Hidrolisis glikospingolipid akan menghasilkan seramid, sedangkan fosfolipid akan diubah menjadi asam lemak bebas Proksch dkk., 2012. Serangkaian proses
enzimatik tersebut akan mengasilkan matriks lipid ekstraseluler, yaitu kristalina yang tersusun atas seramid, kolesterol, asam lemak dan ester kolesterol Cork dkk., 2008.
Seramid merupakan komponen yang dominan dan penting dalam fungsi sawar epidermis. Korneosit berfungsi sebagai pertahanan dan perlindungan terhadap bahan
kimia, dan bersama-sama dengan lipid ekstraseluler yang menghasilkan sifat impermeabilitas terhadap air Proksch dkk., 2012.
2.4.2 Disfungsi sawar epidermis pada penderita dermatitis atopik
Beberapa postulat mengemukakan tentang mekanisme terjadinya disfungsi sawar epidermis pada penderita DA antara lain yaitu adanya penurunan kadar
seramid kulit, yang berperan sebagai molekul pengikat air pada ruang ekstraseluluer, adanya perubahan pH stratum korneum dan adanya ekspresi yang berlebihan dari
eksim chymotryptic chymase, 4. Defek pada filagrin Bieber, 2010. Seramid adalah asam lemak yang dihubungkan dengan amida, dan mengandung
alkohol amino rantai panjang yang disebut basa sphingoid Proksch dkk., 2012. Pada stratum korneum manusia, terdapat 11 subkelas seramid yang telah
teridentifikasi. Seramid dibedakan berdasarkan arsitektur ‘kepala’ dan panjang rantai asam lemak. Basa daripada seramid tersusun atas salah satu dari sphingosin,
phytosphingosin, 6-hidroksphingosin, atau dihidroksisphingosin. Basa ini akan terhubung dengan asam lemak non hidroksilasi, asam lemak hidroksi -
, atau asam
lemak hidroksi - . Kombinasi 4 macam basa dan asam lemak ini akan menghasilkan
struktur seramid Bouwstra dkk., 2010 Pada tingkat ultrastruktur, sawar permeabilitas kulit diperankan oleh lapisan
lipid multilamela interseluler yang terletak di stratum korneum. Seramid yang merupakan komponen terbesar penyusun lipid stratum korneum, secara fungsional
berperan penting untuk menjaga stabilitas lapisan lemak interseluler. Terutama seramid 1, karena struktur rantainya yang panjang, akan menghubungkan bilayer
yang berdekatan, sehingga dapat mempertahankan homeostasis air dan menghambat kehilangan air.
Pada percobaan perusakan sawar kulit menggunakan pelarut atau deterjen yang dapat menghilangkan sawar, ternyata ditemukan kulit yang xerotik dan peningkatan
Transepidermal Water Loss TEWL. Pada sebuah penelitian yang dilakukan Nardo dkk., pada 47 penderita AD dan 20 orang normal, didapatkan hasil bahwa kadar
seramid 1 dan seramid 3 pada DA lebih rendah secara signifikan Nardo dkk., 1998. Pada kulit atopik terjadi gangguan maturasi badan lamelar, sehingga terjadi
penurunan pelepasan asam, lipid dan bahan penyusun enzim pada stratum korneum, sehingga terjadi defek fungsi sawar kulit. Selain itu, berkurangnya seramid pada
penderita atopik juga disebabkan karena peningkatan aktivitas enzim sphingomyelin deasilase Cork dkk., 2008.
Keadaan homeostasis pH permukaan kulit merupakan salah satu bagian yang penting dari k
onsep ‘acid mantle’ kulit. Nilai pH permukaan kulit pada lengan bawah orang dewasa pria suku Kaukasian adalah 5.4 hingga 5.9, dan pH rata-rata pada bayi
berusia dua minggu hingga 18 bulan lebih tinggi daripada orang dewasa Konig dkk., 2000. Pentingnya pH stratum korneum terhadap homeostasis sawar kulit dibuktikan
dengan adanya perburukan fungsi sawar ketika kulit yang tidak terpapar oleh pH alkali. pH stratum korneum mempengaruhi fungsi sawar kulit melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama yaitu mempengaruhi secara langsung melalui organisasi membran bilayer, dan yang kedua sekunder melalui regulasi proses lipid
ekstraseluler. Enzim-enzim yang membentuk lipid ekstraseluler, seperti misalnya glukoserebrosidase-
dan sfingomyelinase, bekerja pada pH optimal asam. Pada percobaan pada kulit mencit, setelah diaplikasikan produk yang bersifat basa, dengan
pemeriksaan mikroskop elektron ditemukan penurunan aktivitas glukoserebrosidase, maka proses membran lamela lipid terjadi secara inkomplit Cork dkk., 2008.
Selama proses deskuamasi kulit, terjadi pemecahan korneodesmosom ekstraselluler yang mengikat korneosit, sehingga korneosit akan terlepas dari
permukaan kulit. Pemecahan protein korneodesmosom oleh protease menyebabkan berkurangnya ikatan antara korneosit dan reduksi kohesi korneosit. Di antara enzim-
enzim protease yang terlibat dalam deskuamasi, yang berperan penting adalah enzim chymotryptic stratum korneum stratum corneum chymotryptic SCCE, dan enzim
tryptic stratum korneum stratum corneum tryptic enzyme SCTE. SCCE akan menghidrolisis korneodesmosom dan desmokolin 1, sedangkan SCTE akan memecah
desmoglein 1. Variasi genetik pada gen SCCE berhubungan dengan disregulasi aktivitas SCCE pada manusia. Pada penderita DA, terjadi insersi 4 basa AACC pada
gen pengkode SCCE, sehingga memperpanjang waktu paruh mRNA SCCE dan
akhirnya terjadi peningkatan produksi SCCE. Pada sebuah percobaan pada tikus dengan ekspresi SCCE yang berlebihan, didapatkan perubahan kulit yang mirip
dengan pada kulit atopik. Ekspresi SCCE yang berlebihan menyebabkan pemecahan korneodesmosom prematur, diikuti oleh peningkatan deskuamasi korneosit dan
penipisan sawar kulit Cork dkk., 2008. Enzim SCCE bekerja optimal pada pH netral. Jika pH stratum korneum meningkat dari pH normalnya 5.5 menjadi 7 atau
lebih tinggi, maka aktivitas SCCE akan semakin meningkat, menyebabkan penurunan fungsi sawar. Bahan yang paling sering meningkatkan pH permukaan
kulit yaitu sabun dan deterjen Cork dkk., 2008; Leung dkk., 2012. Beberapa penelitian genetika akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Filamen-
agregating Protein Filagrin berperan penting dalam etiologi dermatitis atopik. Filagrin, dan gennya FLG, terletak pada kompleks diferensiasi epidermal pada
kromosom 1q21. Produk awal dari gen FLG adalah profilagrin, yang merupakan komponen utama granula keratohyalin, dan dalam proses diferensiasi akhir akan
dipecah menjadi peptide filagrin. Filagrin berperan dalam perubahan keratinosit menjadi skuama protein
– lipid. Filagrin memicu terjadinya pemipihan korneosit dengan cara mengagregasikan filamen keratin menjadi struktur bundle untuk
kemudian membentuk skeleton keratin DeJongh dkk., 2008. Setelah filagrin menjalankan perannya untuk pembentukan bundle filamen keratin, filagrin akan
dipecah menjadi asam amino histidin, glutamine dan arginine yang kemudian akan mengalami deaminasi menjadi asam amino histidin, glutamine dan arginine yang
kemudian akan mengalami deaminasi menjadi asam trans-urocanic asam karboksilat
pyrolidon dan citrulin yang merupakan komponen aktif senyawa yang meregulasi hidradsi kulit, disebut faktor pelembab alami natural moisturizing faktor NMF.
NMF turut berperan dalam retensi air di dalam korneosit, sehingga terjadi hidrasi dan pengembungan yang optimal. Hal ini mencegah terbentuknya celah antara korneosit,
meningkatkan integritas stratum korneum dan membuatnya resisten terhadap penetrasi iritan dan allergen Cork dkk., 2008; DeJongh dkk., 2008.
Terhadap hubungan yang signifikan antara mutasi pada filagrin dan DA. Pada kulit penderita DA terdapat penurunan kadar filagrin dan NMF. DA dihubungkan
dengan mutasi loss of function filagrin. Penurunan kadar filagrin dan NMF akan menyebabkan berkurangnya kemampuan korneosit untuk menahan air, sehingga
terjadi pengerutan. Seiring dengan pengerutan korneosit, akan terbentuk celah di antara korneosit, sehingga terjadi defek sawar epidermis yang rentan terhadap
penetrasi allergen maupun iritan Cork dkk.,2008.
2.4.3 Evaluasi fungsi sawar epidermis