rendah memiliki prognosis yang jelek dibandingkan pasien dengan feritin rendah dan hemoglobin tinggi. Pada studi ini didapatkan angka kejadian gangguan kardiovaskuler dan
kematian pada kelompok dengan feritin serum yang tinggi lebih sering terjadi dibanding kelompok dengan feritin serum yang lebih rendah 100 ngml. Pasien dengan feritin serum
yang tinggi dengan penyesuaian terhadap faktor perancu usia, jenis kelamin, DM dan CRP memiliki resiko kematian 4,18 kali lebih tinggi dibanding pasien dengan feritin serum rendah
pada studi ini. Selain itu studi ini menggambarkan bahwa semakin tinggi kelebihan zat besi, yang digambarkan oleh feritin serum, dan semakin lama kondisi hiperferitinemia minimal 3
tahun dapat memperburuk prognosis pasien. Beberapa mekanisme yang diduga berkaitan pada studi ini antara lain adanya kadar feritin serum yang tinggi diduga mempermudah
terbentuknya oksigen reaktif yang mendorong reaksi oksidasi dan kerusakan di tingkat seluler, selain itu feritin di sirkulasi bersama dengan aminolevulinat, salah satu toksin uremik,
merangsang terjadinya stress oksidatif.
32
Gambar a. Analisa kaplan meier menunjukkan perbandingan angka harapan hidup pada pasien dengan feritin tinggi 100ngml feritin rendah 100ngml.b. Resiko kematian pasien dengan feritin tinggi dengan cox proporsional.c.
Analisa kaplan meier menunjukkan perbandingan resiko kematian penyakit kardiovaskuler pada pasien dengan feritin tinggi rendah..
31
2.6. Pilihan Terapi terhadap Kelebihan Zat Besi pada Pasien HD Reguler
Berbeda dengan hemosiderosis pada umumnya dimana pilihan terapi utama adalah plebotomi dan iron chelating, pada pasien – pasien penyakit ginjal kronik yang mengalami
kelebihan zat besi keduanya bukanlah terapi pilihan yang utama. Dari studi yang telah dilakukan, efektivitas pemakaian iron chelating dipengaruhi oleh adekuatnya jumlah urine
Universitas Sumatera Utara
dan belum ada penelitian yang menunjukkan dosis yang tepat bagi pasien gagal ginjal kronik.
33,34
Dua dari tiga iron chelating diekskresikan terutama melalui urine. Choudhry dkk dalam studinya menunjukkan bahwa terjadi kenaikan serum kreatinin pada 38 pasien yang
menggunakan deferasirox exjade®, 14 pasien yang mendapatkan deferoxamine desferal® dan peningkatan ini dipengaruhi oleh besarnya dosis.
34
Selain itu pada pasien – pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, klirens glukoronide hasil metabolisme
deferiprone ferriprox® melambat dimana sekitar 80 dosis yang diberikan akan dijumpai dalam 24 jam pertama.
35,36
Kelebihan zat besi pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pasien hemodialisis regular yang mengalami transfusi darah berulang dapat dire-utilisasi dengan pemakaian EPO
untuk menghindari efek toksiknya sekaligus mengatasi anemia. Studi yang dilakukan Eschbach dkk menunjukkan penurunan kadar feritin serum sekitar 39 setelah 6 bulan
pemakaian EPO dan peningkatan kadar hematokrit sekitar 12 setelah 12 minggu pemakaian EPO.
11
2.7. Eritropoetin
Terdapat beberapa pilihan rekombinan eritropoetin yaitu Epoetin alfa Epogen®, Procrit®, Eprex® den Epoetin beta NeoRecormon® sebagai generasi pertama EPO yang
pemberiannya 1-3xminggu. Darbopoetin Aranesp® sebagai generasi kedua memiliki waktu paruh yang lebih lama dan diberikan 1xminggu atau 1x2 minggu. Mircera ® generasi
ketiga, dengan masa kerja yang lebih lama, diberikan 1x2 minggu atau 1xbulan.
15
Namun pada prinsipnya, pemakaian EPO adalah untuk mengoreksi anemia pada penyakit ginjal
kronik dengan target Hb 11-12 grdl.
37
Kadar hemoglobin lebih dari 13 grdl meningkatkan resiko kejadian thrombosis.
15
Universitas Sumatera Utara
EPO menurut Persatuan Nefrologi Indonesia PERNEFRI diindikasikan bila didapat Hb
≤ 10 grdl, Ht ≤ 30, penyebab anemia lain sudah disingkirkan dan status besi yang cukup. Terapi EPO tediri dari 2 fase, yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Fase koreksi
bertujuan mengoreksi anemia sampai target Hb Ht tercapai.
37
a. Umumnya dimulai dengan 2.000-4.000 IU International Unit subkutan, 2-3 kali
minggu selama 4 minggu. b.
Target respon yang diharapkan : Hb naik 1-2 grdl dalam 4 minggu atau Ht naik 2-4 dalam 2-4 minggu.
c. Bila target tercapai pertahankan dosis EPO sampai target Hb tercapai 10grdl
d. Bila target respon belum tercapai, naikkan dosis 50
e. Bila Hb naik 2,5 grdl atau Ht naik 8 dalam 4 minggu, turunkan dosis 25
f. Pemantauan status besi : selama terapi EPO pantau status besi, berikan suplemen
sesuai panduan terapi besi. Terapi EPO fase pemeliharaan dilakukan bila target Hb sudah tercapai 10grdl dengan
dosis 1-2x 2000 IU minggu. Pemantauan Hb dan Ht tiap bulan serta periksa status besi tiap 3 bulan. Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai 12 grdl dan status besi cukup, maka
dosis EPO diturunkan 25.
3
Pemakaian EPO dapat dilakukan secara intravena IV atau subkutan, pasien – pasien yang menjalani hemodialisis biasanya menggunakan EPO secara IV sedangkan pasien CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis atau penyakit ginjal kronik pre-dialisis umumnya menggunakan EPO secara subkutan.
15
Pemakaian secara subkutan biasanya menggunakan dosis 30 lebih rendah daripada dosis IV.
15
EPO dapat menyebabkan hipertensi dan meningkatnya viskositas darah sehingga diperlukan monitoring rutin terhadap
kondisi pasien.
3
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN