Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Kesimpulan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk melihat gambaran antara asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah pada pasien gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU yang berada di Jalan Alumni No 2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 hingga Januari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang datang mencari perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Sampel penelitian yang diambil adalah pasien dengan maloklusi gigitan terbalik anterior yang akan mendapat perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU dan telah memenuhi kriteria inklusi dengan metode purposive sampling. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penyeleksian sampel sebagai berikut:

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Pasien dengan masa gigi bercampur dengan anomali gigitan terbalik anterior dimana memiliki setidaknya tiga pasang gigi kanan dan kiri dari gigi insisivus sentralis, kaninus, molar dua desidui atau molar satu permanen pada masing-masing rahang. - Pasien yang memiliki maloklusi Klas I Angle atau Klas III Angle Subdivisi. - Pasien yang akan mendapat perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. - Pasien yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti lepasan ataupun cekat. - Status rekam medik pasien masih lengkap dan model studi dalam keadaan baik.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteri eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Pasien yang memiliki kelainan TMJ - Pasien yang menderita paralisis wajah - Pasien yang menderita kongenital kraniofasial yang parah - Pasien yang memiliki gigi yang fraktur atau karies besar sehingga tonjol pada gigi posterior atau insisal gigi anterior hilang

3.3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini, digunakan rumus besar sampel untuk data deskriptif kategorik. Z α 2 x P x Q Dimana n = Besar sampel Z α = Derifat baku alfa, kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 1,96 P = Proporsi kategori variabel yang diteliti sebesar 10 Q = 1- P  1 - 0,10 = 0,90 90 d = Presisi ditetapkan sebesar 10 n = Besar sampel adalah 34,5744 Maka pada penelitian ini, minimal besar sampel yang digunakan  35 orang n = d 2 Gambar 15. Pengukuran foto frontal wajah. A. Relasi Sentrik B. Oklusi Sentrik.

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel

Adapun variabel-variabel penelitian yang terdapat di dalam penelitian ini, antara lain: 1. Variabel bebas : Asimetri lengkung gigi 2. Variabel tergantung : Asimetri wajah 3. Variabel terkendali : Gigitan terbalik anterior pada maloklusi Klas I dan Klas III Angle Subdivisi pada usia 8 sampai 11 tahun

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam metode pengukuran asimetri wajah menurut Haraguchi dkk seperti yang ditunjukkan pada gambar 15 yaitu: 1. Natural Head Position NHP yakni saat posisi kepala subjek tegak dan melihat ke arah objek yang jauh, seperti sumber cahaya yang sejajar dengan mata. 2. Glabella adalah titik di antara alis kiri dan kanan. 3. Jaringan lunak Gonion Soft Tissue Gonion STG adalah titik paling jauh atau lateral pada jaringan lunak di daerah sepertiga wajah bawah. 4. Cupid’s bow adalah titik tengah pada garis terluar vermilion bibir atas. Definisi operasional yang digunakan dalam metode pengukuran asimetri lengkung gigi menurut Maurice dkk yaitu: 1. Titik pada model studi yang digunakan dalam pengukuran asimetri lengkung gigi Gambar 16: a. U1 adalah titik pada bagian mesial insisal insisivus sentralis atas. b. UC adalah titik pada tonjol kaninus atas. c. UEMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui atas. d. U6MB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen atas. e. L1 adalah titik pada bagian mesial insisal insisivus sentralis bawah. f. LC adalah titik pada tonjol kaninus bawah. g. LEMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui bawah. h. L6MB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen bawah. 2. Median Palatal Plane MPP adalah garis median pada maksila dan mandibula yang ditentukan dengan menggunakan dua titik di sepanjang medial palatal raphe, yaitu: a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan. b. Titik kedua adalah 1 cm lebih distal dari titik pertama. Gambar 16. Titik-titik yang digunakan dalam pengukuran asimetri lengkung gigi

3.4.3 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 17, antara lain: 1. Rekam medik pasien RSGMP FKG USU 2. Tripod 3. Kamera merek Kodak 10 MP Aspheric Lens 4. Kain warna putih sebagai latar belakang 5. Kursi 6. Meteran 7. Pensil 2B 8. Penghapus 9. Penggaris 10. Glass plate 11. Kalkulator merek Casio 12. Kertas OHP 13. OHP Marker 14. Stiker kecil Gambar 17. Alat-alat a Tripod b Kamera Digital c Kursi d Glass plate e Plastik OHP f Meteran g Kain putih h Penggaris, pensil, penghapus i Kalkulator j OHP marker a b c d e f g h i j

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Pengambilan Foto Frontal Wajah

Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan pemilihan dari rekam medik pasien Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta untuk mengatur jadwal pengambilan foto di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji intraoperator, yaitu operator mengukur 5 foto frontal wajah yang sama. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut. Foto yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Dalam satu hari, pengambilan foto dilakukan sebanyak satu sampai empat foto frontal wajah untuk mendapatkan subjek yang sesuai kriteria sehingga data yang diperoleh akurat. Metode yang digunakan dalam pengambilan foto frontal dan pengukurannya adalah metode menurut Haraguchi, dimana metode ini mudah dilakukan dan sederhana. Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain: 1. Pengaturan tata letak kursi, posisi duduk serta kepala pasien, dan kain putih sebagai background foto. Jarak kamera ke pasien diatur dengan jarak 150cm Gambar 18. 2. Subjek penelitian diminta untuk melepaskan kacamata, syal, ataupun benda-benda yang menghalangi wajah saat pemotretan. 3. Subjek penelitian diminta untuk melihat lurus ke lensa kamera sehingga dapat menghasilkan keadaan natural head position NHP 4. Operator memperhatikan garis khayal interpupil pasien agar berada pada posisi yang sejajar, serta median line pasien harus tegak lurus dengan lantai. 5. Foto harus mencakup seluruh kepala, leher, dan sekitarnya. 6. Tempelkan stiker pada dahi pasien dengan salah satu sisi berukuran 2 cm sebagai pedoman pengukuran skala. 7. Apabila semuanya sudah tepat, tombol capture pada kamera ditekan. 8. Pengambilan foto frontal dilakukan dua kali, yaitu saat pasien dalam relasi sentrik dan oklusi sentrik. 9. Hal tersebut dilakukan pada setiap subjek penelitian hingga semua softcopy foto terkumpul. 10. Bagian sekeliling foto yang tidak diperlukan dapat dipotong dan kedua mata subjek penelitian disensor dan dilakukan pencetakan dengan perbandingan 1:2.

3.5.2 Pengambilan Foto Model Studi

Model studi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari RSGMP FKG USU. Pengambilan foto model studi serta pengukurannya menggunakan metode menurut Maurice dimana metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan persiapan alat yang memadai. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji intraoperator, yaitu operator mengukur 5 foto model studi yang sama. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut. Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain: 1. Tentukan landmarks dengan menggunakan pensil 2B untuk membuat titik-titik berikut ini Gambar 16: a. Titik pada mesial insisal insisivus sentralis atas kanan dan kiri U1 Gambar 18. Tata letak studio mini b. Titik pada tonjol kaninus atas kanan dan kiri UC c. Titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui atas kanan dan kiri UEMB d. Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen atas kanan dan kiri U6MB e. Titik pada mesial insisal insisivus sentralis bawah kanan dan kiri L1 f. Titik pada tonjol kaninus bawah kanan dan kiri LC g. Titik pada tonjol mesiobukal molar dua desidui bawah kanan dan kiri LEMB h. Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen bawah kanan dan kiri L6MB 2. Lalu model studi diletakkan di atas glass plate yang rata supaya tidak terbentuk bayangan. 3. Stiker diletakkan di permukaan dari alas model gigi dengan ukuran salah satu sisi 2 cm sebagai skala pengukuran yang berguna saat pencetakan foto. 4. Model studi maksila dan mandibula diaturkan sedemikian rupa agar garis midline dapat diproyeksikan dari maksila ke mandibula. 5. Kemudian gunakan kamera digital untuk memotret model studi 6. Hal tersebut dilakukan pada setiap model studi penelitian hingga semua softcopy terkumpul. 7. Lalu dilakukan pencetakan dengan perbandingan 1:1 untuk dihasilkan foto model studi.

3.5.3 Pengukuran Foto Frontal Wajah

Pengukuran pada foto frontal wajah menggunakan metode Haraguchi dan nilai batas normal asimetri wajah yang dipakai yaitu sesuai dengan pernyataan Shanner. Langkah-langkah pengukurannya sebagai berikut Gambar 15: 1. Plastik OHP atau plastik transparan diletakkan di atas foto sebagai media dalam melakukan pengukuran asimetri. 2. Tentukan titik referensi yang digunakan dalam pengukuran asimetri wajah, yaitu titik pada glabella, cupid’s bow, dan jaringan lunak gonion kanan dan kiri. 3. Garis lurus ditarik dari titik glabella ke titik cupid’s bow dengan OHP marker untuk memperoleh garis midline. 4. Lalu garis dari titik jaringan lunak gonion kanan ditarik ke garis midline sehingga terbentuk garis tegak lurus dengan garis midline, lalu tarik garis dari titik jaringan lunak gonion kiri ke garis midline. 5. Jarak titik jaringan lunak gonion kanan ke garis midline a diukur dengan menggunakan penggaris dan jarak dari titik jaringan lunak gonion kiri ke garis midline juga diukur b. 6. Setelah didapat nilai jarak tersebut, kurangkan kedua jarak tersebut a-b untuk melihat besar selisih jaraknya. 7. Apabila nilai selisih jarak tersebut ≥ 6 mm maka dapat dikatakan terdapat asimetri pada wajah dimana sisi sebelah kanan wajah lebih lebar. 8. Apabila nilai selisih jarak tersebut ≤ -6 mm maka dapat dikatakan terdapat asimetri pada wajah dimana sisi sebelah kiri wajah lebih lebar.

3.5.4 Pengukuran Foto Model Gigi

Pengukuran pada foto model gigi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut Gambar 19: 1. Setelah foto dicetak, plastik OHP atau plastik transparan diletakkan di atas foto sebagai media dalam melakukan pengukuran. 2. Median palatal plane MPP ditentukan dengan menggunakan dua titik sepanjang median palatal raphe yaitu: a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan pada model studi maksila. b. Titik kedua adalah 1 cm lebih distal dari titik pertama pada median palatal raphe. 3. Garis lurus ditarik pada kedua titik tersebut di sepanjang median palatal raphe 4. Angulasi tersebut diproyeksikan ke mandibula untuk mendapatkan MPP mandibula. 5. Garis tegak lurus ditarik dari titik-titik referensi yang ditandai saat mengambil foto model studi dengan menggunakan OHP marker ke MPP. 6. Perhitungan dilakukan untuk mencari selisih antara sisi kanan dan kiri pada masing-masing titik. 7. Apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai selisih ≥ 2 mm maka dapat dikatakan lengkung gigi tersebut asimetri dimana sisi sebelah kanan lengkung gigi lebih lebar. 8. Apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai selisih ≤ -2 mm maka dapat dikatakan lengkung gigi tersebut asimetri dimana sisi sebelah kiri lengkung gigi lebih lebar. Gambar 19. Pengukuran foto model studi

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

3.6.2 Analisis Data

1. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat relasi sentrik. 2. Menghitung prevalensi kesimetrisan wajah pada saat oklusi sentrik. 3. Menghitung prevalensi kesimetrisan lengkung gigi.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 35 foto frontal wajah saat relasi sentrik, 35 foto frontal wajah saat oklusi sentrik, dan 35 buah model gigi maksila serta mandibula yang dipilih dari pasien anak-anak yang memiliki kelainan gigitan terbalik anterior yang datang berkunjung mencari perawatan di Klinik Ortodonti FKG USU. Sampel terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Foto frontal saat relasi sentrik dan oklusi sentrik didapat melalui pengambilan foto secara langsung pada pasien anak. Model gigi maksila dan mandibula diperoleh dari rekam medik model gigi pasien. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap foto frontal wajah saat relasi sentrik, oklusi sentrik, dan pengukuran terhadap model gigi, dapat dilihat prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dan juga prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada tabel berikut ini. Tabel 1. Prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik Frekuensi Persentase Asimetri dalam batas normal 29 82,86 Asimetri secara klinis 6 17,14 Total 35 100 Tabel 2. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat relasi sentrik Frekuensi Persentase Asimetri kanan 2 33,33 Asimetri kiri 4 66,67 Total 6 100 Tabel 1. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada pasien anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG USU, dari 35 orang subjek diperoleh 82,86 n= 29 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 17,14 n= 6 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 33,33 n= 2 memiliki wajah sisi kanan lebih lebar dan 66,67 n= 4 memiliki wajah sisi kiri lebih lebar. Tabel 3. Prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik Frekuensi Persentase Asimetri dalam batas normal 19 54,29 Asimetri secara klinis 16 45,71 Total 35 100 Tabel 4. Prevalensi asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik Frekuensi Persentase Asimetri kanan 11 68,75 Asimetri kiri 5 31,25 Total 16 100 Tabel 3. menunjukkan bahwa secara deskriptif kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dari 35 orang subjek diperoleh 54,29 n= 19 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 45,71 n= 16 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 4. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik sebanyak 68,75 n= 11 memiliki wajah sisi kanan lebih lebar dan 31,25 n= 5 memiliki wajah sisi kiri lebih lebar. Tabel 5. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi Frekuensi Persentase Asimetri dalam batas normal 15 42,86 Asimetri secara klinis 20 57,14 Total 35 100 Tabel 6. Prevalensi asimetri lengkung gigi secara klinis Frekuensi Persentase Asimetri kanan 8 40 Asimetri kiri 12 60 Total 20 100 Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien anak dengan gigitan terbalik anterior di Klinik Ortodonti FKG USU. Secara deskriptif terlihat bahwa dari 35 orang subjek diperoleh 42,86 n= 15 memiliki lengkung gigi yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 57,14 n= 20 memiliki lengkung gigi yang asimetri secara klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 40 n= 8 memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar dan 60 n= 12 memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar.

BAB 5 PEMBAHASAN

Pemeriksaan asimetri wajah dan analisis model gigi merupakan bagian prosedur penting yang harus dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti dan berguna dalam menegakkan diagnosis dan penyusunan rencana perawatan. 16 Berbagai metode telah diperkenalkan untuk menentukan kesimetrisan wajah dan lengkung gigi. Dalam penelitian ini, metode pemeriksaan asimetri wajah ditentukan melalui pengukuran pada foto frontal wajah dengan menggunakan metode yang dipakai Haraguchi dkk. Metode ini mengukur bagian sepertiga wajah bawah, dan dipilih karena tekniknya yang sederhana dan ekonomis serta memungkinkan untuk dilakukan karena alat yang digunakan pun sederhana. Metode pemeriksaan asimetri pada lengkung gigi menggunakan metode yang dipakai oleh Maurice dkk. Metode ini dipakai karena pengukuran asimetri dilakukan pada periode masa gigi bercampur, mudah dilakukan, dan juga ekonomis. Kelainan gigitan terbalik anterior fungsional yang sering muncul pada pasien anak masa gigi bercampur menunjukkan peningkatan asimetri pada lengkung giginya. Hal ini dapat disebabkan karena mengunyah sebelah sisi yang berlangsung lama. 7 Asimetri pada lengkung gigi dapat saja menjadi pemicu asimetri pada wajah. Mengunyah pada bagian anterior gigi atau sebelah sisi merupakan etiologi paling dominan pada asimetri ini. 6,7,18,21 Kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan asimetri diantaranya, perubahan sudut mulut saat tersenyum, pergerakan ekspresi wajah, dan aktivitas kognitif juga mempengaruhi kedua sisi pada wajah. 19-21 Beberapa studi mengatakan kelainan asimetri pada sepertiga wajah bawah lebih banyak dibandingkan asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah. Respon adaptasi fungsional pada aktivitas pengunyahan yang tidak seimbang disebutkan sebagai penyabab utamanya. 13 Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah pada pasien gigitan terbalik anterior yang dirawat di klinik ortodonti RSGMP FKG USU sehingga diharapkan dapat mengingatkan para klinisi dalam prosedur pemeriksaan awal. Hasil pemeriksaan dapat memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif sehingga dapat mencegah terjadinya suatu maloklusi yang lebih parah. Asimetri dapat berkembang menjadi lebih parah sesuai dengan pertambahan usia sehingga klinisi diharapkan lebih berhati-hati dalam perawatan kasus asimetri. Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, perlu dinilai apakah asimetri bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional. Bila masalah fungsional dan asimetri dental bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan asimetri wajah, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui pameriksaan radiografi untuk melihat asimetri bersifat skeletal atau tidak. Ghasemianpour melaporkan hasil penelitiannya mengenai prevalensi asimetri dentofasial. Seperlima dari sampel penelitiannya menunjukkan setidaknya satu bentuk asimetri. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asimetri pada sepertiga wajah bawah merupakan hal yang sering ditemui. 5 Tabel 1. menunjukkan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik, dari 35 orang subjek diperoleh 82,86 n= 29 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 17,14 n= 6 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 2. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 33,33 n= 2 memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan 66,67 n= 4 memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar. Persentase asimetri wajah saat relasi sentrik dalam batas normal lebih banyak dibandingkan asimetri secara klinis. Hal ini mungkin disebabkan oleh rentang batas normal pengukuran asimetri pada jaringan lunak wajah. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang baku dalam menilai batas normal asimetri ini. Shanner menyatakan batas normal untuk pengukuran asimetri jaringan lunak wajah, yaitu untuk pengukuran asimetri pada sepertiga wajah atas dan tengah dibatasi 5 mm untuk laki- laki dan 6 mm untuk perempuan sebagai batas normalnya dan dijadikan sebagai peraturan yang umum digunakan. Pada pengukuran yang melibatkan sepertiga wajah bawah memiliki batas normal selisih antara sisi kanan dan kiri wajah sebesar 6 mm.cit, Ercan 2008 13 Persentase subjek yang memiliki asimetri kanan lebih sedikit dibandingkan dengan asimetri kiri. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Haraguchi dkk. Haraguchi menemukan sisi kanan wajah lebih lebar dibandingkan yang kiri sebanyak 79.7 dari sampel penelitiannya. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan karena foto frontal wajah yang diambil saat penelitian yaitu saat subjek dalam keadaan relasi sentrik dan rentang usia 8-11 tahun sedangkan penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun. Hal ini diperkuat oleh penelitian Bishara dan Ghasemianpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh kembang merupakan salah satu etiologi penyebab asimetri wajah. 4,15,19 Tabel 3. menunjukkan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik, dari 35 orang subjek diperoleh 54,29 n= 19 memiliki wajah yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 45,71 n= 16 memiliki wajah yang asimetri secara klinis. Tabel 4. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik sebanyak 68,75 n= 11 memiliki wajah dengan sisi kanan lebih lebar dan 31,25 n= 5 memiliki wajah dengan sisi kiri lebih lebar. Hal ini sejalan dengan literatur yang mengatakan terdapat perbedaan kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik dengan relasi sentrik akibat gigitan terbalik fungsional yang dialami subjek. Saat memposisikan gigi dalam oklusi sentrik, subjek akan berusaha mengoklusikan gigi geligi maksila dan mandibula dengan maksimal, sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab dari perbedaan kesimetrisan wajah saat relasi sentrik dengan oklusi sentrik. 6,12 Persentase subjek yang terdapat asimetri wajah kanan lebih banyak dibandingkan asimetri wajah kiri. Hasil penelitian ini juga menggambarkan sampel penelitian yang kehilangan gigi posterior sebelah sisi, akan mengakibatkan subjek tersebut mengunyah ke sisi yang masih memiliki gigi posterior. Hal ini menjadi pemicu asimetri wajah tersebut. 7,18,19 Tabel 5. menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi, dari 35 orang subjek diperoleh 42,86 n= 15 memiliki lengkung gigi yang asimetri dalam batas normal dan sebanyak 57,14 n= 20 memiliki lengkung gigi yang asimetri secara klinis. Tabel 6. menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 40 n= 8 memiliki lengkung gigi dengan sisi kanan lebih lebar dan 60 n= 12 memiliki lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar. Hasil penelitian ini menggambarkan cukup tinggi prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang memiliki gigitan terbalik anterior, berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Maurice dan Kula yaitu sebesar 25 dari sampel penelitiannya terdapat asimetri dental lebih dari 2 mm. Sampel penelitian yang digunakan mereka berasal dari 52 orang anak Ras Kaukasoid dengan periode masa gigi bercampur dan belum ada yang pernah menjalankan perawatan ortodonti, sedangkan yang menjadi perbedaan pada penelitian ini adalah sampel penelitian yang digunakan yaitu 35 orang anak Ras Mongoloid. Namun Maurice dan Kula juga mengatakan munculnya kelainan gigitan terbalik membuat asimetri pada lengkung gigi menjadi meningkat. 7 Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan lengkung gigi. 6,15 Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan. Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat maka garis median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90 o dengan garis pada belakang model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus ditrimming dengan baik agar hasilnya akurat. 6

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi kesimetrisan wajah saat relasi sentrik pada pasien dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 35 orang subjek, 82,86 n= 29 memiliki asimetri wajah dalam batas normal dan sebanyak 17,14 n= 6 memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat relasi sentrik, diperoleh 33,33 n= 2 memiliki sisi kanan wajah lebih lebar dan 66,67 n= 4 memiliki sisi kiri wajah lebih lebar. 2. Prevalensi kesimetrisan wajah saat oklusi sentrik pada pasien dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 35 orang subjek, 54,29 n= 19 memiliki asimetri wajah dalam batas normal dan 45,71 n= 16 memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis saat oklusi sentrik, diperoleh 68,75 n= 11 memiliki sisi kanan wajah lebih lebar dan 31,25 n= 5 memiliki sisi kiri wajah lebih lebar. 3. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien dengan gigitan terbalik anterior yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 35 orang subjek, 42,86 n= 15 memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 57,14 n= 20 memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 40 n= 8 memiliki lengkung gigi dengan sisi kanan lebih lebar dan 60 n= 12 memiliki lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar.

6.2 Saran