Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan dalam Memilih Pengobatan Medis atau Alternatif (Studi Kasus pada Perempuan Penderita Kista di Kota Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

PEREMPUAN DALAM MEMILIH PENGOBATAN MEDIS

ATAU ALTERNATIF

(Studi Kasus pada Perempuan Penderita Kista di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

060901070 T. Hafni Faradilla

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan 2013


(2)

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan perempuan, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Mengingat keadaan tersebut, perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan tidak hanya dari sudut pandang gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi juga mengenai bagaimana hubungan sosial, budaya dan persepsi masyarakat dengan masalah yang dihadapi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pasien penderita kista dalam memilih jenis pengobatan medis dan alternatif sebagai jenis pengobatan.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengamatan serta studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilihan jenis pengobatan dipengaruhi oleh faktor kepercayaan, faktor kondisi sosial ekonomi, faktor dukungan keluarga, faktor pendidikan, faktor jarak yang ditempuh pasien dan faktor kenyamanan pasien terhadap pelayanan suatu pengobatan dan juga faktor rasionalitas. Berdasarkan uraian dalam landasan teori dapat juga dinyatakan latar belakang pasien dalam memilih jenis pengobatan adalah faktor pemudah yang meliputi kondisi sosial ekonomi perempuan penderita kista yaitu pekerjaan dan penghasilannya, persepsi kemampuan penyembuhan, tingkat kepuasan pengobatan, kepercayaan, rasionalitas. Faktor penentu yang meliputi ketersediaan fasilitas kesehatan, ketercapaian fasilitas kesehatan, keterampila yang berkaitan dengan kesehatan akan berpengaruh terhadap terjadinya perilaku masyarakat dalam memilih jenis pengobatan. Faktor memperkuat yang meliputi keluarga dan kerabat perempuan penderita kista, teman, tetangga, petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap terjadinya perilaku perempuan penderita kista dalam memilih jenis pengobatan


(3)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

AlhamdulillahiRabbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya. Tiada suatu keinginan dan cita-cita yang dapat tercapai tanpa perjuangan. Perjalanan langkah pun terkadang tidak semulus yang dibayangkan sering pula menemukan hambatan disana sini, berkat tekad yang kuat Insya Allah semua dapat teratasi dengan baik.

Adapun judul dari skripsi saya adalah “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan dalam Memilih Pengobatan Medis atau Alternatif (Studi Kasus pada Perempuan Penderita Kista di Kota Medan)”, yang mana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perempuan penderita kista dalam memilih medis atau alternatif sebagai jenis pengobatan.

Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat dari para pembaca dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Penulis juga menyadari bahwa apa yang telah diraih penulis saat ini tidak terlepas dari dukungan moril dan materil dari berbagai pihak.

Ucapan terimakasih, rasa sayang dan rindu yang sangat dalam kepada Almarhum Papa saya Tengku Abdul Hadi Ahmad, akhirnya Dilla anak Papa jadi sarjana. Untuk Mama saya tercinta Ernita Hakim Hasibuan, terima kasih mama, selama ini sudah selalu mendukung Dilla, walaupun kita sering berbeda pendapat tapi Dilla tetap sayang mama, pengorbanan mama selama ini membesarkan kami tidak akan pernah kami lupakan selamanya. Buat kakak-kakak saya Putri, Rini, Rina yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya, buat adik saya satu-satunya


(4)

Tengku Hani Silvia, terima kasih sayang sudah selalu ada untuk kakak. Dan untuk kakak sepupu saya tercinta yang selalu ada dalam suka dan duka,selalu mendukung saya untuk menjadi yang wanita yang tegar dan mandiri, kak Ulfa Amalia Hasibuan, terima kasih kakak ku sayang.

Dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua Departemen Sosiologi. 3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin selaku sekretaris Departemen Sosiologi. 4. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku dosen penguji II penulis.

5. Ibu Dra. Rosmiani, M.A selaku dosen pembimbing dan dosen penguji I yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama mengerjakan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si yang pernah menjadi dosen pembimbing penulis.

7. Bapak Prof. Dr. Rizabuana M.Phil selaku dosen wali penulis.

8. Semua dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang pernah membimbing penulis dalam setiap mata kuliah.

9. Kakak Betty dan kakak Feny yang selalu membantu dan mendukung penulis. 10.Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat penulis Nidya, Vivi, Maya, Icha,

Ayis, Esha, Meta, Eka,Ulya, Indah, Imay, Asma, Rosianti, Tuti, Ryan, Regar, Darma, Afwan, Angga, Rizky teman-teman seperjuangan Irma, Fadli, Gibran, Yandi, Jhon, Chandra, Herbin, Prabu, Diko, semua teman-teman stambuk 2006 yang tidak disebutkan namanya, semua senior dan junior stambuk 2007


(5)

Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, kekuatan dan kemudahan yang selalu diberikan dan penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca serta berguna bagi yang membutuhkan ilmu dan pengetahuan mengenai penelitian ini.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………..………. i

KATA PENGANTAR ………..………… ii

DAFTAR ISI ……….. ……….. v

DAFTAR TABEL ……….. viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ………...……….. 6

1.4. Manfaat Penelitian ……… 7

1.5. Definisi Konsep ……….………. 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Aksi dan Pilihan Rasional Max Weber ………….……….. 9

2.2. Perilaku Sakit Suchman ……….………. 12

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……….……… 14

3.2. Lokasi Penelitian ………. 14

3.3. Unit Analisis dan Informan ………...……….…… 14

3.3.1. Unit analisis ……….…..………… 14

3.3.2. Informan ……….……….…….……… 15

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………. 15

3.4.1. Data primer ……….……… 15

a. Metode wawancara ……… 16

b. Metode Observasi ……….……… 16

3.4.2. Data sekunder ……….……….. 16

3.5. Interpretasi Data ………..………. 17

3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian ………….………. 17


(7)

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah lahirnya kota Medan ……….…………. 19

2. Gambaran umum kota Medan ……… 22

4.2. Profil Informan 1. Lisbet ……….. 30

2. Suida Jayani ………..….. 31

3. Neneng ………..…….. 32

4. Samaria Surbakti ………..……….. 33

5. Juwita ………..……….………. 34

6. Ernawati Harahap ……….……….. 35

7. Nalina ………..………. 36

8. Ulfa Amalia Hasibuan ……….……… 37

9. Yuningsih Sudarti ………...……….……… 39

10. Idha Hidayati ………..……… 40

4.3. Analisis Data 1. Persepsi penderita kista tentang pengobatan kista ………. 41

2. Deskriptif pengobatan pasien penderita kista ………. 44

3. Pilihan-pilihan dalam pengobatan ………... 45

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan dalam memilih pengobatan medis atau alternatif ………….……. 46

1. Pengobatan medis a. Kepercayaan perempuan penderita kista ………… 46

b. Pendidikan dan pengetahuan perempuan penderita kista... 49

c. Dukungan keluarga dan kerabat perempuan penderita kista ……….. 50

d. Kondisi sosial ekonomi perempuan penderita kista.. 50

e. Faktor jarak tempat pengobatan perempuan penderita kista ……….. 51


(8)

2. Pengobatan Alternatif

a. Faktor kepercayaan perempuan penderita kista … 52 b. Faktor ekonomi perempuan penderita kista …… 52 c. Faktor pendidikan perempuan penderita kista … 53 d. Faktor dukungan keluarga dan kerabat perempuan penderita kista ……… 54 e. Faktor kenyamanan dan kemudahan ………… 54 5. Analisis tindakan rasional perempuan penderita kista dalam

memilih jenis pengobatan ………..…. 55 BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………..………. 59

5.2. Saran ……….………..…… 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jadwal kegiatan ……….……….. 17 Tabel 2 Jumlah fasilitas kesehatan menurut jenisnya ……… 29 Tabel 3 Matriks kepercayaan perempuan penderita kista ……… 48 Tabel 4 Matriks tindakan rasional perempuan penderita kista dalam memilih


(10)

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan perempuan, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Mengingat keadaan tersebut, perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan tidak hanya dari sudut pandang gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi juga mengenai bagaimana hubungan sosial, budaya dan persepsi masyarakat dengan masalah yang dihadapi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pasien penderita kista dalam memilih jenis pengobatan medis dan alternatif sebagai jenis pengobatan.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengamatan serta studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilihan jenis pengobatan dipengaruhi oleh faktor kepercayaan, faktor kondisi sosial ekonomi, faktor dukungan keluarga, faktor pendidikan, faktor jarak yang ditempuh pasien dan faktor kenyamanan pasien terhadap pelayanan suatu pengobatan dan juga faktor rasionalitas. Berdasarkan uraian dalam landasan teori dapat juga dinyatakan latar belakang pasien dalam memilih jenis pengobatan adalah faktor pemudah yang meliputi kondisi sosial ekonomi perempuan penderita kista yaitu pekerjaan dan penghasilannya, persepsi kemampuan penyembuhan, tingkat kepuasan pengobatan, kepercayaan, rasionalitas. Faktor penentu yang meliputi ketersediaan fasilitas kesehatan, ketercapaian fasilitas kesehatan, keterampila yang berkaitan dengan kesehatan akan berpengaruh terhadap terjadinya perilaku masyarakat dalam memilih jenis pengobatan. Faktor memperkuat yang meliputi keluarga dan kerabat perempuan penderita kista, teman, tetangga, petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap terjadinya perilaku perempuan penderita kista dalam memilih jenis pengobatan


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan perempuan, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat mendukung tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi dan kesehatan lingkungan yang baik. Sebaliknya di Negara berkembang seperti di Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang mendukung pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain: kurangnya ilmu pengetahuan, pendidikan yang minim sehingga sehingga sulit menerima informasi-informasi dan teknologi baru. Masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama ialah aspek fisik, misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit sedangkan yang kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu dan masyarakat.


(12)

Mengingat keadaan tersebut, perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan tidak hanya dari sudut pandang gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi juga mengenai bagaimana hubungan sosial, budaya dan persepsi masyarakat dengan masalah yang dihadapi.

Pada abad ke-19 sejak pegobatan modern berkembang dengan penemuan-penemuan bakteri dan ditemukan mikroskop, para ahli menyimpulkan bahwa penyakit itu ada penyebabnya. Pengobatan modern atau medis banyak dianut orang karena pengobatan ini dilalui dengan proses diagnosa, dan dibantu melalui peralatan-peralatan seperti mikroskop, rontgen, alat-alat bedah dan lain-lain untuk mendeteksi penyebab penyakit sebelum pasien diberi obat. Namun pengobatan modern tidak selamanya mampu menangani seluruh masalah kesehatan.

Sistem pengobatan tradisional banyak mendapat perhatian dari masyarakat karena sistem ini dalam kenyataannya masih tetap hidup berdampingan dengan sistem pengobatan modern, meskipun ilmu kedokteran semakin berkembang pesat di negara kita yang ditandai dengan munculnya pusat-pusat pelayanan kesehatan, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Pengobatan tradisional berkaitan dengan budaya suatu suku bangsa yang menempati suatu wilayah geografi tertentu. Pengobatan tradisional juga lazim digunakan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan baik di desa maupun di kota-kota besar.

Pengetahuan masyarakat dalam memilih penyembuhan penyakitnya diperoleh dari pengalaman serta dorongan lingkungan yang menghasilkan tingkah laku yang


(13)

disebut juga dengan budaya. Foster dan Anderson (2006) menjelaskan, bahwa pengetahuan di masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukannya. Selain usaha menghindari penyakit, usaha mengetahui cara penyembuhan juga merupakan salah satu pedoman tingkah laku manusia demi mencapai kesejahteraan hidupnya. Terbukti bahwa ada masyarakat yang menggunakan jasa pengobatan medis dan ada juga yang menggunakan pengobatan tradisional. Pengetahuan yang dimiliki itulah yang mendasari mengapa mereka memilih pengobatan medis atau pengobatan tradisional.

Peminat pengobatan alternatif dipengaruhi oleh beberapa faktor: (Rini Handayani, 2010)

1. Faktor Sosial

Alasan masyarakat memilih pengobatan alternatif adalah selama mengalami pengobatan alternatif keluarganya dapat menjenguk dan menunggui setiap saat. Hal tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin berinteraksi langsung dengan keluarganya atau kerabatnya dalam keadaan sakit. Selama perawatan yang dialaminya mereka dapat berkomunikasi dengan akrab dengan keluarganya. Namun ada juga informasi yang mengemukakan bahwa masyarakat lebih senang dirawat atau diobati di rumah sakit daripada dirawat atau diobati di tempat-tempat pengobatan alternatif. Mereka dibawa ke pengobatan alternatif bukan atas kemauan sendiri tetapi atas desakan biaya pengobatan. Biasanya mereka belum pernah ke rumah sakit sehingga tidak bisa dibandingkan pengobatan alternatif dengan pengobatan di rumah sakit. Disini tampak adanya faktor pasrah akibat dari keterbatasan pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial.


(14)

2. Faktor Ekonomi

Masyarakat memilih pengobatan alternatif kerena biayanya lebih murah daripada rumah sakit, cara pembayarannya juga tidak memberatkan karena pasien tidak tertarik uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu membayar sekaligus dapat dicicil setelah pulang.

3. Faktor Budaya

Salah satu alasan mengapa pasien memilih pengobatan alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seorang ahli yang mempunyai kekuatan supranatural yang mampu mempercepat kesembuhan penyakit. Disamping itu hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan Anderson bahwa sistem medis adalah bagian integral dari kebudayaan. Salah satu faktor lain yang menyebabkan pengobatan alternatif masih diminati masyarakat adalah kategori penyembuhan yaitu siapa yang berhak atau yang tepat dalam menyembuhkan, misalnya untuk penyakit C hanya D yang berhak, penyakit A hanya B yang tepat menyembuhkan. Dalam persepsi masyarakat juga menganggap penyakit yang tidak parah tidak perlu dibawa ke rumah sakit, karena penyakit yang diderita dianggap tidak mengancam jiwanya, tidak mengganggu nafsu makan serta masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari walaupun agak terganggu.

4. Faktor Kenyamanan

Kenyamanan yang diperoleh pada saat pengobatan karena tidak menggunakan peralatan-peralatan yang bisa menakutkan mereka, terutama patah tulang tidak perlu diamputasi atau digips.


(15)

5. Kemudahan

Pasien dapat segera ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan hasil laboratorium lainnya.

Perbedaan yang terutama di antara pengobatan alternatif dengan pengobatan modern berdasarkan cara-pikir pengobatannya adalah pengobatan modern atau medis berpikir logika yang menganggap penyakit yang bersifat lahir, sedangkan pola-pikir pengobatan alternatif menganggap penyakit bersifat batin dan juga bersifat lahir.

Dalam penelitian ini membahas mengenai penyakit kista dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penderita kista dalam memilih pengobatan. Yang dimaksud dengan kista adalah suatu kantung yang berisi cairan, bisa kental seperti gel (mukus), bisa juga cair (serous). Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus oleh selaput semacam jaringan di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui. Penyebab utamanya masih menjadi misteri, namun ada literatur yang menyebutkan bahwa kista berasal dari telur yang gagal berovulasi, ada juga yang menyatakan bahwa kista diproduksi oleh kelenjar-kelenjar yang ada di ovarium, yang tak bisa dikeluarkan Akhirnya tertampung, dan makin lama makin besar. Kista menempati rongga-rongga di dalam tubuh, yang paling terkenal adalah kista indung telur (Ovarian Cysts).

Menurut beberapa kasus, perempuan yang memiliki kista pada awalnya merasakan sakit di bagian bawah perut ( rahim ) pada saat menstruasi ataupun pada saat berhubungan bagi perempuan yang sudah berumah tangga. Pada awalnya pasien melakukan pemeriksaan medis terlebih dahulu yaitu dengan melakukan USG.


(16)

Dengan demikian pasien penderita kista dapat mempertimbangkan jenis pengobatan yang sesuai dengan kondisinya, yaitu pengobatan yang tidak hanya memberikan proses penyembuhan secara biologis atau fisik, tetapi juga secara psikis, sosial budaya dan spiritual.

Adapun yang menarik dari judul yang menjadi alasan saya memilih penelitian ini adalah bagaimana pelayanan kesehatan dan kondisi sosial budaya masyarakat dapat mempengaruhi keputusan perempuan penderita kista dalam memilih jenis pengobatan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien penderita kista dalam memilih pengobatan medis atau alternatif?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah disamping sebagai persyaratan akademis, juga diharapkan akan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perempuan penderita kista dalam memilih pengobatan medis atau alternatif sebagai jenis pengobatan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa sosiologi mengenai pengobatan pada


(17)

masyarakat kita tidak hanya dalam dunia medis melainkan ada pengobatan alternatif yang juga dapat menjamin kesembuhan suatu penyakit.

2. Manfaat praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada peneliti mengenai pengobatan medis dan alternatif penyakit kista.

1.5 Definisi Konsep

Adapun konsep-konsep yang penting dalam penelitian ini adalah :

Faktor-faktor adalah hal-hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu.

Keputusan adalah sikap terakhir atau langkah yang harus dijalankan.

Penyakit secara ilmiah diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan.

Sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Fenomena subjektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak.

Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit.

Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mempunyai keluhan atau tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. Sehat menurut masyarakat adalah sebagai suatu kemampuan fungsional dalam menjalankan peran-peran sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pengobatan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.


(18)

Pengobatan adalah proses ilmiah (scientific process) dimana pengambilan setiap keputusan terapi selalu dibutuhkan pengetahuan, keahlian, dan banyak pertimbangan professional secara cermat untuk mencapa hasil yang maksimal dan mengurangi resiko seminimal mungkin buat pasien.

a. Pengobatan Medis

Pengobatan medis yaitu merupakan pengobatan melalui ilmu kedokteran dan menggunakan peralatan kesehatan yang berteknologi modern dan dalam hal pengobatan juga membutuhkan prosedur yang lebih banyak.

b. Pengobatan Alternatif

Pengobatan Alternatif yaitu proses pengobatan yang natural, lebih sederhana prosedurnya dan hasilnya juga terlihat dalam waktu yang lama. Pasien adalah seseorang yang mengalami suatu penyakit dan membutuhkan perawatan atas penyakitnya tersebut.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Aksi dan Pilihan Rasional Max Weber

Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai studi tentang aksi social (Haralambos, Sociology, Themes and Perspectives). Sebagai studi aksi sosial, Weber banyak berbicara mengenai hubungan sosial dan motivasi, yang menurut Weber banyak dipengaruhi oleh rasionalitas formal. Rasionalitas formal, meliputi proses berpikir aktor dalam membuat pilihan mengenai alat dan tujuan (Ritzer,2005). Dalam konteks ini, hubungan sosial, berkaitan dengan motivasi dan rasionalitas formal mengenal 3 sifat hubungan, yaitu:

- Hubungan sosial yang bersifat atau didasarkan pada tradisi. Yaitu hubungan sosial yang terbangun atas dasar kebiasaan/tradisi di masyarakat.

- Hubungan sosial yang bersifat atau didasarkan pada koersif/tekanan. Yaitu hubungan sosial yang terbangun dari rekayasa sosial dari pihak yang memiliki otoritas (kekuasaan) terhadap yang powerless.

- Hubungan sosial yang bersifat atau didasarkan pada rasionalitas.

Ciri dari hubungan rasional adalah hubungan sosial yang bersifat asosiatif dan orientasi tindakan sosial berdasarkan pada sebuah penyesuaian kepentingan-kepentingan yang di motivasi secara rasional atau persetujuan yang di motivasi secara sama.

Dalam hubungan sosial selalu ada pengorganisasian dan pengorganisasian tersebut dipertahankan melalui wewenang. Weber menjelaskan hubungan sosial ini


(20)

berdasarkan atas rasional formal, karenanya terdapat suatu pengorganisasian. Dan pengorganisasian tersebut dipertahankan melalui wewenang (otoritas, legitimasi). Weber membagi 3 tipe otoritas / legitimasi, yaitu:

o Otoritas Tradisional

Berasal dari kepercayaan dan faktor keturunan atau garis keluarga atau kesukuan. Otoritas tradisional ini berdasarkan pada penerimaan kesucian aturan-aturan karena aturan-aturan-aturan-aturan itu telah lama ada dan dalam legitimasi mereka yang telah mewariskan hak untuk memerintah dengan aturan-aturan ini. Di dalam tatanan tradisional individu merupakan loyalitas dari masa lalu dan mereka mewakili masa lalu itu, sebuah loyalitas yang seringkali berakar dalam sebuah kepercayaan akan kesakralan peristiwa-peristiwa sejarah tertentu. Misalnya seorang kyai, maka anak dan keturunan kyai akan cenderung menjadi kyai pula karena tradisi yang diterima oleh masyarakatnya. Walaupun seringkali sang kyai muda ini tidak memiliki ilmu agama yang memadai. Tetapi tidak ada orang yang menentang karena mereka percaya.

o Otoritas Karismatik

Berasal dari anggapan atau keyakinan bahwa seorang pemimpin (pemegang otoritas) itu memiliki kelebihan yang luar biasa (linuwih, Jawa). Contohnya, empu yang punya kesaktian (dia sekaligus memiliki otoritas karismatik), Soekarno yang dianggap (minimal oleh pemujanya) kekuatan “supra”, dsb.

o Otoritas Legal-Rasional

Berasal dari peraturan (legal-rasional) yang diberlakukan secara hukum dan rasional. Dan pemimpin yang lahir dari otoritas ini berdasarkan atas kemunculan


(21)

yang legal dan rasional pula. Misalnya pemimpin organisasi modern, Ketua RT, RW, yang dipilih secara langsung oleh musyawarah warga RT, RW. Mereka memperoleh otoritas tertinggi dari hukum masyarakat.

Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Menurut Max Weber, tindakan rasional adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat. Weber membagi tindakan rasional ini kepada empat jenis atau bentuk. Pertama ialah tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang diarahkan secara rasional untuk mencapai sesuatu tujuan yang tertentu. Kedua ialah tindakan rasional nilai yaitu tindakan yang akan ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar keyakinan seseorang individu terhadap nilai-nilai estetika, etika atau keagamaan. Ketiga ialah tindakan emosional yaitu segala tindakan seseorang individu yang akan dipengaruhi oleh perasaan dan emosi. Jenis atau bentuk tindakan terakhir yang dinyatakan oleh Max Weber ialah tindakan tradisonal yaitu tindakan di mana seseorang akan melakukan suatu tindakan hanya karena mengikuti amalan tradisi atau kebiasaan yang telah berlaku.

2.2 Perilaku Sakit Suchman

Suchman memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian pengobatan


(22)

dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan :

a. Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

b. Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh: berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun.

c. Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

d. Self Medication adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

e. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.

Dalam menentukan reaksi / tindakannya sehubungan dengan gejala penyakit yang dirasakannya, menurut Suchman individu berproses melalui tahap-tahap berikut ini : tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit, tahap kontak dengan pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.(Momon Sudarma, 2008)


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis studi kasus (case study). Penelitian studi kasus adalah penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai “kasus”. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku, yang didapat dari apa yang di amati. (Moleong, 2006)

3.2Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Medan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena kota Medan merupakan daerah perkotaan yang menyediakan banyak fasilitas dan jenis pengobatan dan pada umumnya banyak pasien dari luar kota Medan mencari pengobatan di kota Medan. Selain itu lokasi ini juga mudah dijangkau peneliti sehngga dapat mendukung peneliti dalam mengumpulkan data.

3.3Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “unit of analysis”. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan peneliti social yaitu : individu, organism, sosial. Unit analisis data adalah


(24)

satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2010). Adapun unit analisis penelitian ini adalah perempuan penderita kista yang memilih pengobatan medis atau alternatif sebagai jenis pengobatan.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah perempuan penderita kista yang memilih pengobatan medis atau pengobatan alternatif, sumber data untuk perempuan penderita kista yang memilih pengobatan alternatif menggunakan snowball sampling. Snowball sampling digunakan apabila peneliti ingin mengumpulkan data yang berupa informasi dan informan dalam salah satu lokasi. Dari informan yang pertama tersebut dapat ditemukan informan kedua, ketiga dan seterusnya. Sumber data untuk wanita penderita kista yang memilih pengobatan medis dan kombinasi pengobatan medis dan pengobatan alternatif menggunakan aksidental sampling. Aksidental sampling adalah sampel yang diambil dari informan yang bertepatan ada pada saat melakukan wawancara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.4.1 Data Primer

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu :


(25)

a. Metode Wawancara

Metode wawancara biasa disebut juga metode interview. Metode wawancara memperoleh proses untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatapan muka, antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview).

Wawancara mendalam (dept interview) adalah merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan tujuan untuk membedakan karakteristik wanita penderita kista yang satu dengan yang lain.

b. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian. Data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang mendukung hasil wawancara, yaitu berupa bagaimana pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pengobatan medis atau pengobatan alternatif kepada pasien, dan bagaimana persepsi atau tanggapan pasien terhadap pengobatan tersebut.

c. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan menggunakan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.


(26)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dan informasi yang dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori di dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya akan disusun sebagai laporan akhir penelitian.

3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Pra Penelitian:

*Penyusunan

Proposal v

*Perbaikan

Proposal v

2 Persiapan:

*Pengurusan Ijin v V

*Persiapan Instrumen

penelitian V v

3 Penelitian:

*Observasi v v

*Quesioner v v

4 Pasca Penelitian: *Analisis Data v v *Laporan Akhir v 5 Sidang Meja Hijau v

3.7 Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah karena beberapa kendala yang dihadapi peneliti dalam proses penelitian:


(27)

1. Faktor Internal yang berasal dari diri peneliti yaitu sedikitnya literatur yang diperoleh peneliti dan peneliti memiliki keterbatasan waktu. Dalam hal ini penelitian belum dapat dideskriptifkan secara mendalam sehingga penyajian analisis masih belum maksimal.

2. Faktor Eksternal merupakan kendala yang berasal dari luar selama proses penelitian, yaitu lokasi penelitian yang harus melalui prosedur-prosedur tertentu sebelum melakukan penelitian dan informan belum dapat diwawancarai secara maksimal karena tidak semua informan dapat terbuka dengan segala permasalahannya yaitu kejujuran dan kesungguhan informan dalam menjawab panduan wawancara mendalam yang peneliti lakukan.


(28)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah Lahirnya Kota Medan

Sejarah kota Medan berawal dari dibukanya perkampungan Medan oleh Guru Patimpus, lokasinya terletak di Tanah Deli, maka dari itu sejak zaman penjajahan masyarakat selalu menyatukan kata Medan dengan Deli (Medan-Deli). Setelah zaman kemerdekaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur mulai hilang sehingga tidak didengar lagi diantara masyarakat Medan.

Pada zaman dahulu masyarakat memberi nama Medan dengan Tanah Deli dimulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup wilayah diantara kedua sungai tersebut.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan dimana-mana terutama di muara-muara sungai banyak pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan Semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun tembakau di Deli yang sempat menjadi “primadona” di Tanah Deli. Sejak saat itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

Pada awal perkembangannya kota Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama “Medan Putri”. Perkembangan Kampung ‘Medan Putri’ tidak terlepas dari posisisnya yang strategis karena terletak dari pertemuan sungai Deli dan Sungai


(29)

Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian kampung “Medan Putri” merupakan cikal bakal dari Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

Semakin lama semakin banyak orang yang berdatangan ke kampung ini dan istri Guru Patimpus yang mendirikan Kota Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki yang diberi nama si Kolok. Mata pencaharian orang di Kampung Medan yang mereka beri nama dengan si Sepuluh Dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahir anak kedua Guru Patimpus yaitu seorang anak laki-laki yang diberi nama si Kecik.

Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) kepada Datuk Kota Bangun dan memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

Keterangan yang menguatkan adanya Kampung Medan adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat di pertemuan antara dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasawarsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Kesultanan Aceh mengirim panglimanya yang


(30)

bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah Pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan menikah dengan Putri Datuk Sunggal bergelar “Sri Indra Baiduzzaman Surbakti”. Setelah terjadinya perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah kepada Gocah Pahlawan.

Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh putranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20km dari Medan.

Secara historis perkembangan kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedangkan dijadikannya Medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikan kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini disamping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Pada tahun 1998, dari tanggal 1-12 Mei, Medan dilanda kerusuhan besar yang menjadi titik awal kerusuhan-kerusuhan besar yang yang kemudian terjadi di


(31)

sepanjang Indonesia, termasuk Peristiwa Mei 1998 di Jakarta seminggu kemudian. Dalam kerusuhan yang terkait dengan gerakan “Reformasi” ini, terjadi pembakaran, perusakan, penjarahan, yang tidak dapat dihentikan aparat keamanan.

Saat ini kota Medan telah kembali berseri. Pembangunan sarana dan prasarana umum gencar dilakukan, meski jumlah jalan-jalan yang rusak dan berlubang masih ada, namun jika dibandingkan dengan dahulu, hal itu sudah sangat menurun. Kendala klasik yang dihadapi kota modern seperti Medan adalah kemacetan akibat jumlah kendaraan yang semakin meningkat pesat dalam hitungan bulan, tidak mampu diikuti dengan pembangunan sarana jalan yang baik.

2.Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota, yang saat ini dijabat oleh Drs.H.Rahudman Harahap, M.M. wilayah kota Medan memiliki luas 26.510 ha atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara, dengan demikian dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relative kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis, kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar, tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi


(32)

yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

a.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi). Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Kota Medan secara geografis

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang


(33)

pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis. Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(34)

b. Kota Medan secara demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.

Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran


(35)

(fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

c. Penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk yag besar membuat pemerintah sulit untk menentukan mutu kehidupan dan kesejahteraan yang layak dan merata. Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.


(36)

Dilihat dari struktur umur penduduk Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa manusia produktif (15-59 tahun), selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo), banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah Masjid, Gereja dan Vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 orang berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

d. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan di kota Medan cukup memadai, sehingga masyarakat Medan tidak terlalu sulit memperoleh fasilitas kesehatan, bahkan banyak juga masyarakat luar kota Medan yang berobat ke Medan.


(37)

Tabel 4.1 Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Jenisnya Tahun 2008 Kecamatan Puskesmas Pustu BPU Rumah Bersalin Rumah Sakit

Medan Tuntungan 2 4 3 5 2

Medan Johor 2 3 8 9 -

Medan Amplas 1 3 10 12 1

Medan Denai 4 - 19 30 -

Medan Area 3 - 10 6 2

Medan Kota 3 - 12 6 4

Medan Maimun 1 - 6 1 -

Medan Polonia 1 - 4 1 2

Medan Baru 1 - 5 4 7

Medan Selayang 1 - 7 5 -

Medan Sunggal 2 3 12 8 4

Medan Helvetia 1 2 8 6 1

Medan Petisah 3 - 5 5 4

Medan Barat 3 1 11 8 6

Medan Timur 1 1 10 3 2

Medan Perjuangan 1 2 7 10 1

Medan Tembung 2 4 10 13 3

Medan Deli 2 4 10 7 -

Medan Labuhan 3 3 8 2 2

Medan Marelan 1 3 6 - 2

Medan Belawan 1 5 20 6 4

Jumlah 39 40 191 147 47


(38)

4.2 Profil Informan 1. Lisbet

Lisbet (42 Tahun), ibu ini bertempat tinggal di Perumahan Graha Tanjung Anom Medan. Lisbet adalah seorang dengan profesi perawat, beretnis Batak dan beragama Kristen, ibu ini lulusan DIII dan anak pertama dari enam bersaudara. Saat pertama ibu Lisbet merasakan gejala yang tidak enak pada perutnya, beliau langsung melakukan dokter menyarankan untuk pasien yaitu ibu Lisbet menjalani suntikan secara rutin yaitu suntik Tavros 1 kali setiap bulan selama 3 bulan, yang mana suntik Tavros cukup menguras kantong karena harga per dosis sekitar 2 jutaan. Setelah itu ibu Lisbet melakukan pemeriksaan kembali dan dokter menyarankan untuk dioperasi, karena walaupun sudah disuntik Tavros, hasil penciutan kista tersebut tidak signifikan sesuai yang diharapkan.

Didalam riwayat keluarga ibu Lisbet tidak ada yang menderita penyakit kista, sehingga pada waktu keluarga ibu Lisbet mendengar tentang penyakitnya, keluarga ibu Lisbet menyerahkan sepenuhnya kepada ibu Lisbet untuk menentukan pengobatan apa yang akan dijalani ibu Lisbet. Karena di dalam tradisi keluarga ibu Lisbet lebih mempercayai pengobatan secara medis, maka ibu Lisbet memilih pengobatan medis. Apalagi untuk operasi tersebut, asuransi kesehatan yang diberikan Perusahaan dapat menanggung biaya perobatan yang akan dikeluarkan. Dengan mengambil jalan tersebut Ibu Lisbet merasa nyaman dan hal in itidak mempengaruhi aktifitasnya , baik secara faktor sosial maupun ekonomi,


(39)

2.Suida Jayani

Wanita Jawa ini merupakan seorang karyawati, pendidikan terakhir Suida adalah S1 Ekonomi. Pada awalnya Suida hanya meceritakan penyakit kista yang dideritanya kepada temannya. Merasakan bahwa seperti ada kelainan di dalam rahimnya, “pada awal tahun 2004 saya mengalami menstruasi yang tidak normal, setelah menstruasi selama 7 hari bertutur-turut saya kemudian mengalami menstruasi kembali, maka dari itu saya langsung berkonsultasi ke dokter”. Pertama sekali menjalani pemeriksaan usg di dokter kandungan, Suida divonis menderita kista ovarium dengan diameter 3 cm.

Tanpa disadari Suida sudah menderita penyakit kista selama 1 tahun pada tahun 2004, setelah vonis dokter tersebut, Suida memilih pengobatan medis melalui operasi. Alasan Suida langsung memilih pengobatan medis adalah karena dia bekerja di sebuah rumah sakit dan dia lebih percaya dengan hasil pengobatan medis. Di dalam riwayat keluarga Suida tidak ada yang menderita penyakit kista. sehingga ketika keluarga Suida mengetahui mengenai penyakit yang dialami Suida, maka keluarganya langsung menyarankan untuk menjalani operasi sesuai dengan keputusan dokter, di dalam tradisi keluarga Suida juga mereka lebih percaya terhadap pengobatan medis. Sampai saat ini Suida masih menjalani pemeriksaaan rutin ke dokter.

Di dalam keluarga Suida, pengobatan yang dianggap baik yaitu pengobatan medis. Selain itu Suida juga merasa nyaman dengan pengobatan yang dijalaninya meskipun secara ekonomi Suida merasakan biaya yang dikeluarkannya untuk menjalani pengobatan penyakit kista yang di deritanya tidaklah sedikit, karena pada saat itu perusahaan tempat ia bekerja belum memberikan asuransi kesehatan yang


(40)

dapat menanggung biaya operasi tersebut. Namun karena Suida merasa lebih praktis dan percaya kepada pengobatan medis serta telah menemukan rasa aman pada dokter kandungan yang ia pilih, menurut Suida pengobatan secara medis lebih akurat dan terpercaya.

3. Neneng

Neneng (28 tahun) bertempat tinggal di Jalan Jend. Gatot Subroto km.10 Medan, ia beragama Islam dan bersuku Sunda, gadis kelahiran Medan ini merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarganya, penyakit yang dideritanya membuat ia mendapat perhatian lebih dari keluarganya. Ayah Neneng bekerja sebagai wirausahawan (pemborong) dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Pada awalnya Neneng selalu merasakan sakit yang luar biasa pada saat menstruasi, hal itu tidak terlalu diperhatikan secara serius oleh Neneng, ia hanya mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit seperti Ponstan. Namun seiring berjalannya waktu Neneng merasakan tidak ada perubahan pada rasa sakit yang dideritanya, bahkan ia semakin merasakan sakit sampai mengalami muntah-muntah pada saat haid. Kemudian kakak sepupu Neneng menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter. “Saya memilih pengobatan secara medis dengan cara USG untuk memastikan apa gejala dari rasa sakit yang saya rasakan, dan saya mendapat banyak referensi tentang beberapa orang dokter kandungan agar saya dapat melakukan konsultasi, dan lagi saya bekerja di rumah sakit, sehingga lebih mudah untuk mengusahakan keringanan biaya pengobatan sehingga dapat membantu saya secara sosial dan ekonomi.” Neneng melakukan USG dan pada saat itulah baru diketahui bahwa Neneng mengidap


(41)

penyakit kista dengan diameter yang masih sangat kecil. Pada saat itu dokter langsung melakukan tindakan pengobatan melalui suntikan Depo untuk menghilangkan kista tersebut. Terapi suntikan dilakukan 2 x dalam setahun. Sejak saat itu sampai kini, Neneng masih rutin menjalani pemeriksaan seperti USG untuk memastikan kista tersebut tidak muncul kembali. Dokter berpendapat bahwa jika kista tersebut muncul dan masih berupa bentuk halus, dapat dihancurkan melalui terapi suntikan.

Pengobatan yang dijalani Neneng selama 4 tahun ini juga tidak mengganggu aktifitasnya sehari-hari. Sampai saat ini Neneng masih rutin menjalani check up 3 bulan sekali atau apabila Neneng kembali merasakan sakit yang luar biasa pada saat haid.

4. Samaria Surbakti

Samaria (40 tahun), ibu satu anak ini tinggal di Jalan Sawit Perumnas Simalingkar Medan, ibu ini merupakan lulusan SMA, anak kelima dari lima bersaudara, ibu ini beragama Kristen dan bersuku Batak. Pertama sekali merasakan gejala suatu penyakit, ibu Samaria menceritakan kepada teman-teman terdekatnya, kemudian ibu Samaria memeriksakan diri ke dokter kandungan dan divonis menderita kista dengan diameter yang masih dibawa 3 cm, setelah itu ibu Samaria memilih untuk meminum suplemen alternatif berupa minyak ikan. “Saya minum suplemen karena saya yakin kista saya masih bisa hilang dan harga suplemen juga masih terjangkau.” Saat rutin minum suplemen ibu Samaria sama sekali tidak merasa aktifitasnya terganggu, saya mengkonsumsi suplemen dan saya merasa segar serta haid tidak terasa sakit lagi.


(42)

Setahun kemudian ibu Samaria memeriksakan dirinya ke dokter dan kista ibu Samaria sudah tidak ada lagi. Di dalam keluarga ibu Samaria pengobatan medis sebenarnya dianggap lebih baik , namun karena beliau merasa segar dan nyaman dengan suplemen yang ia konsumsi, serta yang mana secara ekonomi tidak memberatkan beliau. Dan manfaat yang beliau rasakan adalah kista tersebut menyusut dan kondisinya jadi lebih baik.

5. Juwita

Juwita (39 tahun) merupakan perempuan bersuku Batak yang tinggal di Jalan Kiwi Perumnas Mandala Medan, ibu Juwita merupakan seorang Radiographer, yaitu petugas medis yang bekerja sebagai operator mesin x-ray, ia beragama Kristen dan anak keempat dari sembilan bersaudara. Saat merasakan gejala sakit pada perut bagian bawah, ibu Juwita menceritakan kepada suaminya, dan kemudian ibu Juwita pergi memeriksakan diri ke dokter kandungan, setelah di USG baru diketahui ibu Juwita menderita kista. “Saya memilih ke dokter karena menurut saya dokter lebih kompeten menjelaskan apa pengaruh dan perawatan berkelanjutan kalau kita divonis menderita kista, keluarga saya juga menyarankan menjalani pengobatan alternatif namun saya lebih memilih pengobatan secara medis. Pertama sekali saya di USG kemudian diberi obat pengurang rasa sakit sementara dan akhirnya dokter menetapkan jadwal saya untuk dioperasi.

“Efek yang saya rasakan saat ini saya merasa nyaman dengan keputusan operasi tersebut, hal itu merupakan tindakan yang tepat dan biaya yang dikeluarkan berasal dari tanggungan asuransi perusahaan tempat saya bekerja.”


(43)

6. Ernawati Harahap

Ernawati (44 tahun), ibu ini bertempat tinggal di Jalan Bengawan Kampung Lalang Medan, ibu Ernawati adalah seorang pegawai swasta yang bersuku Mandailing dan beragama Islam, ibu ini lulusan SMA dan anak kedua dari enam bersaudara. Pertama sekali merasakan gejala suatu penyakit ibu Erna menceritakannya kepada teman dekat lalu kemudian kepada suaminya, lalu ibu Erna memeriksakan dirinya ke dokter. Pada saat itu dokter memvonis beliau terkena kista mioma dan menyarankan untuk menjalani operasi. Tapi ibu Erna tidak langsung menyetujui opsi dokter tersebut. Beliau mendatangi dokter spesialis penyakit kandungan. Oleh dokter tersebut, ibu Erna dianjurkan untuk melakukan terapi pengobatan selama 4 bulan yaitu mengkonsumsi obat pengatur stabilitas hormon, Karena dokter menilai bahwa kista mioma tersebut masih bisa dikendalikan, untuk kemudian dilihat hasilnya apakah perlu dilakukan tindakan operasi atau tidak. “Saat menjalani pengobatan saya merasa khawatir dan cemas, kemudian suami menyarankan untuk berobat alternatif dan ingin mengantarkan saya ke tempat pengobatan alternatif. Di dalam keluarga saya medis ataupun non medis dianggap baik, namun saya lebih memilih pengobatan medis karena saya merasa lebih cepat dan tuntas meskipun saya agak merasa terganggu saat menjalani terapi hormon, terutama saat beribadah, namun secara ekonomi saya merasa lebih terbantu karena pengobatan melalui medis ini dibantu oleh kebijakan perobatan dari perusahaan.”

7. Nalina

Nalina (38 tahun) bertempat tinggal di Jalan Tempua Medan, ibu ini merupakan lulusan SMA, anak pertama dari dua bersaudara, ibu ini beragama Kristen dan


(44)

bersuku India. “Saya menceritakan gejala penyakit saya pertama sekali kepada suami saya dan teman dekat saya, kemudian teman saya mengatakan mungkin saya terkena kista, kemudian saya memeriksakan diri ke dokter. Dokter pertama yang saya temui menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan saya ditemukan bahwa saya mengiap kista mioma dengan diameter dibawah 3cm namun tersebar di dinding rahim saya. Saat itu dokter menyarankan untuk operasi, tetapi saya tidak langsung memutuskan, saya pergi untuk berjumpa dokter yang lain untuk mencari pendapat lain. Juga melalui pemriksaan USG, dokter kedua menyatakan bahwa rahim saya aman-aman saja. Dalam kebingungan saya akhirnya menjumpai seorang dokter ahli radiographer, melalui pemeriksaan USG kembali dokter radiographer menyatakan bahwa saya memang terkena kista mioma. Akhirnya saya sampai kepada keputusan bahwa hal ini terpulang kembali kepada saya, apakah saya akan mengambil tindakan terapi alternatif atau melakukan operasi. Dan saya kemudian memutuskan untuk melakukan operasi sesuai dengan arahan dokter pertama dan dokter ketiga. Tetapi untuk hal tersebut saya membutuhkan waktu untuk mengumpulkan keberanian dan selama masa tunggu ini saya memutuskan untuk tidak melakukan tindakan apapun. Keluarga saya menyarankan untuk juga segera dioperasi. Setelah menunggu selama kurang lebih satu bulan dengan tidak melakukan apa-apa, akhirnya seorang teman menyarankan untuk melakukan terapi dengan meminum air rebusan daun sirsak. Saya fikir apa salahnya saya mencoba terapi ini sambil menunggu keberanian nyali saya untuk melakukan operasi. Setelah melakukan terapi daun sirsak tersebut, saya kembali menjumpai dokter, melakukan USG dan menemukan bahwa kista mioma itu telah menciut sama sekali. Kemudian dokter memberikan saya obat untuk


(45)

menstabilkan hormon. Dalam masa pengobatan saya tidak merasakan efek yang mengganggu aktifitas saya sehari-hari, saat ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan lagi karena saya sudah sembuh dengan jalan terapi ini. Saya pada awalnya lebih memilih pengobatan secara medis, namun seiring perjalanan waktu akhirnya saya menjalani terapi alternatif, dan hal ini nampaknya cukup berhasil bagi saya dan tubuh saya.”

8. Ulfa Amalia Hasibuan

Ulfa Amalia Hasibuan (36 tahun) merupakan perempuan bersuku Mandailing yang tinggal di Jalan Sei Serayu Medan, ia beragama Islam dan anak kedua dari dua bersaudara. “Pertama sekali saya didiagnosis terkena kista melalui pemeriksaan kesehatan rutin yang saya lakukan. Saya menjumpai dokter kandungan yang masih merupakan keluarga saya sendiri. dokter kandunagn tersebut melakukan USG dan memastikan bahwa kista ovarium saya telah mencapai diameter 10cm. Dokter tersebut menyarankan saya untuk melihat kemungkinan segera menikah, karena menikah juga merupakan terapi yang baik bagi penyakit kista. Jalan kedua adalah saya harus segera melakukan tindakan operasi, yang mana hal ini langsug saya tolak karena saya merasa takut. Opsi ketiga adalah saya melalukan terapi suntikan Tavros agar kista tersebut meciut. Pada saat itu saya lebih memilih opsi ketigadengan resiko saya harus menanggung sendiri biaya terapi suntikan tersebut. Ternyata setelah menjalani tiga kali terapi suntikan, kista tersebut tidak mengalami penciutan seperti yang diharapkan. Saya merasa aman, nyaman, percaya kepada dokter saya. Tetapi faktor rasa takut unuk operasi lebih menguasai diri sayasehingga kemudian selam


(46)

kurang lebih 3 tahun saya mencoba mengabaikan rasa sakit yang saya alami, sambil mencoba apa saja terapi alternatif yang disarankan orang. Saat pemeriksaan terakhir diameter kista saya adalah 8cm. Setelah akhirnya selama 3 tahun melakukan percobaan pengobatan alternatif disana-sini dan hasilnya perut saya terlihat semakin membesar. Akhirnya saya menyerah da menjumpai dokter kembali. Dokter melakukan pemeriksaan USG dan menjumpai bahwa diameter kista saya telah mencapai 14cm. Dokter memvonis saya harus segera melakukan operasi sebelum akhirnya kista tersebut pecah di dalam perut. Dan akhirnya saya pun melakukan operasi tersebut dengan tidak berpikir panjang lagi. Dampak yang saya alami sewaktu menjalani pengobatan dengan cara suntikan adalah saya mengalami kenaikan berat badan secara drastis, dan dengan pengobatan alternatif saya susah meluangkan waktu untuk berobat karena tempat pengobatan alternatif saya cukup jauh dari tempat tinggal saya, itu merupakan kendala dan efek yang saya alami selama masa pengobatan. Saya juga harus meluangkan dana untuk bahan bakar kendaraan dan sampai disana saya juga butuh tenaga ekstra untuk mengantri dikarenakan pasien alternatifnya yang cukup banyak, sementara saya hanya punya waktu luang pada akhir pekan karena saya bekerja senin sampai dengan jumat. Keluarga saya tetap mendukung saya dengan menemani saya berobat dan menyemangati saya untuk tetap menjalani pengobatan. Saat ini saya sudah sembuh dengan melakukan operasi. Pengobatan medis memang lebih cepat dan tuntas menurut saya, dan lebih mudah dipantau perkembangannya. Dan untuk tindakan operasi ini, saya tidak mengalami beban di biaya karena telah ditanggung oleh asuransi kesehatan perusahaan.”


(47)

9. Yuningsih Sudarti

Yuningsih (28 tahun) bertempat tinggal di Banda Aceh, Yuningsih biasa dipanggil Ningsih, Ningsih merupakan seorang seorang ibu rumah tangga, ia beragama Islam dan bersuku Jawa, ia anak kedua dari dua bersaudara. Kista yang dialami ibu Ningsih tidak memiliki gejala yang dialami wanita lain pada umumnya seperti rasa sakit yang dapt mengganggu aktifitas sehari-hari, namun ibu Ningsih sampai saat itu belum mendapatkan keturunan. “Pertama sekali saya tidak memilih jenis pengobatan apa pun selama dua bulan, dalam waktu dua bulan saya hanya berkonsultasi kepada beberapa dokter di Banda Aceh dan di Medan dan akhirnya banyak dokter yang menyarankan untuk melakukan pengangkatan kista saya dengan jalan Laparoscopy. Karena kista yang saya alami, didiagnosis dokter menimbulkan kesulitan bagi saya untuk bisa hamil.” Di dalam riwayat keluarga ibu Ningsih, yaitu ibunya juga pernah menderita penyakit kista, ibu Ningsih juga disarankan oleh keluarganya untuk menjalani pengobatan alternatif, namun ibu Ningsih lebih memilih pegobatan secara medis. “Proses pengobatan yang saya jalani membuat daya tahan tubuh saya semakin berkurang setelah masa operasi dan saya lebih cepat merasa capek dan mudah jatuh sakit, namun setelah dilakukan tindakan medis yaitu Laparoscopy, berupa jalan melalui pembedahan kecil dan memecah jaringan kista itu didalam perut. Alhamdulillah, pada akhirnya setelah saya melakukan operasi, saya akhirnya bisa hamil.

Secara ekonomi menurut ibu Ningsih pengobatannya tergolong ringan karena ditanggung oleh asuransi tetapi secara sosial banyak orang yang belum mengerti penyembuhan dengan teknik Laparoscopy jadi terkesan mahal dan berbahaya.


(48)

“Pengobatan yang paling baik menurut saya adalah pengobatan medis karena penyakit kista banyak jenisnya dan metode pengobatan secara medis juga banyak jenisnya tergantung jenis kista dan letak kistanya dan itu menurut saya hanya bisa di observasi melalui medis seperti USG, tes laboratorium dan lain sebagainya.”

10.Idha Hidayati

Idha (39 tahun) bertempat tinggal di Jalan Setia Luhur Medan, ibu Idha merupakan lulusan S1 Ekonomi, anak kedua dari empat bersaudara, ibu ini beragama Islam dan bersuku Jawa. Setelah merasakan gejala suatu penyakit pada perut bagian bawah, ibu Idha berkonsultasi ke dokter, kemudian diketahui bahwa ibu Idha menderita kista, namun masih dapat diobati dengan terapi hormon. Saat ini ibu Idha rutin mengkonsumsi obat dari dokter dan setiap bulan rutin melakukan pemeriksaan ke dokter. “Selain di dalam keluarga saya lebih mempercayai pengobatan secara medis, menurut saya pengobatan secara medis lebih aman dan akurat maka dari itu saya lebih memilih pengobatan secara medis. Apabila pada masa konsumsi obat pada akhirnya tidak ada pengurangan dari ukuran kista saya, maka jalan terakhir yang dianjurkan dokter saya adalah operasi.

4.3 Analisis Data

1. Persepsi Penderita Kista tentang Pengobatan Kista

Pada dasarnya setiap penderita kista mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mendapatkan kesembuhan, namun untuk mencapai kesembuhan tersebut memiliki persepsi yang berbeda-beda, hal ini disebabkan dari beberapa hal yang menentukan


(49)

pilihan mereka untuk melalui tahapan-tahapan pengobatan harus mereka lalui, ada bermacam-macam penderita kista yang memiliki cerita yang berbeda dalam proses pengobatannya, ada pasien yang melalui proses pengobatan yang panjang dan ada pasien yang melalui proses pengobatan yang singkat, ini tergantung ketepatan dan kesesuaian pasien dalam memilih jenis pengobatan terhadap penyembuhan penyakitnya, banyak hal yang mempengaruhi atau menetukan pasien penderita kista dalam memilih pengobatan, seperti pernyataan Juwita:

“Saya memilih ke dokter karena menurut saya dokter lebih kompeten menjelaskan apa pengaruh dan kelanjutan kalau kita menderita kista, di keluarga saya juga disarankan menjalani pengobatan alternatif namun saya lebih memilih pengobatan secara medis.” (Wawancara Agustus 2012)

Juwita memilih pengobatan disebabkan oleh faktor kepercayaan, faktor ini sangat menentukan dalam memilih jenis pengobatan yang Juwita pilih saat ini, begitu juga dengan ungkapan Samaria:

“Saya minum suplemen karena saya yakin kista saya masih bisa hilang dan harga suplemen juga masih terjangkau .” (Wawancara September 2012)

Faktor yang menentukan pengobatan Samaria adalah kepercayaan dan faktor ekonomi, ia merasa sudah cocok dan tidak akan mencoba pengobatan yang lain lagi.

Begitu juga dengan penuturan Idha, ia menyatakan bahwa faktor utama yang meyebabkan ia memilih pengobatan yang ia jalani saat ini adalah faktor keamanan dan kepercayaan,

“Selain di dalam keluarga saya lebih mempercayai pengobatan secara medis menurut saya pengobatan secara medis lebih aman dan akurat maka dari itu saya


(50)

lebih memilih pengobatan secara medis. Apabila pada masa konsumsi obat tidak ada pengurangan dari ukuran kista saya, maka jalan terakhir yang dianjurkan dokter saya adalah operasi.” (Wawancara September 2012)

Keamanan dan kepercayaan yang dirasakan oleh Idha timbul dari interaksi sosial pada saat berobat, mungkin Idha berpikir jika dia ke pengobatan lain belum tentu dia mendapatkan pengobatan dan interaksi yang baik antara dia dengan dokternya, sehingga Idha bisa menjalani pengobatan sampai dengan tahap akhir bagaimana hasil dari pengobatan dan keputusan akhir dokter yang menangani penyakit Idha.

Lain halnya dengan yang dialami oleh Ulfa:

“Pengobatan yang pertama sekali saya pilih adalah dengan penyuntikan oleh dokter selanjutnya karena saya merasa takut untuk operasi saya menjalani pengobatan alternatif, dengan demikian saya rutin menjalani pengobatan yaitu konsultasi ke dokter 6 bulan sekali dan pengobatan alternatif 1 kali dalam sebulan. Saat ini saya sudah sembuh dengan melakukan operasi karena saya merasa tidak ada perubahan selama saya menjalani pengobatan alternatif dengan minum air rebusan benalu kopi dan lain-lain. Pengobatan medis memang lebih cepat dan tuntas menurut saya dan lebih mudah dipantau perkembangan penyakit yang saya derita.” (Wawancara Oktober 2012)

Analisa perilaku sakit Suchman dalam hal mencari pengobatan yaitu Shoping merupakan proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan orang yang menderita penyakit, begitu juga dengan harapan Juwita dan Idha.


(51)

Proses yang kedua yaitu Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan, seperti proses pengobatan Ulfa yang berobat alternatif, memeriksakan perkembangannya ia pergi ke dokter dan pada akhirnya memilih pengobatan medis dengan jalan operasi. Kemudian proses pengobatan Suchman selanjutnya yaitu Self Medication yaitu pengobatan sendiri dengan menggunakan ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat untuk menyembuhkan penyakitnya, berikut pendapat ibu Samaria Surbakti:

“Saya memilih minum suplemen karena saya yakin bahwa kista saya masih bisa hilang karena tidak terlalu parah, dan harga suplemen yang saya minum juga masih terjangkau.” (Wawancara September 2012)

Kemudian proses pengobatan selanjutnya adalah Discontinuity yaitu penghentian proses pengobatan, proses ini dilakukan bagi pasien yang merasa sudah sembuh, seperti pernyataan Nalina yang merasa sembuh setelah menjalani operasi, berikut ungkapan Nalina:

“Saat ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan lagi karena saya sudah sembuh dengan melakukan operasi, saya lebih memilih pengobatan secara medis karena menurut saya lebih tuntas menyembuhkan penyakit saya.” (Wawancara Oktober 2012)

Berbagai alasan yang dipaparkan oleh pasien penderita kista dalam memilih pengobatan medis sebagai pengobatan yang lebih cenderung dipilihnya, yaitu dengan hasil yang lebih akurat, pengobatan medis dianggap lebih cepat dan tuntas menyembuhkan penyakit, karena pengalaman dengan pengobatan alternatif yang cukup lama mendapatkan hasil dan belum jelas kesembuhannya bagi pasien penderita


(52)

kista pada umumnya. Meskipun ada ketertarikan pada pengobatan alternatif karena mendengar saran dari keluarga atau teman, namun hampir setiap pasien tetap memilih melakukan operasi. Pengobatan alternatif dipandang oleh hampir setiap orang sebagai sekedar pengobatan tambahan bukan sebagai pengganti sesungguhnya untuk pengobatan modern atau medis.

2. Deskriptif Pengobatan Pasien Penderita Kista

Tokoh kunci dalam proses pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit ialah petugas kesehatan atau lebih khusus lagi: dokter. Bagi masyarakat awam seorang dokter dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit sehingga dia berwewenang melakukan tindakan terhadap diri si sakit demi pencapaian kesembuhannya. Berdasarkan pandangan dan harapan si sakit ini terhadap fungsi dan peran dokter terjadilah interaksi dokter-pasien yang bersifat profesional dan seringkali tidak seimbang, artinya, dokter yang aktif memberikan gagasan tindakan dan mengambil inisiatif bertindak, sedangkan pasien secara pasif menerima saran dan mematuhi instruksi dokter.

3. Pilihan-pilihan dalam Pengobatan

Pemahaman mengenai kepuasan/ketidakpuasan pasien merupakan perbedaan antara harapan tentang kinerja suatu pelayanan dengan yang dialami atau yang diterima, dengan menggunakan terminologi ini pasien merasakan kepuasan apabila ada kesesuaian peresepsi antara harapan dan kenyataan.

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan, perlu diperoleh lebih dahulu gambaran mengenai harapan masyarakat


(53)

terhadap pelayanan dan kenyataan pelayanan yang diterima. Dengan cara ini diharapkan ada upaya nyata yang dapat disarankan kepada pihak pemberi jasa (pemerintah) untuk penigkatan pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat . (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2003).

Pada saat ini banyak diketahui pengobatan medis dan pengobatan alternatif untuk penyakit kista, setiap pengobatan memiliki standarisasi yang dapat dijadikan pedoman oleh perempuan penderita kista. Pengobatan medis saat ini lebih diketahui jelas dan memiliki bukti-bukti dan catatan ilmiah dalam menyembuhkan penyakit kista secara sistematis, maka dari itu pengobatan penyakit ini selalu dimulai dengan pengobatan medis terlebih dahulu kemudian setelah itu tergantung kepada perempuan pendrita kista apakah akan dilanjutkan dengan pengobatan medis atau dengan pengobatan alternatif.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan dalam Memilih Pengobatan Medis atau Alternatif

1. Pengobatan Medis

a. Kepercayaan Perempuan Penderita Kista

Dari beberapa hasil wawancara informan yang dihubungkan dengan faktor-faktor apa saja yang menentukan keputusan perempuan penderita kista dalam memilih pengobatan, yang pertama adalah kepercayaan yang mana dari sepuluh kasus informan kebanyakan dari perempuan penderita kista di kota Medan ditentukan oleh kepercayaan mereka dalam hal pengobatan tersebut, seperti paparan beberapa pasien


(54)

berikut yang memilih pengobatan karena kepercayaan mereka terhadap pengobatan tersebut.

“Pengobatan yang paling baik menurut saya adalah pengobatan medis karena penyakit kista banyak jenisnya dan metode pengobatan secara medis juga banyak jenisnya tergantung jenis kista dan letak kistanya dan itu menurut saya hanya bisa di observasi melalui medis seperti USG, tes laboratorium dan lain sebagainya.” (Wawancara November 2012)

Kepercayaan perempuan penderita kista lebih kepada kondisi psikisnya, yang mana pasien akan memilih suatu pengobatan yang menurut pasien tersebut aman dan nyaman untuk dirinya, untuk kesehatan tubuh dan jiwanya.

Perempuan penderita kista menjalani atau memilih pengobatan sebelumnya didasarkan atas suatu kepercayaan terhadap pengobatan tersebut, seperti pemaparan ibu Ningsih berikut ini:

“Pertama sekali saya tidak memilih jenis pengobatan apa pun selama dua bulan, dalam waktu dua bulan saya hanya berkonsultasi kepada beberapa dokter di Banda Aceh dan di Medan, akhirnya saya memutuskan memilih pengobatan medis dengan cara Laparoscopy atas saran dari dokter saya.” (Wawancara November 2012)

Setiap perempuan penderita kista sebaiknya memiliki kepercayaan diri dan keyakinan pada efektivitas pengobatan yang dipilihnya, karena hal ini merupakan salah satu faktor dalam mendapatkan hasil yang positif dalam proses penyembuhan, bagaimanapun alasan pasien dalam memilih pengobatan tertentu, semakin ia mempercayainya akan berhasil, maka hasilnya akan menjadi seperti apa yang ia percayai, keyakinan pada kemampuan tubuhnya untuk menyembuhkan diri sendiri,


(55)

dan keyakinannya pada kemampuannya untuk memilih yang terbaik untuk dirinya, memebantunya memastikan bahwa ia akan memaksimalkan setiap manfaat dari pengobatan apapun yang ia pilih.


(56)

Tabel 4.2. Matriks Kepercayaan Perempuan Penderita Kista

No Alternatif Pengobatan

Informan Kepercayaan Pasien dalam menentukan jenis pengobatan a Pengobatan Medis 1. Lisbet

2. Suida 3. Neneng 4. Juwita 5. Ernawati 6. Nalina 7. Ningsih 8. Idha 9. Ulfa

Pengobatan secara medis lebih dipercaya karena jelas dan lengkap. Pengobatan medis lebih akurat dan terpercaya.

Pengobatan medis lebih pasti dengan melakukan USG dan banyak referensi mengenai dokter dan pengobatan medis.

Pengobatan medis oleh dokter lebih kompeten menjelaskan apa pengaruh dan kelanjutan cara pengobatan medis apa yang akan dijalani.

Pengobatan medis lebih cepat dan tuntas.

Pengobatan secara medis karena percaya dapat menuntaskan penyakit yang diderita.

Pengobatan secara medis, karena lebih percaya yaitu dengan melakukan Laparoscopy.

Pengobatan secara medis karena lebih aman dan akurat.

Pengobatan secara alternatif namun karena merasa pengobatan alternatif tidak berhasil akhirnya memilih pengobatan medis dengan jalan operasi.

b Pengobatan Alternatif 10.Samaria Pengobatan alternatif dengan meminum suplemen karena yakin penyakit kistanya tidak parah.


(57)

b. Pendidikan dan Pengetahuan Perempuan Penderita Kista

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat seseorang hidup, proses sosial yaitu orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnyan yang datang dari sekolah) sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal (Ahmad Munib, dkk, 2004:33).

Pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tingkah laku, kepribadian, dalam masyarakat maupun bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang maka kemungkinan akan semakin baik pula pola berpikirnya (Kunaryo Hadikusumo, 1996:30).

Perempuan penderita kista yang ada di kota Medan memiliki berbagai jenis jenjang pendidikan, beberapa informan ada yang lulusan SMA dan ada yang lulusan perguruan tinggi seperti S1. Pendidikan ini memberi pengaruh terhadap pemilihan jenis pengobatan, seperti pemaparan ibu Yuningsih pada saat wawancara yang memilih pengobatan medis daripada alternatif berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

“Menurut saya penyakit kista itu banyak jenisnya dan metode pengobatan secara medis juga banyak jenisnya, tergantung jenis kista dan letak kistanya dan itu hanya bisa di observasi melalui medis seperti USG, tes laboratorium dan sebagainya”. (Wawancara November 2012)


(58)

c. Dukungan Keluarga dan Kerabat Perempuan Penderita Kista

Faktor dari dukungan keluarga juga sangat mempengaruhi proses pengobatan, bagaimana keluarga merupakan bagian terpenting dalam kehidupan dan dapat memberikan semangat dan motivasi kepada pasien, berikut penuturan Ulfa

“Keluarga dan teman-teman dekat saya sebagian menyarankan pengobatan medis sebagian lagi menyarankan pengobatan alternatif, saya menjalani keduanya meskipun pada akhirnya saya lebih memilih pengobatan medis, namun keluarga dan teman-teman dekat saya tetap mendukung saya dengan member semangat dan rutin menemani saya menjalani pengobatan”. (Wawancara Oktober 2012)

d. Kondisi Sosial Ekonomi Perempuan Penderita Kista

Perempuan penderita kista akan dapat bertindak lebih strategis yaitu melakukan pemilihan secara benar di segala bidang, termasuk di bidang kesehatan. Masyarakat tetntunya banyak mengeluh tentang pengobatan yang tidak seperti yang mereka harapkan, di kota Medan sendiri masih banyak pasien yang belum menjangkau untuk pengobatan dokter spesialis, biaya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan patologis, pemeriksaan USG dan lain-lain.

Meskipun sulit dalam jangka panjang manusia harus berinovasi dalam berteknologi, dalam jangka pendek tindakan rasional yang dapat dilakukan adalah mawas diri untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu yang tidak terduga seperti “sakit”. Di bidang kesehatan secara tidak disadari selama ini dalam kehidupan sehari-hari terjadi pemborosan dalam pembiayaan kesehatan. Keterkaitan kondisi sosial ekonomi pasien penderita kista terhadap pemilihan jenis pengobatannya yaitu


(1)

8. Idha

9. Ulfa

kesembuhannya.

Memilih pengobatan medis karena faktor pengetahuan bahwa medis lebih aman dan bisa

dipertanggungjawabkan.

Faktor ekonomi dan faktor jarak yang mempengaruhi dalam pemilihan jenis pengobatan.

b Pengobatan Alternatif 10.Samaria Memilih pengobatan alternatif karena merasa cocok dan kondisi penyakit yang tidak parah dan faktor ekonomi yaitu lebih murah.


(2)

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

Setiap orang yang berhadapan dengan penyakit secara alamiah cenderung berusaha mendapatkan informasi dan melakukan semampunya agar bisa sembuh, dan pada saat ini banyak juga berbagai jenis pengobatan untuk menyembuhkan penyakit, sehingga pasien juga harus lebih selektif dalam mengambil keputusan untuk memilih jenis pengobatan apa yang sesuai dengan kondisi pasien pada saat itu. Adapun dalam penelitian ini dibahas mengenai penyakit yang diderita oleh perempuan yaitu penyakit kista. Yang dimaksud dengan kista adalah suatu kantung yang berisi cairan, bisa kental seperti gel (mukus), bisa juga cair (serous). Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus oleh selaput semacam jaringan di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui. Penyebab utamanya masih menjadi misteri, namun ada literatur yang menyebutkan bahwa kista berasal dari telur yang gagal berovulasi, ada juga yang menyatakan bahwa kista diproduksi oleh kelenjar-kelenjar yang ada di ovarium, yang tak bisa dikeluarkan Akhirnya tertampung, dan makin lama makin besar. Kista menempati rongga-rongga di dalam tubuh, yang paling terkenal adalah kista indung telur (Ovarian Cysts).

Menurut beberapa kasus, perempuan yang memiliki kista pada awalnya merasakan sakit di bagian bawah perut ( rahim ) pada saat menstruasi ataupun pada saat berhubungan bagi perempuan yang sudah berumah tangga. Tindakan awal yang dilakukan perempuan penderita kista adalah dengan memeriksakan diri mereka ke dokter, setelah itu dokter akan melakukan pemeriksaan secara medis yaitu USG.


(3)

Setelah itu perempuan penderita kista dapat mempertimbangkan jenis pengobatan yang sesuai dengan kondisinya, yaitu pengobatan yang tidak hanya memberikan proses penyembuhan secara biologis atau fisik, tetapi juga secara psikis, sosial budaya dan spiritual. Apakah itu pengobatan medis atau pengobatan alternatif.

Adapun deskriptif pengobatan perempuan penderita kista ada dua jenis yaitu pengobatan medis lebih kepada pengobatan yang menggunakan peralatan kesehatan yang berteknologi modern. Pengobatan alternatif lebih kepada pengobatan yang natural dan biasanya hasilnya juga terlihat dalam jangka waktu yang lama.

Bahan-bahan yang dipakai yaitu berasal dari alam seperti daun benalu kopi yang telah dikeringkan kemudian direbus dan airnya dapat diminum sebagai obatnya. Sementara itu pengobatan medis yaitu dengan USG dan kemudian dengan tindakan menyuntikkan obat atau mengkonsumsi obat, ada juga dengan melakukan teknik Laparoscopy dan jalan terakhir yaitu dengan melakukan operasi.

Yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan penderita kista dalam memilih jenis pengobatan yaitu faktor kepercayaan, faktor kondisi sosial ekonomi, faktor jarak tempat tinggal pasien, kemudian faktor pendidikan dan pengetahuan perempuan penderita kista, dan dipengaruhi juga oleh faktor dukungan keluarga dan faktor rasionalitas perempuan penderita kista.

2. Saran

Dari kesimpulan yang dipaparkan mengenai faktor-faktor yang menetukan keputusan perempuan penderita kista dalam memilih jenis pengobatan, yaitu bertujuan ingin memperoleh kesembuhan dengan lebih efektif dan efisien, dengan


(4)

kata lain mengatasi masalah tanpa masalah, untuk memperoleh kesembuhan yang efektif dan efisien ini, pasien diharapkan lenih cerdas dalam memilih pengobatan yang dijalaninya.

Untuk itu dukungan dari keluarga para perempuan penderita kista juga sangat diperlukan, dalam hal memberikan semangat dan keputusan untuk memilih pengobatan apa yang akan dijalani pasien.

Untuk rumah sakit-rumah sakit yang menyediakan pelayanan pengobatan medis diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien penderita kista, memberikan rasa nyaman dan kemudahan dalam proses penyembuhan karena perempuan penderita kista lebih banyak memilih pengobatan medis untuk menyembuhkan penyakit kista yang dideritanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Bungin, Burhan, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Bungin, Burhan, 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial, Jakarta: Kencana Prenama Media Group.

Erlyn, Chyntia, 2009. Pahami Kista Anda Akan Terbebaskan, Yogyakarta: Maximus. Foster, George M., 2006. Antropologi Kesehatan, Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia.

Idrus, Muhammad, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Penerbit Erlangga.

Lexy, J. Moleong, 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoadmojo. 2003. Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Owen, Elizabeth, MRCOG, 2005. Panduan Kesehatan Bagi Wanita, Jakarta: PT.

Prestasi Pustakaraya.

Poloma, Margaret. 2004. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana.

Santoso, Budi, 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: SKP Publishing.

Soekanto, Soerjono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo.

Sudarma, Momon, 2008. Sosologi untuk Kesehatan, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Penerbit Alfabeta.


(6)

Sunarto, Kamanto, 2004. Pengantar Sosiologi, Edisi Kedua, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sarwono, Solita, 2007. Sosiologi Kesehatan, Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Sumber lain:

20 Oktober 2010 Pukul : 19.30 WIB

Pukul : 13.30 WIB

Februari 2011 Pukul 20.00 WIB

penelitianstudikasus.blogspot.com, diakses 5 Mei 2012 Pukul 10.00 WIB. books.google.co.id, diakses pada 5 Mei 2012 Pukul 10.00 WIB.

blog.elearning.unesa.ac.id, diakses 5 Mei 2012 Pukul 14.00 WiB.

Rini Handayani, 2010. Determinan Pasien Memilih Jenis Pengobatan. Skripsi S1. Medan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara.