Dana Konservasi Sumber Air Minum

2.4. Dana Konservasi Sumber Air Minum

Hutan memiliki peranan strategis dalam mendukung berjalannya pembangunan secara berkelanjutan. Beragam manfaat berupa jasa dan barang dapat diperoleh dari hutan, baik berupa manfaat tangible maupun manfaat intangible yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya, dan jasa lingkungan (ekologis). Jasa hidrologis hutan merupakan salah satu jasa lingkungan terpenting yang dihasilkan hutan. Aliran air yang keluar dari areal hutan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya air minum, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, ekosistem dan sebagainya. Johnson et al. (2001) menyatakan bahwa mayoritas penduduk dunia berada di hilir daerah aliran sungai (DAS) berhutan (downstream forested watershed), sehingga aliran air yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal dari hutan yang berada di DAS

(b) Surah Al-Furqon ayat 48-49 : Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar

gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih,49. Agar kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.

bagian hulu. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang memadai, maka upaya konservasi ekosistem hutan harus dilakukan. Pada tingkatan global diperkirakan 13% dari luas lahan di dunia dibutuhkan untuk melindungi pasokan air (water supply) untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (Johnson et al., 2001).

Konservasi ekosistem hutan dimana sumber air berada merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pengelolaan air berkelanjutan. Acreman (2004) menyatakan bahwa sebuah pohon di hutan alam dapat memompa air + 2,5 juta galon air ke atmosfer sepanjang daur hidupnya, didaur-ulang dan tidak hilang dari hutan. Di kawasan hutan alam Amazone 50% dari curah hujan yang jatuh berasal dari evaporasi lokal, tetapi apabila disimulasikan bahwa hutan tersebut diubah menjadi padang penggembalaan (pasture land) dengan penutupan lahan terbuka maka diperkirakan curah hujan direduksi hampir 26% setiap tahunnya. Lebih lanjut Acreman (2004) mencontohkan akibat pengurangan vegetasi alami di Sahel Afrika menyebabkan curah hujan berkurang hampir 22% antara bulan Juni dan Agustus serta musim hujan tertunda hampir setengah bulan. Dalam hal ini ekosistem hutan (alam) berperan penting untuk mengatur sistem hidrologis wilayah, terutama dalam membangkitkan terjadinya hujan.

Pengguna air banyak yang tidak menyadari nilai hidrologis hutan yang selama ini menyangga kehidupannya. Ekosistem hutan berperan penting dalam menjaga aliran air yang mantap dan kualitas air. Hutan berperan dalam memperlambat laju aliran permukaan di suatu DAS, mengurangi erosi tanah dan sedimentasi, meningkatkan resapan air yang masuk ke dalam tanah, menjaga produktifitas akuatik di badan sungai, dan mempengaruhi presipitasi dalam skala regional (Johnson et al., 2001; Verweij, 2002). Jasa hidrologis hutan tersebut akan terancam seiring dengan meningkatnya laju degradasi hutan yang mengganggu

keseimbangan proses ekologis hutan 15 . Fluktuasi debit yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau yang masing-masing berupa banjir dan kekeringan,

serta tingginya erosi dan sedimentasi adalah beberapa dampak negatif degradasi hutan terhadap karakteristik hidrologis DAS. Dampak negatif tersebut juga memicu konflik diantara pengguna air, misalnya pada musim kemarau terjadi

15 Laju degradasi hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 2,6 juta Ha/tahun dan tercepat dibandingkan 15 Laju degradasi hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 2,6 juta Ha/tahun dan tercepat dibandingkan

Upaya konservasi hutan sebagai daerah resapan air minum memerlukan sejumlah dana yang digunakan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola kawasan tersebut agar berfungsi optimal dalam menyediakan jasa hidrologisnya. Biaya (fee) penggunaan air yang berasal dari kawasan sumber mata air umumnya belum memasukan biaya yang sebenarnya untuk melindungi dan mengelola kawasan tersebut, biaya kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanfaatan air, dan biaya oportunitas lainnya, sehingga menyebabkan nilai air di banyak negara under-value. Akibat dari under-value tersebut, maka air menjadi barang bebas (free good) sehingga dalam banyak kasus inefisiensi penggunaan air terjadi. Deteriorasi sumber air dengan makin meningkatnya kerusakan lahan dan kawasan sumber (mata) air telah meningkatkan kerentanan pasokan air bagi masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan ketidakcukupan dana untuk melindungi dan merehabilitasi air di kawasan resapannya. Dana untuk perlindungan, rehabilitasi, dan manajemen sumber air perlu dipertimbangkan, sehingga penetapan harga sumberdaya air harus dapat merefleksikan biaya pengambilan air dan biaya lingkungan yang timbul akibat penggunaan air. Biaya lingkungan dapat direfleksikan dengan biaya rehabilitasi untuk kawasan sumber air (Cruz et al., 2000).

Kegiatan konservasi kawasan sumber air minum yang menjamin keberlanjutan ketersediaan air minum masyarakat memerlukan biaya relatif lebih kecil daripada biaya investasi untuk membangun fasilitas pasokan dan pengolahan air yang baru. Sebagai contoh dengan investasi sebesar US $1 milyar dalam perlindungan dan konservasi tanah di New York diharapkan akan menghindari pengeluaran dana sebesar US $4-6 milyar untuk instalasi penyaringan dan pengolahan air. Untuk setiap investasi sebesar US $1 dalam perlindungan DAS di negara bagian Amerika Serikat lainnya (Portland, Oregon, Seatle, dan

Washingthon) juga menghemat biaya untuk pembuatan fasilitas penyaringan dan pengolahan air antara US $7,5 sampai 200 (Johnson et al., 2001).

Sumber dana kegiatan konservasi umumnya masih mengandalkan dari pemerintah yang berasal dari berbagai sumber pendapatan misalnya dari pajak umum, dan tidak didasarkan atas nilai aktual jasa (hidrologis) yang disediakan oleh kawasan tersebut (Johnson et al., 2001; Verweij, 2002). Kelemahan pola pendanaan konservasi ini adalah apabila sistem pajak tidak efektif dan adanya krisis ekonomi menyebabkan terjadinya penurunan dana konservasi (Verweij, 2002).

Selain pola pendanaan konservasi yang bersumber dari pemerintah (public payment schemes ) tersebut, di beberapa negara diterapkan pula pola pendanaan konservasi yang bersumber dari pengguna jasa lingkungan yang dihasilkan oleh ekosistem hutan. Pendekatan pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services , PES) merupakan bagian dari paradigma pendanaan konservasi secara langsung yang dilakukan oleh pengguna jasa lingkungan. Bolivia, Vietnam, Ekuador, Costa Rica, Mexico, Filipina, dan Cina adalah beberapa negara yang telah menginiasi pendekatan PES untuk membantu pendanaan konservasi ekosistem hutan di negaranya. Pendekatan PES umumnya digunakan untuk empat jasa lingkungan dari ekosistem hutan, yaitu fungsi hutan dalam menyerap karbon (carbon-sink), perlindungan jasa hidrologis, perlindungan keanekeragaman hayati (biodiversity), serta perlindungan estetika lanskap atau ekoturisme (Robertson and Wunder, 2005). Mekanisme PES merupakan mekanisme kompensasi yang fleksibel, langsung, yang dibayar oleh pengguna jasa lingkungan (environmental services users) terhadap penyedia jasa lingkungan (environmental services providers). Beberapa keuntungan dari diterapkannya mekanisme PES dalam pengelolaan sumber air minum adalah sebagai berikut (FAO, 2004) : (1) Meningkatkan sensitifitas dan apresiasi publik terhadap nilai air (minum)

dan konservasi ekosistem sumber airnya; (2) Memfasilitasi solusi konflik dan mendapatkan konsensus yang saling menguntungkan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumber air minum bersama;

(3) Meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber air minum; (4) Membangkitkan sumber dana baru bagi penyedia jasa lingkungan di bagian

hulu yang umumnya merupakan kelompok masyarakat dengan kondisi perekonomian yang relatif lebih lemah daripada pengguna air minum di bagian hilir. Tiga faktor utama yang perlu diidentifikasi dengan jelas apabila mekanisme

PES akan diterapkan, yaitu adanya jasa lingkungan (environmental services) yang dapat diidentifikasi secara jelas dan dapat ditransferkan, adanya penyedia jasa lingkungan (environmental services providers), serta adanya pengguna jasa lingkungan (environmental services users). Penyedia jasa lingkungan mendapatkan biaya tambahan dari pengguna jasa lingkungan yang selama ini mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan tersebut. Dalam hal ini pengguna air minum yang umumnya berada di hilir DAS memberikan sejumlah dana kompensasi konservasi kepada masyarakat atau pemerintah (daerah) yang berada di bagian hulunya. Penyedia dan pengguna jasa hidrologis tidak hanya kelompok dunia usaha, tetapi juga kelompok masyarakat atau rumah tangga (Robertson and Wunder, 2005; FAO, 2004). Contoh diterapkannya mekanisme pendanaan ini adalah kasus perusahaan air minum kemasan di Perancis yaitu Perrier-Vittel mendanai petani untuk membangun fasilitas moderen dan mengubah pola tani konvensional menjadi pertanian organik untuk menghindari dampak negatif aliran hara dan ancaman pestisida yang dapat mengancam sumber air minumnya. Perusahaan-perusahaan pertanian besar di Lembah Cauca (Colombia) mendanai masyarakat di bagian hulunya untuk melakukan kegiatan penghutanan kembali, pengendalian erosi di lahan miring, perlindungan mata air, dan pembangunan masyarakat di bagian hulu untuk meningkatkan aliran dasar (base flows) dan mengurangi sedimentasi di saluran irigasi. Contoh yang hampir sama dengan di Colombia dilakukan pula oleh Grupo de Oro yang berusaha di bidang pengembangan jeruk di Costa Rica memberikan dana kompensasi sebesar US $5 per hektar untuk Guanancaste Conservation Area (GCA) yang selama ini menyediakan jasa air dan jasa ekologis polinasi serangga. Mekanisme pendanaan model PES ini tidak hanya dilakukan oleh badan usaha saja, tetapi juga diterapkan pada rumah tangga pengguna air. Pengguna air rumah tangga yang memanfaatkan PES akan diterapkan, yaitu adanya jasa lingkungan (environmental services) yang dapat diidentifikasi secara jelas dan dapat ditransferkan, adanya penyedia jasa lingkungan (environmental services providers), serta adanya pengguna jasa lingkungan (environmental services users). Penyedia jasa lingkungan mendapatkan biaya tambahan dari pengguna jasa lingkungan yang selama ini mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan tersebut. Dalam hal ini pengguna air minum yang umumnya berada di hilir DAS memberikan sejumlah dana kompensasi konservasi kepada masyarakat atau pemerintah (daerah) yang berada di bagian hulunya. Penyedia dan pengguna jasa hidrologis tidak hanya kelompok dunia usaha, tetapi juga kelompok masyarakat atau rumah tangga (Robertson and Wunder, 2005; FAO, 2004). Contoh diterapkannya mekanisme pendanaan ini adalah kasus perusahaan air minum kemasan di Perancis yaitu Perrier-Vittel mendanai petani untuk membangun fasilitas moderen dan mengubah pola tani konvensional menjadi pertanian organik untuk menghindari dampak negatif aliran hara dan ancaman pestisida yang dapat mengancam sumber air minumnya. Perusahaan-perusahaan pertanian besar di Lembah Cauca (Colombia) mendanai masyarakat di bagian hulunya untuk melakukan kegiatan penghutanan kembali, pengendalian erosi di lahan miring, perlindungan mata air, dan pembangunan masyarakat di bagian hulu untuk meningkatkan aliran dasar (base flows) dan mengurangi sedimentasi di saluran irigasi. Contoh yang hampir sama dengan di Colombia dilakukan pula oleh Grupo de Oro yang berusaha di bidang pengembangan jeruk di Costa Rica memberikan dana kompensasi sebesar US $5 per hektar untuk Guanancaste Conservation Area (GCA) yang selama ini menyediakan jasa air dan jasa ekologis polinasi serangga. Mekanisme pendanaan model PES ini tidak hanya dilakukan oleh badan usaha saja, tetapi juga diterapkan pada rumah tangga pengguna air. Pengguna air rumah tangga yang memanfaatkan

digunakannya untuk membiayai berbagai kegiatan perlindungan dan rehabilitasi kawasan sumber mata air di Makiling (Johnson et al., 2001; Cruz et al., 2000). Wilayah yang menerapkan mekanisme dana kompensasi konservasi umumnya memiliki apresiasi yang tinggi terhadap nilai jasa hidrologis hutan (Powel et al., 2002).