Rekomendasi Umum Pengelolaan Sumber Air Minum Lintas Wilayah

4.8. Rekomendasi Umum Pengelolaan Sumber Air Minum Lintas Wilayah

Aliran air minum lintas wilayah yang meliputi beberapa wilayah administratif berbeda, berpotensi menimbulkan konflik diantara pengguna air minumnya. Konflik berbasis sumberdaya air merupakan isu penting di era otda saat ini. Daerah yang memiliki sumber air cenderung merasa sebagai yang paling berhak mengatur dan mengelola sumber airnya, sehingga daerah lain yang sama- sama memanfaatkannya dituntut untuk memberikan kontribusi finansial ke daerah hulu yang memiliki sumber airnya. Kondisi ini dipicu oleh masih dipegangnya doktrin kedaulatan wilayah yang menyiratkan adanya hak eksklusif dalam penguasaan sumberdaya alam dimana sumberdaya alam tersebut berada. Konflik pengelolaan sumber air minum lintas wilayah terjadi di beberapa daerah, termasuk di kawasan Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa temuan yang dapat dijadikan sebagai sebagai rekomendasi umum untuk menata kebijakan pengelolaan air minum lintas wilayah khususnya di Indonesia. Dalam menata kebijakan pengelolaan air (minum) lintas wilayah ada beberapa tahapan kegiatan yang perlu ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumberdaya air tersebut, yaitu :

a. Melakukan inventarisasi ketersediaan dan kebutuhan air minum masyarakat dan menganalisis kemungkinan terjadinya konflik diantara penggunanya

Keterbatasan, kekurangan, dan kelangkaan air dapat memicu terjadinya konflik antar daerah. Model kelangkaan sumberdaya (scarcity model) merupakan model konflik sumberdaya alam yang banyak ditemukan. Inventarisasi ketersediaan dan kebutuhan air minum merupakan langkah pertama untuk mendeskripsikan potensi konflik antar daerah. Apabila kebutuhan air minum masyarakat melebihi ketersediaan air minum yang ada, maka potensi konflik antar daerah cenderung meningkat. Apabila kondisi Keterbatasan, kekurangan, dan kelangkaan air dapat memicu terjadinya konflik antar daerah. Model kelangkaan sumberdaya (scarcity model) merupakan model konflik sumberdaya alam yang banyak ditemukan. Inventarisasi ketersediaan dan kebutuhan air minum merupakan langkah pertama untuk mendeskripsikan potensi konflik antar daerah. Apabila kebutuhan air minum masyarakat melebihi ketersediaan air minum yang ada, maka potensi konflik antar daerah cenderung meningkat. Apabila kondisi

b. Daerah yang memiliki sumber air minum melakukan inisiatif kebijakan untuk melindungi kawasan sumber airnya.

Potensi sumber air minum yang ada perlu dilindungi oleh daerah dimana sumber air tersebut berada. Upaya perlindungan sumber air dapat dilakukan dengan menetapkan kawasan sumber air minum termasuk daerah resapannya sebagai kawasan lindung. Kawasan sumber air minum tersebut dilindungi dengan perangkat peraturan perundangan, misalnya peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur tata ruang kawasan tersebut. Sebagai contoh Perda Kabupaten Kuningan Nomor 38 Tahun 2002 tentang Rencana Umum Tata Ruang Gunung Ciremai mengatur secara tegas kawasan tersebut sebagai zona resapan air. Perda tersebut selain mengatur alokasi ruang sesuai dengan fungsinya sebagai resapan air, juga menjadi bukti dari komitmen pemerintah dan masyarakat untuk melindungi sumber air yang ada di wilayahnya. Dalam proses negosiasi antar daerah, perda RUTR tersebut dijadikan sebagai sertifikat atau jaminan komitmen pemerintah daerah dan masyarakat di bagian hulu untuk menjamin pasokan air minum ke wilayah hilirnya, sehingga apresiasi pengguna air minum untuk memberikan dana kompensasi konservasi ke daerah hulu meningkat.

c. Melakukan proses negosiasi diantara daerah-daerah yang memanfaatkan sumber air minum yang sama.

Dalam proses negosiasi diantara daerah-daerah yang memanfaatkan sumber air minum yang lintas wilayah dilakukan pembahasan mengenai : (a) mekanisme alokasi air minum lintas wilayah yang sesuai; dan (b) menetapkan besaran nilai PES (payment for environmental services) dari pengguna air minum terhadap daerah hulu yang memiliki sumber air minum. Kedua proses tersebut diajukan setelah terlebih dahulu dilakukan riset tentang prioritas model mekanisme alokasi air minum lintas wilayah dan besaran nilai kesediaan membayar (willingness to pay, WTP) dari pengguna air minum Dalam proses negosiasi diantara daerah-daerah yang memanfaatkan sumber air minum yang lintas wilayah dilakukan pembahasan mengenai : (a) mekanisme alokasi air minum lintas wilayah yang sesuai; dan (b) menetapkan besaran nilai PES (payment for environmental services) dari pengguna air minum terhadap daerah hulu yang memiliki sumber air minum. Kedua proses tersebut diajukan setelah terlebih dahulu dilakukan riset tentang prioritas model mekanisme alokasi air minum lintas wilayah dan besaran nilai kesediaan membayar (willingness to pay, WTP) dari pengguna air minum

mampu mengelola dan menjamin kelestarian jasa lingkungan secara baik kepada pihak pengguna jasa lingkungan;

(2) Adanya pengguna jasa lingkungan (environmental srvices users) yang memiliki pemahaman dan apresiasi yang memadai terhadap nilai jasa lingkungan, sehingga motivasi untuk memberikan dana kompensasi konservasi akan berjalan dengan baik;

(3) Jasa lingkungan berupa jasa hidrologis mampu diidentifikasi dengan baik oleh penyedia jasa lingkungan, sehingga pengguna jasa lingkungan memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang jasa lingkungan yang dapat disediakan oleh penyedia jasa lingkungan.

Selain ketiga syarat tersebut, beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya tranfer dana kompensasi konservasi di kawasan Gunung Ciremai adalah sebagai berikut :

a. Kedua pemerintah daerah memiliki kesamaan visi untuk memanfaatkan sumber air yang lintas wilayah secara adil dan menghindari terjadinya konflik yang lebih luas diantara pengguna air;

b. Kedua pemerintah daerah memiliki komitmen politik dan dukungan publik yang kuat dalam menciptakan sistem pembagian air yang efisien dan adil;

c. Kedua pemerintah daerah mendorong proses kemitraan yang kuat untuk melindungi dan melestarikan sumber air minum melalui c. Kedua pemerintah daerah mendorong proses kemitraan yang kuat untuk melindungi dan melestarikan sumber air minum melalui

d. Kedua pemerintah daerah melalui perjanjian kerjasama antar daerah menyepakati perlunya dana kompensasi konservasi yang harus diberikan oleh pengguna air di bagian hilir kepada penyedia air di bagian hulu dengan jumlah yang mencukupi untuk membiayai kegiatan konservasi kawasan sumber airnya.