Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management)
3. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management)
Asumsi dasar dari teori Human Resources Management adalah karyawan mempunyai keinginan untuk diterima, status dan memperoleh pengakuan. Hal tersebut telah diungkapkan oleh Maslow ( Miles , 1975: 41) :
“ .. that man has a number of want and needs arrayed in ascending order from the most basic physical needs for food, shelter, and clothing to the most in tangible needs for self-actualization, or fullfillment. In between are they needs for safety and security, the need to belong- to be wanted and loved-and the need for achievement, status and self esteem.”
(…bahwa manusia memiliki sejumlah keinginan dan kebutuhan yang tersusun dalam urutan yang terus naik dari kebutuhan fisik yang paling dasar untuk makanan, tempat tinggal, dan pakaian, yang paling dalam adalah kebutuhan nyata untuk aktualisasi diri, atau pemenuhan. Di antaranya mereka memerlukan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan (…bahwa manusia memiliki sejumlah keinginan dan kebutuhan yang tersusun dalam urutan yang terus naik dari kebutuhan fisik yang paling dasar untuk makanan, tempat tinggal, dan pakaian, yang paling dalam adalah kebutuhan nyata untuk aktualisasi diri, atau pemenuhan. Di antaranya mereka memerlukan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan
Model Human Resources Management bertujuan menjamin anggota organisasi ikut serta dalam keputusan-keputusan kerja mereka, dan pada waktu yang bersamaan melaksanakan self directing dan self controlling sehingga dapat dicapai perbaikan dan performansi organisasi.
Dalam model ini manajer berperan sebagai pengembang (developer) dan fasilitator performansi. Manajer bekerja sama dengan atasan, rekan kerja yang setingkat dan bawahan-bawahannya di dalam perumusan tujuan-tujuan dan prosedur-prosedur dari unit kerja masing-masing. Dengan cara tersebut maka diasumsikan kemampuan-kemapuan dari para anggota akan berkembang. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Miles (1975:44) :
“Under the human resources model, the manager basic’s role is rather dramatically redefined. No longer is he viewed as a controller but rather as a developer and facilitator of the performanceof the sociotachnical system to which he is assigned. He is presumed to be working with his superior and peer in the continuing process of goal setting for the organization and with his subordinates in the definitions of unit objectives and procedues. One-and-for-all design of technical system and/or member requirements are viewed as inappropriate in that technical demands are likely to change and member capabilities are expected to grow sith time.”
(Berdasarkan model sumber daya manusia, peran dasar manajer secara agak dramatis didefinisi ulang. Tidak ada lagi pandangan ia sebagai pengendali melainkan sebagai pengembang dan fasilitator dari kinerja sistem sosioteknis yang ditugaskan kepadanya. Dia juga dianggap bisa bekerja sama dengan atasannya dan rekan dalam kelanjutan proses penetapan tujuan bagi organisasi dan dengan bawahannya dalam definisi tujuan unit dan prosedur. Untuk satu dan semua desain sistem secara teknis, persyaratan anggota dipandang tidak patut dalam tuntutan teknis dan cenderung berubah serta kemampuan anggota diharapkan tumbuh enam kali.) (Berdasarkan model sumber daya manusia, peran dasar manajer secara agak dramatis didefinisi ulang. Tidak ada lagi pandangan ia sebagai pengendali melainkan sebagai pengembang dan fasilitator dari kinerja sistem sosioteknis yang ditugaskan kepadanya. Dia juga dianggap bisa bekerja sama dengan atasannya dan rekan dalam kelanjutan proses penetapan tujuan bagi organisasi dan dengan bawahannya dalam definisi tujuan unit dan prosedur. Untuk satu dan semua desain sistem secara teknis, persyaratan anggota dipandang tidak patut dalam tuntutan teknis dan cenderung berubah serta kemampuan anggota diharapkan tumbuh enam kali.)
Tabel- 2.2 Model Manajemen
Model Tradisional
Model Human Relations
Model Human Resouces
Asumsi: 1. Pekerjaan tidak begitu disukai
oleh sebagian besar pegawai
2. Apa yang dikerjakan pegawai tidak penting ketimbang apa yang diperoleh dari pegawai itu (upah)
3. Hanya beberapa orang yang mampu bekerja kreatif, menentukan tujuan dan mengawasi diri
Asumsi:
1. Pegawai ingin merasa berguna dan penting
2. Pegawai ingin diakui sebagai individu
3. Kebutuhan tersebut di atas lebih memotivasi dari pada uang
Asumsi:
1. Pekerjaan sesuatu yang menyenangkan dan suka menyumbangkan hal berart
2. Sebagian besar orang lebih kreatif, tanggung jawab, dan mampu mengontrol diri
Kebijakan: 1. Tugas pokok manajer mengawasi dari dekat
2. Harus merinci tugas supaya lebih mudah dan sederhana
3. Harus mengembangkan tugas dan prosedur yang ditaati secara sunguh-sungguh
Kebijakan :
1. Tugas pokok manajer membuat pegawai meraasa berguna
2. Memberi informasi kepada bawahan & mendengarkan keluhan
3. Membiarkan bawahan berlatih mengawasi diri dan tugas rutin mereka
Kebijakan : 1. Tugas pokok manajer memanfaatkan SDM yang ada 2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan anggota menyumbangkan kemampuannya
3. Mendorong partisipasi dan memperbesar self direction dan self control pada bawahan
Harapan : 1. Pegawai bekerja baik jika upah pantas, pimpinan baik
2. Jika ada pengawasan dan pegawai sederhana akan dapat bekerja sesuai standard
Harapan :
1. Bertukar informasi melibatkan bawahan mengambil keputusan
2. Pemenuhan kebutuhan akan meningkatkan semangat kerja
Harapan : 1. Memperluas pengaruh pada bawahan, meingkatkan efisiensi kerja
2. Kepuasan kerja mengikat jika bawahan meerasa hasil yang dicapai dari pemanfaatna sepenuhnya SDM yang ada
Sumber : Sedarmayanti, 2009 hal 351-352 Sumber : Sedarmayanti, 2009 hal 351-352
a. Nilai Keadilan Sosial (Social Equity) Pekerjaan-pekerjaan di organisasi publik merupakan sumber penghasilan. Karena itu pemerintah harus adil dalam memberikan porsi pada berbagai kelompok masyarakat. Nilai keadilan sosial hanya bisa kita peroleh melalui fungsi procurement (fungsi pengadaan). Seringkali karena kita akan menggunakan nilai keadilan sosial, kita terpaksa menerima orang- orang yang under qualities. Dalam menjalankan fungsi procurement kita harus representativess. Kegiatan-kegiatan yang bisa kita lakukan adalah seleksi, promosi representativeness. Salah satu kebijakan yang diarahkan untuk mendukung Nilai keadilan Sosial adalah Affirmative Action, suatu aturan pemerintah yang melarang eksklusivisme.
b. Nilai Political Responsiveness Nilai ini berisi pemerintah diharapkan lebih responsif terhadap masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Nilai ini dihubungkan dengan alokasi (pembagian jabatan). Dalam pembagian jabatan seringkali nampak pimpinan/kepala itu lebih senang kepada siapa b. Nilai Political Responsiveness Nilai ini berisi pemerintah diharapkan lebih responsif terhadap masyarakat dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Nilai ini dihubungkan dengan alokasi (pembagian jabatan). Dalam pembagian jabatan seringkali nampak pimpinan/kepala itu lebih senang kepada siapa
c. Nilai efisiensi administratif (Efficiency Administrative) Nilai efisiensi administratif adalah perbandingan terbaik antara input dan output. Nilai Efisiensi administratif dicapai melalui pengembangan sumber daya manusia karena semua training diarahkan agar organisasi itu tidak rugi. Nilai ini akan ditemukan pada fungsi pengembangan (Development). Klingner dan Nalbandian (1985) menyebutkan terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian penting pengembangan sumber daya manusia antara lain mengenai bagaimana kegiatan-kegiatan diarahkan untuk peningkatan produktivitas, bagaimana mengukur performance kerja, motivasi untuk bekerja, keamanan dan kesehatan pegawai.
d. Nilai hak-hak individu (Individual Rights) Nilai hak-hak individu berkaitan dengan hak-hak seorang pegawai dalam suatu organisasi. Nilai ini akan dihubungkan sanksi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Klingner dan Nalbandian ( 1985 : 290 ) bahwa the sanction process represent the authoritative control, by interest groups inside and outside organization, of the realtionship between employees and management. Klingner dan Nalbandian (1985) juga menyebutkan d. Nilai hak-hak individu (Individual Rights) Nilai hak-hak individu berkaitan dengan hak-hak seorang pegawai dalam suatu organisasi. Nilai ini akan dihubungkan sanksi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Klingner dan Nalbandian ( 1985 : 290 ) bahwa the sanction process represent the authoritative control, by interest groups inside and outside organization, of the realtionship between employees and management. Klingner dan Nalbandian (1985) juga menyebutkan
misalnya nilai keadilan sosial dengan nilai efisiensi administratif. Berkaitan dengan nilai keadilan sosial dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan publik maka pemerintah harus adil namun hal tersebut tentu akan bersaing dengan nilai efisiensi administratif karena dalam nilai efiisensi administratif diperhitungkan antara jumlah output (yang dikeluarkan) dengan jumlah input (yang dihasilkan).