Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.

(1)

GAMBARAN FERITIN SERUM ANTARA YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN ERITROPOETIN PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER DENGAN RIWAYAT TRANSFUSI DARAH DI RS H. ADAM MALIK

DAN RS PIRNGADI MEDAN

T E S I S

CHACHA MARISSA ISFANDIARI 077101009

PROGRAM MAGISTER KLINIS-SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


(2)

GAMBARAN FERITIN SERUM ANTARA YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN ERITROPOETIN PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER DENGAN RIWAYAT TRANSFUSI DARAH DI RS H. ADAM MALIK

DAN RS PIRNGADI MEDAN

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik (Penyakit Dalam)

Dalam program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Penyakit Dalam

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

CHACHA MARISSA ISFANDIARI 077101009

PROGRAM MAGISTER KLINIS-SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 5 Oktober 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH Anggota :

1. Dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH ………..

2. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD .……….

3. Dr. Pirma Siburian, SpPD-K-Ger ………... 4. Dr. Rustam Effendi YS., SpPD-KGEH ……...………


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.

Tesis ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinik Penyakit Dalam di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H.Adam Malik Medan serta sebagai pembimbing tesis yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian. Kiranya Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga. 2. Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr. Zainal Safri SpPD SpJP selaku Ketua dan

Sekertaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membimbing penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH selaku Ketua TKP-PPDS ketika penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk diterima sebagai peserta


(6)

4. Dr. Soegiarto Gani, SpPD dan Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM sebagai pembimbing tesis yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian.

5. Dr. Krishna Werdana Sucipto, SpPD-KEMD dan Dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam UNSYIAH ketika penulis diterima sebagai peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan banyak bimbingan, dorongan dan bantuan dalam menjalani pendidikan

6. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam ketika penulis diterima sebagai peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan dalam menjalani pendidikan.

7. Dr. Riswan, SpPD dan Dr. Maimun Syukri, SpPD-KGH selaku Ketua Program Studi dan Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNSYIAH / RSUD Dr. Zainoel Abidin yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan dalam menjalani pendidikan.

8. Prof. Dr.Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K) selaku Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan untuk melaksanakan penelitian ini.

9. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RSUP H.Adam Malik Medan / FK UNSYIAH / RSUD Dr. Zainoel Abidin : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum Nasution, SpPD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, Prof. Dr. Azhar Tanjung, KP-KAI, SpMK, Prof. Dr. Pangarapen Tarigan, KGEH, Prof. Dr. OK Moehad Sjah KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD SpJP (K), Dr.


(7)

Nur Aisyah, KEMD, Dr. A Adin St Bagindo KKV, Dr. Lufti Latief, SpPD-KKV, Dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr. Rustam Effendi, SpPD-KGEH, Dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD, Dr. Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr. Sri M Sutadi, SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, DR.Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, Dr. Umar Zein, SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, , Dr. Refli Hasan, SpPD SpJP (K), Dr. R Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH, Dr. Pirma Siburian, SpPD-K Ger., Dr. EN Keliat, SpPD-KP, DR. Dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, Dr. Leonardo Dairy, KGEH, Dr. Dairion Gatot, KHOM, Dr. Krishna W Sucipto, SpPD-KEMD, Dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, Dr. Maimun Syukri, SpPD-KGH, Dr. Riswan, SpPD, Dr. Kurnia F Jamil, SpPD-KPTI, yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan. 10.Dr. Armon Rahimi, SpPD, Dr. Daud Ginting, SpPD, Dr. Tambar Kembaren, SpPD, Dr.

Saut Marpaung, SpPD, Dr. Mardianto, SpPD-KEMD, Dr. Zuhrial, SPpD, Dr. Dasril Efendi, SpPD, Dr. Ilhamd, SpPD, Dr. Calvin Damanik, SpPD, Dr. Zainal Safri, SpPD SpJP, Dr. Rahmat Isnanta, SpPD, Dr. Santi Syafril, SpPD, Dr. Jerahim Tarigan, SpPD, Dr. Endang Sembiring, SpPD, Dr. T Abraham, SpPD, Dr. Franciscus Ginting, SpPD selaku dokter kepala ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan.

11.Direktur RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian.


(8)

12.Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

13.Dr. M. Fuad, Dr. Rini Miharty, Dr. Ira Ramadhani, Dr. Gusti Syahfredy, Dr. Donald B Purba, Dr. Immanuel Tarigan, Dr. Sari Andriyani, Dr. Abida, Dr. M Aron Pase, yang telah bersama mengalami suka dan duka selama mengikuti pendidikan.

14.Kepada senior kami Dr. Libya, SpPD, Dr. Suherdy, SpPD, para sejawat peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam, perawat, paramedis SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan / RSUD Dr.Pirngadi Medan / RSUP Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh serta Bapak Syarifudin, Kak Leli, Yanti, Wanti, Fitri, Deni dan Ita terima kasih atas kerja sama dan bantuannya selama ini.

15.Para pasien rawat inap dan rawat jalan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RSUP dr. Zainoel Abidin Banda Aceh / RS Tembakau Deli, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menjalani pendidikan ini.

16.Para perawat, paramedis dan pasien di Instalasi Hemodialisis RSUP H.Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan bantuan dan kemudahan bagi peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.

17.Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis tujukan kepada kedua orang tua Dr. Ishak Abbas dan Ainun Mardhiah terutama ibunda yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasa ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.


(9)

Kepada ayah mertua (alm.) M.Isa dan ibu mertua Rukiah yang telah memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulusnya, kiranya Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Teristimewa kepada suamiku tercinta Fakhrurrazi, SE, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang telah kita capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkahi oleh Allah SWT. Demikian juga buah hatiku tersayang Athiyya Zahra, yang selalu menjadi penambah semangat serta pelipur lara di kala senang dan susah semoga apa yang telah kita jalani bersama selama ini menjadi pendorong untuk mencapai cita-cita yang lebih baik lagi.

Terima kasihku yang tak terhingga untuk kakanda Anneiza Astried, S.Si., Zaki Aulia, ST., dan adinda Haikal, S.Kom, MTI dan seluruh anggota keluarga yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan.

Kepada semua pihak, baik perorangan maupun yang telah membantu kami dalam menjalani pendidikan spesialis ini, kami mengucapkan terima kasih.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Agustus 2011


(10)

D A F T A R I S I

Halaman

Kata Pengantar………..………i

Daftar Isi……… vi

Daftar Tabel ………viii

Daftar Singkatan……… ix

Abstrak………x

BAB I PENDAHULUAN………..….. 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah………... 3

1.3 Hipotesa Penelitian……….…… 3

1.4 Tujuan Penelitian……… 3

1.5 Manfaat Penelitian……….. 4

1.6 Kerangka Konsep…….……….. 4

1.7 Kerangka Teori………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...… 5

2.1 Anemia Penyakit Kronis……….… 5

2.2 Interpretasi Feritin serum………... 7

2.3 Anemia Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien HD Reguler………. 7

2.4 Koreksi Anemia pada Pasien HD Reguler………. 8

2.5 Pengaruh Overload Zat Besi pada Pasien HD Reguler……… 10

2.6 Pilihan Terapi Terhadap Overload Zat Besi pada Pasien HD Reguler…… 12

2.7 Eritropoetin………13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……..……….….. 15

3.1 Desain Penelitian……..……… 15

3.2 Tempat & Waktu Penelitian………. 15

3.3 Populasi Terjangkau….……….…... 15

3.4 Kriteria Inklusi………. 15

3.5 Kriteria Eksklusi……….….. 16

3.6 Besar Sampel…...………...….. 16


(11)

3.8 Defenisi Operasional……… 18

3.9 Analisa Data……..……….……... 18

3.10 Ethical Clearance & Informed Consent………... 19

3.11 Alur kerja……….………... 19

BAB IV HASIL PENELITIAN ………..……… 20

4.1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian..……….. 20

4.2 Gambaran Feritin serum antara Pasien yang Menggunakan EPO dan Pasien yang Non EPO………..…… 21

4.3 Gambaran Hematokrit dan Hemoglobin antara Pasien yang menggunakan EPO dan Pasien yang Non Epo………..….… 22

4.4 Gambaran Kadar Feritin serum antara Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah Yang Menggunakan EPO kurang dari Setahun dan Setahun atau Lebih ………..… 23

4.5 Rerata Lamanya Pemakaian EPO pada Pasien Yang Menggunakan EPO……….….. 23

BAB V PEMBAHASAN……….…... 24

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………. 28

6.1 KESIMPULAN……… 28

6.2 SARAN………. 28

KEPUSTAKAAN………...…. 29

LAMPIRAN 1. Master tabel penelitian………. 34

2. Persetujuan Komite Etik……….. 36

3. Lembar Penjelasan kepada calon subjek penelitian………. 37

4. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian……….… 38


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian……….… 20 Tabel 4.2 Gambaran Feritin serum antara Pasien yang Menggunakan EPO

dan Pasien yang Non EPO……… 22 Tabel 4.3 Gambaran Hematokrit dan Hemoglobin antara Pasien yang Menggunakan Eritropoetin dan Pasien yang Non EPO ………... 22 Tabel 4.4 Gambaran Kadar Feritin serum antara Pasien Hemodialisis Reguler

Dengan Riwayat Transfusi Darah yang Menggunakan EPO


(13)

DAFTAR SINGKATAN

 KDOQI : Kidney Disease Outcome Quality Initiative

 EPO : Eritropoetin

 ESA : Erytropoetin Stimulating Agent

 RES : Retikulo Endothelial System

 CRP : C-Reactive Protein

 AS : Amerika Serikat

 LVH : Left Ventrikel Hypertrophy

 MCV : Mean Corpuscular Volume

 Hb : Hemoglobin

 PRC : Packed Red Cell

 LDL-kolesterol : Low Density Lipoprotein kolesterol

 FDA : Food and Drug Administration

 PERNEFRI : Persatuan Nefrologi Indonesia

 Ht : Hematokrit

 IU : International Unit

 IV : Intra Vena

 CAPD : Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis


(14)

Abstrak

GAMBARAN FERITIN SERUM ANTARA YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN ERITROPOETIN PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER DENGAN RIWAYAT TRANSFUSI DARAH DI RS H.ADAM MALIK

DAN RS PIRNGADI MEDAN

Latar belakang : Transfusi darah yang sering dilakukan untuk mengatasi anemia pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis (HD meningkatkan resiko kelebihan zat besi (yang dinilai dengan feritin serum), morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis. Pemakaian eritropoetin (EPO) yang merangsang pembentukan eritrosit dengan menggunakan cadangan zat besi diharapkan akan menurunkan kadar feritin serum.

Tujuan : 1. Mengetahui perbedaan kadar feritin serum pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan, 2. Mengetahui perbandingan hematokrit dan hemoglobin pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Desember 2010 – Maret 2011 di RS H.Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan dengan subjek penelitian dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok yang menggunakan dan yang tidak menggunakan EPO. Dilakukan pendataan umur, jenis kelamin, etiologi PGK, Kadar Besi Serum (KBS), Kapasitas Ikat Besi Total (KIBT), saturasi transferin dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Uji mann whitney digunakan untuk melihat perbandingan kadar feritin serum antar kedua kelompok. Perbandingan nilai hematokrit dan hemoglobin antara kedua kelompok dinilai dengan uji t tidak berpasangan dan perbandingan feritin serum pasien yang menggunakan EPO kurang dari setahun dan setahun atau lebih dinilai dengan uji mann whitney.

Hasil : Dari 44 pasien yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO didapatkan proporsi jenis kelamin, rerata usia, etiologi PGK, KBS, KIBT dan saturasi transferin pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna sedangkan rerata IMT pada kelompok yang menggunakan EPO lebih tinggi daripada kelompok yang tidak menggunakan EPO (23,13 ± 3,16 vs 20,87 ± 2,85 ; p = 0,017). Rerata kadar feritin serum pada kelompok yang menggunakan EPO lebih rendah dibanding yang tidak menggunakan EPO (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90 ; p = 0,017). Rerata nilai hematokrit dan hemoglobin kelompok pasien yang menggunakan EPO lebih tinggi daripada pasien yang tidak menggunakan EPO (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 : p < 0,001 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 ; p < 0,001). Tidak dijumpai perbedaan kadar feritin serum pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO selama kurang dari setahun dengan setahun atau lebih (1898,93 ± 263,20 vs 1758,59 ± 338,59 ; p = 0,073).

Kesimpulan : Pada kelompok pasien HD reguler dengan riwayat transfusi darah di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan yang menggunakan EPO didapatkan kadar feritin serum yang lebih rendah serta nilai hematokrit dan hemoglobin yang lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak menggunakan EPO.


(15)

Abstract

FERRITIN SERUM LEVEL BETWEEN THOSE USING AND NOT

USING ERYTHROPOIETIN IN REGULAR HEMODIALYSIS

PATIENTS WITH HISTORY OF BLOOD TRANSFUSION IN

ADAM MALIK AND PIRNGADI HOSPITALS MEDAN

Background : Blood transfusion that often given to overcome anemia in hemodialysis (HD) patients increasing the risk of iron overload (measured by ferritin serum), morbidity and mortality of dialysis patients. The use of erythropoietin (EPO) stimulates erythropoiesis using the iron storage is expected to be able to decrease the ferritin serum level.

Aims : 1. To find out the comparison between serum ferritin level of regular hemodialysis patients with history of blood transfusion using EPO and not using EPO in H.Adam Malik and Pirngadi Hospitals Medan. 2. To find out the difference between hematocrit and hemoglobin level of regular hemodialysis patients with blood transfusion using EPO and not using EPO in H.Adam Malik and Pirngadi Hospitals Medan.

Methods : Cross sectional study was conducted on December 2010 – March 2011 in H.Adam Malik Hospital and Dr.Pirngadi Hospital Medan. Subjects divided into 2 groups, EPO and Non EPO. Age, sex, etiology of Chronic Kidney Disease (CKD), Serum Iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC), Transferrin Saturation (TSAT) and Body Mass Index (BMI) were assessed. Comparison of ferritin serum level between the two group were examined with mann whitney test. T-test used to compare the difference of Hematocrit and Hemoglobin level. Comparison of ferritin serum level between patients using EPO less than a year and using EPO a year or more were assessed with mann whitney.

Results : From 44 Subjects EPO and Non EPO, there was no significant difference of age, sex, etiology of CKD, SI, TIBC, TSAT between the two groups. BMI was higher in the EPO group (23,13 ± 3,16 vs 20,87 ± 2,85 ; p = 0,017). Ferritin serum level were lower in the EPO group compare to the Non EPO group (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90 ; p = 0,017). While Hematocrit and Hemoglobin level were higher in EPO group than the Non Epo group (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 : p < 0,001 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 ; p< 0,001). There is no significant difference between the ferritin level of EPO subjects that had use EPO for less than a year and a year or more (1898,93 ± 263,20 vs 1758,59 ± 338,59 ; p = 0,073).

Conclusion : dialysis patients with history of blood transfusion that using EPO had a lower ferritin serum level, higher hematocrit and hemoglobin level than the Non EPO patients. Keywords : ferritin serum level, regular hemodialysis with history of blood transfusion, EPO. 


(16)

Abstrak

GAMBARAN FERITIN SERUM ANTARA YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN ERITROPOETIN PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER DENGAN RIWAYAT TRANSFUSI DARAH DI RS H.ADAM MALIK

DAN RS PIRNGADI MEDAN

Latar belakang : Transfusi darah yang sering dilakukan untuk mengatasi anemia pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis (HD meningkatkan resiko kelebihan zat besi (yang dinilai dengan feritin serum), morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis. Pemakaian eritropoetin (EPO) yang merangsang pembentukan eritrosit dengan menggunakan cadangan zat besi diharapkan akan menurunkan kadar feritin serum.

Tujuan : 1. Mengetahui perbedaan kadar feritin serum pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan, 2. Mengetahui perbandingan hematokrit dan hemoglobin pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Desember 2010 – Maret 2011 di RS H.Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan dengan subjek penelitian dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok yang menggunakan dan yang tidak menggunakan EPO. Dilakukan pendataan umur, jenis kelamin, etiologi PGK, Kadar Besi Serum (KBS), Kapasitas Ikat Besi Total (KIBT), saturasi transferin dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Uji mann whitney digunakan untuk melihat perbandingan kadar feritin serum antar kedua kelompok. Perbandingan nilai hematokrit dan hemoglobin antara kedua kelompok dinilai dengan uji t tidak berpasangan dan perbandingan feritin serum pasien yang menggunakan EPO kurang dari setahun dan setahun atau lebih dinilai dengan uji mann whitney.

Hasil : Dari 44 pasien yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO didapatkan proporsi jenis kelamin, rerata usia, etiologi PGK, KBS, KIBT dan saturasi transferin pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna sedangkan rerata IMT pada kelompok yang menggunakan EPO lebih tinggi daripada kelompok yang tidak menggunakan EPO (23,13 ± 3,16 vs 20,87 ± 2,85 ; p = 0,017). Rerata kadar feritin serum pada kelompok yang menggunakan EPO lebih rendah dibanding yang tidak menggunakan EPO (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90 ; p = 0,017). Rerata nilai hematokrit dan hemoglobin kelompok pasien yang menggunakan EPO lebih tinggi daripada pasien yang tidak menggunakan EPO (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 : p < 0,001 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 ; p < 0,001). Tidak dijumpai perbedaan kadar feritin serum pasien HD regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan EPO selama kurang dari setahun dengan setahun atau lebih (1898,93 ± 263,20 vs 1758,59 ± 338,59 ; p = 0,073).

Kesimpulan : Pada kelompok pasien HD reguler dengan riwayat transfusi darah di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan yang menggunakan EPO didapatkan kadar feritin serum yang lebih rendah serta nilai hematokrit dan hemoglobin yang lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak menggunakan EPO.


(17)

Abstract

FERRITIN SERUM LEVEL BETWEEN THOSE USING AND NOT

USING ERYTHROPOIETIN IN REGULAR HEMODIALYSIS

PATIENTS WITH HISTORY OF BLOOD TRANSFUSION IN

ADAM MALIK AND PIRNGADI HOSPITALS MEDAN

Background : Blood transfusion that often given to overcome anemia in hemodialysis (HD) patients increasing the risk of iron overload (measured by ferritin serum), morbidity and mortality of dialysis patients. The use of erythropoietin (EPO) stimulates erythropoiesis using the iron storage is expected to be able to decrease the ferritin serum level.

Aims : 1. To find out the comparison between serum ferritin level of regular hemodialysis patients with history of blood transfusion using EPO and not using EPO in H.Adam Malik and Pirngadi Hospitals Medan. 2. To find out the difference between hematocrit and hemoglobin level of regular hemodialysis patients with blood transfusion using EPO and not using EPO in H.Adam Malik and Pirngadi Hospitals Medan.

Methods : Cross sectional study was conducted on December 2010 – March 2011 in H.Adam Malik Hospital and Dr.Pirngadi Hospital Medan. Subjects divided into 2 groups, EPO and Non EPO. Age, sex, etiology of Chronic Kidney Disease (CKD), Serum Iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC), Transferrin Saturation (TSAT) and Body Mass Index (BMI) were assessed. Comparison of ferritin serum level between the two group were examined with mann whitney test. T-test used to compare the difference of Hematocrit and Hemoglobin level. Comparison of ferritin serum level between patients using EPO less than a year and using EPO a year or more were assessed with mann whitney.

Results : From 44 Subjects EPO and Non EPO, there was no significant difference of age, sex, etiology of CKD, SI, TIBC, TSAT between the two groups. BMI was higher in the EPO group (23,13 ± 3,16 vs 20,87 ± 2,85 ; p = 0,017). Ferritin serum level were lower in the EPO group compare to the Non EPO group (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90 ; p = 0,017). While Hematocrit and Hemoglobin level were higher in EPO group than the Non Epo group (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 : p < 0,001 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 ; p< 0,001). There is no significant difference between the ferritin level of EPO subjects that had use EPO for less than a year and a year or more (1898,93 ± 263,20 vs 1758,59 ± 338,59 ; p = 0,073).

Conclusion : dialysis patients with history of blood transfusion that using EPO had a lower ferritin serum level, higher hematocrit and hemoglobin level than the Non EPO patients. Keywords : ferritin serum level, regular hemodialysis with history of blood transfusion, EPO. 


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Patogenesis terjadinya anemia pada penyakit ginjal kronik bersifat multifaktorial, antara lain karena pengaruh uremia (uremic-related anemia) sehingga produksi eritropoetin ((EPO) berkurang, usia eritrosit yang memendek, kehilangan darah selama proses dialisis, defisiensi besi, toksin azotemia, defisiensi vitamin, perdarahan tersembunyi dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.(1) Anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, baik pada pasien – pasien yang telah menjalani hemodialisis regular (HD) maupun pasien penyakit ginjal kronik stadium 3 sampai 5 yang belum menjalani hemodialisis reguler.(2) Bila tidak diatasi anemia akan menyebabkan gangguan fisiologis berkurangnya suplai oksigen ke jaringan, peningkatan curah jantung, hipertrofi ventrikel kiri, payah jantung kongestif, penurunan kemampuan kognitif dan mental, gangguan menstruasi, impotensi dan gangguan respon imun.(3)

Pedoman Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI) pada tahun 2007 menganjurkan target hemoglobin (Hb) pada pasien dialisis antara 11-12 gr/dl.(4) Selain transfusi darah, koreksi anemia dapat dilakukan dengan pemberian eritropoetin (EPO). Di Indonesia, awalnya transfusi darah merupakan pilihan terapi bagi sebagian besar pasien hemodialisis yang mengalami anemia. Penanggulangan anemia dengan transfusi darah merupakan tindakan umum karena mudah dan murah, namun berpotensi menularkan berbagai penyakit seperti hepatitis B, hepatitis C dan HIV, menimbulkan reaksi transfusi, depresi sumsum tulang, overhidrasi dan komplikasi hemosiderosis karena penumpukan zat besi di dalam tubuh.(3) Sejak EPO atau ESA (erythropoietin stimulating agent) diperkenalkan tahun 1985, pemakaian EPO terbukti efektif mengoreksi anemia dan mengurangi insiden komplikasi gangguan kardiovaskuler pada pasien hemodialisis.(5) Studi United States


(19)

Medicare ESRD dan Canadian Erythropoietin Study Group menunjukkan penurunan angka rawatan rumah sakit pada pasien penyakit ginjal kronik yang diterapi dengan EPO. Populasi US (United States) Medicare yang menggunakan EPO juga mengalami penurunan angka rawatan untuk miokard infark. Selain mengoreksi anemia, EPO juga mengoreksi fungsi kognitif pada pasien dialysis.(1)

Data tahun 2000 menunjukkan bahwa di Indonesia jumlah pasien yang menjalani hemodialisis reguler berjumlah sekitar 2.617 kasus dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sekitar 10.000 orang di seluruh Indonesia.(6,7) Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler maka semakin banyak pula transfusi darah yang dilakukan. Mempertahankan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler sangat penting, karenanya harus dilakukan evaluasi berkala terhadap kondisi mereka. Pemeriksaan berkala yang paling sering dilakukan terhadap pasien – pasien tersebut antara lain meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin dan status besi yaitu feritin serum dan rasio saturasi transferin.(3)

Feritin serum menggambarkan cadangan besi dalam tubuh, semakin tinggi kadarnya maka semakin tinggi pula cadangan besi dalam tubuh seseorang.(2,8,9)

Pada pasien – pasien hemodialisis reguler yang mendapatkan transfusi darah, semakin banyak transfusi darah maka semakin tinggi pula kadar feritin serum sebagai efek pemecahan eritrosit pada pasien – pasien tesebut. Semakin tingi feritin serum, semakin tinggi kemungkinan kelebihan zat besi di dalam tubuh maka semakin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas pasien-pasien tersebut. Pemakaian EPO yang merangsang pembentukan eritrosit akan menggunakan zat besi yang terdeposit sebagai bahan pembentuk hemoglobin sehingga mengurangi resiko komplikasi hemosiderosis. Eschbach dkk dalam studinya menyebutkan pemberian EPO menyebabkan penurunan feritin serum sebesar 39% setelah


(20)

pemakaian EPO selama 6 bulan lebih dan menaikkan kadar hematokrit (Ht) pada pasien hemodialisis regular.(10,11)

Belum adanya data mengenai perbandingan kadar feritin serum pasien hemodialisis reguler dengan riwayat transfusi darah antara yang menggunakan dan yang tidak menggunakan eritropoetin di Medan merupakan alasan dilakukannya penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan antara kadar feritin serum pasien hemodialisis reguler dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan dan yang tidak menggunakan EPO di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Kadar feritin serum pasien hemodialisis reguler dengan riwayat transfusi darah di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan yang menggunakan EPO lebih rendah dibanding dengan yang tidak menggunakan EPO.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui gambaran antara kadar feritin serum pasien hemodialisis reguler dengan riwayat transfusi darah di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO.

2. Mengetahui gambaran antara kadar hematokrit dan hemoglobin pasien hemodialisis regular dengan riwayat transfusi darah di RS H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan yang menggunakan EPO dan yang tidak menggunakan EPO.


(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mendorong pemakaian EPO pada pasien hemodialisis dengan riwayat transfusi darah untuk mengurangi resiko efek toksik kelebihan zat besi.

2. Data awal untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Kerangka Konsep

1.7 Kerangka Teori

Pasien HD reguler dengan riwayat transfusi  darah yang menggunakan EPO 

Pasien HD reguler dengan riwayat transfusi  darah yang tidak menggunakan EPO

Feritin Serum 

Pasien HD Reguler dengan anemia  Morbiditas & mortalitas   

Transfusi darah berulang 

Hiperferitinemia  

EPO + 

Reutilisasi zat besi 

Feritin serum   Penumpukan zat besi 

EPO ‐

Cadangan zat  besi 

Inflamasi  Infeksi  Penyakit hati 

ronis  k

Alkoholik  Malignansi  

Inflamasi  Infeksi  Penyakit hati 

kronis  Alkoholik  Malignansi  

Feritin serum  


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia Penyakit Kronis

Anemia sering dijumpai pada pasien – pasien dengan penyakit inflamasi akut atau kronis, insufisiensi ginjal dan hipotiroid. Pada kondisi – kondisi tersebut terjadi kegagalan rangsangan eritropoetin terhadap sumsum tulang.(12) Kadar eritropoetin di dalam serum meskipun tidak menurun di bawah kadar basal, tidak meningkat sesuai dengan derajat anemia.Respon proliferatif normal sumsum tulang terhadap anemia dipengaruhi oleh respon eritropoetin, rangsangan terhadap sumsum tulang dan zat besi yang cukup. Penurunan hemoglobin di bawah 12 gr/dl akan merangsang peningkatan produksi eritropoetin.(12)

Eritropoetin adalah faktor utama yang dapat merangsang peningkatan produksi eritrosit, yaitu suatu hormon glikoprotein dengan berat molekul 34.000 yang dihasilkan oleh sel endotel kapiler peritubuler ginjal dan pembentukannya merupakan respon terhadap hipoksia jaringan.(13) Pada orang normal sekitar 90% eritropoetin dibentuk di ginjal dan sisanya terutama dibentuk di sentrilobuler hepatosit hati.(13) Namun dibanding hati, ginjal lebih sensitif terhadap rangsangan hipoksia dalam pembentukan eritropoetin.(1) Ikatan eritropoetin dengan reseptornya di sumsum tulang akan merangsang proliferasi dan maturasi stem sel untuk menghasilkan eritrosit matur yang baru. Respon eritropoetin sebanding dengan beratnya anemia dan tingginya proliferasi sel di sumsum tulang.(1)

Selain itu diperlukan juga suplai zat besi yang adekuat.(12,13) Zat besi ini berasal dari cadangan besi retikuloendotelial sistem (RES) dan zat besi dari pemecahan sel eritrosit. Dari eritrosit yang telah melampaui masa hidupnya dan hancur, hemoglobin akan dilepaskan dari sel, dicerna dan terjadi pelepasan besi bebas.(1,10) Hanya sebagian kecil yang berasal dari makanan yang di konsumsi. Zat besi ini dibawa oleh transferin dan bila jumlahnya menurun


(23)

(lebih rendah daripada zat besi serum normal), pembentukan hemoglobin dan respon proliferasi precursor eritroid terhadap eritropoetin terhalang. Selain itu, produksi eritropoetin, suplai zat besi, proliferasi precursor eritroid juga dipengaruhi produksi sitokin selama proses inflamasi (TNF-α, interleukin dan interferon).(12)

Jumlah total zat besi dalam tubuh rata-rata 4-5 gram. Sekitar 65% dijumpai dalam bentuk hemoglobin, 4% dalam bentuk mioglobin dan 15-30% terutama disimpan dalam sistem RES dan parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.(13) Ketika besi diabsorbsi dari usus besar, besi tersebut dalam plasma darah membentuk transferin.(9) Besi ini berikatan secara longgar dan dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan pada setiap tempat di tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimpan dalam seluruh tubuh tapi terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel RES sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, besi terutama bergabung dengan apoferitin membentuk feritin.(9) Berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk kelompok radikal besi dengan molekul besar ini. Oleh karena itu feritin mungkin hanya mengandung sedikit zat besi atau bahkan banyak sekali. Besi yang disimpan sebagai feritin ini disebut besi cadangan.(13) Di tempat penyimpanan, ada sedikit besi yang tersimpan dalam bentuk yang sama sekali tidak larut yang disebut hemosiderin.(13) Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi yang dapat di tampung oleh tempat penyimpanan apoferitin.

Bila tubuh menjadi jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal menjadi sangat menurun.(13) Sebaliknya, bila tempat penyimpanan besi itu sampai kehabisan besi maka kecepatan absorbsinya menjadi sangat cepat, dapat sampai lima kali lipat atau lebih dibandingkan bila tempat penyimpanan besi dalam keadaan jenuh. Jadi jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan mengatur kecepatan absorbsinya.(13)


(24)

Mean Corpuscular Volume (MCV) normal, retikulosit count yang rendah dan tidak di jumpai polikromasi pada pemeriksaan darah tepi.(12)

2.2. Interpretasi Feritin serum

Selain menggambarkan cadangan besi dalam tubuh, feritin serum juga merupakan reaktan fase akut yang akan mengalami peningkatan tidak hanya ketika cadangan besi tubuh meningkat tapi juga pada inflamasi akut atau kronik, penyakit hati, alkoholik, anemia hemolitik, hemokromatosis dan malignansi.(2,9,12) Sedangkan kadar feritin serum yang rendah biasanya menunjukkan anemia defisiensi besi, menstruasi dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan saluran cerna yang kronis. Kadar feritin serum normal sekitar 20-200 µg/L.

Bell dkk dalam studinya mengemukakan bahwa pada pasien hemodialisis feritin serum merupakan marker yang paling berkorelasi positif menggambarkan cadangan zat besi di sumsum tulang dimana kadar dibawah 80 ng/ml menunjukkan adanya defisiensi besi sedangkan feritin serum di atas 350 ng/ml menunjukkan kelebihan cadangan zat besi di sumsum tulang.(14) Selain itu Studi yang dilakukan oleh Rocha dkk menunjukkan bahwa pada pasien hemodialisis bila dijumpai feritin serum > 500 ng/ml dan kadar C-Reactive Protein

(CRP) yang tinggi, feritin serum tetap dapat diandalkan sebagai gambaran cadangan zat besi meski adanya inflamasi. (8)

2.3. Anemia Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien HD Reguler

Sebagai salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat, prevalensi penyakit ginjal kronik semakin meningkat setiap tahunnya. Di Amerika Serikat (AS) terdapat lebih dari 30 juta penderita penyakit ginjal kronik dan diperkirakan mereka yang akhirnya menjadi penyakit ginjal kronik stadium 5 jumlahnya meningkat dari 450.000 pada tahun 2003 menjadi 661.330 pada tahun 2010.(15) Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat sekitar 3.800-4.000


(25)

penderita penyakit ginjal kronik baru yang memerlukan dialisis setiap tahunnya.(16) Kondisi ini menunjukkan pentingnya penanganan yang tepat terhadap penyakit ginjal kronik dan komplikasinya, termasuk anemia, untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Anemia yang dijumpai pada 60% - 80% penderita penyakit ginjal kronik mempunyai efek langsung terhadap komplikasi kardiovaskuler berupa hipertrofi ventrikel kiri (LVH), disfungsi sistolik ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan stroke.(3) Selain memperpanjang masa rawatan di rumah sakit, anemia pada penyakit ginjal kronik juga menurunkan kualitas hidup, meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.(3)

Pada pemeriksaan status besi pasien – pasien anemia pada penyakit ginjal, awalnya dijumpai kadar serum iron, feritin serum, total iron binding capacity yang normal.(12) Pasien hemodialisis reguler dapat mengalami anemia defisiensi zat besi karena kehilangan darah. Namun bila sering mengalami transfusi darah, pasien biasanya beresiko untuk mengalami kelebihan zat besi yang dapat ditunjukkan oleh kadar feritin serum yang tinggi.(12) Studi oleh

Hearnshaw dkk tahun 2006 di Inggris menunjukkan 28% dari populasi hiperferitinemia disebabkan oleh gagal ginjal dengan kadar rata-rata 1975 µg/L.(17) Di Amerika diperkirakan hampir setengah dari pasien-pasien yang menjalani hemodialisis memiliki feritin serum >500 ng/ml.(2) Kasus paling banyak umumnya terjadi ketika penggunaan EPO masih sedikit dan transfusi darah masih dominan digunakan dalam penatalaksanaan anemia.

2.4. Koreksi Anemia pada Pasien HD Reguler

Berdasarkan US National Kidney Foundation (NKF-KDOQI) penanganan anemia pada penyakit ginjal kronik diindikasikan bila kadar hemoglobin < 12 gr/dl pada laki-laki dewasa dan <11 gr/dl pada wanita dewasa dengan target Hb yang harus dicapai 11-12 gr/dl.(3) Modalitas terapi yang tersedia meliputi EPO, terapi pengganti ginjal atau transplantasi ginjal


(26)

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis memiliki kadar hematokrit < 30% dimana sekitar 15-25% memerlukan transfusi sel darah merah secara periodik. Pemakaian EPO pada pasien-pasien HD regular yang memerlukan transfusi darah di Amerika menunjukkan penurunan kebutuhan transfusi yang signifikan. Median kebutuhan transfusi Packed Red Cell

(PRC) per pasien per tahun turun dari 14 pada tahun 1987-1988 menjadi 11 pada tahun 1989, saat EPO mulai digunakan di Amerika.(18) Dan menjadi 2 per pasien per tahun pada tahun 1990.(18) Pasien yang tidak memerlukan transfusi darah meningkat setelah pemakaian EPO dari 34% tahun 1989 menjadi 69% tahun 1990.(18) Sejalan dengan itu, studi yang dilakukan oleh Ibrahim dkk tahun 2008 menunjukkan penurunan jumlah transfusi pada pasien HD regular lebih dari 2x lipat dari tahun 1992-2005, yaitu 535,33/1000 pasien/tahun tahun 1992 menjadi 263,65/1000 pasien/tahun tahun 2005.(19)

Di Indonesia sendiri, meskipun sudah mulai dipasarkan sejak tahun 1985 dan terbukti efektif mengatasi anemia pada penyakit ginjal kronis, penggunaan EPO masih tidak sebanyak di negara maju.(5) Hal ini terutama karena harganya yang sangat mahal, sehingga transfusi sel darah merah meskipun telah diketahui banyak memiliki kekurangan sebagai pilihan terapi, masih cukup banyak digunakan untuk mengatasi anemia pada pasien – pasien hemodialisis reguler.(1,3,20)

Pada pasien-pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler, transfusi darah biasanya dilakukan durante hemodialisis untuk menghindari kelebihan cairan dalam tubuh. Beberapa komplikasi yang dapat muncul karena transfusi darah adalah alergi, reaksi hemolitik, penularan penyakit seperti hepatitis B dan C, dan kelebihan kadar besi dalam tubuh.(3,22,23) Dari beberapa studi yang telah dilakukan dijumpai korelasi positif antara cadangan besi sumsum tulang dengan banyaknya transfusi darah pada pasien yang menjalani hemodialisa.(14,21,23) Setiap unit eritrosit yang ditransfusikan mengandung kira-kira 200-250 mg zat besi untuk setiap unit darah yang ditransfusikan.(12,24) Selain itu pada pasien – pasien


(27)

yang rutin mendapatkan transfusi darah, pemberian 2-3 unit eritrosit setiap bulan akan menyebabkan penumpukan zat besi sekitar 6-10 gr setiap tahunnya di tubuh penderita.(12) Hal ini menunjukkan bahwa resiko pasien – pasien penyakit ginjal kronik yang mendapat transfusi darah untuk mengalami kelebihan zat besi atau hemosiderosis sangat tinggi.

2.5 Pengaruh Kelebihan Zat Besi pada Pasien HD Reguler

Hemosiderosis atau kelebihan zat besi awalnya bersifat asimptomatik, namun bila tempat penyimpanan zat besi sudah tidak mampu lagi menampung zat besi yang ada dan zat besi yang beredar di sirkulasi jumlahnya melebihi kadar transferin serum, akan mendorong terbentuknya zat besi yang tidak terikat transferin (NTBI, Non-Transferin-Bound Iron) yang sangat reaktif.(12,25) NTBI masuk ke intraseluler tanpa melalui mekanisme pengambilan dan metabolisme sel yang normal. Masuknya NTBI secara berlebihan dan ekskresi zat besi dari intraseluler yang rendah menyebabkan kelebihan zat besi intraseluler yang bersifat labil, yang menyebabkan peroksidasi membrane lipid dan kerusakan oksidatif protein sel.(25) Pada jantung gangguan karena kelebihan zat besi biasanya ditandai oleh kardiomiopati restriktif dengan disfungsi diastolik awal yang dominan yang semakin lama semakin memburuk menjadi kardiomiopati dilatasi stadium akhir.(25) Sedangkan pada hati, kelebihan zat besi menyebabkan terbentuknya fibrosis hati. Baku emas pemeriksaan kelebihan zat besi adalah dengan biopsi hati dan sumsum tulang yang akan menunjukkan adanya zat besi pada hepatosit, sel kupffer (sel RES hati) dan sumsum tulang.(12) Pada pasien-pasien dialysis, penumpukan zat besi sering terjadi di hepar, ketika fungsi eritroid sumsum tulang sangat rendah. Autopsi yang dilakukan pada 19 pasien dialysis oleh Ali M dkk menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan siderosis berat hepar dan limpa, deposit zat besi dalam jumlah besar juga dijumpai pada kelenjar adrenal, kelenjar limfe dan paru.(26) Sedangkan


(28)

pancreas.(26) Selain hati, transfusi berulang juga akan menyebabkan penumpukan di sel parenkim organ lain termasuk kelenjar adrenal, limpa, kulit dan organ lainnya.(26)

Toksisitas kelebihan zat besi pada pasien-pasien hemodialisis diduga akan menyebabkan penumpukan pada sel parenkim dengan atau tanpa disfungsi organ; kerusakan organ permanen seperti sirosis dan atau fibrosis pancreas, kanker dan miokard infark; meningkatnya resiko infeksi bakteri dan meningkatnya radikal bebas.(10) Terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa kelebihan zat besi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, antara lain studi Kiech dkk dalam Bruneck study menunjukkan adanya hubungan sinergistik kadar feritin serum dengan LDL kolesterol yang menyebabkan progresifitas atherosclerosis carotid sehingga meningkatkan resiko kardiovaskuler.(27,28) Studi prospektif yang dilaporkan oleh Boelaert dkk tahun 1989 menyebutkan bahwa kelebihan zat besi dari transfusi dengan batasan feritin serum ≥1000 ug/l meningkatkan resiko bakteriemia pada pasien hemodialisis.(10,29) Studi yang dilakukan Otaki dkk pada pasien HD regular menunjukkan adanya peningkatan kadar zat besi dalam sel polimorfonuklear (RES) yang berhubungan dengan berkurangnya aktivitas feroportin 1 (protein yang terlibat dalam pengeluaran zat besi dari intraseluler) dan meningkatnya aktivitas reseptor transferin (protein yang terlibat dalam pengambilan zat besi ke dalam intraseluler).(30) Dan Crowley dkk

menyebutkan dalam studinya bahwa semakin banyak jumlah transfusi pada pasien dialysis maka makin besar resiko mortalitasnya.(31) Selain itu, Eschbach dkk menyatakan bahwa kelebihan zat besi pada masa pre-eritropoetin merupakan masalah serius karena sering menyebabkan hepatomegali, hipersplenisme dan hiperpigmentasi. (10)

Studi Nishinomiya yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa feritin serum dapat memprediksi prognosis terhadap pasien hemodialisis. Studi kohort observasional yang melibatkan 90 pasien hemodialisis regular ini dilakukan selama hampir 9 tahun dan mendapatkan bahwa pasien dengan feritin serum yang tinggi (≥100 ng/ml) dan hemoglobin


(29)

rendah memiliki prognosis yang jelek dibandingkan pasien dengan feritin rendah dan hemoglobin tinggi. Pada studi ini didapatkan angka kejadian gangguan kardiovaskuler dan kematian pada kelompok dengan feritin serum yang tinggi lebih sering terjadi dibanding kelompok dengan feritin serum yang lebih rendah (<100 ng/ml). Pasien dengan feritin serum yang tinggi (dengan penyesuaian terhadap faktor perancu usia, jenis kelamin, DM dan CRP) memiliki resiko kematian 4,18 kali lebih tinggi dibanding pasien dengan feritin serum rendah pada studi ini. Selain itu studi ini menggambarkan bahwa semakin tinggi kelebihan zat besi, yang digambarkan oleh feritin serum, dan semakin lama kondisi hiperferitinemia (minimal 3 tahun) dapat memperburuk prognosis pasien. Beberapa mekanisme yang diduga berkaitan pada studi ini antara lain adanya kadar feritin serum yang tinggi diduga mempermudah terbentuknya oksigen reaktif yang mendorong reaksi oksidasi dan kerusakan di tingkat seluler, selain itu feritin di sirkulasi bersama dengan aminolevulinat, salah satu toksin uremik, merangsang terjadinya stress oksidatif.(32)

Gambar a. Analisa kaplan meier menunjukkan perbandingan angka harapan hidup pada pasien dengan feritin tinggi (100ng/ml) & feritin rendah (<100ng/ml).b. Resiko kematian pasien dengan feritin tinggi dengan cox proporsional.c. Analisa kaplan meier menunjukkan perbandingan resiko kematian & penyakit kardiovaskuler pada pasien dengan feritin tinggi & rendah..(31)

2.6. Pilihan Terapi terhadap Kelebihan Zat Besi pada Pasien HD Reguler

Berbeda dengan hemosiderosis pada umumnya dimana pilihan terapi utama adalah plebotomi dan iron chelating, pada pasien – pasien penyakit ginjal kronik yang mengalami


(30)

dan belum ada penelitian yang menunjukkan dosis yang tepat bagi pasien gagal ginjal kronik.(33,34) Dua dari tiga iron chelating diekskresikan terutama melalui urine. Choudhry dkk

dalam studinya menunjukkan bahwa terjadi kenaikan serum kreatinin pada 38% pasien yang menggunakan deferasirox (exjade®), 14% pasien yang mendapatkan deferoxamine (desferal®) dan peningkatan ini dipengaruhi oleh besarnya dosis.(34) Selain itu pada pasien – pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, klirens glukoronide (hasil metabolisme deferiprone (ferriprox®)) melambat dimana sekitar 80% dosis yang diberikan akan dijumpai dalam 24 jam pertama. (35,36)

Kelebihan zat besi pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pasien hemodialisis regular yang mengalami transfusi darah berulang dapat dire-utilisasi dengan pemakaian EPO untuk menghindari efek toksiknya sekaligus mengatasi anemia. Studi yang dilakukan

Eschbach dkk menunjukkan penurunan kadar feritin serum sekitar 39% setelah 6 bulan pemakaian EPO dan peningkatan kadar hematokrit sekitar 12% setelah 12 minggu pemakaian EPO.(11)

2.7. Eritropoetin

Terdapat beberapa pilihan rekombinan eritropoetin yaitu Epoetin alfa (Epogen®, Procrit®, Eprex®) den Epoetin beta (NeoRecormon®) sebagai generasi pertama EPO yang pemberiannya 1-3x/minggu. Darbopoetin (Aranesp®) sebagai generasi kedua memiliki waktu paruh yang lebih lama dan diberikan 1x/minggu atau 1x/2 minggu. Mircera ® generasi ketiga, dengan masa kerja yang lebih lama, diberikan 1x/2 minggu atau 1x/bulan.(15) Namun pada prinsipnya, pemakaian EPO adalah untuk mengoreksi anemia pada penyakit ginjal kronik dengan target Hb 11-12 gr/dl.(37) Kadar hemoglobin lebih dari 13 gr/dl meningkatkan resiko kejadian thrombosis. (15)


(31)

EPO menurut Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diindikasikan bila didapat Hb ≤ 10 gr/dl, Ht ≤ 30%, penyebab anemia lain sudah disingkirkan dan status besi yang cukup. Terapi EPO tediri dari 2 fase, yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Fase koreksi bertujuan mengoreksi anemia sampai target Hb /Ht tercapai.(37)

a. Umumnya dimulai dengan 2.000-4.000 IU (International Unit) subkutan, 2-3 kali/ minggu selama 4 minggu.

b. Target respon yang diharapkan : Hb naik 1-2 gr/dl dalam 4 minggu atau Ht naik 2-4% dalam 2-4 minggu.

c. Bila target tercapai pertahankan dosis EPO sampai target Hb tercapai (>10gr/dl) d. Bila target respon belum tercapai, naikkan dosis 50%

e. Bila Hb naik > 2,5 gr/dl atau Ht naik >8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25% f. Pemantauan status besi : selama terapi EPO pantau status besi, berikan suplemen

sesuai panduan terapi besi.

Terapi EPO fase pemeliharaan dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>10gr/dl) dengan dosis 1-2x 2000 IU/ minggu. Pemantauan Hb dan Ht tiap bulan serta periksa status besi tiap 3 bulan. Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai >12 gr/dl dan status besi cukup, maka dosis EPO diturunkan 25%. (3)

Pemakaian EPO dapat dilakukan secara intravena (IV) atau subkutan, pasien – pasien yang menjalani hemodialisis biasanya menggunakan EPO secara IV sedangkan pasien CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) atau penyakit ginjal kronik pre-dialisis umumnya menggunakan EPO secara subkutan.(15) Pemakaian secara subkutan biasanya menggunakan dosis 30% lebih rendah daripada dosis IV.(15) EPO dapat menyebabkan hipertensi dan meningkatnya viskositas darah sehingga diperlukan monitoring rutin terhadap kondisi pasien. (3)


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan studi komparasi dengan metode potong lintang.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

 Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 s.d Maret 2011.

 Penelitian dilakukan di Instalasi Hemodialisis di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.

 Pemeriksaan Kadar Feritin serum dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RS H.Adam Malik Medan.

3.3 Populasi Terjangkau

Semua pasien hemodialisis reguler yang pernah mendapatkan transfusi darah minimal 3 kantong PRC dan memiliki kadar feritin serum > 1000 ng/ml di Rumah Sakit H. Adam Malik atau Dr. Pirngadi Medan.

3.4 Kriteria Inklusi

a) Laki-laki dan wanita yang berusia ≥ 18 tahun b) Menjalani hemodialisis reguler minimal 3 bulan

c) Pernah mendapatkan transfusi darah selama menjalani hemodialisis minimal 3 kantong PRC

d) Kadar feritin serum > 1000 ng/ml


(33)

3.5 Kriteria Eksklusi

a) Peningkatan kadar SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal atau dengan riwayat penyakit hati kronis

b) Pasien dengan riwayat alkoholik c) Riwayat menderita malignansi

d) Pasien dengan tanda-tanda infeksi seperti demam atau leukositosis e) Riwayat pemberian zat besi dalam 4 bulan terakhir

3.6 Besar Sampel

2         d Sd Z Z

n  

Dimana : α tingkat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti). Zα = 1,96 α = 0,05 β ditetapkan oleh peneliti. Zβ = 1,036 β = 0,25

Sd  simpangan baku dari selisih rerata (dari survey awal) = 233,089 d  selisih rerata kedua kelompok bermakna (ditetapkan peneliti) = 150

2

150 089 , 233 036 , 1 96 , 1         n

n1 = n2 = 21,67 ≈ 22 orang, jadi subjek minimal yang diteliti untuk masing-masing kelompok adalah 22 orang, sehingga keseluruhan subjek minimal sebanyak 44 orang.

3.7 Cara Penelitian

Terhadap semua subjek yang termasuk dalam penelitian diminta memberikan persetujuan tertulis (informed concent), dan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :


(34)

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin, etiologi PGK, riwayat transfusi darah selama HD, lamanya menggunakan EPO pada kelompok yang menggunakan EPO.

b. Dilakukan pengukuran Tinggi Badan (TB) dalam satuan meter (m), Berat Badan Kering (BBK) dalam satuan kilogram (kg) setelah selesai HD serta dilakukan penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2.

c. Dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur Kadar Besi Serum (KBS/SI), Kapasitas Ikat Besi Serum (KIBT/TIBC), Kadar Hemoglobin dan Hematokrit.

d. Pengukuran Kadar Feritin serum dilakukan dengan metode ECLIA, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Inkubasi 1 : 10 µl sampel, antibody spesifik feritin biotinilasi monoclonal dan antibody spesifik monoclonal dilabelisasi dengan kompleks ruthenium dari kompleks sandwich.

Inkubasi 2 : setelah ditambahkan mikropartikel yang dilapis streptavidin, kompleks terikat sehingga menjadi padat karena interaksi biotin dan streptavidin

Reaksi campuran tersebut lalu diaspirasi dan dimasukkan ke ruang perhitungan dimana mikropartikel akan diikat secara magnetic pada permukaan elektroda. Zat yang tidak terikat dibersihkan dengan procell. Aliran pada elektroda akan menginduksi emisi kemiluminesens yang akan dihitung dengan fotomutiplier.

Hasil ditentukan dengan kurva kalibrasi.

e. Dilakukan penilaian Saturasi Transferin dengan membagi Kadar Besi Serum (KBS) dengan Kapasitas Ikat Besi Total (KIBT) dan dikali 100% dengan satuan %.


(35)

3.8 Definisi Operasional

a) Pasien Hemodialisis Reguler adalah pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 yang menjalani hemodialisis reguler minimal 3 bulan.

b) Riwayat transfusi darah adalah riwayat transfusi eritrosit atau PRC ≥ 3 kantong darah (150 atau 175cc) yang dialami pasien selama menjalani hemodialisis.

c) Pasien yang mendapat EPO adalah pasien yang mendapatkan preparat EPO tanpa mempertimbangkan merek dan dosis selama minimal 5 bulan.

d) Pasien yang tidak mendapatkan EPO adalah pasien yang tidak mendapatkan preparat EPO selama menjalani hemodialisis.

e) Feritin serum adalah kadar feritin serum pasien yang menjalani hemodialisis regular dengan nilai ≥ 1000 ng/ml.

3.9 Analisa Data

Semua data diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16,0. Untuk menentukan variabel yang dinilai berdistribusi normal atau tidak digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan dianggap terdistribusi normal bila p>0.05. Untuk menilai perbandingan rerata umur, KBS, KIBT, saturasi transferin, IMT, feritin serum, hemoglobin dan hematokrit pada kedua kelompok digunakan uji t tidak berpasangan jika data terdistribusi normal dan uji mann whitney jika data terdistribusi tidak normal. Perbandingan rerata feritin serum antara kelompok yang telah menjalani HD kurang dari setahun dan yang telah menjalani HD selama setahun atau lebih juga dinilai dengan uji t tidak berpasangan jika data terdistribusi normal dan uji mann whitney jika data terdistribusi tidak normal. Perbandingan proporsi jenis kelamin antara kedua kelompok dinilai dengan uji chi square dan proporsi etiologi PGK antara kedua kelompok dinilai


(36)

dengan uji kolgomorov-smirnov. Nilai p <0.05 dianggap signifikan secara statistik untuk semua analisa.

3.10 Ethical Clearance dan Informed Concern

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP (K) pada tanggal 31 Desember 2010 dengan nomor surat 309/ KOMET/FK USU/2010.

Informed concern diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.11 Alur Kerja

Pasien hemodialisis reguler dengan riwayat transfusi darah

Kriteria Inklusi & Eksklusi

Tidak menggunakan EPO

Feritin serum Menggunakan EPO

Analisa Data


(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010 sampai Maret 2011 di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan. Didapatkan 44 subjek yang memenuhi kriteria yang diikutkan dalam penelitian, selanjutnya dikelompokkan atas 22 (50%) pasien yang menggunakan EPO dan 22 (50%) pasien yang tidak menggunakan EPO atau Non EPO. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium pada seluruh subjek dalam kedua kelompok.

Tabel 4.1. Karakteristik Dasar Sampel Penelitian

Karakteristik EPO Non EPO P

Jumlah (n) 22 22

Umur (tahun) 50,59 ±12,75 43,41±16,44 0,113 Jenis kelamin  Laki-laki  Perempuan 8 (36,36%) 14 (63,63%) 11 (50%) 11 (50%) Etiologi PGK  HN  GNC  DN  PGOI  Kista  PNC 5 (22,72%) 9 (40,90%) 5 (22,72%) 2 (9,09%) - 1 (4,54%) 12 (54,54%) 4 (18,18%) 4 (18,18%) - 2 (9,09%) - 0,215

KBS (SI) 143,82 ± 54,96 148,23 ±59,14 0,799 KIBT (TIBC) 206,05±48,59 216,09±48,43 0,565 Saturasi Transferin 69,11±21,11 67,71±21,44 0,897 IMT 23,13 ± 3,16 20,87 ± 2,85 0,017


(38)

Ikat Besi Total (Total Iron Binding Capacity); Saturasi Transferin : SI/TIBC x 100%; Jika p<0,05 dianggap berbeda bermakna

Tidak semua parameter karakteristik dasar yang diperoleh dari masing-masing kelompok penelitian menunjukkan sebaran data yang terdistribusi normal dengan uji normalitas Kolgomorov-Smirnov (data tidak ditampilkan). Perbandingan parameter karakteristik umur, KBS dan IMT antara kedua kelompok berdistribusi normal dan menggunakan uji t tidak berpasangan. Perbandingan proporsi jenis kelamin dan etiologi PGK antara kedua kelompok dibandingkan dengan uji chi square dan uji kolgomorov-smirnov. Dan perbandingan KIBT dan saturasi transferin antara kedua kelompok memiliki sebaran data yang tidak berdistribusi normal dan menggunakan uji mann whitney. Dari semua parameter karakteristik dasar, hanya perbandingan IMT antara kelompok yang menggunakan EPO dan kelompok Non EPO yang menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan p = 0,017(tabel 4.1).

4.2 Gambaran Feritin serum antara Pasien yang Menggunakan EPO dan Pasien yang

Non EPO

Rerata nilai feritin serum pada kedua kelompok penelitian diperlihatkan pada tabel 4.2. Dengan uji mann whitney dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar feritin serum pasien yang menggunakan EPO dan pasien yang Non EPO dimana kadar feritin serum pasien yang menggunakan EPO lebih rendah dibanding pasien yang Non EPO (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90 dengan p = 0,017).


(39)

Tabel 4.2 Gambaran Feritin serum antara Pasien yang menggunakan EPO dan Pasien yang Non EPO

Pasien yang Menggunakan EPO (Mean±SD)

Pasien yang Non EPO (Mean±SD)

P

Feritin serum (ng/ml)

1687,68 ± 387,61 1925,18 ± 168,90 0,017

Jika p<0,05 dianggap berbeda bermakna

4.3 Gambaran Hematokrit dan Hemoglobin antara Pasien yang menggunakan EPO dan Pasien yang Non EPO

Selanjutnya peneliti membandingkan kadar hematokrit dan hemoglobin diantara kelompok yang menggunakan EPO dan kelompok yang Non EPO. Dengan uji t tidak berpasangan ditemukan perbedaan bermakna kadar hematokrit dan hemoglobin antara kedua kelompok dimana kadar hematokrit dan hemoglobin kelompok yang menggunakan EPO lebih tinggi dibanding kelompok yang Non EPO (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 dengan p < 0,001 ; <0,001)(tabel 4.3).

Tabel 4.3 Gambaran Hematokrit dan Hemoglobin antara Pasien yang menggunakan EPO dan Pasien yang Non EPO

Pasien yang Menggunakan EPO (Mean±SD)

Pasien yang Non EPO (Mean±SD)

P

Hematokrit (%)

28,93 ± 5,63 22,31 ± 3,70 <0,001

Hemoglobin (g %)


(40)

4.4 Gambaran kadar Feritin serum antara Pasien Hemodialisis Reguler dengan Riwayat Transfusi Darah Yang Menggunakan EPO Kurang dari Setahun dan Setahun atau Lebih

Pada tabel 4.4 peneliti juga mencoba menilai perbandingan rerata kadar feritin serum pada kelompok yang menggunakan EPO, antara kelompok pasien yang menggunakan EPO kurang dari 1 tahun dan kelompok pasien yang telah menggunakan EPO setahun atau lebih. Dengan uji mann whitney didapatkan perbandingan rerata kadar feritin serum antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (1898,93 ± 263,20 vs 1758,59 ± 338,59) dengan nilai p = 0,073.

Tabel 4.4 Gambaran kadar Feritin serum antara Pasien Hemodialisis Reguler dengan Riwayat Transfusi Darah Yang Menggunakan EPO Kurang dari Setahun dan Setahun atau Lebih

Lama HD

< 1 tahun ≥ 1 tahun

P

Feritin serum (ng/ml)

1898,93 ± 263,20 1758,59 ± 338,59 0,073

Singkatan : Lama HD : Lamanya Hemodialisis, p<0,05 dianggap berbeda bermakna.

4.5 Rerata Lamanya Pemakaian EPO pada Pasien yang Menggunakan EPO

Rerata lamanya pemakaian EPO pada kelompok pasien yang menggunakan EPO tidak berdistribusi normal dimana dengan uji normalitas kolgomorov-smirnov didapatkan p<0,05. Rerata lamanya pemakaian EPO adalah 43,32 bulan atau sekitar 3,5 tahun dengan rentang pemakaian antara 27,49 bulan sampai 59,14 bulan pada pasien yang menggunakan EPO.


(41)

BAB V

PEMBAHASAN

Baku emas pemeriksaan cadangan zat besi tubuh adalah dengan pemeriksaan zat besi di sumsum tulang atau sel hati namun karena keduanya merupakan tindakan invasif maka modalitas pemeriksaan ini jarang dilakukan.(2) Selain kedua biopsi tersebut terdapat modalitas pengukuran status besi lainnya yaitu feritin serum, saturasi transferin, SI, TIBC, feritin eritrosit, reseptor transferin terlarut (soluble transferin receptor-sTfR) dan sebagainya namun feritin serum adalah penanda yang paling banyak digunakan untuk menilai cadangan zat besi dalam tubuh. (2,38,39) Bell dkk menunjukkan bahwa feritin serum merupakan parameter yang paling berkolerasi positif dengan gambaran cadangan zat besi di sumsum tulang. (14)

Selain dapat menggambarkan tingginya cadangan zat besi dalam tubuh, feritin serum juga merupakan reaktan fase akut yang berhubungan dengan inflamasi, infeksi, penyakit hati, malignansi dan malnutrisi.(2,8) Banyaknya variabel yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran feritin serum sehingga hasil tes ini tidak valid jika variabel-variabel tersebut tidak dikontrol. Pada penelitian ini, variabel-variabel tersebut telah dikontrol dimana pasien dengan riwayat penyakit hati atau gangguan fungsi hati, riwayat alkoholik, riwayat menderita malignansi, adanya tanda-tanda infeksi dan riwayat pemberian zat besi dalam 4 bulan terakhir tidak disertakan dalam penelitian ini.

Sesuai dengan studi Rocha dkk yang menunjukkan bahwa jika feritin serum 500 ng/ml meskipun dijumpai inflamasi, feritin serum tetap merupakan penanda cadangan zat besi. Maka dengan batasan feritin serum 1000 ng/ml sebagai kriteria inklusi, inflamasi tidak mempengaruhi nilai feritin serum secara bermakna sebagai gambaran cadangan zat besi.(8)


(42)

IMT pada kelompok pasien EPO (dengan rerata feritin serum lebih rendah), lebih tinggi daripada kelompok Non EPO (yang memiliki rerata feritin serum lebih tinggi) (23,13 ± 3,16 vs 20,87 ± 2,85 dengan p = 0,017). Hal ini tidak jauh berbeda dengan studi Kalanta-Zadeh dkk yang menunjukkan bahwa feritin serum dan IMT memiliki korelasi negatif, dimana semakin tinggi kadar feritin serum maka status nutrisi, yang digambarkan oleh IMT, semakin rendah.(40)

Rerata kadar feritin serum kelompok pasien EPO lebih rendah daripada rerata kadar serum kelompok pasien Non EPO (1687,68 ± 387,61 vs 1925,18 ± 168,90) dengan nilai p berbeda bermakna. Ini menunjukkan terdapat perbedaan gambaran cadangan zat besi antara kedua kelompok, dimana kelompok EPO memiliki cadangan lebih rendah meskipun keduanya tetap menunjukkan kelebihan zat besi dengan kadar feritin serum >800 ng/L.(3) Selain itu rerata nilai hematokrit dan hemoglobin pada kelompok pasien EPO lebih tinggi daripada rerata kelompok Non EPO (28,93 ± 5,63 vs 22,31 ± 3,70 dan 9,60 ± 1,62 vs 7,32 ± 1,03 ) yang berbeda bermakna secara statistik (p < 0,001 ; <0,001). Adanya pemakaian eritropoetin eksternal, yang menggunakan cadangan zat besi yang berlebih pada kelompok EPO untuk membentuk eritrosit, menyebabkan kadar feritin serum berkurang. Dan disertai kadar hemoglobin dan hematokrit yang lebih baik pada kelompok EPO, dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan eritropoetin eksternal. Gambaran ini tidak berbeda jauh dengan studi yang dilakukan Eschbach dkk, dimana pemakaian EPO selama 6 bulan menurunkan kadar feritin serum sekitar 39% pada kelebihan zat besi dan peningkatan kadar hematokrit sekitar 12% setelah 12 minggu pemakaian EPO.(10,11) Dengan demikian pemakaian eritropoetin eksternal untuk menggantikan defisiensi eritropoetin yang diproduksi ginjal selain dapat mengoreksi anemia juga dapat menurunkan kelebihan zat besi yang dapat disebabkan oleh transfusi darah berulang pada pasien hemodialisis regular.


(43)

Pada studi ini, didapatkan rerata lamanya pasien menggunakan EPO adalah 43 bulan, hal ini menunjukkan bahwa dengan pemakaian EPO rata-rata sekitar 43 bulan akan cenderung menurunkan kelebihan zat besi pada pasien hemodialisis regular dengan riwayat transfusi darah.

Anemia pada PGK disebabkan terutama oleh produksi eritropoetin ginjal yang sangat rendah. Selain itu pada studi terhadap pasien HD regular dijumpai adanya peningkatan kadar zat besi dalam sel PMN (RES) dengan berkurangnya feroportin 1 (protein yang berhubungan dengan pengeluaran zat besi dari intraseluler) dan meningkatnya reseptor transferin (protein yang berhubungan dengan pengambilan zat besi ke dalam intraseluler).(30) EPO meningkatkan sintesis reseptor transferin dan ekspresi permukaan sel eritroid sehingga menstabilkan mRNA reseptor transferin.(10) Peningkatan feritin serum karena transfusi berulang pada pasien HD menyebabkan zat besi menumpuk dan didistribusikan ke hati dan sel parenkim lainnya termasuk kelenjar adrenal, jantung, limpa, kulit dan organ lainnya, kondisi ini menyebabkan kelebihan zat besi di jaringan. Tanpa stimulasi yang cukup dari eritropoetin ke sel eritroid, mRNA reseptor transferin sel eritroid menjadi tidak stabil, feroportin 1 akan berkurang, dan meningkatkan penumpukan zat besi pada sel non eritroid. Pemakaian EPO mendorong mobilisasi zat besi yang tersimpan untuk pembentukan hemoglobin baru sehingga menurunkan resiko toksisitas zat besi sekaligus meningkatkan nilai hemoglobin dan hematokrit.

Meskipun transfusi darah lebih sering dilakukan untuk mengatasi anemia pada pasien hemodialisis regular, resiko yang didapatkan juga tinggi. Pemakaian EPO memberikan banyak keuntungan pada pasien HD regular karena selain mengatasi anemia, menghilangkan kebutuhan transfusi darah, menurunkan resiko tertular penyakit melalui transfusi darah, juga mengatasi kelebihan zat besi.(5)


(44)

Kelemahan penelitian ini adalah peneliti tidak mempertimbangkan hubungan banyaknya kantong darah yang pernah ditransfusi dengan kadar feritin serum dan dosis EPO yang diberikan pada kelompok yang menggunakan EPO, serta skrining terhadap penyakit hati dan malignansi hanya dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fungsi hati tanpa pemeriksaan marker hepatitis B dan C.


(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Kadar feritin serum kelompok pasien hemodialisis regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan eritropoetin lebih rendah dibanding kelompok pasien yang tidak menggunakan eritropoetin.

2. Nilai hematokrit dan hemoglobin kelompok pasien yang menggunakan eritropoetin lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak menggunakan eritropoetin.

6.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metodologi yang lebih baik yang mempertimbangkan pemberian EPO dengan dosis berbeda untuk mengatasi kelebihan zat besi pada pasien-pasien HD regular yang mendapat transfusi darah berulang.

2. Perlunya memperhatikan interpretasi feritin serum selain sebagai cadangan zat besi juga menggambarkan kemungkinan adanya inflamasi, infeksi, penyakit hati, malignansi atau malnutrisi pada pasien HD reguler. 

           


(46)

KEPUSTAKAAN

1) Himmelfarb J. Hematologic manifestation of renal failure. In : Greenberg A, Cheung AK, Falk RJ, et al, editors. Primer on Kidney Disease, 2nd edition. San Diego: Academic Press, 1998; p. 465-71.

2) Kalantar-Zadeh K, Kalantar Zadeh K, Lee GH. The fascinating but deceptive ferritin : to measure it or not to measure it in Chronic Kidney Disease ? Clin J Am Soc Nephrol 1 : S9-S18, 2006.

3) PERNEFRI. Manajemen anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta ; 2001. 4) Susalit E. Target stability : a new era in anemia management. Dalam : Makalah

lengkap Kongres Nasional X Pernefri Annual Meeting. Bandung, 2006 ; h. 127-30. 5) Sukandar E. Nefrologi Klinik. Edisi III. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian

Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS Hasan Sadikin Bandung , 2006 ; hal 687-91. 6) Jumlah pasien hemodialisis di Bandung terus meningkat. Kompasmobile.c2007

[update 5 Mei 2007; dikutip tanggal 1 Oktober 2010]. Dari : http://202.146.5.33/kompas-cetak/0705/05/Jabar/21565.htm.

7) Bakri S. Deteksi dini dan upaya – upaya pencegahan progresifitas Penyakit Ginjal Kronik. c2005 [update Juli 2005 ; dikutip tanggal 1 Oktober 2010]. Dari:http://med.unhas.ac.id/DataJurnal/tahun2005vol26/Vol26No.35supplemenok/6-syakib%20Bakri.pdf. 

8) Rocha LA, Barreto DV, Barreto FC, et al. Serum ferritin level remains a reliable marker of bone marrow stores evaluated by histomorphometry in hemodialysis patients. Clin J Am Soc Nephrol 4 : 105-9, 2009.


(47)

9) Arneson W, Freeman V. Hemoglobih production disorder and testing. In : Clinical chemistry a laboratory perspective. Philadelphia : F.A. Davis Company, 2007 ; p.179-99.

10)Eschbach JW, Adamson JW. Iron overload in renal failure patients : changes since the introduction of erythropoetin therapy. Kidney Int 1999 ; 55 (Suppl 69) : S35-S43. 11)Eschbach JW, Abdulhadi MH, Browne JK, et al. Recombinant human erythropoetin

in anemic patients with End-Stage Renal Disease : results of a phase III multicenter clinical trial. Ann Intern Med 1989 ; 111: 992-1000.

12)Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice a guide to diagnosis and management. 4th edition. New York : Mc Graw Hill, 2005 ; p. 42-52, 170-181.

13)Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 ; h. 532-37.

14) Bell JD, Kincaid WR, Morgan RG, et al. Serum ferritin assay and bone marrow iron

stores in patients on maintanance hemodialysis. Kidney Int 1980 ; 17 : 237-41. 15)Hayat A, Haria D, Salifu MO. Erythropoietin stimulating agents in the management of

anemia of Chronic Kidney Disease. Patience and Adherence 2008 ; 2 : 195-200. 16)Markum HMS. Contribution of Indonesian Kidney Foundation (INANKF) in kidney

services in Indonesia. In : the 9th National Congress of InaSH & Annual Meeting of Nephrology 2005 Abstract Book. Bali, 2005 ; h. 13.

17)Hearnshaw S, Thompson NP, McGill A. The epidemiology of hyperferritinemia.

World J Gastroenterol 2006 ; 12 (36) : 5866-69.

18)Popovsky MA, Ransil BJ. Long-term impact of recombinant human erythropoietin on transfusion support in patients with Chronic Renal Failure. Immunohematology 1996 ;


(48)

19)Ibrahim HN, Ishani A, Fooley RN. Temporal trends in red blood transfusion among US dialysis patients 1992-2005. Am J Kidney Dis 2008 ; 52 (6) : 1115-21.

20)Kulick AF, Rutain RJ. Anemia of Chronic Kidney Disease. In : Wilcox CS, Tisher CC, editors. Handbook of nephrology and hypertension. 5th Edition. Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2005 ; p. 308-11.

21)Lee WS, Park SB, Kim HC, et al. Serum ferritin assay and bone marrow iron stores in patients on maintanance hemodyalisis. The Korean Journal of Nephrology 1988 ; 7 (1) : 108-15.

22)Djoerban Z. Dasar – dasar transfusi darah. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006 ; h. 682-84.

23)Lim JS, Kang HJ, Park JW, et al. A study on the serologic parameters in patients with anemia of Chronic Renal Failure-according to erythropoetin treatment. The Yeungnam Univ. Med. 1994 ; 11 (1): 82-93.

24)Gattermann N. The treatment of secondary hemochromatosis. Dtsch Arztebl Int 2009 ; 106 (30) : 499-504.

25)Oudit GY, Mou G. Iron-overload cardiomyopathy associated with iron-overload conditions : incidence, pathophysioplogy, and treatment. Cardiology Rounds. 2007 [dikutip tanggal 1 Juli 2011] ; XII (3). In : www.cardiologyrounds.ca 

26)Ali M, Fayemi AO, Rigolosi R, et al. Hemosiderosis in hemodialysis patients – an autopsy study of 50 cases. JAMA 1980 ; 244 (4) : 343-45.

27)Kletzmayr J, Horl WH. Iron overload and cardiovascular complications in dialysis patients. Nephrol Dial Transplant 2002 ; 17 (Suppl 2) : 25-29.


(49)

28)Kiechl S, Willeit J, Egger G, et al. Body iron stores and the risk of carotid atherosclerosis : prospective results from the Bruneck Study. Circulation 1997 ; 96 (10) : 3300-7.

29)Boelaert JR, Daneels RF, Schulgers ML, et al. Iron overload in haemodialysis patients increases the risk of bacteriemia : a prospective study. Nephrol Dial Transplant 1990 ; 5 : 130-4.

30)Otaki Y, Nakanishi T, Hasuike Y, et al. Defective regulation of iron transporters leading to iron excess in the polymorphonuclear leucocytes of patients on maintanance hemodialysis. Am J Kidney Dis 2004 ; 43 : 1030-39.

31)Crowley JP, Nealey TA, Pono L, et al. Transfusion and long term hemodialysis. Arch Intern Med 1987 ; 147 (11) : 1925-28.

32)Hasuike Y, Nonoguchi H, Tokuyama MO, et al. Serum ferritin predicts prognosis in haemodialysis patients : the Nishinomiya Study. Clin Exp Nephrol 2010 ; 14 : 349-55. 33)Banner W, Woolf AD. Antidotes for poisoning by metals and metalloids :

deferoxamine. London : WHO ; 2004.

34) Choudhry VP, Naithani R. Current status of iron overload and chelation with deferasirox. Indian J Pediatr 2007 ; 74 (8) : 759-64.

35)Hoffbrand AV. Oral iron chelation therapy. [serial online]. 2010 [cited 2010 Oct 3]. Available from : http://www.ishapd.org/1996/1996/049.pdf

36)Hoffbrand AV, Cohen A, Hershko C. Role of deferiprone in chelation therapy for transfusional iron overload. Blood 2003 ; 102 (1) : 17-24.

37)Effendi I. Anemia pada Penyakit Ginjal. Dalam : Makalah lengkap Kongres Nasional X Pernefri Annual Meeting. Bandung, 2006 ; h. 37-42.


(50)

39)Coyne D. Iron indices : what do they really mean ? Kidney Int 2006 ; 96 : S4-S8. 40)Kalantar-Zadeh K, Rodriguez RA, Humphreys MH. Association between serum

ferritin and measures of inflammation, nutrition and iron in haemodialysis patients.


(51)

LAMPIRAN 1

MASTER TABEL PENELITIAN o. MR Nama Umur L/P Diagnosis BMI Lama HD

(bulan) EPO

Lama EPO (bulan)

Hb (gr%)

Ht

(%) SF SI TIBC SI/TIBC

LFT (Bt/Bd/ALP/OT/PT) 1 367797 Dj 54 P DN 24.0 108 + 84 8,03 21.8 1254 155 229 67.6 0,37/0,22/256/40/26 2 440983 Al 25 L GNC 19.29 8 + 8 9,37 25.7 2000 204 208 98.1 0,45/0,24/103/15/22 3 554301 Rr 51 P HN 20.44 15 + 15 10,60 32.6 2000 160 180 88.8 0,57/0,11/78/70/74 4 429481 Sm 51 P GNC 24.8 36 + 36 6,40 19.4 2000 226 283 79.8 0,49/0,24/137/26/28 5 424803 HAM 56 P HN 20.6 10 + 10 11,40 33.1 2000 162 198 81.8 0,44/0,25/98/41/32 6 339895 JPm 42 L GNC 24.22 42 + 42 10,90 32.3 1046 73 162 45.1 0,31/0,18/107/40/27 7 349227 Rse 65 P PNC 23.82 37 + 37 11,80 37.3 1043 208 346 60.1 0,38/0,12/164/36/22 8 394295 Pm 40 L GNC 24.49 19 + 19 10,00 30.9 1699 140 213 65.7 0,37/0,17/113/20/24 9 948571 MM 73 P GNC 19.33 104 + 104 11,60 36.0 2000 180 233 77.2 0,40/0,10/354/66/51 10 601227 Sh 60 P HN 25.39 102 + 102 10,60 32.8 1685 69 210 32.8 0,36/0,11/137/26/19 11 186288 SG 38 P GNC 27.93 36 + 36 7,50 23.1 1114 179 201 89.1 0,27/0,13/125/27/34 12 591473 Nb 55 P HN 19.11 84 + 84 11,00 33.7 2000 194 211 91.9 0,8/0,3/125/32/25 13 765930 MT 67 P DN 25.77 36 + 36 9,50 29.5 2000 163 241 67.6 0,7/0,3/127/32/25 14 122000 Jh 68 L GNC 21.41 48 + 48 11,20 34.5 1817 66 173 38.1 0,74/0,12/208/49/51 15 202845 JP 49 L DN 19.26 12 + 6 9,20 28.1 2000 199 259 76.8 0,94/0,18/230/28/65 16 756336 Km 39 L PGOI 22.26 5 + 5 10,30 31.0 1979 95 163 58.2 1,11/0,66/76/35/53 17 546013 Hg 42 L GNC 23.66 41 + 41 9,60 30.0 2000 136 148 91.8 0,48/0,31/145/31/23 18 716690 Sw 43 L DN 26.57 132 + 132 9,50 27.0 1037 93 165 56.3 0,34/0,17/77/29/39 19 379222 HJG 28 P GNC 23.04 33 + 33 9,51 28.3 1809 120 158 75.9 0,63/0,30/274/17/11 20 393044 Cm 64 P PGOI 20.0 36 + 36 5,64 13.7 2000 212 208 101.9 0,26/0,15/113/37/45 21 322294 Sn 55 P DN 22.1 7 + 7 8,90 28.3 1202 51 131 38.9 0,30/0,14/80/13/9 22 356757 KM 48 P HN 31.38 32 + 32 8,70 27.4 1444 79 213 37.1 0,39/0,21/147/20/18 23 405782 Pm 47 P Kista 20.44 12 - 9,40 30.4 1683 104 176 59.1 0,69/0,38/145/60/66 24 422483 LP 57 P HN 22.22 13 - 4,82 12.9 1803 84 221 38 0,33/0,22/113/43/40 25 450259 AT 44 L DN 22.58 5 - 7,94 23.5 2000 231 242 95.4 1,22/0,89/195/42/14 26 439999 Ww 62 L HN 17.97 7 - 6,50 19.2 2000 77 200 38.5 0,53/0,40/126/70/15 27 444510 BS 71 P HN 23.73 7 - 6,10 19.4 2000 153 214 71.4 0,29/0,16/143/38/36 28 431744 RA 60 P Kista 19.98 10 - 6,80 21.4 2000 57 157 36.3 0,57/0,24/259/31/29 29 309007 JS 34 P HN 17.69 60 - 7,34 20.5 2000 154 193 79.8 0,40/0,31/137/35/26 30 444814 RP 23 L HN 20.31 5 - 6,60 20.1 2000 152 208 73.1 0,40/0,20/62/43/37


(52)

35 419229 AS 34 L HN 18.61 12 - 7,30 23.3 2000 188 208 90.4 0,44/0,25/193/19/20 36 435795 AMK 60 L DN 18.73 10 - 8,70 25.3 2000 140 204 68.6 0,64/0,47/243/52/73 37 439256 Ih 18 L GNC 22.22 6 - 8,70 26.4 2000 269 295 91.1 0,80/0,37/147/32/29 38 420982 Lg 41 L HN 19.13 36 - 6,70 21.6 2000 194 242 80.1 0,53/0,36/126/17/15 39 367786 RH 20 P GNC 18.75 48 - 8,10 25.0 2000 139 179 77.6 0,34/0,19/118/31/30 40 432467 Al 60 P DN 24.97 10 - 6,65 19.0 2000 192 377 50.9 0,14/0,33/147/20/14 41 374545 RN 34 P HN 20.39 26 - 7,00 22.4 1747 156 195 80 0,68/0,21/79/34/39 42 411482 Ft 25 P HN 17.58 20 - 8,20 25.4 2000 224 268 83.5 0,39/0,23/128/25/18 43 373870 Pr 39 L GNC 28.68 36 - 7,30 23.1 2000 160 216 74.1 0,31/0,18/77/23/29 44 444456 MP 60 L HN 22.51 5 - 6,90 20.9 1303 50 212 23.5 0,41/0,18/105/35/46


(53)

(54)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu Saudara/i, pada hari ini, saya, dr. Chacha Marissa Isfandiari yang saat ini bertugas di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RS H.A.Malik, akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah cadangan zat besi pasien cuci darah rutin yang pernah mendapat transfusi darah, antara yang menggunakan dan yang tidak menggunakan hormon buatan yang merangsang pembentukan darah merah.

Bapak/Ibu Saudara/i yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya diharapkan mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara, pemeriksaan laboratorium berupa pengambilan dan pemeriksaan darah sebanyak 10 cc oleh ahlinya untuk menilai darah rutin seperti kadar sel darah merah, sel darah putih, zat pembeku darah dan fungsi hati. Bapak/Ibu Saudara/i akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang saat cuci darah menggunakan hormon buatan yang merangsang pembentukan darah merah dan kelompok yang saat cuci darah tidak menggunakan hormon buatan tersebut.

Selanjutnya kepada kedua kelompok dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui jumlah cadangan zat besi. Hasil yang didapatkan dari kedua kelompok kemudian diambil rata-ratanya untuk dinilai sebagai dasar pengobatan Bapak/Ibu Saudara/i selanjutnya. Biaya penelitian menjadi tanggung jawab peneliti. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas terkait penelitian ini, maka Bapak/Ibu Saudara/i dapat menghubungi saya :

Nama : dr.Chacha Marissa Isfandiari.

Alamat : Jl.Rajawali No.73 Sei Sikambing B Medan 20122

No Telp : 081360097262 (Hp), 061.76314080(Flexi), 061.8454718(Rumah)

Peneliti


(55)

LAMPIRAN 4

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Alamat : ... Umur : ... Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur penelitian ini dan saya telah memahaminya, menyatakan bersedia untuk ikut dalam penelitian tentang Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan Demikianlah surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,...2010

Saksi


(1)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu Saudara/i, pada hari ini, saya, dr. Chacha Marissa Isfandiari yang saat ini bertugas di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RS H.A.Malik, akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah cadangan zat besi pasien cuci darah rutin yang pernah mendapat transfusi darah, antara yang menggunakan dan yang tidak menggunakan hormon buatan yang merangsang pembentukan darah merah.

Bapak/Ibu Saudara/i yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya diharapkan mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara, pemeriksaan laboratorium berupa pengambilan dan pemeriksaan darah sebanyak 10 cc oleh ahlinya untuk menilai darah rutin seperti kadar sel darah merah, sel darah putih, zat pembeku darah dan fungsi hati. Bapak/Ibu Saudara/i akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang saat cuci darah menggunakan hormon buatan yang merangsang pembentukan darah merah dan kelompok yang saat cuci darah tidak menggunakan hormon buatan tersebut.

Selanjutnya kepada kedua kelompok dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui jumlah cadangan zat besi. Hasil yang didapatkan dari kedua kelompok kemudian diambil rata-ratanya untuk dinilai sebagai dasar pengobatan Bapak/Ibu Saudara/i selanjutnya. Biaya penelitian menjadi tanggung jawab peneliti. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas terkait penelitian ini, maka Bapak/Ibu Saudara/i dapat menghubungi saya :

Nama : dr.Chacha Marissa Isfandiari.

Alamat : Jl.Rajawali No.73 Sei Sikambing B Medan 20122

No Telp : 081360097262 (Hp), 061.76314080(Flexi), 061.8454718(Rumah)


(2)

LAMPIRAN 4

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Alamat : ... Umur : ... Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur penelitian ini dan saya telah memahaminya, menyatakan bersedia untuk ikut dalam penelitian tentang Gambaran Feritin Serum antara Yang Menggunakan dan Yang Tidak Menggunakan Eritropoetin Pada Pasien Hemodialisis Reguler Dengan Riwayat Transfusi Darah di RS. H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan Demikianlah surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,...2010

Saksi


(3)

LAMPIRAN 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Dr. Chacha Marissa Isfandiari Tempat/Tgl Lahir : Medan / 20 Desember 1979

Agama : Islam

Alamat Kantor : Fakultas Kedokteran USU Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS.H.Adam Malik

Jl. Bunga Lau No.17

Medan Tuntungan

No. Telepon/Fax : (061) 8211045 ; 8210555 / (061) 836300

Alamat Rumah : Jl Rajawali No.73 Sei Sikambing B Medan 20122 No. Telepon : (061) 8454718

Handphone : 081360097262

RIWAYAT PENDIDIKAN

No. Nama Sekolah Lama Pendidikan Tempat

1 SD Iskandar Muda 1985-1991 Lhokseumawe 2 SMP Negeri 1 1991-1994 Lhokseumawe


(4)

4 Fakultas Kedokteran USU 1997-2003 Medan 5 PPDS Penyakit Dalam 2007- sekarang Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin B.Aceh, tahun 2004-2005. 2. Dokter PNS di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin B.Aceh, tahun 2006 – 2007.

KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

KURSUS/ PENATARAN

Pendidikan dan Pelatihan Pra Tugas Dokter PTT, Banda Aceh, 2004.

KARYA TULIS ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1) Abdurrahim R. Lubis, Chacha Marissa. Vesicoperitoneal Fistula, An Unusual Complication of CAPD. Annual Meeting of Indonesian Society of Nephrology (InaSN) 2010. Semarang. 22-24 Oktober 2010.

2) Josia Ginting, Armon Rahimi, Tambar Kembaren, Franciscus Ginting, Saut Marpaung, Endang Sembiring, Chacha Marissa. Bacterial Pattern and The Susceptibility Test of Pneumonia Patients in Internal Ward. Kongres Nasional PETRI XVII & PERKEDWI /PKWI XIV. Semarang. 8-10 Juli 2011.

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Workshop dan Simposium Gastroentero-Hepatologi Update V , Medan 09-10 Nopember 2007.


(5)

2. Peserta “Simposium of Venous Thromboembolism “, Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia cabang Medan, Medan, 26 Juli 2008.

3. Peserta Pletaal simposium “Update on Management of vascular events”, Medan 2 Februari 2008.

4. Peserta simposium “New Era in Therapeutic Options” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 17-19 April 2008.

5. Peserta simposium “Fucoidan, Nature’s Way for Faster Peptic Ulcer Healing”. Medan, 14 Juni 2008.

6. Peserta simposium ” ONTARGET : A land mark trial in Cardio & Vascular protection”. Departemen Kardiologi & Kdokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Medan, 5 Juli 2008.

7. Peserta pada “Symposium on Hypertension” , Medan 19 Januari 2008

8. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VI 2008, Hotel Danau Toba Medan , 17-18 Oktober 2008.

9. Peserta simposium “ Festschrift Prof.Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan , 10 November 2008.

10.Peserta Simposium “Landmark trial in management of hipertension & Diabetes” . PAPDI Sumut. Medan, 7 Maret 2009.

11.Peserta Simposium “Update on diabetes management and medical nutrition therapy “. Medan, 17 April 2010.

12.Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VII 2009. Medan, 9-10 Oktober 2009. 13.Peserta workshop Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes “Stepwise


(6)

14.Peserta Simposium 11th Annual Scientific Meeting Internal medicine Depatrment of Internal Medicine , Medan 1-3 April 2010.

15.Peserta pada 2nd Regional Symposium of Thrombosis Hemostasis”, Medan, 5 Juni 2010.

16.Peserta workshop “Practics, Diagnostic, and management of Hepatitis B&C “ dalam rangka HUT FK USU ke 58 Medan, 15 Juli 2010.

17.Peserta roadshow “Medical Skill Upgrade” (MEDSKUP) workshop Gastroentero-hepatologi, Medan 17 Juli 2010.

18.Peserta pada Workshop Injeksi Intra Artikular pada Rheumatology Update 2010, Medan 30 Juli 2010.

19.Peserta pada simposium Rheumatology Update 2010 Clinical Rheumatology in Daily Practice, Medan 31 Juli-1 Agustuss 2010.