commit to user
17
17 No.521DPNP2003. Pengungkapan risiko pada penelitiaan ini mencakup 1
pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, 2 kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko, 3 kecukupan proses
identifikasi, 4 pengukuran, 5 pemantauan dan pengendalian risiko, 6 sistem informasi manajemen risiko, dan 7 sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Untuk item pengungkapan risiko yang lebih detail dapat dilihat di Lampiran 1. Agar pengungkapan risiko dalam laporan tahunan mencukupi kebutuhan
informasi para stakeholders dan sesuai dengan peraturan yang ada, maka diperlukan adanya corporate governance. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Solomon, Solomon, Norton, dan Joseph 2000 yang menyatakan bahwa pengungkapan risiko merepresentasikan perbaikan praktik corporate governance.
Salah satu aspek penting dalam tata kelola perusahaan corporate governance adalah adanya board of directors.
2. Corporate Governance
Corporate governance dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholder
dalam sebuah perusahaan di mana transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi Ho dan Wong, 2001.
Forum for Corporate Governace in Indonesia 2002: 1 mendefinisikan corporate governance sebagai:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
commit to user
18
18 Tujuan corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam praktiknya corporate governance berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi,
hukum, struktur kepemilikan, sosial, dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip corporate governance,
namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan Arifin, 2005. Menurut Organization for Economic Corporation and Development
OECD yang diuraikan di dalam FCGI 2002, terdapat empat prinsip dasar dalam penerapan corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk
mengukur seberapa jauh corporate governance telah diterapkan dalam perusahaan. Penjelasan keempat prinsip dasar di atas adalah sebagai berikut:
a. Kewajaran fairness. Prinsip kewajaran menekankan pada adanya
perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing
serta investor lainnya. b.
Akuntabilitas accountability. Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit
pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris, direksi independen, dan komite audit. Praktik-
praktik yang diharapkan muncul dalam menerapkan akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris untuk melakukan
monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan
pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
c. Transparansi transparency. Prinsip dasar transparansi berhubungan
dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu, dan dapat dibandingkan dengan
indikator-indikator yang sama. Dengan kata lain prinsip transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian disclosure informasi yang dimiliki perusahaan.
d. Responsibilitas responsibility. Responsibilitas diartikan sebagai
tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi
commit to user
19
19 peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan-
kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan
kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Struktur governance diatur oleh Undang-Undang sebagai dasar legalitas berdirinya sebuah entitas Arifin, 2005. Terdapat dua macam struktur board
dalam corporate governance yang digunakan oleh perusahaan, pertama model Anglo-Saxon dan yang kedua model Continental Europe Arifin, 2005.
Dalam model Anglo-Saxon, perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus
senior direktur eksekutif dan direktur independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu non-direktur eksekutif. Model Anglo-Saxon ini disebut dengan
single-board system yaitu struktur corporate governanance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Biasanya single-
board system ini digunakan pada perusahaan yang berada di Amerika dan Inggris Arifin, 2005. Gambar 2.1 di bawah ini adalah skema yang menunjukkan struktur
single-board system.
Gambar 2.2 Struktur Board of Directors dalam One Tier System sumber: FCGI, 2002
General Meeting of the Shareholders GMoS
Boards of Directors Executive
Director Non-Executive
Director
commit to user
20
20
General Meeting of The Shareholders GMoS
Board of Commissioner BoC
Board of Directors BoD
Dalam model Continental Europe, struktur governance terdiri dari RUPS dan badan yang terpisah, yaitu dewan komisaris dan dewan direksi FCGI, 2002.
Struktur semacam ini disebut two-tier board system, di mana struktur corporate governance memisahkan fungsi dewan komisaris sebagai fungsi pengawas dan
dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan Arifin, 2005. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas manajemen dan tidak boleh
mewakili perusahaan dalam transaksi dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
Dalam sistem ini, anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas dewan komisaris. Dewan direksi harus memberikan
informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal yang diajukan oleh dewan komisaris. Negara dengan two tiers system adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan
Jepang.
Gambar 2.3 Struktur Board of Directors dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh
Belanda sumber: FCGI, 2002 Menurut Arifin 2005, perusahaan di Indonesia, menerapkan two-board
system atau two-tier board system seperti kebanyakan diterapkan pada perusahaan di Eropa. Sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Republik
commit to user
21
21 Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa anggota dewan direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS pasal 94 ayat 1 dan pasal 105 ayat 1, demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS
pasal 111 ayat 1 dan pasal 119. Dengan adanya struktur yang demikian, maka baik dewan komisaris maupun dewan direksi bertanggung jawab terhadap RUPS.
Dalam model ini hanya ada perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung membawahi dewan direksi.
Gambar 2.4 Struktur Board of Directors dalam Two Tiers System yang Diadopsi
Indonesia sumber: Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007
Keterangan gambar: : pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan
: tanggung jawab terhadap RUPS : supervisipengawasan
Forum for Corporate Governance in Indonesia 2002 menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang mengawal
pelaksanaan strategi, mengawasi manajemen, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dewan komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan
mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
Dewan Komisaris Dewan Direksi
Rapat Umum Pemegang Saham RUPS
commit to user
22
22
3. Board of Directors