Profil Informan DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.2 Profil Informan

1. Lisbet

Lisbet 42 Tahun, ibu ini bertempat tinggal di Perumahan Graha Tanjung Anom Medan. Lisbet adalah seorang dengan profesi perawat, beretnis Batak dan beragama Kristen, ibu ini lulusan DIII dan anak pertama dari enam bersaudara. Saat pertama ibu Lisbet merasakan gejala yang tidak enak pada perutnya, beliau langsung melakukan dokter menyarankan untuk pasien yaitu ibu Lisbet menjalani suntikan secara rutin yaitu suntik Tavros 1 kali setiap bulan selama 3 bulan, yang mana suntik Tavros cukup menguras kantong karena harga per dosis sekitar 2 jutaan. Setelah itu ibu Lisbet melakukan pemeriksaan kembali dan dokter menyarankan untuk dioperasi, karena walaupun sudah disuntik Tavros, hasil penciutan kista tersebut tidak signifikan sesuai yang diharapkan. Didalam riwayat keluarga ibu Lisbet tidak ada yang menderita penyakit kista, sehingga pada waktu keluarga ibu Lisbet mendengar tentang penyakitnya, keluarga ibu Lisbet menyerahkan sepenuhnya kepada ibu Lisbet untuk menentukan pengobatan apa yang akan dijalani ibu Lisbet. Karena di dalam tradisi keluarga ibu Lisbet lebih mempercayai pengobatan secara medis, maka ibu Lisbet memilih pengobatan medis. Apalagi untuk operasi tersebut, asuransi kesehatan yang diberikan Perusahaan dapat menanggung biaya perobatan yang akan dikeluarkan. Dengan mengambil jalan tersebut Ibu Lisbet merasa nyaman dan hal in itidak mempengaruhi aktifitasnya , baik secara faktor sosial maupun ekonomi, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.Suida Jayani Wanita Jawa ini merupakan seorang karyawati, pendidikan terakhir Suida adalah S1 Ekonomi. Pada awalnya Suida hanya meceritakan penyakit kista yang dideritanya kepada temannya. Merasakan bahwa seperti ada kelainan di dalam rahimnya, “pada awal tahun 2004 saya mengalami menstruasi yang tidak normal, setelah menstruasi selama 7 hari bertutur-turut saya kemudian mengalami menstruasi kembali, maka dari itu saya langsung berkonsultasi ke dokter”. Pertama sekali menjalani pemeriksaan usg di dokter kandungan, Suida divonis menderita kista ovarium dengan diameter 3 cm. Tanpa disadari Suida sudah menderita penyakit kista selama 1 tahun pada tahun 2004, setelah vonis dokter tersebut, Suida memilih pengobatan medis melalui operasi. Alasan Suida langsung memilih pengobatan medis adalah karena dia bekerja di sebuah rumah sakit dan dia lebih percaya dengan hasil pengobatan medis. Di dalam riwayat keluarga Suida tidak ada yang menderita penyakit kista. sehingga ketika keluarga Suida mengetahui mengenai penyakit yang dialami Suida, maka keluarganya langsung menyarankan untuk menjalani operasi sesuai dengan keputusan dokter, di dalam tradisi keluarga Suida juga mereka lebih percaya terhadap pengobatan medis. Sampai saat ini Suida masih menjalani pemeriksaaan rutin ke dokter. Di dalam keluarga Suida, pengobatan yang dianggap baik yaitu pengobatan medis. Selain itu Suida juga merasa nyaman dengan pengobatan yang dijalaninya meskipun secara ekonomi Suida merasakan biaya yang dikeluarkannya untuk menjalani pengobatan penyakit kista yang di deritanya tidaklah sedikit, karena pada saat itu perusahaan tempat ia bekerja belum memberikan asuransi kesehatan yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dapat menanggung biaya operasi tersebut. Namun karena Suida merasa lebih praktis dan percaya kepada pengobatan medis serta telah menemukan rasa aman pada dokter kandungan yang ia pilih, menurut Suida pengobatan secara medis lebih akurat dan terpercaya.

3. Neneng

Neneng 28 tahun bertempat tinggal di Jalan Jend. Gatot Subroto km.10 Medan, ia beragama Islam dan bersuku Sunda, gadis kelahiran Medan ini merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarganya, penyakit yang dideritanya membuat ia mendapat perhatian lebih dari keluarganya. Ayah Neneng bekerja sebagai wirausahawan pemborong dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Pada awalnya Neneng selalu merasakan sakit yang luar biasa pada saat menstruasi, hal itu tidak terlalu diperhatikan secara serius oleh Neneng, ia hanya mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit seperti Ponstan. Namun seiring berjalannya waktu Neneng merasakan tidak ada perubahan pada rasa sakit yang dideritanya, bahkan ia semakin merasakan sakit sampai mengalami muntah-muntah pada saat haid. Kemudian kakak sepupu Neneng menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter. “Saya memilih pengobatan secara medis dengan cara USG untuk memastikan apa gejala dari rasa sakit yang saya rasakan, dan saya mendapat banyak referensi tentang beberapa orang dokter kandungan agar saya dapat melakukan konsultasi, dan lagi saya bekerja di rumah sakit, sehingga lebih mudah untuk mengusahakan keringanan biaya pengobatan sehingga dapat membantu saya secara sosial dan ekonomi.” Neneng melakukan USG dan pada saat itulah baru diketahui bahwa Neneng mengidap UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penyakit kista dengan diameter yang masih sangat kecil. Pada saat itu dokter langsung melakukan tindakan pengobatan melalui suntikan Depo untuk menghilangkan kista tersebut. Terapi suntikan dilakukan 2 x dalam setahun. Sejak saat itu sampai kini, Neneng masih rutin menjalani pemeriksaan seperti USG untuk memastikan kista tersebut tidak muncul kembali. Dokter berpendapat bahwa jika kista tersebut muncul dan masih berupa bentuk halus, dapat dihancurkan melalui terapi suntikan. Pengobatan yang dijalani Neneng selama 4 tahun ini juga tidak mengganggu aktifitasnya sehari-hari. Sampai saat ini Neneng masih rutin menjalani check up 3 bulan sekali atau apabila Neneng kembali merasakan sakit yang luar biasa pada saat haid.

4. Samaria Surbakti

Samaria 40 tahun, ibu satu anak ini tinggal di Jalan Sawit Perumnas Simalingkar Medan, ibu ini merupakan lulusan SMA, anak kelima dari lima bersaudara, ibu ini beragama Kristen dan bersuku Batak. Pertama sekali merasakan gejala suatu penyakit, ibu Samaria menceritakan kepada teman-teman terdekatnya, kemudian ibu Samaria memeriksakan diri ke dokter kandungan dan divonis menderita kista dengan diameter yang masih dibawa 3 cm, setelah itu ibu Samaria memilih untuk meminum suplemen alternatif berupa minyak ikan. “Saya minum suplemen karena saya yakin kista saya masih bisa hilang dan harga suplemen juga masih terjangkau.” Saat rutin minum suplemen ibu Samaria sama sekali tidak merasa aktifitasnya terganggu, saya mengkonsumsi suplemen dan saya merasa segar serta haid tidak terasa sakit lagi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setahun kemudian ibu Samaria memeriksakan dirinya ke dokter dan kista ibu Samaria sudah tidak ada lagi. Di dalam keluarga ibu Samaria pengobatan medis sebenarnya dianggap lebih baik , namun karena beliau merasa segar dan nyaman dengan suplemen yang ia konsumsi, serta yang mana secara ekonomi tidak memberatkan beliau. Dan manfaat yang beliau rasakan adalah kista tersebut menyusut dan kondisinya jadi lebih baik.

5. Juwita

Juwita 39 tahun merupakan perempuan bersuku Batak yang tinggal di Jalan Kiwi Perumnas Mandala Medan, ibu Juwita merupakan seorang Radiographer, yaitu petugas medis yang bekerja sebagai operator mesin x-ray, ia beragama Kristen dan anak keempat dari sembilan bersaudara. Saat merasakan gejala sakit pada perut bagian bawah, ibu Juwita menceritakan kepada suaminya, dan kemudian ibu Juwita pergi memeriksakan diri ke dokter kandungan, setelah di USG baru diketahui ibu Juwita menderita kista. “Saya memilih ke dokter karena menurut saya dokter lebih kompeten menjelaskan apa pengaruh dan perawatan berkelanjutan kalau kita divonis menderita kista, keluarga saya juga menyarankan menjalani pengobatan alternatif namun saya lebih memilih pengobatan secara medis. Pertama sekali saya di USG kemudian diberi obat pengurang rasa sakit sementara dan akhirnya dokter menetapkan jadwal saya untuk dioperasi. “Efek yang saya rasakan saat ini saya merasa nyaman dengan keputusan operasi tersebut, hal itu merupakan tindakan yang tepat dan biaya yang dikeluarkan berasal dari tanggungan asuransi perusahaan tempat saya bekerja.” UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Ernawati Harahap

Ernawati 44 tahun, ibu ini bertempat tinggal di Jalan Bengawan Kampung Lalang Medan, ibu Ernawati adalah seorang pegawai swasta yang bersuku Mandailing dan beragama Islam, ibu ini lulusan SMA dan anak kedua dari enam bersaudara. Pertama sekali merasakan gejala suatu penyakit ibu Erna menceritakannya kepada teman dekat lalu kemudian kepada suaminya, lalu ibu Erna memeriksakan dirinya ke dokter. Pada saat itu dokter memvonis beliau terkena kista mioma dan menyarankan untuk menjalani operasi. Tapi ibu Erna tidak langsung menyetujui opsi dokter tersebut. Beliau mendatangi dokter spesialis penyakit kandungan. Oleh dokter tersebut, ibu Erna dianjurkan untuk melakukan terapi pengobatan selama 4 bulan yaitu mengkonsumsi obat pengatur stabilitas hormon, Karena dokter menilai bahwa kista mioma tersebut masih bisa dikendalikan, untuk kemudian dilihat hasilnya apakah perlu dilakukan tindakan operasi atau tidak. “Saat menjalani pengobatan saya merasa khawatir dan cemas, kemudian suami menyarankan untuk berobat alternatif dan ingin mengantarkan saya ke tempat pengobatan alternatif. Di dalam keluarga saya medis ataupun non medis dianggap baik, namun saya lebih memilih pengobatan medis karena saya merasa lebih cepat dan tuntas meskipun saya agak merasa terganggu saat menjalani terapi hormon, terutama saat beribadah, namun secara ekonomi saya merasa lebih terbantu karena pengobatan melalui medis ini dibantu oleh kebijakan perobatan dari perusahaan.”

7. Nalina

Nalina 38 tahun bertempat tinggal di Jalan Tempua Medan, ibu ini merupakan lulusan SMA, anak pertama dari dua bersaudara, ibu ini beragama Kristen dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bersuku India. “Saya menceritakan gejala penyakit saya pertama sekali kepada suami saya dan teman dekat saya, kemudian teman saya mengatakan mungkin saya terkena kista, kemudian saya memeriksakan diri ke dokter. Dokter pertama yang saya temui menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan saya ditemukan bahwa saya mengiap kista mioma dengan diameter dibawah 3cm namun tersebar di dinding rahim saya. Saat itu dokter menyarankan untuk operasi, tetapi saya tidak langsung memutuskan, saya pergi untuk berjumpa dokter yang lain untuk mencari pendapat lain. Juga melalui pemriksaan USG, dokter kedua menyatakan bahwa rahim saya aman-aman saja. Dalam kebingungan saya akhirnya menjumpai seorang dokter ahli radiographer, melalui pemeriksaan USG kembali dokter radiographer menyatakan bahwa saya memang terkena kista mioma. Akhirnya saya sampai kepada keputusan bahwa hal ini terpulang kembali kepada saya, apakah saya akan mengambil tindakan terapi alternatif atau melakukan operasi. Dan saya kemudian memutuskan untuk melakukan operasi sesuai dengan arahan dokter pertama dan dokter ketiga. Tetapi untuk hal tersebut saya membutuhkan waktu untuk mengumpulkan keberanian dan selama masa tunggu ini saya memutuskan untuk tidak melakukan tindakan apapun. Keluarga saya menyarankan untuk juga segera dioperasi. Setelah menunggu selama kurang lebih satu bulan dengan tidak melakukan apa-apa, akhirnya seorang teman menyarankan untuk melakukan terapi dengan meminum air rebusan daun sirsak. Saya fikir apa salahnya saya mencoba terapi ini sambil menunggu keberanian nyali saya untuk melakukan operasi. Setelah melakukan terapi daun sirsak tersebut, saya kembali menjumpai dokter, melakukan USG dan menemukan bahwa kista mioma itu telah menciut sama sekali. Kemudian dokter memberikan saya obat untuk UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menstabilkan hormon. Dalam masa pengobatan saya tidak merasakan efek yang mengganggu aktifitas saya sehari-hari, saat ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat- obatan lagi karena saya sudah sembuh dengan jalan terapi ini. Saya pada awalnya lebih memilih pengobatan secara medis, namun seiring perjalanan waktu akhirnya saya menjalani terapi alternatif, dan hal ini nampaknya cukup berhasil bagi saya dan tubuh saya.”

8. Ulfa Amalia Hasibuan

Ulfa Amalia Hasibuan 36 tahun merupakan perempuan bersuku Mandailing yang tinggal di Jalan Sei Serayu Medan, ia beragama Islam dan anak kedua dari dua bersaudara. “Pertama sekali saya didiagnosis terkena kista melalui pemeriksaan kesehatan rutin yang saya lakukan. Saya menjumpai dokter kandungan yang masih merupakan keluarga saya sendiri. dokter kandunagn tersebut melakukan USG dan memastikan bahwa kista ovarium saya telah mencapai diameter 10cm. Dokter tersebut menyarankan saya untuk melihat kemungkinan segera menikah, karena menikah juga merupakan terapi yang baik bagi penyakit kista. Jalan kedua adalah saya harus segera melakukan tindakan operasi, yang mana hal ini langsug saya tolak karena saya merasa takut. Opsi ketiga adalah saya melalukan terapi suntikan Tavros agar kista tersebut meciut. Pada saat itu saya lebih memilih opsi ketigadengan resiko saya harus menanggung sendiri biaya terapi suntikan tersebut. Ternyata setelah menjalani tiga kali terapi suntikan, kista tersebut tidak mengalami penciutan seperti yang diharapkan. Saya merasa aman, nyaman, percaya kepada dokter saya. Tetapi faktor rasa takut unuk operasi lebih menguasai diri sayasehingga kemudian selam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kurang lebih 3 tahun saya mencoba mengabaikan rasa sakit yang saya alami, sambil mencoba apa saja terapi alternatif yang disarankan orang. Saat pemeriksaan terakhir diameter kista saya adalah 8cm. Setelah akhirnya selama 3 tahun melakukan percobaan pengobatan alternatif disana-sini dan hasilnya perut saya terlihat semakin membesar. Akhirnya saya menyerah da menjumpai dokter kembali. Dokter melakukan pemeriksaan USG dan menjumpai bahwa diameter kista saya telah mencapai 14cm. Dokter memvonis saya harus segera melakukan operasi sebelum akhirnya kista tersebut pecah di dalam perut. Dan akhirnya saya pun melakukan operasi tersebut dengan tidak berpikir panjang lagi. Dampak yang saya alami sewaktu menjalani pengobatan dengan cara suntikan adalah saya mengalami kenaikan berat badan secara drastis, dan dengan pengobatan alternatif saya susah meluangkan waktu untuk berobat karena tempat pengobatan alternatif saya cukup jauh dari tempat tinggal saya, itu merupakan kendala dan efek yang saya alami selama masa pengobatan. Saya juga harus meluangkan dana untuk bahan bakar kendaraan dan sampai disana saya juga butuh tenaga ekstra untuk mengantri dikarenakan pasien alternatifnya yang cukup banyak, sementara saya hanya punya waktu luang pada akhir pekan karena saya bekerja senin sampai dengan jumat. Keluarga saya tetap mendukung saya dengan menemani saya berobat dan menyemangati saya untuk tetap menjalani pengobatan. Saat ini saya sudah sembuh dengan melakukan operasi. Pengobatan medis memang lebih cepat dan tuntas menurut saya, dan lebih mudah dipantau perkembangannya. Dan untuk tindakan operasi ini, saya tidak mengalami beban di biaya karena telah ditanggung oleh asuransi kesehatan perusahaan.” UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9. Yuningsih Sudarti

Yuningsih 28 tahun bertempat tinggal di Banda Aceh, Yuningsih biasa dipanggil Ningsih, Ningsih merupakan seorang seorang ibu rumah tangga, ia beragama Islam dan bersuku Jawa, ia anak kedua dari dua bersaudara. Kista yang dialami ibu Ningsih tidak memiliki gejala yang dialami wanita lain pada umumnya seperti rasa sakit yang dapt mengganggu aktifitas sehari-hari, namun ibu Ningsih sampai saat itu belum mendapatkan keturunan. “Pertama sekali saya tidak memilih jenis pengobatan apa pun selama dua bulan, dalam waktu dua bulan saya hanya berkonsultasi kepada beberapa dokter di Banda Aceh dan di Medan dan akhirnya banyak dokter yang menyarankan untuk melakukan pengangkatan kista saya dengan jalan Laparoscopy. Karena kista yang saya alami, didiagnosis dokter menimbulkan kesulitan bagi saya untuk bisa hamil.” Di dalam riwayat keluarga ibu Ningsih, yaitu ibunya juga pernah menderita penyakit kista, ibu Ningsih juga disarankan oleh keluarganya untuk menjalani pengobatan alternatif, namun ibu Ningsih lebih memilih pegobatan secara medis. “Proses pengobatan yang saya jalani membuat daya tahan tubuh saya semakin berkurang setelah masa operasi dan saya lebih cepat merasa capek dan mudah jatuh sakit, namun setelah dilakukan tindakan medis yaitu Laparoscopy, berupa jalan melalui pembedahan kecil dan memecah jaringan kista itu didalam perut. Alhamdulillah, pada akhirnya setelah saya melakukan operasi, saya akhirnya bisa hamil. Secara ekonomi menurut ibu Ningsih pengobatannya tergolong ringan karena ditanggung oleh asuransi tetapi secara sosial banyak orang yang belum mengerti penyembuhan dengan teknik Laparoscopy jadi terkesan mahal dan berbahaya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA “Pengobatan yang paling baik menurut saya adalah pengobatan medis karena penyakit kista banyak jenisnya dan metode pengobatan secara medis juga banyak jenisnya tergantung jenis kista dan letak kistanya dan itu menurut saya hanya bisa di observasi melalui medis seperti USG, tes laboratorium dan lain sebagainya.”

10. Idha Hidayati

Idha 39 tahun bertempat tinggal di Jalan Setia Luhur Medan, ibu Idha merupakan lulusan S1 Ekonomi, anak kedua dari empat bersaudara, ibu ini beragama Islam dan bersuku Jawa. Setelah merasakan gejala suatu penyakit pada perut bagian bawah, ibu Idha berkonsultasi ke dokter, kemudian diketahui bahwa ibu Idha menderita kista, namun masih dapat diobati dengan terapi hormon. Saat ini ibu Idha rutin mengkonsumsi obat dari dokter dan setiap bulan rutin melakukan pemeriksaan ke dokter. “Selain di dalam keluarga saya lebih mempercayai pengobatan secara medis, menurut saya pengobatan secara medis lebih aman dan akurat maka dari itu saya lebih memilih pengobatan secara medis. Apabila pada masa konsumsi obat pada akhirnya tidak ada pengurangan dari ukuran kista saya, maka jalan terakhir yang dianjurkan dokter saya adalah operasi.

4.3 Analisis Data 1. Persepsi Penderita Kista tentang Pengobatan Kista