuatannya : Melukai berat g. Obyeknya : tubuh orang lain h. Akibatnya : Luka Berat Unsur akibat dari kesengajaan sebetulnya sudah merupakan bagian atau kesatuan dari unsur perbuatan melukai berat, karena perbuatan melukai berat adalah suatu perbuatan yang untuk terjadinya secara sempurnya memerlukan adanya akibat. Tanpa timbunya akibat luka berat, suatu perbuatan tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melukai berat. 86 85 Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” pasal 351 alinea 2 .tentang luka berat itu sendir, terdapat pada pasal 90 86 Adami, Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hlm.31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perbuatan melukai berat adalah rumusan yang bersifat abstrak, artinya suatu rumusan perbuatan yang tidak dengan terang bagaimana bentuknya, dengan begitu bentuk perbuatannya terdiri dari banyak perbuatan kongkret yang dapat diketahui setelah perbuatan terwujud. Akibat kematian bukanlah tujuan atau kehendak dari pelaku, yang menjadi kehendak pelaku adalah luka beratnya saja 87 . Berbeda dengan penganiayaan biasa yang menimbulkan luka berat pasal 351 ayat 2 maupun penganiayaan berencana yang menimbulkan luka berat 353 ayat 2 . Untuk terjadinya penganiayaan berat secara sempurna, akibat luka berat yang dituju harus sudah timbul. Pada penganiayaan biasa dan penganiayaan berencana sudah dapat terjadi dengan sempurna walaupun luka berat nya tidak timbul 88 . Pada penganiayaan berat, apabila luka berat tidak timbul, maka yang terjadi barulah percobaannya, yakni percobaan penganiyaan berat 354 jo 53 . Pada penganiayaan biasa yang menimbulkan kematian 351 ayat 3, kesengajaan ditujukan pada perbuatan yang sekaligus pada rasa sakitnya korban. Pada penganiayaan berencana 353, kesengajaannya selain ditujukan pada perbuatan dan akibat yang sama seperti pada penganiayaan biasa, juga ditujukan pada rencana lebih dulu, dan sama-sama tidak ditujukan pada akibat kematian. Pada penganiayaan berat pasal 354 , kesengajaannya selain ditujukan perbuatannya juga ditujukan pada akibat luka beratnya. Akibat kematian pada penganiayaan berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat. 89 87 Ibid, hlm. 32 88 Ibid, h. 33 89 Chazawi, Loc.Cit UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perbuatan yang akan dikategorikan sebagai luka berat harus ditentukan oleh ahli professional dibidangnya, yaitu dokter, melaluii visum et repertum. Percobaan untuk melakukan penganiayaan berat ini dipidana. Syarat adanya percobaan penganiayaan berat ini yaitu bahwa kesengajaan ditujukan terhadap perbuatan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain. 90

B. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP

Dokumen yang terkait

Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

10 136 89

Upaya Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Dengan Kekerasan (StudiPadaKepolisianSektorPakuanRatu)

0 44 50

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi di polresta Bandar Lampung)

0 12 70

Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

0 3 6

PENGHENTIAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH HUKUM POLSEK DURI (RIAU).

1 1 6

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN SEKTOR KUTA KABUPATEN BADUNG).

0 3 65

UPAYA KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus di Polsek Banjar Agung KabupatenTulang Bawang)

0 0 13

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

1 1 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

0 0 26

PENANGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI POLSEK BAGAN SINEMBAH RIAU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun oleh : Hanna Mandela 080200224

0 0 11