3.6 Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
3.6.2 Analisis Data
1. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat relasi sentrik.
2. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat oklusi sentrik.
3. Menghitung prevalensi kesimetrisan lengkung gigi.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian berjumlah 35 foto frontal wajah saat relasi sentrik, 35 foto frontal wajah saat oklusi sentrik, dan 35 buah model gigi maksila serta mandibula
yang dipilih dari pasien anak-anak yang memiliki kelainan gigitan terbalik anterior yang datang berkunjung mencari perawatan di Klinik Ortodonti FKG USU. Sampel
terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Foto frontal saat relasi sentrik dan oklusi sentrik didapat melalui pengambilan foto secara langsung pada pasien
anak. Model gigi maksila dan mandibula diperoleh dari rekam medik model gigi pasien.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap foto frontal wajah saat relasi sentrik, oklusi sentrik, dan pengukuran terhadap model gigi, dapat dilihat
prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dan juga prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik Frekuensi
Persentase Asimetri dalam batas normal
29 82,86
Asimetri secara klinis 6
17,14 Total
35 100
Tabel 2. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat relasi sentrik Frekuensi
Persentase Asimetri kanan
2 33,33
Asimetri kiri 4
66,67 Total
6 100
Tabel 1. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada pasien anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG
USU, dari 35 orang subjek diperoleh 82,86 n= 29 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 17,14 n= 6 memiliki wajah yang asimetri
secara klinis. Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 33,33 n= 2 memiliki wajah sisi kanan lebih lebar dan
66,67 n= 4 memiliki wajah sisi kiri lebih lebar.
Tabel 3. Prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik Frekuensi
Persentase Asimetri dalam batas normal
19 54,29
Asimetri secara klinis 16
45,71 Total
35 100
Tabel 4. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik Frekuensi
Persentase Asimetri kanan
11 68,75
Asimetri kiri 5
31,25 Total
16 100
Tabel 3. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dari 35 orang subjek diperoleh 54,29 n= 19 memiliki wajah yang asimetri
dalam batas normal dan sebanyak 45,71 n= 16 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 4. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah
secara klinis saat oklusi sentrik sebanyak 68,75 n= 11 memiliki wajah sisi kanan lebih lebar dan 31,25 n= 5 memiliki wajah sisi kiri lebih lebar.
Tabel 5. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi Frekuensi
Persentase Asimetri dalam batas normal
15 42,86
Asimetri secara klinis 20
57,14 Total
35 100
Tabel 6. Prevalensi asimetri lengkung gigi secara klinis Frekuensi
Persentase Asimetri kanan
8 40
Asimetri kiri 12
60 Total
20 100
Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG USU. Secara deskriptif
terlihat bahwa dari 35 orang subjek diperoleh 42,86 n= 15 memiliki lengkung gigi yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 57,14 n= 20 memiliki lengkung
gigi yang asimetri secara klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 40 n= 8 memiliki lengkung gigi sisi
kanan lebih lebar dan 60 n= 12 memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar.
BAB 5 PEMBAHASAN
Pemeriksaan asimetri wajah dan analisis model gigi merupakan bagian prosedur penting yang harus dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti
dan berguna dalam menegakkan diagnosis dan penyusunan rencana perawatan.
16
Berbagai metode telah diperkenalkan untuk menentukan kesimetrisan wajah dan lengkung gigi. Dalam penelitian ini, metode pemeriksaan asimetri wajah ditentukan
melalui pengukuran pada foto frontal wajah dengan menggunakan metode yang dipakai Haraguchi dkk. Metode ini mengukur bagian sepertiga wajah bawah, dan
dipilih karena tekniknya yang sederhana dan ekonomis serta memungkinkan untuk dilakukan karena alat yang digunakan pun sederhana. Metode pemeriksaan asimetri
pada lengkung gigi menggunakan metode yang dipakai oleh Maurice dkk. Metode ini dipakai karena pengukuran asimetri dilakukan pada periode masa gigi bercampur,
mudah dilakukan, dan juga ekonomis. Kelainan gigitan terbalik anterior fungsional yang sering muncul pada pasien
anak masa gigi bercampur menunjukkan peningkatan asimetri pada lengkung giginya. Hal ini dapat disebabkan karena mengunyah sebelah sisi yang berlangsung lama.
7
Asimetri pada lengkung gigi dapat saja menjadi pemicu asimetri pada wajah. Mengunyah pada bagian anterior gigi atau sebelah sisi merupakan etiologi paling
dominan pada asimetri ini.
6,7,18,21
Kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan asimetri diantaranya, perubahan sudut mulut saat tersenyum,
pergerakan ekspresi wajah, dan aktivitas kognitif juga mempengaruhi kedua sisi pada wajah.
19-21
Beberapa studi mengatakan kelainan asimetri pada sepertiga wajah bawah lebih banyak dibandingkan asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah. Respon
adaptasi fungsional pada aktivitas pengunyahan yang tidak seimbang disebutkan sebagai penyabab utamanya.
13
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah pada pasien gigitan terbalik anterior yang
dirawat di klinik ortodonti RSGMP FKG USU sehingga diharapkan dapat mengingatkan para klinisi dalam prosedur pemeriksaan awal. Hasil pemeriksaan
dapat memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif sehingga dapat mencegah terjadinya suatu maloklusi yang lebih parah.
Asimetri dapat berkembang menjadi lebih parah sesuai dengan pertambahan usia sehingga klinisi diharapkan lebih berhati-hati dalam perawatan kasus asimetri.
Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, perlu dinilai apakah asimetri bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional. Bila
masalah fungsional dan asimetri dental bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan asimetri wajah, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui
pameriksaan radiografi untuk melihat asimetri bersifat skeletal atau tidak. Ghasemianpour melaporkan hasil penelitiannya mengenai prevalensi asimetri
dentofasial. Seperlima dari sampel penelitiannya menunjukkan setidaknya satu bentuk asimetri. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asimetri pada sepertiga
wajah bawah merupakan hal yang sering ditemui.
5
Tabel 1. menunjukkan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, dari 35 orang subjek diperoleh 82,86 n= 29 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal
dan sebanyak 17,14 n= 6 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak
33,33 n= 2 memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan 66,67 n= 4 memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar.
Persentase asimetri wajah saat relasi sentrik dalam batas normal lebih banyak dibandingkan asimetri secara klinis. Hal ini mungkin disebabkan oleh rentang batas
normal pengukuran asimetri pada jaringan lunak wajah. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang baku dalam menilai batas normal asimetri ini. Shanner menyatakan
batas normal untuk pengukuran asimetri jaringan lunak wajah, yaitu untuk pengukuran asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah dibatasi 5 mm untuk laki-
laki dan 6 mm untuk perempuan sebagai batas normalnya dan dijadikan sebagai peraturan yang umum digunakan. Pada pengukuran yang melibatkan sepertiga wajah
bawah memiliki batas normal selisih antara sisi kanan dan kiri wajah sebesar 6
mm.cit, Ercan 2008
13
Persentase subjek yang memiliki asimetri kanan lebih sedikit dibandingkan dengan asimetri kiri. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan Haraguchi dkk. Haraguchi menemukan sisi kanan wajah lebih lebar dibandingkan yang kiri sebanyak 79.7 dari sampel penelitiannya. Perbedaan hasil
penelitian ini dapat disebabkan karena foto frontal wajah yang diambil saat penelitian yaitu saat subjek dalam keadaan relasi sentrik dan rentang usia 8-11 tahun sedangkan
penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun. Hal ini diperkuat oleh penelitian Bishara dan Ghasemianpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh
kembang merupakan salah satu etiologi penyebab asimetri wajah.
4,15,19
Tabel 3. menunjukkan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik, dari 35 orang subjek diperoleh 54,29 n= 19 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal
dan sebanyak 45,71 n= 16 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 4. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi
sentrik sebanyak 68,75 n= 11 memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan 31,25 n= 5 memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar. Hal ini sejalan dengan
literatur yang mengatakan terdapat perbedaan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dengan relasi sentrik akibat gigitan terbalik fungsional yang dialami subjek. Saat
memposisikan gigi dalam oklusi sentrik, subjek akan berusaha mengoklusikan gigi geligi maksila dan mandibula dengan maksimal, sehingga hal ini menjadi salah satu
penyebab dari perbedaan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik dengan oklusi sentrik.
6,12
Persentase subjek yang terdapat asimetri wajah kanan lebih banyak dibandingkan asimetri wajah kiri. Hasil penelitian ini juga menggambarkan sampel
penelitian yang kehilangan gigi posterior sebelah sisi, akan mengakibatkan subjek tersebut mengunyah ke sisi yang masih memiliki gigi posterior. Hal ini menjadi
pemicu asimetri wajah tersebut.
7,18,19
Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi, dari 35 orang subjek diperoleh 42,86 n= 15 memiliki lengkung gigi yang asimetri dalam batas
normal dan sebanyak 57,14 n= 20 memiliki lengkung gigi yang asimetri secara klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi
secara klinis sebanyak 40 n= 8 memiliki lengkung gigi dengan sisi kanan lebih
lebar dan 60 n= 12 memiliki lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar. Hasil penelitian ini menggambarkan cukup tinggi prevalensi asimetri lengkung gigi pada
pasien yang memiliki gigitan terbalik anterior, berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Maurice dan Kula yaitu sebesar 25 dari sampel penelitiannya
terdapat asimetri dental lebih dari 2 mm. Sampel penelitian yang digunakan mereka berasal dari 52 orang anak Ras Kaukasoid dengan periode masa gigi bercampur dan
belum ada yang pernah menjalankan perawatan ortodonti, sedangkan yang menjadi perbedaan pada penelitian ini adalah sampel penelitian yang digunakan yaitu 35
orang anak Ras Mongoloid. Namun Maurice dan Kula juga mengatakan munculnya kelainan gigitan terbalik membuat asimetri pada lengkung gigi menjadi meningkat.
7
Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan
median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan lengkung gigi.
6,15
Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan. Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat
maka garis median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90
o
dengan garis pada belakang model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus
ditrimming dengan baik agar hasilnya akurat.
6
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan