FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

i

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana SI dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Oleh

Veni Tri Widyastuti E 1105147

Fakultas Hukum

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKRTA 2010


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi)

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh : Veni Tri Widyastuti

NIM E1105147

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Oktober 2010 Dosen pembimbing

Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si NIP. 195602121985031004


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh : Veni Tri Widyastuti

NIM E1105147

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Kamis

Tanggal : 28 0ktober 2010

1.Lego Karjoko, S.H,M.H :………..……… Ketua

2. Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si :……….

Sekretaris

3.Purwono SR,S.H :……….………. Anggota

Mengetahui Dekan,

(Moh. Jamin,S.H.,M.HUM.) NIP 19610930 198601 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Veni Tri Widyastuti Nim : E 1105147

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakrta, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Veni Triwidyastuti E 1105147


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Veni Tri Widyas Tuti, E 1105147. 2010. FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DIKOTA SURAKARTA, Fakultas Hukum Uiversitas Sebelas Maret.

Peneliian ini bertujuan untuk menegetahui fungsi PPAT dalam pelaksanaan jual beli sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB dan apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasar fakta yang tampak. Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara bebas terpimpin. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku literature, maupun peraturan perundang-undangan, yang berhubungan dengan penulisan hukum ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan secara teorinya fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 yaitu sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya peralihan hak atas tanah dan banguanan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu pembayaran pajak. Salah satunya yaitu pembayaran pajak BPHTB oleh wajib pajak pembeli. PPAT dapat menandatanagani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Tetapi dalam prakteknya tidak terlaksana disebabkan penandatanganan akta jual beli telah mendahului dulu dari kewajiban membayar BPHTB dulu. Undang-Undang BPHTB memberikan sanksi bagi PPAT yang melanggar ketentuan Undang-Undang tersebut. Dalam pemberian sanksi masih ada kelunakan dari Direktorat Jenderal Pajak. Diberi waktu tempo satu minggu. Padahal seharusnya sanksi tersebut harus tegas langsung diberikan. Hasil penilitian juga menunjukkan adanya penurunan nilai harga transaksi jual beli tanah dan bangunan dimana hal ini dilakukan untuk mengecilkan nilai pajak. Hal ini menyebabkan pengurangan penerimaan pajak. Secara moral hal ini tidak diperbolehkan. Undang-Undang BPHTB membawa dampak pada PPAT bahwa PPAT berperan sebagai penagih pajak. Hal seharusnya PPAT sebagai pelayan masyarakat menangani dalam jual beli tanah dan bangunan.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Veni Tri Widyastuti, E 1105147.2010. THE FUNCTION OF PPAT (LAND REGISTRATION OFFICER) IN THE IMPLEMENTATION OF ACT NO. 20 OF 2000 ABOUT BPHTB IN THE LAND AND BUILDING RIGHT TRADING IN SURAKARTA CITY, LAW FACULTY of Sebelas Maret University.

This reesarch aims to find out the fuction of PPAT in implementing the Act no. 20. of 2000 about BPHTB and what the legal consequence is for PPAT who breaks the provision of the Act no. 20 of 2000 about BPHTB.

This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature, the one describing the condition of research object currently based on apparent fact. The data of research included the primary and secondary data. The primary data was obtained directly from free-guided interview. The secondary data was obtained from the literature books and legislation relevant to this writing. Technique of analyzing data used was a qualitative data analysis.

The result of research shows that theoretically, the function of PPAT in the Act no. 20 of 2000 is to sign the document of land and building right transferring when the taxtpayer submits the receipt of tax payment. But in practice is not implemented because the trading agreement signing has preceded the obligation of paying BPHTB. The BPHTB act gives penalty (sanction) to the PPAT who breaks the provision of act. In imposing the sanction, there is still allowance from the Tax Directorate General. The Taxpayer is given one-week time, whereas the sanction should be given family. Research results also indicate an impairment of the sale and purchase price of land and buildings where this is done to shrink the tax value. This causes a reduction in tax revenues. Morally this

is not allowed. BPHTB Law had an impact on PPAT PPAT that act as tax

collectors. It should PPAT as public servants to handle the sale and purchase of land and buildings.


(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama asma ALLAH, SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta diiringi rasa syukur kehadirat IIahi Rabbi, penulisan hukum skripsi yang berjudul FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKRTA” dapat penulis selesaikan.

Penulisan Hukum ini dapat membahas tentang permasalahan antara teori dan prakteknya sesuai dengan UU No 20 Tahun 2000. Penulis yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh,karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk menyusun penulisan hukum ini.

2. Bapak Harjono,S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas royalitas, dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler dan telah menjadi Ayah bagi kami mahasiswa Non Reguler.

3. Bapak Pius Triwahyudi,S.H.,Msi. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.H selaku pembimbing Akademik atas

nasehat yang berguna selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.H yang telah memberikan masukan judul skripsi

ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan.

7. Staf dan Karyawan terutama Pak Joko, Mas Rudi, Mas Wawan, Pak Wiyono,


(8)

commit to user

vii

8. Untuk Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakrta.

9. Terima Kasih untuk Ayah dan Ibu terkasih yang selalu memberikan kasih saying tulus, nasehat yang berarti. Setiap doa-doa mereka bagiku yang penuh limpahan berkah ALLAH SWT. Yang selalu menaungi setiap langkahku (semoga ALLAH selalu melimpahkan rahmat dan menghadiahkan surga kepada keduanya).

10. Untuk malaikat-malaikat kecil yang aku sayang ilyas, kayla, chista, keisha. 11. Untuk my lovely yang telah memberikan semangat dan kenangan terindah di

kampus.

12. Untuk sohib-sohibku (yuyun, via, putro, dian, mbk fitri, clara) terima kasih telah mau menjadi sahabat baekku. Untuk vani, neri, rindang, dion, umar, budi dan teman-teman yang tidak dapat saya tulis semua.

13. Untuk teman-temanku yang telah membatu dalam skripsi saya,

tiara,septi,yuyun dan teman septi. Dan juga teman-teman yang telah datang dalam pendadaran saya memberikan suport.

14. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis merasa perlu untuk menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperjelas isi penulisan hukum ini. Semoga Allah SWT meridhoi semuanya dan mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi Penulis, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Amin ya Robbal’alamin.

Surakarta, Oktober 2010 Penulis,


(9)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9

BAB 11 : TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 12

a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 12

b. Tugas dan Kewenangan PPAT ... 13

c. Fungsi PPAT dalam UU BPHTB ... 14

d. Sanksi terhadap PPAT ... 15

2. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli ... 16

a. Peralihan Hak ... 16

b. Proses Jual Beli ... 18

3. Tinjauan Umum Tentang BPHTB ... 20


(10)

commit to user

ix

b. Tata cara dan saat pembayaran BPHTB ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 22

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Pada Jual Beli ... 24

1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan ... 24

2. Peran PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Dalam Jual Beli ... 39

B. Akibat Hukum Bagi PPAT Yang Melanggar Ketentuan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB ... 58

BAB 1V : PENUTUP ... 61

A. SIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

commit to user BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiap-tiap individu karena setiap-tiap manusia membutuhkan tempat unutuk menetap.Hak-hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini, makin maju masyarakat, makin padat penduduknya, akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu.

Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah dengan makin meningkatnya harga tanah, maka dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria beserta perturan-peraturan pelaksanaannya, peralihan hak atas tanah itu dipandang perlu ditingkatkan lebih tinggi dan diatur tersendiri.Dalam pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.

Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Melalui pendaftaran tanah tersebut akan menghasilkan surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, lazim disebut sertifikat hak ( Efendi Perangin,1986: 3)

Hal Pendaftaran Tanah ini kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP) yang menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.


(12)

commit to user

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ( akta PPAT) merupakan salah satu unsur utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.

Hal yang perlu diketahui dan dipahami berkaitan dengan pendaftaran peralihan hak pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP) Pasal 37 antara lain : peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melaui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwewenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 37 ayat 1).

Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan Akta yang dibuatnya. Jual beli tanah hak milik, misalnya, harus dilakukan di PPAT dan dibuatkan Akta Jual Beli.

Di dalam UU BPHTB pasal 24 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa:

1 Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan

hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB 2 Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB

2.a Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3 Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(13)

commit to user

Di dalam UU BPHTB pasal 25 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa:

1 Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

2 Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Dari ketentuan pasal-pasal tersebut, menunjukkan bahwa ketika masyarakat memerlukan pelayanan untuk membuat akta peralihan hak harus terlebih dahulu melakukan pelunasan pembayaran pajak BPHTB.

Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak

(NPOP)dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NPOPTKP)dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah BPHTB = 5 % X (NPOP - NPOPTKP)

Dalam pelaksanaan proses jual beli fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan di mana disyaratkan agar sebelum menandatangani akta dipenuhi segala syarat-syarat, termasuk didalamnya pembayaran pajak (BPHTB).

Sanksi yang ditujukan terhadap PPAT juga meupakan sebagai penyadaran, bahwa PPAT dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT. Di samping itu, pemeberian sanksi terhadap PPAT juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan PPAT yang dapat merugikan masyrakat, misalnya membuat akta yang tidak melindungi hak-hak yang bersangkutan.


(14)

commit to user

Penulis ingin mengetahui apakah PPAT dalam melaksanakan proses jual beli sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Berdasar latar belakang yang terurai diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi dengan judul :

“FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DIKOTA SURAKARTA”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian karya ilmiah sangat penting agar maksud dan tujuan penelitian lebih mendalam, terarah dan tepat mencapai sasaran karena itu untuk memudahkan pencapaiaan tujuan dan pembahasannya, maka dalam penyusunan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi PPAT dalam proses jual beli berkaitan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB ?

2. Apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar

ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

b. Untuk mengetahui pelanggaran apa yang dilakukan PPAT dan akibat hukumnya.

2. Tujuan Subyektif

a. Memperoleh data sebagai bahan penyusunan skripsi guna


(15)

commit to user

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Memperluas, mengembangkan pengetahuan serta pemahaman

aspek hukum dalam teori dan praktek lapangan hukum yang berguna bagi penulis.

c. Memberi gambaran realita bagi penulis atas teori-teori yang di dapat di bangku perkuliahan dalam kehidupan di masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis :

a. Memberi tambahan wacana kepustakaan pada ilmu hukum khususnya Hukum Agraria dalam hal penelitian Fungsi PPAT dalam pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah bahan referensi di bidang karya ilmiah dan masukan bagi penelitian di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis :

a. Memberi jawaban atas permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini, yaitu apakah PPAT dalam melakukan proses jual beli di kota surakarta sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 dan sudah efisien.

b. Meningkatkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

c. Bagi Masyarakat, dengan penelitian ini diharap menambah pengetahuan tentang Ilmu Hukum.

E. Metode Penelitian

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan mempelajari satu


(16)

commit to user

atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya, mengadakan pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hokum tersebu, serta mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan” (Soerjono Soekanto, 2006: 43).

Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, di mana metode penelitian merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan jenis yang akan dihadapi.

Sehubungan dengan hal tersebut, metode yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum hukum doktrinal/normatif yaitu penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma (hukum positif dalam sistem perundang-undangan, Putusan Pengadilan, Asas Keadilan).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat perskriptif yaitu dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. “Jawaban yang diharapkan dalam penelitian yang bersifat preskriptif adalah right, appropriate, inappropriate atau wrong. Dapat dikatakan hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai”(Peter Mahmud, 2005 : 35).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan permasalahan hukum yang sedang diteliti. Pendekatan Undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu Undang-undang dengan Undang-undang lainnya.’Hasil dari telaah itu merupakan suatu argument untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi”(Peter Mahmud,2005 : 97).


(17)

commit to user 4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa jenis data Primer dan sekunder.

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber primer atau sumber-sumber utama yang berupa fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang bersangkutan, yaitu dari Kantor Pajak, BPN disurakarta. b. Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara

langsung dari lapangan. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi bahan-bahan documenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Selain itu data-data sekunder ini antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,buku-buku, hasil penelitian yang berwujud

laporan-laporan, buku harian dan seterusnya (Soerjono

Soekanto,2006:12)

5. Sumber Data

Sumber data sekunder adalah data yang tidak secara langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang berupa :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan,

3) Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960


(18)

commit to user

5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

6) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

7) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan BPHTB dan laporan bulanan akta oleh PPAT kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP Pratama)

b. “Bahan hukum tersier atau bahan non hukum, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya bahan media dari internet, kamus dan sebagainya” (Peter Mahmud, 2005 : 142-163).

6. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen atau kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan berupa peraturan Perundang-Undangan, dokumen-dokumen, buku-buku, artikel, internet atau literature, dan bahan-bahan lainnya.

7. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian hukum ini, dengan mendeduksi yang berarti menarik kesimpulan atau menderivasi. Maka digunakanlah silogisme deduktif dengan metode interpretasi atau


(19)

commit to user

penafsiran. Dan interpretasi yang digunakan adalah Interpretasi bahasa (gramatikal), yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan bahasa sehari-hari. “Jadi, untuk mengetahui makna ketentuan Undang-Undang, maka ketentuan Undang-Undang itu ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari” (Peter Mahmud,2005 : 57)

- Sebagai premis mayor maka digunakan Peraturan Perundang-undangan

yaitu : Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB; Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. PP No 37 Tahun 1998; KUHPer; Per KBPN No 1 Tahun 2006.

Untuk Premis Minor :

Fungsi PPAT dalam pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB penerapan faktanya dalam masyarakat.

Dengan silogisme maka diperoleh jawaban masalah atau kesimpulan mengenai ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan PPAT dalam proses jual beli sesuai Undang-Undang No 20 Tahun 2000.

F. SISTEMATIKA PENELITIAN HUKUM

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, tiap-tiap bab


(20)

commit to user

terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dikemukakan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum ini meliputi :

A. Tinjauan Umum Tentang PPAT

1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

2. Tugas dan Kewenangan PPAT

3. Fungsi PPAT dalam UU BPHTB

4. Sanksi Terhadap PPAT

B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

1. Peralihan Hak 2. Proses Jual Beli

C. Tinjauan Tentang BPHTB

1. Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB

2. Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan analisa, serta pembahasan masalah yang secara rinci sekaligus menjawab permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya dalam perumusan masalah mengenai penganiayaan terhadap anak dibawah umur dalam rumah tangga.


(21)

commit to user BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang dapat memberikan masukan-masukan pada pihak yang terkait dari hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA


(22)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

”Pengertian PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan” ( Efendi Perangin,1986: 3)

Secara khusus keberadaan PPAT diatur dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tantang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PJPAT) yang menegaskan bahwa:

PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.” (pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998) tantang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (Parlindungan, 1982 : 42)

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dikenal umum terdiri dari dua macam yaitu PPAT Notaris dan PPAT Camat. Seorang notaries untuk bisa menjadi PPAT mesti memperoleh izin dari Kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan camat karena jabatannya otomatis menjadi PPAT. Sebab Camat itu menjadi PPAT karena jabatannya, ia tidak memerlukan surat pengangkatan. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BPN. Selain itu yang membedakannya yaitu terletak pada wewenang yang dimilikinya. Seorang PPAT memiliki wewenang yang lebih sempit dibandingkan seorang notaries. Berdasrkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998, tugas utama seorang PPAT hanya melakukan pembuatan dokumen bukti peralihan hak serta mengeluarkan akta yang


(23)

commit to user

menerangkan status atau kondisi sebidang tanah. PPAT tidak memiliki wewenang untuk membuat akta tentang pendirian badan hukum atau membuat akta tentang sewa-menyewa.

Herman Hermit menjelaskan yang dapat diangkat menjadi PPAT adalah :

a) Notaris,

b) Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan

Direktorat Jenderal Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-perturan pendaftaran tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah,

c) Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas

seorang PPAT

d) Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria.

Sekarang ini semua yang diangkat menjadi PPAT (kecuali Camat yang menjadi PPAT karena jabatannya) harus lulus terlebih dahulu ujian

yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria. ( Efendi

Perangin,1986:4).

Camat/PPAT mempunyai wilayah kerja dalam wilayah

kecamatannya, sedangkan PPAT yang lainnya tergantung dari surat keputusan tentang pengangkatannya.

b. Tugas dan Kewenangan PPAT

PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik untuk perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah susun yang terletakdiwilayahnya.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 1998 disebutkan tugas dan kewenangan PPAT . Dalam pasal 2 ayat 1 PPAT mempunyi tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan


(24)

commit to user

membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pebdaftaran perubahab data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu didaerah kerjanya yang ditentukan oleh pemerintah (kompetensi absolute) yakni kabupaten atau kota satu wilayah dengan wilayah kerja Kantor Pertanahan.

Selain itu kewenangan PPAT dalam melakukan Perbuatan hukum itu tercantum pada pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 1998 yang meliputi :

a. Jual Beli b. Tukar-menukar c. Hibah

d. Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng) e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian hak guna bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik g. Pemberian Hak Tanggungan

h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Seorang PPAT dapat diberhentikan oleh Mentri Dalam Negri/Direktur Jenderal Agraria jika ia tidak menyelenggarkan kewajibannya tersebut diatas maupun sering menimbulkan kerugian bagi orang-orang yang meminta kepadanya untuk dibuatkan akta.

c) Fungsi PPAT Dalam UU BPHTB

Menurut UU BPHTB, PPAT Notaris tidak dapat menandatangani akta. sebelum wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSB. Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dari kedua Pasal tersebut, nampak adanya kewajiban PPAT Notaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak.


(25)

commit to user

Dengan dianutnya sistem "self assessment" dalam UU BPHTB, PPAT Notaris hanya mempunyai kedudukan dalam pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan terhadap kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan, belum dapat direalisasikan. Ini disebabkan karena kelemahan sistem ini yang mendasarkan pada, kejujuran wajib pajak, yang sulit diwujudkan tanpa diawali dengan kesadaran wajib pajak akan pentingnya pajak bagi kelangsungan negara, serta tidak diberinya wewenang kepada PPAT Notaris untuk mengontrol harga transaksi yang diisikan oleh wajibpajak.

d) Sanksi terhadap PPAT

PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatnnya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (dalam Pasal 62 PP No 24 tahun 1997).

Sealnjutnya dalam peraturan jabatan PPAT (pasal 10 PP No 37 tahun 1998 yo. PerKBPN No 1 tahun 2006) menjelaskan ada dua klarifikasi pemberhentian dari jabatan PPAT, diberhentikan dengan hormat dan diberhentikan dengan tidk hormat.

PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena : a. Permintaan sendiri

b. Tidak mampu lagi menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwewenang atas permintaan menteri atau pejabat yang ditunjuk.


(26)

commit to user

c. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT

d. Diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI

Sedangkan PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena :

a. Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT.

b. Dijatuhi hukuman kurungan / penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasrkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (Adjie,Habib;2007:93)

Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (3) peraturan KBPN ini pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut :

1. Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan Peraturan Perundang-Undangan; 2. Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis

kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;

3. Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional

PPAT (Adjie,Habib;2007:144)

2) Tinjauan Umum Tentang Jual Beli a) Peralihan Hak

Peralihan hak atas tanah (berlaku juga untuk satuan rumah susun). Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena beralih atau dialihkan. Beralih misalnya karena pewarisan. Sedangkan dialihkan, misalnya karena jual-beli, tukar-menukar, hibah dan penyertaan modal berupa bidang tanah kedalam suatu perusahaan.(Hermant Hermit 2009:200)


(27)

commit to user

Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan akta yang dibuatnya.

Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut.

Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.

Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan Parlindungan menjelaskan PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen:

a). mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b) mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:

- surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum dikonversi atau surat keterangan Kepala Desa/


(28)

commit to user

Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan

- surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut. Peralihan hak ini baik karena jual beli, hibah, ttukar-menukar, maupun karena diwakfkan kesemuanya merupakan suatu pranata-pranata hukum yang diadministrasikan dengan baik oleh Kantor Pertanahan tersebut.

PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (lihat Pasal 62 PP No. 24 tahun 1997).

Parlindungan menjelaskan Dengan demikian peralihan hak tersebut diusahakan sebaik mungkin dengan menghindari segala kesulitan dibelakan hari sehingga dapat dikatakan :

a) harus membayar bea balik nama sebelum dilakukan transaksi b) menyerahkan sertifikat asli kepada PPAT

c) membuat akta PPAT dihadapan PPAT.

d) kemudian baru PPAT mengirimkan berkas-berkasnya di Kantor Pertanahan secara jabatan.

b) Proses Jual Beli

Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli


(29)

commit to user

sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat. Yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah

Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah :

1. Akta Jual Beli (AJB).

Setelah menyepakati harga tanah, maka Pembeli dan Penjual datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat AJB tanah;

2. Persyaratan AJB bagi penjual:

Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual, KTP, bukti pembayaran PBB (10 tahun terakhir), Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga, Kartu Keluarga. Sedangkan calon pembeli: KTP dan KK;

3. Proses Pembuatan AJB di Kantot PPAT:

a. Sebelum membuat Akta Jual Beli, PPAT melakukan

pemeriksaan mengenai keaslian sertipikat ke kantor Pertanahan, b. Pembuatan Akta Jual Beli: Dihadiri oleh penjual dan calon pembeli

atau orang yang diberi kuasa (secara tertulis), dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, PPAT membacakan akta dan menjelaskan isi dan maksud pembuatannya, Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT, Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk balik nama, Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya;

4. Setelah pembuatan AJB PPAT kemudian menyerahkan berkas AJB ke Kantor Pertanahan untuk balik nama. Penyerahan dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut;

5. Berkas yang diserahkan:

a. Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli, b. Akta jual beli PPAT,

c. Sertipikat hak atas tanah, d. KTP pembeli dan penjual,

e. Bukti pelunasan pembayaraan PPh,

f. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;

6. Proses di Kantor Pertanahan;

a. Setelah berkas disampaikan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya PPAT menyerahkannya kepada Pembeli;


(30)

commit to user

b. Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertipikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;

c. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertipikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Ka Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;

d. Dalam 14 (empat belas) hari pembeli sudah dapat mengambil sertipikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan. 3) Tinjauaan Tentang BPHTB

a) Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar hukum yang mengatur pengenaan BPHTB adalah UU No 20/2000 tentang perubahan atas UU No 21/1997 tentang BPHIB. BPHTB adalah pajak yang dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak sebagaiman tersebut dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Objek pajak yang dikenakan BPHTB adalah adanya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Suandy Erly menjelaskan ada beberapa hal yang mendasari penetapan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut (1) Pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat,

pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Lalu pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dan hadiah.

(2) Pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.

DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat menjadi NJOP. NJOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NJOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB. BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat


(31)

commit to user

perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

b) Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB

Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.

SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut dibawah ini

a) Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan.

b) Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

c) Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanhan Kabupaten atau Kotamdya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.


(32)

commit to user

c Kerangka Pemikiran

Penjelasan gambar kerangka pemikiran :

Inventarisasi peraturan Perundang-undangan berhubungan dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penandatanganan akta jual beli. Di dalam prakteknya atau kenyataannya apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000. Setelah itu dicari adakah kesesuaian antara teori dan prakteknya dengan interpretasi atau penafsiran untuk menemukan suatu peristiwa hukum yang terjadi.

Peraturan Per Undang-Undangan

- PP 24 Tahun 1997

- UU No 20 Tahun

2000

- UU PA No 5

Tahun 1960

- PP No 37 Tahun

1998

- KUHPer

- Per KBPN No 1

Tahun 2006 Pendaftaran Peralihan

Hak karena Jual Beli - Akta Jual Beli

- BPHTB Fakta Hukum

- Penandatanganan akta Jual beli yang mendahului

pembayaran BPHTB.

Kesimpulan

Akibat Hukum Terhadap PPAT


(33)

commit to user

Maka digunakan Interpretasi gramatikal atau berdasrkan kata-kata yang digunakan dalam Undang-Undang akan dapat dilakukan apabila kata-kata yang digunakan di dalam undang-undang itu singkat artinya tidak bertele-tele, tajam artinya akurat mengenai apa yang dimaksud dan tidak mengandung sesuatu yang bermakna ganda. Hal ini sesuai dengan karakter Undang-Undang sebagai perintah atau aturan ataupun larangan. Tidak semua Undang-Undang mengandung kata-kata yang singkat, tajam dan tidak bermakna ganda. Dalam hal ini, tidak mungkin dilakukan interpretasi menurut kata-kata dalam Undang-Undang (Peter Mahmud,2005 :112)

Setelah diporelah data-data yang diperlukan, maka penulis menyimpulkan dalam prakteknya apakah sesuai dengan teori dalam perturan Perundang-Undangan.


(34)

commit to user BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Pada Jual Beli

1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah Dan Bangunan

Untuk menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan khususnya tentang kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki seseorang atau badan hukum, maka kegiatan pendaftaran tanah menjadi penting dan mutlak dilaksanakan. Hal ini menjadi dasar dalam Pasal 19 UUPA yang menghendaki diselenggarakannya pendaftaran tanah guna menjamin kepastian hukum pemilikan hak atas tanah.

Peran PPAT sangatlah penting, dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik menyangkut data fisik mengenai tanahnya: lokakasinya, batas-batasnya, luasnya bangunan dan tanaman yang ada diatasnya, maupun mengenai hubungan hukum yang menyanngkut bidang tanah itu atau data yuridisnya mengenai hak : haknya apa, siapa pemegang haknya,dan ada tidaknya pihak lain.

PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan sebagaimana dimaksud dalam PP No 10 Tahun 1961.

Menurut ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak hanya dapat terjadi apabila dibuktikan dengan akta PPAT, kemudian dalam UUPA sendiri disebutkan PPAT sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindhkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan kemudian ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak


(35)

commit to user

tanggungan atas tanah beserta benda-benda yaitu Pejabat Umum yang berwewenang membuat akta pemindahan hak atas tanah pembebanan hak atas tanah, akta-akta lainnya yang diatur dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftran tanah. Dan yang terakhir mampu meningkatkan sumber penerimaan Negara dari pajak, PPAT bereperan besar dalam memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan sebelum membuat akta.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka segala perbuatan hukum yang berkenan dengan obyek, berupa tanah, harus dilakukan dengan Akta otentik yaitu dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dengan menggunakan Formulir yang dibuat dalam bentuk yang telah baku. Pasal 1868 BW menegaskan bahwa Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Substansi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah merupakan alat bukti yang menjamin kebenaran suatu transaksi atas tanah yaitu baik kebenaran tanggal maupun atas subyek hukumnya.

Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah maka pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertananan yang menggunakan akta oleh PPAT sebagai dasar untuk melakukan pencatatan dalam buku tanah, meskipun demikian Akta PPAT merupakan alat bukti yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan sehubungan dengan adanya suatu transaksi yang merefleksikan adanya perjanjian diantara pars pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran peralihan hak atas tanah maka pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Kepala Pertanahan dalam prakteknya menggunakan akta yang dibuat oleh PPAT. Karena tanpa adanya akta PPAT, kepentingan dari pihak ketiga


(36)

commit to user

maupun Badan Pertanahan Nasional sendiripun tidak dapat dilakukan. Mengingat akta PPAT merupakan bukti yang diharuskan oleh Perundang-undangan sehubungan dengan adanya suatu perjanjian diantara para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini merupakan salah satu tugas dari PPAT untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan.

Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dipenuhi syarat terang(bukan perbuatan hukum gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan hukum beli yang dilakukan. Dengan demikian ketiga sifat jual-beli yaitu tunai,terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan pemindahan hak, maka akta tersebut secara implicit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya yang baru.

Dalam skripsi ini yang akan penulis bahas yaitu dalam masalah jual beli. Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat

Jual beli merupakan peralihan hak yang paling sering terjadi dilakukan oleh masyarakat daripada peralihan hak lainnya. Jaul beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.


(37)

commit to user

Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam KUHP, jual-beli adalah suatu perjanjian dengan mana fihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu bennda dan fihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan (pasal 1457).

Pengertian jual-beli yang disebutkan oleh pasal 1457 KUHPerdata, yaitu : suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di janjikan.

Dengan terjadinya jual-beli itu saja hak milik atas benda yang bersangkutan belumlah beralih kepada pembelinya, sungguhpun misalnya harganya sudah dijual dan kalau jual-beli tersebut mengenai tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli.

Hak milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pembelinya, jika telah dilakukan apa yang disebut “penyerahan yuridis”(juridische levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah.Beralihnya hak milik atas tanah yang dibeli itu hnaya dapat dibuktikan dengan akta tersebut. Perbuatan hukum itu lazim disebut “balik-nama”(terjmhan dari overschrijving), aktanya disebut “akta balik nama” dan pejabatnya “pejabat balik nama”

Untuk sekarang apabila ingin "membalik nama" harus ditingkatkan menjadi Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu untuk jual beli hak atas tanah yang tidak dibuat dengan Akta PPAT, maka yang sering dilakukan dengan membuat perjanjian dimana dibuat dibawah tangan antara para pihak itu sendiri yaitu pihak pembeli dengan pihak penjual, dan dihadiri oleh saksi minimal 2 (dua) orang. Dan untuk menjamin dan' keabsahan dari perjanjian itu biasanya dalam perjanjian itu dibuat diatas kertas bermaterai secukupnya sehingga perjanjian dibawah tangan tersebut dapat dikatakan sah.

Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan, pihak penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Peraturan perundangan yang mengatur hal


(38)

commit to user

ini antara lain : untuk penjual dikenai Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, sedangkan pihak pembeli dikenai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, diperlukan seorang PPAT untuk membuat aktanya, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia Pasal 1 ayat (24). Peraturan perundangan yang mengatur tentang pajak atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan baik untuk pembeli maupun penjual mensyaratkan PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak membayar pajaknya. Baik undang-undang yang berkaitan dengan PPh maupun BPHTB keduanya menganut sistem self assessment dimana para wajib pajak dipercaya untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak masing-masing.

Dalam pelaksanaan jual-beli tanah, hak atas tanah diserahkan dari penjual kepada pembeli setelah adanya pembayaran harga tanah. Pengalihan tanah dari penjual kepada pembeli tersebut harus disertai dengan penyerahan yuridis, yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-undang. Menurut penulis, kewajiban menyerahkan surat bukti milik atas tanah yang dijual sangat penting, seperti disebutkan dalam Pasal 1482 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik.

Pada waktu dilakukan penyerahan yuridis itu, baik pembeli maupun penjual kedua-duanya wajib hadir. Biasanya penjual perjanjian jual-beli itu. Penjual dan pembeli datang kekantor PPAT yang berwewenang membuat akta mengenai tanah yang dijual. Mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa.

Jual beli adalah suatu persetujuan denagan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikian rumusan pasal 1457 KUHPer. Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan


(39)

commit to user

kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual(widjaja,gunawan,2003:7)

Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugasnya membuat akta jual beli tanah dilakukan dikantornya, dengan dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis. Apabila salah satu pihak dalam melakukan perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, maka PPAT dapat membuat akta diluar kantornya yang masih dalam wilayah kerjanya, dengan ketentuan pada saat pembuatan aktanya para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta yang telah disepakati.

Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT. Penandatanganan para pihak, saksi-saksi, dan oleh PPAT dilakukan segera setelah akta dibacakan. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupasehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan.

Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sah-nya perbuatan hukum yang bersangkutan. Perbuatan hukum pemindahan hak dalam hukum tanah nasional memakai dasar hukum adat, yang sifatnya tunai, dengan dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan hak atas tanah menjadi objek berpindah kepada penerima hak. Pemindahan hak-nya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT. Dengan demikian akta PPAT merupakan syarat bagi pendaftaran pemindahan hak. Fungsi akta PPAT yang dibuat adalah sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Dan karena perbuatan hukum itu sifatnya tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas tanah yang bersangkutan kepada penerima hak. Karena data pada PPAT sifatnya tertutup untuk umum, pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya terbatas pada para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan


(40)

commit to user

dan para ahli waris serta orang-orang yang diberi hak oleh mereka. Setelah didaftarkan baru diperoleh alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang berlaku juga terhadap pihak ketiga, karena data pendaftaran tanah pada kantor pertanahan bersifat terbuka untuk umum. Selain diperoleh alat bukti berupa catatan dalam buku tanah dengan daya pembuktian yang lebih luas daripada akta PPAT, dengan didaftarkannya pemindahan hak yang bersangkutan diperoleh juga alat pembuktian yang kuat yaitu berupa sertifikat hak atas tanah atas nama penerima hak.

Akta yang dibuat PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT dan PPAT Sementara berkewajiban untuk memeriksa persyaratan jual-beli tanah untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Syarat jaul-beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan sayat formil.

Syarat yang diteliti, yaitu : 1. Syarat materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain :

a. Penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah.

Pemegang sah dari hak atas tanah yang dijual atau pemilik, adalah yang berhak menjual suatu bidang tanah, apabila subyek hukumnya adalah orang. Dalam hal, hak milik atas tanah terdapat lebih dari satu pemilik, maka yang berhak menjual adalah mereka yang memiliki tanah tersebut secara bersama-sama, dilarang dijual oleh satu orang saja. Pemilikan bersama hak milik atas tanah itu biasanya terjadi karena pewarisan atau dahulu pernah membeli secara patungan atau bersama-sama, atau juga karena pernah diperoleh secara bersama-sama secara hibah.


(41)

commit to user

Tanah yang dijadikan obyek jual beli diperoleh selama perkawinan, sesuai Pasal 35 Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebut harta bersama atau harta gono-gini maka hanya boleh dijual oleh suami dan isteri bersama-sama atau atas persetujuan bersama. Demikian pula kalau tanah itu dibeli oleh suami dengan menggunakan pendapatannya, maka tanah itu adalah harta bersamanya dengan isterinya yang dapat dijual oleh keduanya. Oleh karena itu, suami atau isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual, seandainya suami atau istri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat bukti secara tertulis yang menyatakan bahwa suami atau istri menyetujui untuk menjual.

Kecuali harta bawaan (sudah ada sejak sebelum berkeluarga) atau hibah atau warisan yang diperoleh selama perkawinan adalah milik yang mempunyai (seorang diri), jadi apabila akan menjual tanah tersebut dapat dilakukan tanpa persetujuan bersama.

Pihak sebagai penjual harus memenuhi syarat tertentu, yakni cakap untuk melakukan perbuatan hukum jual-beli tanah, yaitu usia harus dewasa (21 tahun menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW, atau 17 tahun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Jadi apabila seseorang yang berumur 18-20 tahun yang belum menikah, dianggap belum dewasa sehingga dikatakan belum cakap melakukan jual beli tanah, dan apabila seseorang tersebut masih berumur 17 tahun tetapi sudah menikah dianggap sudah dewasa dan dikatakan sudah cakap melakukan jual beli tanah.

Syarat sebagai pihak sebagai penjual, apabila :

1) Anak berumur 18 tahun dan belum menikah, berarti tidak berwewenang melakukan jual-beli tanah, walaupun ia yang berhak atas tanah itu. Jual beli tanah dapat terlaksana, apabila yang berindak adalah ayah/ibu atau keduanya dari anak tersebut sebagai orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Jika orang tuanya


(42)

commit to user

sudah meninggal dunia, dan kepentingan anak itu menghendaki maka jual beli tanah dilakukan dibawah perwalian.

2) Sebidang tanah dalam sertifikat atas nama isterinya, sedangkan tanah tersebut adalah harta bersama dengan suaminya, maka isteri tidak berwewenang menjual tanah tersebut secara sendiri, melainkan bersama-sama dengan suaminya, atau suaminya memberi persetujuan tertulis kepada isteri untuk melakukan jual beli rumah.

3) Sebidang tanah tercatat atas nama X, tetapi ia tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sedang berada di bawah pengampuan, maka yang berwewenang menjual tanah tersebut adalah pengampu si X, tetapi harus ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam hal subyek hukum adalah Badan Hukum, maka jual beli tanah harus diwakili oleh pengurus yang ditunjuk dan berwewenang bertindak untuk dan atas nama Badan Hukum tersebut, dengan persetujuan Komisaris/Pengawas atau pengurus lain sesuai dengan Anggaran Dasar Badab Hukum yang bersangkutan. Apabila menjual sebagian besar kekayaan perseroan harus dengan perstujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terabatas.

Pejual dapat diwakili oleh kuasanya, yang mana harus dengan surat khusus yang ditandatangani oleh pihak penjual. Sipenerima kuasa ini dapat bertindak selaku penjual dalam transaksi jual beli tanah sesuai dengan kewenangannya dalam surat kuasa tersebut.

b. Pembeli adalah pihak yang diperkenankan membeli tanah.

Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya Warga Negara Indonesia


(43)

commit to user

tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah yakni badan-badan hukum yang bergerak dibidang social dan

keagamaan (pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai

kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum, dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2)UUPA).

Dalam hal ini, pembeli atau calon penerima hak, harus membuat pernyataan yang menyatakan:

1) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak

menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak

menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3) Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan yang telah dibeikan tidak benar, maka tanah kelebihan atau tanah absentee (guntai) tersebut menjadi obyek landenform.

4) Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumannya, apabila pernyataan yang telah diberikan tidak benar.

Pernyataan yang diberikan oleh pembeli atau calon penerima hak tersebut, dalam praktik hanya formalitas saja. Jadi, dalam praktik, PPAT tidak perlu meminta bukti bahwa pembeli tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketetntuan maksimum penguasaan tanah. Apbila waktu pendaftaran tanah, si pembeli atau calon penerima hak tersebut ketahuan memiliki tanah yang melebihi ketentuan maksimum atau


(44)

commit to user

memiliki lebih dari 5 sertifikat tanah, hanya dikenakan biaya oleh BPN/Kantor Pertanahan.

Ditinjau dari beberapa segi dan demi kepastian hukum serta untuk menjatuhkan kemelut hukum, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menolak pembuatan akta dan diberitahukan secara tertulis kepda pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya, apabila :

1) Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan melanggar hal tersebut kemungkinan PPAT akan menghadapi masalah dikemudian hari. 2) Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak

disampaikan surat bukti hak atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut, surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan yang belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.

3) Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan mengenai data fisik dan atau data yuridisnya sedang disengketakan oleh orang atau badan hukum (baik sudah berada dalam tangan penegak hukum maupun yang belum).

4) Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwewenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Hak atas tanah dibebani hak tanggungan (hipotik/Credietverband) jika

tidak ada kesepakatan sebelumnya dengan pihak kreditur. 6) Hak atas tanah dikuasai negara.


(45)

commit to user

8) Tanah-tanah yang dicadangkan untuk tujuan suatu proyek, terutama proyek vital.

9) Bidang tanah hak yang terletak di luar wilayah kerja Pejabat tersebut. 10) Tanah wakaf (karena sesuai Hukum Islam bahwa suatu tanah yangtelah

diwakafkan tidak dapat dirubah lagi peruntukkannya/penggunannya). 11) Tanah gadai (kecuali dapat diselesaikan sebelumnya dengan pemegang

gadai)

Syarat materiil tersebut harus dipenuhi, apbila salah satu syarat materiil tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya, atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah, atau tanah yang diperjual belikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualeblikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah.

2. Syarat Formil

Untuk tanah yang bersertifikat, meliputi : a. Data tanah, terdiri dari:

1) Sertifikat tanah asli.

Sertifikat tanah asli digunakan untuk penegecekan dan balik nama.

2) Bukti telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Yang diperlukan adalah Pajak Bumi dan Bangunan 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran.

3) Surat setoran BPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan).

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan bagi orang pribadi atau badan hukum sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Kena Pajak (untuk jual beli adalah harga transaksi/harga jual) dengan nilai


(46)

commit to user

Perolehan Obyek Tidak Kena Pajak. Nilai jual yang tidak kena pajak, setiap Dati 11 berbeda-beda. Untuk wilayah surakarta, nilai yang tidak kena pajak adalah Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Misal NJOP Tanah sebesar Rp. 65.000.000,oo berlokasi di kecamatan pasar kliwon wilayah surakarta. Nilai

yang tidak kena pajak diwilayah tersebut adalah

Rp.20.000.000,00. Jadi BPHTB adalah {NJOP (harga jual)-nilai tidak kena pajak } x 5% = {Rp.65.000.000,00-Rp.

20.000.000,00}x 5%= Rp.45.000.000,00 x 5% =

Rp.2.250.000,00

4) Surat Setoran PPh (Surat Setoran Pajak Penghasilan).

Apabila harga jual tanah di atas Rp 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) di Bank atau Kantor Pos. Perhitungannya adalah NJOP (harga jual) x 5%. Apabila harga jual tersebut kurang dari Rp 65.000.000,00 tidak kena pajak.

Apabila sudah tercapai kesepakatan harga antara anda dan pembeli maka pertama tama datang ke kantor PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk minta dibuatkan Akta Jual Beli (AJB). PPAT adalah Pejabat Umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang tugasnya adalah membuat Akta, yang menjadi bukti telah dilakukannya perbuatan hukum Peralihan Hak atas Tanah dari Penjual ke Pembeli.

Sebelum PPAT membuat AJB, maka PPAT akan memeriksa terlebih dahulu Sertipikat ke Kantor Pertanahan guna mengetahui

a. Apakah Sertipikat tersebut asli

b. Apakah Sertipikat tersebut sedang dijaminkan atau tidak c. Apakah sertifikat tersebut sedang dalam sengketa atau tidak.

Akta Jual Beli (AJB) ini adalah media bagi Kantor Pertanahan / BPN untuk membalik nama sertipikat ke nama pembeli .Adapun syarat syarat yang akan diminta oleh PPAT untuk dilengkapi adalah :


(47)

commit to user Pihak Penjual membawa :

- Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual. - Kartu Tanda Penduduk.

- KTP Pemilik (suami - istri) bagi yang sudah menikah

- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan(10 Tahun Terakhir) - Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga. - Kartu Keluarga.

- bukti pembayaran PBB (10 tahun terakhir)

- Akta Nikah (Surat Nikah) bagi yang sudah menikah

- Jika Suami/isteri penjual meninggal maka yang harus dibawa adalah Akte Kematian.

Sedangkan pihak calon pembeli membawa : - Kartu Tanda Penduduk.

- Kartu Keluarga. - NPWP

Apabila suatu badan hukum misalnya PT atau Yayasan, apbila akan menjual atau membeli tanah harus membawa syarat-syarat antara lain :

1. Copy KTP Direksi & Komisaris yang mewakilli.

2. Copy Anggaran Dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri

Kehakiman dan HAM RI.

3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan sebagian kecil aset tersebut.

Apabila data-data tersebut sudah lengkap kemudian dicocokkan, setelah itu semmuanya difotocopy dan dilegalisir sesuai aslinya oleh PPAT kemudian dikembalikkan lagi kepada yang berkepentingan, tetapi untuk sertifikat tidak difotocopy.

Dan Sebelum dilakukan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) juga Pembeli dan Penjual berkewajiban membayar :

Bagi Penjual:

Membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% x nilai jual (jika nilai jual diatas Rp. 60.000.000)


(1)

commit to user

2 Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dalam Pasal 25 ditetapkan bahwa PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Dirjen Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya.Bagi PPAT/Notaris atau Kepala Kantor Lelang Negara yang melanggar ketentuan pasal 25 ini dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp.250.000,- untuk setiap laporan.

PPAT juga berkewajiban untuk menyerahkan laporan tentang pembuatan akta disertai dengan copy SSB kepada KPP Pratama. Penyampaiaan laporan ini diperlukan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban dibidang perpajakan. Laporan PPAT sekurang-kurangnya memuat nomor, tanggal akta, status hak, letak tanah dan bangunan, luas tanah, luas bangunan, nomor dan tahun surat pajak, NJOP, harga transaksi, nama dan alamat pihak yang mengalihkan dan yang memperoleh hak, serta tanggal dan jumlah setoran pembayaran pajak berupa (SSB).

Penyampaian laporan bulanan atas akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh PPAT diperlukan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan pembayaran pajak (BPHTB) atas terjadinya peralihan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut, dan juga bagi petugas pajak untuk melihat kebenaran besarnya pengenaan pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), mengkompilasikan data yang ada di Bank dengan yang dilaporkan PPAT, serta memilah BPHTB yang bersumber dari peralihan hak atas tanah dan atau bangunan dari PPAT dengan yang bersumber dari peralihan pada kantor pertanahan (BPN).

Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dari kedua


(2)

commit to user

Pasal tersebut, nampak adanya kewajiban PPAT Notaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak.

B. Akibat Hukum Bagi PPAT Yang Melanggar Ketentuan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB

Bagi Pejabat PPAT/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan pasal 24 dan pasal 25 akan dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan pasal 26:

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 ( tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

(2a) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2a), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3a) Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi atas pelanggaran ketentuan penandatanganan akta yang melanggar ketentuan penandatanganan akta dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar


(3)

commit to user

Rp 7.500.000 untuk setiap pelanggaran. Denda yang cukup besar jumlahnya ini dimaksudkan agar PPAT berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga PPAT tidak menyimpang dari ketentuan UU BPHTB. Selain sanksi atas pelanggaran ketentuan penandatanganan akta, UU BPHTB juga mengatur sanksi terhadap PPAT yang melanggar ketentuan pelaporan. Adanya sanksi ini dimaksudkan agar pejabat yang berwewenang melaporkan setiap akta yang dibuatnya, yang akan digunakan oleh KPP Pratama untuk memeriksa kebenaran pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB terutang. Apabila PPAT tidak memenuhi ketentuan pembuatan dan penyampaiaan laporan akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 250.000 untuk setiap pelanggaran tentang pelaporan.

Mengenai pemeberian sanksi administrasi dan denda dalam hal penandatanganan akta jual beli mendahului kewajiban pembayaran BPHTB tidak langsung diberikan. Karena realitinya dari pihak pegawai kantor pajak memberikan kelunakan pada PPAT dalam hal pengampunan. Tetapi hanya beberapa PPAT yang mendapatkan pelunakan dari pihak Kantor Pajak PPAT yang sudah sering bekerja sama pada kantor Pajak. Dan mereka kebanyakan PPAT yang sudah senior.

Dalam hal penyampaiaan laporan tentang pembuatan akta disertai copy SSB kepada KPP Pratama banyak PPAT yang memberikan laporan terlambat melebihi ketetntuan yang seharusnya diatur dalam UU BPHTB. Mereka memberikan laporan terlambat karena ada yang sibuk, dan ada yang belum jadi akta jual belinya. Dalam prakteknya dari pihak Kantor Pajak tidak langsung memberikan sanksi berupa ancaman denda. Kantor Pajak memberikan teguran tertulis dahulu, ada yang lewat telpon karena waktu lebih cepat. Mereka pihak Kantor Pajak memberi waktu tempo seminggu kepada PPAT untuk segera memberikan laporan.

Dalam skripsi ini maka penulis berkesimpulan bahwa fungsi PPAT dalam pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB antara teori dan prakteknya tidak bisa berjalan seimbang. Dalam hal ini PPAT seharusnya berfungsi sebagai pelayan masyarakat dalam pendaftaran tanah. Karena ketentuan UU NO 20 Tahun


(4)

commit to user

2000 Tentang BPHTB memberikan ketentuan bagi PPAT dalam pemenuhan pemungutan pajak. Seharusnya dalam hal pemungutan pajak adalah urusan pegawai Kantor Pajak.


(5)

commit to user

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “ Fungsi PPAT dalam pelaksanaan proses jual beli sesuai UU NO 20 Tahun 2000 di kota Surakarta”,maka penulis menyampaikan simpulan dan saran-saran sebagai berikut:

1. Fungsi PPAT menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2000 dalam pasal 24

ayat satu menjelaskan PPAT hanya dapat menandatanagani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Tetapi dalam prakteknya tidak terlaksana disebabkan akta jual beli telah ditandatangani terlebih dahulu penandatanganan akta jual beli telah mendahului dulu dari kewajiban membayar BPHTB dulu. Pihak pembeli dan penjual menginginkan pembuatan akta jual beli sekaligus dengan pembayaran BPHTB. Sehingga pencantuman tanggal akta jual beli berbeda dengan tanggal bukti pembayaran BPHTB. Dan ada juga PPAT yang mempertimbangkan demi menghindari kewajiban membayar denda yang mengancam dirinya, nomor dan tanggal akta yang dicantumkan dalam aktanya akan ditentukan setelah atau setidak-tidaknya sama dengan tanggal yang tercantum dalam bukti pembayaran pajak yang menjadi kewajiban penjual dan pembeli di bayarkan di Kantor Pajak Pratama.

2. Secara teoritis akibat hukum bagi PPAT yang melanggar ketentuan

Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Apabila PPAT melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dan (2), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 untuk setiap pelanggaran dan PPAT yang melanngar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp.250.000 untuk setiap laporan. Dalam prakteknya sanksi dan denda tersebut tidak lagsung diberikan. Tetapi dari pihak Dirjen Pajak karena ada kelunakan dalam pemberian sanksi ancaman denda maka diberikan sanksi teguran tertulis


(6)

commit to user

terlebih dahulu. Diberikan waktu tempo seminggu pada PPAT yang biasanya sudah sering kerja sama pada pegawai pajak. Dan kebyakan mereka PPAT yang sudah senior.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan diatas, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya PPAT dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang BPHTB

harus tegas, artinya sebelum melaksanakan penandatanganan akta jual beli, jika tidak diserahkan bukti pembayaran BPHTB oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, PPAT harus berani menolak atau menunda terlebih dahulu pelaksanaan penandatanganan akta sampai diserahkan bukti pembayaran BPHTB, tanpa harus takut kehilangan klien. Selain itu PPAT agar berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga tidak menyimpang dari ketentuan Undang-undang BPHTB, jika tidak dikenakan denda yang cukup besar.

2. Pembayaran pajak hendaknya dapat lebih disosialisasikan kepada masyarakat

sehingga masyarakat benar-benar memahami tata cara pembayaran pajak, bukan hanya memahami pembayaran PBB, tetapi dapat juga mengetahui pembayaran pajak lainnya seperti pembayaran PPh dan Pajak BPHTB yang sudah menjadi kewajiban dari wajib pajak tersebut untuk melakukan penyetoran atau pembayaran pajak sebelum melakukan perbuatan hukum akta jual beli dihadapan PPAT.

3. Dari sisi Direktorat Jenderal Pajak seharusnya dapat menetapkan NJOP PBB

yang pasti dan adil sesuai dengan harga pasar atau setidak-tidaknya menyatakan kepada masyarakat bahwa nilai atau harga yang dipakai untuk segala transaksi atas tanah dan atau bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak PBB.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

6 129 121

PELAKSANAAN PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BERDASARKAN UU NO 21 TAHUN 1997 JO UU NO 20 TAHUN 2000 DAN PERSEPSI PPAT/NOTARIS TERHADAPNYA DI KABUPATEN SLEMAN.

1 4 59

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH (Studi di Pengadilan Negeri Surakarta dan Kantor Pertanahan Surakarta

0 1 15

Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kabupaten Badung.

2 16 63

PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN ATAU BANGUNAN DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 79

Penentuan Harga Jual Beli Tanah Dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

0 0 17

BAB II SISTEM PEMUNGUTAN BPHTB DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA TANJUNG BALAI A. Jenis-jenis Sistem Pemungutan Perpajakan - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Bel

0 1 27

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

0 1 15

SUATU TINJAUAN TENTANG ARTI PENTING AKTA PPAT DALAM JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DAN PENDAFTARANNYA

0 0 72

PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 1 13