Faktor imunopatogenesis Etiologi dan Patogenesis

berlokasi Novak, 2008. Cookson dkk., menemukan bahwa lokus gen 11q13 yang mewakili daerah untuk rantai  reseptor untuk IgE terkait dengan fenotip DA Leung dkk., 2004 ; Bieber, 2008 ; Novak, 2008. Begitu juga varian dari area pengkode IL- 13, mutasi pada promotor proksimal gen RANTES dan keterkaitan DA dengan kromosom 3q21, area yang mengkode molekul kostimulator Cluster of Differentiation 80 CD80 dan CD86 telah diidentifikasi sebagai lokus yang rentan terhadap DA Novak, 2008. 2.3.1.3 Hygiene hypothesis Limfosit fetal manusia mengandung Th2 sebagai konsekuensi dari sitokin plasenta, hormon dan paparan terhadap alergen transplasenta. Selama periode postnatal, pada individu yang non atopik terjadi pergantian dari Th2 dominan menjadi Th1, mungkin diakibatkan karena stimulasi dari beberapa macam agen infeksi. Berlawanan dengan individu yang atopik, pergantian ini tidak terjadi selama bulan pertama kehidupan dan menimbulkan reaksi imunologis Th2 Novak, 2008. Faktor-faktor kehidupan modern seperti penggunaan antibiotik, penurunan jumlah anggota keluarga, dan peningkatan higienitas mengakibatkan kurangnya paparan terhadap stimulasi bakteri dan mendukung perkembangan Th2 Novak, 2008; Leung dkk, 2012.

2.3.2 Faktor imunopatogenesis

2.3.2.1 Monosit Peningkatan hidrolisis cyclic adenosine monophosphate CAMP oleh phosphodiesterase yang overaktif secara genetik pada monosit mengakibatkan peningkatan produksi mediator seperti prostaglandin E dan IL-10. Mekanisme ini selanjutnya menghambat respon Th2 dan memprekuat sekresei IL-4 oleh sel Th2 dan nampak sebagai tambahan selain prostaglandin E2, IL10 berperan untuk mengatur keseimbangan antara respon Th1 dan Th2 yang mengatur gambaran atopik termasik produksi IL-4, IL-5 dan IL-6 oleh sel T, peningkatan sintetis IgE, berkurangnya produksi interferon-  IFN- γ dan terganggunya respon imun yang diperantarai sel. Monosit dari penderita DA menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor untuk IgE dan rantai IL-4R  dapat dibedakan dari monosit pasien DA non alergi yang ekspresi marker permukaannya rendah Leung dkk., 2004; Novak, 2008. 2.3.2.2 Eosinofil Adanya eosinofilia pada darah perifer dan peningkatan kadar protein granul eosinofil serum menggambarkan degranulasi eosinofil berperan penting pada DA. Peningkatan kadar eosinofil dengan peningkatan survival telah terdeteksi dan terutama pada eosinofil dari penderita DA alergi, reseptor CD137 yang menstimulasi aktivasi dan diferensiasi sel T dapat dideteksi. Peningkatan protein granular dapat ditemukan dari darah perifer sejalan dengan keaktifan penyakit. Di kulit, sitokin Th2 bersamaan dengan kemokin seperti eotaxin dan protein 4 kemoatraktan monosit mendorong influx eosinofil ke dalam kulit penderita DA Leung dkk., 2004; Novak, 2008. 2.3.2.3 Keratinosit Transduksi sinyal pada sel epitel yang tidak teratur dapat mengakibatkan respon yang berlebihan terhadap stimulus inflamasi. Perubahan sintesis sitokin oleh sel di kulit meningkatkan ekspresi Tumor Necrosis Factor- α TNF-  , IL-1  , dan IL-12 Messengger Ribonucleic Acid mRNA pada kulit penderita DA setelah kontak dengan deterjen atau aeroalergen. Defek intrinsik keratinosit ditemukan pada DA mengakibatkan sekresi GM-CSF, IL-1 dan TNF-  dipercepat Leung dkk., 2004; Bieber, 2008; Novak, 2008. 2.3.2.4 Sel T Salah satu gambaran DA yang paling menonjol adalah infiltrasi kulit oleh sel T CD4 pada lesi kulit. Penelitian imunohistologis menunjukkan infiltrat dermis pada lesi kulit terutama terdiri dari sel CD4 dan CD8 dengan perbandingan CD4:CD8 hampir sama dengan yang ditemukan pada darah tepi Leung dkk., 2004; Bieber, 2008; Novak, 2008. Sistem imun manusia memiliki sel T kutaneus yang sangat aktif dan memiliki Cutaneus lymphocyte antigen CLA pada permukaannya yang memungkinkan sel T untuk segera menuju ke kulit bila terdapat masuknya antigen asing. Masuknya sel T kedalam kulit ditentukan oleh interaksi CLA dengan antigen permukaan sel vaskular yang diekspresikan pada pembuluh darah dermis seperti E-selectin. Kofaktor lain yang penting untuk masuknya sel T adalah alpha-6 integrin, Vascular Cell Adhesion Molecule VCAM-1, Intercullular Adhesion Molecule-I ICAM-1 dan IL-8 yang ditemukan dalam jumlah banyak pada darah tepi penderita DA Novak, 2008. Prekursor Th 0 dirangsang untuk berdiferensiasi menjadi sel Th1 atau Th2, setelah presentasi antigen oleh sel dendritik. Respon Th1 terkait dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan dominan mensekresi IFN- γ dan IL-2. Pola Th2 terkait dengan peningkatan sekresi IgE dan reaksi yang diperantarai IgE dan didominasi oleh IL-4, IL-5 dan IL-13. Analisis sampel biopsi dari kulit sehat pada penderita DA menunjukkan peningktan sel Th2 yang mengekspresikan mRNA dari IL-4 dan IL-13. Sementara lesi DA akut tidak mengandung sel yang mengekspresikan mRNA, IL-5, IL-12, GM- CSF atau IL-12 dalam jumlah yang signifikan, jumlah mRNA sitokin-sitokin ini meningkat pada fase kronis, sedangkan jumlah mRNA IL-4 dan IL-13 menurun Leung, 2004; Novak, 2008. Dari penelitian terhadap lesi kulit terhadap penderita DA diketahui bahwa perjalanan DA bersifat bifasik, dimana pada fase inisial ditandai oleh pola Th2 lalu beralih ke fase kronis yang didominasi oleh profil Th1. Peralihan ini mungkin dimulai oleh produksi lokal IL-12 dari eosinofil atau sel epidermal dendritik atau keduanya Novak, 2008. 2.3.2.5 Sitokin dan Kemokin Berkurangnya imunitas yang diperantarai sel pada DA adalah akibat peningkatan produksi sitokin imunosupresif seperti IL-10 dan Tumor Growth Factor  TGF-  telah diobservasi pada DA Leung, 2004; Novak, 2008. Lebih lanjut lagi, kemoatraktan untuk sel T CD4, kemokin yang diekspresikan dan disekresi oleh sel T RANTES, kemokin yang bersal dari Macrophage-derived Chemokine MDC, kemokin yang diaktivasi Thymic Reticuloepithelial Cells TRC dapat ditemukan pada penderita DA Leung, 2004; Novak, 2008. Inflamasi kulit yang menetap pada lesi kulit kronis dapat diinduksi oleh mediator yang meningkatkan lama hidup eosinofil, monositmakrofag dan sel dendritik seperti IL-5 atau GM-CSF ditemukan dalam jumlah yang banyak pada penderita DA Novak, 2008. Gambar 2.1 Patogenesis dermatitis atopik Egawa G. 2015

2.3.3 Faktor Pencetus