Ibadah Haji IBADAH HAJI DAN PENDIDIKAN AKHLAK

BAB II IBADAH HAJI DAN PENDIDIKAN AKHLAK

A. Ibadah Haji

a. Pengertian Ibadah Haji Secara etimologi kata haji adalah berasal dari bahasa Arab yaitu ﺞ ﺣ – ﺞ ﻳ - ﺎ ﺠ ﺣ berarti berziarah, mengunjungi, menyengaja. 1 Namun dalam penggunaannya para ulama telah sepakat bahwa kata haji digunakan dalam pengertian untuk mengunjungi ka’bah untuk menyelesaikan manasik haji. 2 Sedangkan pengertian haji menurut istilah syara’ di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat yang pada intinya sama. Di antaranya, menurut Sayyid Sabiq ﻜ ﺩ ﺼ ﺞﺤ ﷲ ˛ ﻭﷲ ﺩ ﺀ ﺩ ﻷ ˛ ﻲﺴ ﷲ ﻭ ˛ ﻭ ﻭ ﷲ ﻭ ﺭ ˛ ﻟ ﺴ ﻨ ﷲ ﺭﺴ ﻭ ˛ ﷲ ﺭﻷ ﺠ ﺴ ˛ ﻪ ﻀ ﺭ ﺀ ﻭ Menyengaja mengunjungi Makkah untuk menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya. 3 Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaily menyatakan: ﺀ ﺩ ﻷ ﻜ ﷲ ﺩ ﺼ لﺎﻌﻓا ﺼ ﻭ ﺼ ˛ ﻜ ﺭ ﻴ ﺯ ﻭ ﻭ ﻭ ﺼ ل ﻭ ﺼ ﺯ ﻰ ﻭ ﺼ Menyengaja mengunjungi ka’bah untuk mengerjakan perbuatan tertentu atau mengunjungi tempat tertentu pada waktu tertentu 4 Menurut Majeed, the hajj is visit a specified place during a specified time to perform specified rites as acts of submission. 5 Haji adalah 1 Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap Di sertai Rahasia dan Hikmahnya, Solo: Era Intermedia, 2006, cett. I, hlm. 3 2 M. Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Haji, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999, cet. 3, hlm. 2 3 Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah Juz 5, Kuwait: Darul Bayan, 1968, hlm. 20 4 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu, Juz III, Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, hlm. 8 mengunjungi tempat tertentu selama waktu tertentu untuk melaksanakan ritual atau ibadah khusus sebagai pengakuan akan kepasrahan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud haji adalah suatu kegiatan mengunjungi Makkah yang dilakukan pada waktu tertentu untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan khusus berupa thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya. b. Dasar Hukum Haji Setiap ibadah dalam Islam, pelaksanaannya harus berdasarkan nash hukum yang tegas baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Haji adalah salah satu rukun Islam setelah syahadatain, shalat, zakat, dan puasa. 6 Adapun dasar haji tersebut sebagai berikut: a. Al-Qur’an − QS. Ali Imran: 97 ﹰ ﻼ ﻴ ِ ﺴ ِ ﻪﻴ ﹶ ﷲ ِ ﺇ ﹶ ﹶﺴ ِ ِ ﻴ ﹾ ﷲ ﺞِ ﺤ ِ ﺱ ﱠﻨ ﷲ ﻰ ﹶ ِ ﷲ َ ِ ﻭ ... ل ﺭ ١ : ٩٧ Dan karena Allah, wajiblah atas orang-orang yang melakukan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu melaksanakan perjalanan ke sana. 7 QS. Ali Imran: 97 − QS. al-Baqarah 196 ِ ﻪﱠ ِ ﷲ ﹶﺭ ﹾ ﷲ ﻭ ﺞﺤ ﹾ ﷲ ﻭ ِ َ ﻭ .... ﺭﷲ : ١٩٦ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. 8 QS. al-Baqarah: 196 − QS. al-Baqarah: 197 ﻰﻓ لاﺪ܆ ﻻو قْﻮﺴﻓ ﻻو ﺚﻓر ݣﻓ ﱠ܅ﺤْ݆ا ﱠﻦﻬْݛﻓ ضﺮﻓ ْﻦﻤﻓ ﱢۗ܅ﺤْ݆ا .... 5 FSA Majeed, The Hajj: The Law and The Rationale, Singapore: Ze Majeed’s Publishing, 1995, hlm. 5 6 Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2003, hlm. 213 7 Departemen Agama, Op. cit, hlm. 62 8 Ibid, hlm. 30 ﻟ ةﺮﻘﺒ݆ا : ١٩٧ Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. 9 QS. al- Baqarah: 196 b. Hadits Rasulullah ﷲ ﺩ ﻨ ﺜ ﺩ ﺤ ﻴ ﺴ ﻰ ﻅﻨ ﺤ ﻨ ﺭ ل ﻰ ﺴ ﻭ ل ﺭ ﺩ ﷲ ﺭ ﻜ : ُ ﷲ ﻰ ﺼ ِ ﷲ ُ لﻭ ﺴ ﺭ َ ل ﹶ ﹶﻭ ﷲ ﱠﻻ ِ ﻪﹶ ﷲ ِ ﹶ ﻻ ﹶ ِ ﺩ ﹶ ﹶ ﺸ ٍ ﺱ ﹶ ﻰ ﹶ ﹶ ﻼ ﺴ ِ ﻻ ﹾ ﻲ ِ ﻨ ﱠ ﺴ ﻭ ِ ﻪﻴ ﹶ ِ ﺀ ﹶﻴ ِ ﻭ ِ ﹶ ﻼ ﺼ ﷲ ِ ﹶ ِ ﺇﻭ ﷲ ُ لﻭ ﺴ ﺭ ﺩ ﺤ ِ ﻭ ﺼ ﻭ  ﺞﺤ ﹾ ﷲ ﻭ ِﹶ ﻜ ﺯ ﷲ ﻀ ﺭ 10 ﺭ ﷲ ﻭ ﺭ Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam didirikan atas lima dasar, bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, mengunjungi Baitullah ,berpuasa di bulan Ramadhan.” HR. Bukhari c. Ijma’ Ulama Para ulama telah sepakat bahwa haji diwajibkan kepada kaum muslimin hanya satu kali seumur hidup, adapun selebihnya adalah sunnat. 11 Berdasarkan hadis Rasulullah ﹶ ﻨ ﹶ ﺜ ﺩ ﺤ ل ﻰ ﻨﷲ ﻴ ﺸ ﻰ ﹾ ﺜ ﻭ ﺭ ﺤ ﺭ ﻴ ﺯ : ﻨ ﺜ ﻭ ﺭ ﺩ ﻴ ﺯ ﻴ , ﺭﺯ ﻴ ﺴ ﺤ ﻴ ﺴ , ﻰ ﻨ ﺴ , ﻰ ﻨ ﷲ َ لَ ﺴ ﺱ ِﺤ ﺭ ﹾ ﹶ ﻻ ﹾ ﹶ ٍ ﺱ . . ﷲ َ لﻭ ﺴ ﺭ ﻴ 9 Ibid 10 Al-Bukhari, Matan al-Bukhari, Juz I, Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2007, Cet. 3, hlm. 14. 11 Farid Ishaq, Op. cit, hlm. 49 َ ل ﹶ ؟ ﹰ ﺩ ِ ﺤ ﻭ ﹰ ﺭﻭ ﹶ ٍﹶ ﻨ ﺴ ﱢ لﹸﻜ ﻰ ِ ﺞﺤ ﷲ : لﺠﺭ ﹰ ﺩ ِ ﺤ ﻭ ﹰ ﺭ , ﹶ ﻭ ﹶ ﹶ ﻭ ﹶ ﺩﺯ 12 ﺩ ﻭ ﺩ ﻭ ﻭ ﺭ “Dari ibn Abbas al-Iqna bin Habis bertanya kepada Nabi dan berkata: wahai Rasulullah apakah mengerjakan haji itu setiap tahun atau hanya sekali saja? Rasulullah saw bersabda: “cukup sekali saja. Barang siapa menambahkannya maka itu ibadah sukarela saja.” HR. Imam Abu Dawud. c. Syarat-Syarat Haji Ibadah haji itu diwajibkan dengan beberapa syarat: 1. Islam Tidak wajib atas orang kafir dan tidak sah hukumnya jika melaksanakannya, karena haji adalah kegiatan ibadah secara Islami. Oleh karena itu, jika ada orang kafir yang melaksanakan haji kemudian ia masuk Islam maka ia wajib mengulangi jika mampu. 13 2. Baligh Tidak wajib haji atas anak-anak. 14 Seandainya ada anak yang belum baligh mengerjakan haji dengan memenuhi syarat, rukun dan wajib haji, maka dianggap sah namun hajinya tidak menggugurkan kewajiban hajinya kalau sudah dewasa kelak jika ia mampu. 3. Berakal sehat, bagi orang gila tidak wajib. 4. Merdeka Maksudnya bukan budak atau hamba sahaya yang terikat dengan kewajiban kepada tuannya dan di bawah kekuasaannya, karena ibadah haji di samping membutuhkan waktu yang cukup lama juga membutuhkan biaya. Sedang seorang budak disibukkan dengan hak- hak tuannya dan tentunya ia tidak mempunyai uang. Jika ia diajak oleh 12 Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996, hlm. 3 13 Wahbah al-Zuhaily, Op. cit, hlm. 20 14 Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap di sertai Rahasia dan Hikmahnya, Solo: Era Intermedia, 2006, cett. I, hlm. 20 tuannya melaksanakan haji, maka setelah merdeka ia diwajibkan mengulang jika mampu. 15 5. Kemampuan Para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan batasan dan bentuk istitha’ah. Akan tetapi secara umum yang dimaksud istitha’ah meliputi dua hal yaitu bekal dan aman dalam perjalanan. Kemampuan yang menjadi salah satu dari syarat-syarat haji dengan ketentuan sebagai berikut: 16 a. Sehat badannya Jika ia tidak sanggup menunaikan haji itu disebabkan tua, cacat, atau karena sakit, yang tidak dapat diharapkan dapat sembuh, hendaklah diwakilkan kepada orang lain jika ia mempunyai harta. b. Aman dalam perjalanan, baik dirinya maupun hartanya c. Memiliki bekal dan kendaraan. Mengenai bekal, yang diperhatikan ialah agar cukup untuk dirinya pribadi guna terjamin kesehatan badanya, juga keperluan keluarga dalam tanggungannya. Mengenai kendaraan, syaratnya ialah dapat mengantarkan pergi dan pulang kembali, baik dengan menempuh jalan darat, laut, atau udara. d. Rangkaian Amalan Haji 1. Ihram Ihram adalah berniat untuk memulai ibadah haji. 17 Ketentuan ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: َ ل ﹶ ِ ﱠ ﹶ ﷲ ِ ﺭ : ِ ﻪﻴ ﹶ ُ ﷲ ﻰ ﱠ ﺼ ِ ﷲ َ لﻭ ﺴ ﺭ ﹸ ِ ﺴ ُ لﻭ ﹸ ﻴ ﱠ ﺴ ﻭ : ﱠﻨ ِ ﻭ ِ ﻴ ﱢ ﻨ ﷲ ِ ُ ل َ ﻷ ﹾ ﱠﻨ ِ ﱢ لﹸﻜ ِ ﷲ ٍ ﺀ ِ ﺭﹶ ﻭ ﹶ ﻨ 15 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Intermasa, 1997, cet. I, hlm. 974 16 Mahmudin Syaf, Fiqh Sunnah 5, terj. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, Bandung: PT Al- Ma’arif, 1992, hlm. 43-44 17 Lahmudin Nasution, Fiqih I, Jakarta: Logos, 1995, hlm. 214 ﺭ ﷲ ﻭ ﺭ 18 Dari Umar bin Khattab r.a. berkata saya mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya tiap-tiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkannya” Dalam persiapan melakukan ihram, ada beberapa hal sunah yang harus dikerjakan: 19 a. Bersih. Ini dapat dilakukan dengan memotong kuku, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak, mencabut bulu kemaluan, berwudhu atau lebih utama mandi, menyisir jenggot dan mandi. b. Meninggalkan semua pakaian yang dijahit, dan memakai kedua pakaian ihram , yaitu rida’ atau selubung untuk menutupi tubuhnya bagian atas kecuali kepala dan izar atau sarung untuk menutupi tubuhnya yang separo lagi yaitu bagian bawah. c. Memakai minyak wangi, baik pada tubuh maupun pada belakang rambut serta pakaian, walaupun akan tinggal bekasnya setelah ihram. d. Shalat dua rakaat dengan niat sunat ihram. Sebaliknya, ada pula beberapa perbuatan yang haram dilakukan selama berihram, dan orang yang melanggarnya diwajibkan membayar fidyah. Larangan-larangan tersebut ialah: 20 a. Bersenggama dan pendahuluan-pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh dengan dorongan syahwat, percakapan laki-laki dan perempuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seks. b. Melakukan kejahatan dan berbuat maksiat yang mengakibatkan penyelewengan dari menaati Allah swt. c. Berselisih dengan teman sejawat, dengan pelayan dan lain-lain. Sebagai alasan diharamkannya hal-hal tersebut ialah firman Allah: 18 Al-Bukhari, OP. cit, hlm. 3 19 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, terj., Bandung: PT Al-Ma’arif, 1978, hlm. 85-88 20 Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 120-133 ﻲ ِ َ ل ﺩ ِ ﺠ ﹶ ﻻ ﻭ ﹶ ﻘ ﻭ ﺴ ﹸ ﹶ ﻻ ﻭ ﹶ ﹶﺭ ﹶ ﻼ ﹶ ﺞﺤ ﹾ ﷲ ِ ﻴ ِ ﺭ ﹶ ﹶ  ﺞﺤ ﹾ ﷲ ﺭﷲ : ١٩٧ Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”QS. al- Baqarah: 197 21 Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda ل ﻪﻨ ﷲ ﻲ ﻀ ﺭ ﺭ : ِ ﷲ َ لﻭ ﺴ ﺭ ﹸ ِ ﺴ ُ لﻭ ﹸ ﻴ ﱠ ﺴ ﻭ ِ ﻪﻴ ﹶ ُ ﷲ ﻰ ﱠ ﺼ : ﹾ ﹸ ﺭ ﻴ ﹶﹶ ﺞﺤ ﹾ ﻘ ﺴ ﹾ ﻴ ﹶ ﷲ ﻭ ﻪ ﹸ ﻪ ﺩ ﹶ ﷲ ﻭ ِ ﻭ ﻴ ﹶ ﻜ ﺠﺭ 22 ﻪﻴ ﻘ Barang siapa yang mengerjakan haji sedang ia tidak melanggar kesopanan dan tidak pula melanggar ketentuan, maka ia akan bebas dari dosa-dosa seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. d. Memakai pakaian yang dijahit, seperti baju, baju dingin, jubah, celana dan lain-lain atau pakaian sungkup seperti serban, tarbus dan pakaian-pakaian lain yang ditaruh di atas kepala. e. Melangsungkan akad pernikahan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagai wali atau wakil. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Mulim dari Usman bin Affan bahwa Rasulullah saw bersabda: 21 Departemen Agama, Op. cit, hlm. 31 22 Imam Abi Zakaria bin Syarif an-Nawawi ad-Damsyiqi, Riyadh as-Shalihin, Beirut, Libanon: Al-Maktabah al-Ilmiyah, t.th, hlm. 457 ﻪﻨ ﷲ ﻰ ﻀ ﺭ ﺜ ﻭ : ِ ﷲ َ لﻭ ﺴ ﺭ ُ ﷲ ﻰ ﱠ ﺼ ل ﱠ ﺴ ﻭ ِ ﻪﻴ ﹶ : ِ ﺭ ﺤﹾ ﷲ ﺢ ِ ﻜ ﹾ ﻨ ﻴ ﹶ ﻻ , ﺢ ِ ﻜ ﹾ ﻨ ﻴ ﹶ ﻻ ﻭ , ﹶ ﻻ ﻭ ﹸ ﹾ ﻴ ﺴﷲ ﻭ ﺭ 23 Tidak boleh orang yang sedang ihram itu nikah, tidak menikahkan dan tidak pula meminang. f. Memotong kuku dan rambut. Dengan dicukur, digunting atau dengan jalan lain baik rambut kepala maupun lainnya. Berdasarkan firman Allah swt ﻪﱠ ِ ﺤ ﺩ ﹾ ﷲ ﹶ ﹸ ﻴ ﻰ ﱠ ﺤ ﹸﻜ ﺴ ﻭ ﺀ ﺭ ﻭ ﹸ ِ ﺤ ﹶ ﹶ ﻻ ﻭ … ﺭﷲ : ١٩٦ Dan jangan kamu mencukur kepalamu , sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya 24 QS. Al-Baqarah: 196 Ulama telah ijma’ mengenai diharamkannya mengerat kuku bagi orang yang sedang ihram tanpa udzur. Tetapi bila ia pecah, maka boleh dibuang tanpa fidyah. Dibolehkan pula menghilangkan rambut bila seorang merasa terganggu dengan adanya rambut itu, hanya ia wajib membayar fidyah. Sebagaimana firman Allah ٍﻴ ِ ﺼ ِ ﹲﻴ ﺩ ِ ﹶ ِ ﻪِ ﺴ ْ ﺭ ِ ﹰ ﺫ َ ِ ﻪِ ﻭ َ ﻀ ﻴ ِ ﺭ ﹸﻜ ﹾ ﻨ ِ ﹶ ﻜ ﹶ ٍ ﻟ ﺴ ﹸﻨ ﻭ َ ٍﹶﺩ ﺼ ﻭ َ ... ﺭﷲ : ١٩٦ Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya, maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. 25 QS. Al-Baqarah: 196 g. Memakai wangi-wangian di pakaian atau badan, baik laki-laki maupun perempuan. h. Sengaja berburu 23 Muhammad Ibnu Ismail al-Shina’i, Subul al-Salam, Syarah Bulugh al-Maram Juz II, Beirut, Libanon, t.th, hlm. 388 24 Departemen Agama, Op. cit., hlm. 30 25 Ibid. Orang yang sedang ihram boleh berburu binatang laut, merencanakan memberi petunjuk dan memakan hasilnya. Sebaliknya haram baginya membunuh atau menyembelih buruan darat, menunjukkan hewan-hewan yang tampak di mata atau memberi petunjuk terhadap yang tidak tampak. Sebagaimana firman Allah  ﺭ ﺤ ﻭ ِ ﺭ ﻴ ﺴ ِ ﷲ ﻭ ﹸﻜ ﹶ ﷲ ﹶ ﻪ ﹶ ﻭ ِ ﺭ ﺤ ﹾ ﷲ ﺩ ﻴ ﺼ ﹸﻜ ﹶ ﷲ ﱠلِ ﺤ ُ ﺭ ﺤ ﹸ ﺩ  ﺭ ﹾ ﷲ ﺩ ﻴ ﺼ ﹸﻜ ﻴ ﹶ ... ﺩ ﷲ : ٩٦ Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. 26 QS. Al-Maidah: 96 2. Wukuf di Arafah Wukuf di Arafah adalah berdiam diri di Arafah walau sebentar pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari setelah masuk waktu dhuhur sampai waktu fajar tanggal 10 Dzulhijjah untuk beribadah kepada Allah. 27 Artinya kalau wukuf di Arafah itu dilakukan sebelum atau sesudah waktu itu maka tidak sah hajinya. Nabi saw bersabda ﻪْݛ݇ܲ ﷲا ﻰﱠ݇ﺻ ﷲا لﻮܚر تﺪﻬﺷ لﺎܾ ﺮﻤﻌݚ ﻦ۸ ﻦﻤ܊ﺮ݆ا ﺪﺒܲ ﻦܲ ﺔْ݇ݛ݆ ْﻦ݊ ﺮْ܇ْܻ݆ا عﻮ݇ﻃ ْ݅ﺒܾ ﺔﻓﺮܲ ﺔْ݇ݛ݆ كرْدا ْﻦﻤﻓ ﺔﻓﺮܲ ڱ܅ﺤْ݆ا ݉ﱠ݇ܚو ﻪﱠ܇܊ ﱠ݉۾ ْﺪﻘﻓ ْܱﻤ܆ 28 ﻰﺋﺎﺴݏ݆ا ݐاور Dari Abdurrahman bin Ya’mur berkata: “saya menyaksikan Rasulullah saw. Maka manusia menghampirinya, maka mereka bertanya kepadanya tentang haji, maka Rasulullah saw bersabda: “haji itu wukuf di Arafah. Barang siapa mencapai malam di Arafah sebelum 26 Ibid., hlm. 124 27 Djamaluddin Dimjati, Op. cit, hlm. 40 28 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i Juz V, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th, hlm. 25 terbitnya fajar dari keseluruhan malam itu, sempurnakanlah hajinya. HR. An-Nasa’i Walaupun tempat itu hanya di Arafah setiap tanggal 9 Dzulhijah sejak tergelincir matahari itu mempunyai arti yang sangat penting bagi jamaah haji. Pada hari Arafah, jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji. 29 Dalam melaksanakan wukuf ini, jamaah melakukannya dengan memperbanyak istighfar, tobat, berdoa kepada Allah, dzikir, membaca al-Qur’an. Dengan demikian, hati akan selalu ingat dan terasa dekat kepada Allah di manapun berada. Padang Arafah adalah lokasi tempat berkumpulnya jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda-beda bahasa dan kulitnya, tetapi mereka mempunyai satu tujuan yang dilandasi persamaan, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, pejabat dan rakyat biasa, distulah tampak nyata persamaan yang hakiki. 30 3. Thawaf Thawaf artinya mengelilingi, maksudnya mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali putaran. Ketentuan thawaf ini disebutkan dalam firman Allah: .... ِ ﻘ ﻴ ِ ﹾ ﷲ ِ ﻴ ﹾ ﷲ ِ ﻭ ﹸ ﻭ ﱠ ﻴ ﹾ ﷲ ﻭ ﺞﺤ ﷲ : ٩ Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu. 31 QS. Al-Hajj: 29 a. Syarat-syarat thawaf Bagi thawaf itu disyaratkan hal-hal berikut: 32 1. Suci dari hadas kecil, besar dan najis 29 Departemen Agama Republik Indonesia, Hikmah Ibadah Haji, Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003, hlm. 93 30 Ibid., hlm. 63 31 Departemen Agama, Op. cit., hlm. 335 32 Sayyid Sabiq, Loc. Cit, hlm. 167-171 2. Menutup aurat 3. Hendaklah sempurna tujuh kali putaran 4. Hendaklah thawaf itu dimulai dari hajar aswad dan berakhir di sana 5. Hendaklah ka’bah berada di sebelah kiri orang yang thawaf 6. Hendaklah thawaf itu di luar ka’bah 7. Terus menerus berjalan b. Sunah-sunah thawaf 1. Menghadap hajar aswad ketika memulai thawaf sambil membaca takbir dan tahlil dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana di waktu shalat 2. Menjepit kain selubung dengan ketiak yang kanan 3. Berjalan cepat dengan menggerakkan bahu dan memperkecil langkah pada tiga kali putaran dan berjalan biasa pada empat putaran selanjutnya. Sebagaimana thawaf yang dimulai dan diakhiri di tempat terbaik, serta dilakukan berulang-ulang sampai tujuh kali putaran. Demikian pula seharusnya seseorang harus melakukan amal salehnya dengan cara yang baik dan sempurna. Serta berkesinambungan terus menerus sepanjang hidupnya secara aktif. Dalam pelaksanaan thawaf, jamaah melakukannya dengan langkah seiring sejalan sehingga tidak terjadi tabrakan di antara mereka. Apabila di antara mereka melakukan thawaf tersebut dengan cara sebaliknya atau menentang arus, maka thawafnya tidak sah. 4. Sa’i dari bukit Shafa ke Marwah Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit kecil di dekat Ka’bah. Sedangkan yang dimaksud dengan sa’i adalah berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah dengan niat ibadah sebanyak tujuh kali putaran. 33 33 Abdul Azis Dahlan, Op. cit, hlm. 463 Syarat-syarat sa’i yaitu: 34 a. Hendaklah dilakukan setelah thawaf b. Hendaklah tujuh kali putaran c. Di mulai dari Shafa dan di akhiri di Marwah d. Hendaklah sa’i itu dilakukan ditempat mas’a yaitu jalan yang terbentang di antara Shafa dan Marwah. Amalan sa’i yang dilakukan oleh jamaah antara bukit shafa dan marwah merupakan napak tilas atau mengikuti jejak yang pernah dilakukan oleh Siti Hajar Istri Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as dalam usahanya mendapatkan air untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah padang pasir yang tandus, agar tetap dapat beribadah kepada Allah swt dengan tenang dan penuh rasa syukur. Amalan sa’i yang menjadi rukun haji ini memberikan inspirasi bagi jamaah haji sepulang dari tanah suci untuk berusaha keras dan sungguh-sungguh dalam mencari sumber kehidupan yang dapat diandalkan di daerahnya masing-masing agar dapat menjalankan berbagai kegiatan ibadah kepada Allah dengan tenang, khusyu dan penuh rasa syukur, sebagaimana yang telah dipertunjukkan oleh Siti Hajar ra. 35 5. TahallulBercukur atau memotong rambut Kata mencukur mencakup perbuatan apapun yang bisa disebut mencukur rambut. Jadi menggunting tiga kali rambut atau lebih dan termasuk pula menggundul rambut kepala. Adapun syarat-syarat mencukur rambut kepala sebagai berikut: 36 a. Tidak mendahului waktu yang semestinya. 34 Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 203 35 Djamaluddin Dimjati, Op. cit, hlm. 167 36 Mushafa al-Khin, et. al, Fiqh Syafi’i Sistematis II, terj. Al-Fiqh al-Manhaji ‘Ala Madzhaibil Imam Asy-Syafi’i, Anshari Umar Sitanggal, Damsyik: Darul Qalam, 1987, cet. 2, hlm. 175 Waktunya ialah sesudah tengah malam nahar 10 Dzulhijjah. Dengan demikian mencukur kepala sebelum itu adalah dosa dan wajib membayar fidyah. b. Rambut yang dicukur atau dipendekkan tidak kurang dari tiga helai c. Rambut yang dicukur disyaratkan berada dalam batasan-batasan kepala. Jadi, tidak sah mencukur rambut janggut dan kumis. Sedang bagi wanita cukup dengan dipendekkan saja, dan menurut ijma’ tidak diperintah mencukurnya. Bercukur atau memotong rambut termasuk salah satu rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan, bila ini tidak dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah. 6. Mabit di Muzdalifah Maksud mabit di Muzdalifah memberi peluang waktu untuk beristirahat bagi jamaah guna memulihkan tenaga untuk selanjutnya bersiap-siap melaksanakan rangkaian ibadah haji berikutnya, yaitu melempar jumrah aqabah di Mina agar dapat terlaksana dengan hasil yang baik dan sempurna. Hal tersebut memberi pelajaran bagi kita semua bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban, apalagi dalam menghadapi godaan syetan, maka dibutuhkan persiapan yang matang dan cukup memadahi agar hasilnya tidak mengecewakan. Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam mabit di Muzdalifah sangat penting diterapkan dalam kehidupan terutama dalam menghadapi berbagai godaan syetan dan hawa nafsu yang menyesatkan. 37 7. Melempar Jumrah Jumrah ialah batu-batu kecil atau kerikil. 38 Jumrah yang akan dilempar ada tiga, yaitu jumrah aqabah, al-wustha dan as-sughra. Tiap- tiap jumrah dilempar dengan tujuh batu kerikil. Waktu melempar 37 Ibid, hlm. 169 38 Sayyid Sabiq, Log.cit, hlm. 234 jumrah ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari tanggal 10, 11, 12 Dzulhijah. 39 Asal usul jumrah, bermula dari peristiwa Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail as. Setelah keduanya sama-sama ikhlas dan bersepakat melaksanakan penyembelihan Ismail oleh ayahnya Ibrahim mereka berjalan menuju bukit batu yang disebut bukit qurban. Dalam perjalanan, iblis menggoda dan membujuk keduanya agar penyembelihan ismail tidak dilaksanakan. Mereka tidak mau tergoda, maka mereka melempar iblis dengan batu kerikil supaya menghentikan godaannya. Keduanya berbulat tekad untuk melaksanakannya dan mereka mengusir dan melempar iblis. Demikian peristiwa pelemparan iblis terjadi di tiga tempat. Ketiga tempat itulah yang disebut dengan jumrah al-aqabah, al-wustha, al-ula. 40 Pelemparan pada setiap jumrah, baik jumrah ula, wustha atau aqabah yang dilakukan dengan cara melempar batu masing-masing tujuh kali itu terkandung maksud bahwa rasa benci dan permusuhan terhadap setan dan seluruh pengikutnya adalah abadi. Mereka semua adalah musuh abadi bagi seluruh umat manusia. Semua perilaku syaitaniyah harus dijauhi manusia, yang mengajak ke jalan kesesatan. Dengan melontar jumrah diharapkan perilaku buruk hilang dalam diori seseorang dan dapat digantikan perilaku yang baik. 41 8. Talbiyah Talbiyah adalah suatu ungkapan akan kepatuhan dan ketaatan untuk memenuhi panggilan melaksanakan ibadah haji atau umrah. 42 ﻟ ﻴ ﹶ ﷲ ّ ﹼﷲ ﻟ ﻴ ﹶ ﷲ , ﻟ ﻴ ﹶ ﷲ ﻟ ﹶ ﷲ ﻟ ﻴ ِ ﺭ ﹶ ﺸ ﹶ ﻻ ﻟ ﻴ ﹶ ﷲ , ﻟ ﹶ ﷲ ﹶ ﱢ ﻨ ﷲ ﻭ ﺩ ﺤ ﹾ ﷲ ِ ﻟ ﹶ ﷲ ﻟ ﻴ ِ ﺭ ﹶ ﺸ ﹶ ﻻ ﻟ ﹾ ﹾ ﷲ ﻭ 39 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005, hlm. 261 40 Ishak Farid, log.cit., hlm. 72 41 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 301 42 Ibid, hlm. 33 Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memnuhi panngilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh segala puji nikmat dan seluruh kekuasaan adalah milikmu semata. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Gema talbiyah yang selalu dibaca berulang-ulang pada pelaksanaan ibadah haji memberikan pengaruh positif untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan peningkatan iman dan takwa. e. Hikmah Ibadah Haji 1. Hikmah perorangan a. Dapat diampuni dosanya oleh Allah, menghilangkan kesalahan kecuali terhadap hak adami, sebab hak adami ini berkaitan dengan tanggung jawab sehingga Allah akan mengumpulkan pada hari kiamat para pemilik hak untuk mengambil haknya. b. Mensucikan jiwa, mengembalikannya kepada kejernihan dengan keikhlasan, membuat semangat hidup baru, mengangkat nilai-nilai manusia, memperteguh harapan dan senantiasa khusnudzan terhadap Allah. c. Mensyukuri nikmat Allah. 43 2. Hikmah bagi kelompok sosial a. Mewujudkan perkenalan ta’aruf antara seluruh umat yang berbeda warna kulit, bahasa dan tanah air. b. Mempererat tali persaudaraan mukminin di seluruh penjuru dunia. c. Membantu penyebaran dakwah Islam. 44

B. Pendidikan Akhlak