Reforma Agraria (RA)

A. Reforma Agraria (RA)

Bagian ini sifatnya hanya “refreshing”, jadi bukan barang baru, karena sudah banyak saya tulis dalam berbagai publikasi (Lihat, a.l. G. Wiradi, 2009; 2004; dan lain-lain).

(1) Pengertian dan Isi Reforma Agraria secara Umum “Reforma Agraria” (RA) atau “Agrarian Reform” adalah suatu

penataan kembali (atau penataan ulang) susunan pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria (terutama tanah), untuk kepentingan rakyat kecil (petani, buruh tani, tunakisma, dan lain-lainnya), secara menyeluruh dan komprehensif (lengkap) (lihat a.l. Russel King, 1977).

Epilog: Masalah Kehutanan dalam Konteks Reforma Agraria

(2) Penjelasan “Penataan ulang” itu sendiri kemudian dikenal sebagai “Land

Reform”. “Menyeluruh dan komprehensif” artinya pertama, sasarannya bukan hanya tanah pertanian, tetapi juga tanah-tanah kehutanan, perkebunan, pertambangan, pengairan, kelautan dan lain-lainnya. Pendek kata, semua sumber-sumber agraria. Kedua, program land reform itu harus disertai dengan program-program penunjangnya seperti penyuluhan dan pendidikan tentang teknologi produksi, program perkreditan, pemasaran, dan sebagai- nya. Singkatnya, reforma agraria adalah land reform plus program penunjang. Memang, intinya adalah “land reform”. Dengan demi- kian melaksanakan land reform saja tanpa program penunjang masih bisa disebut Reforma Agraria. Tetapi sebaliknya, berbagai program penunjang saja tanpa land reform, tidak bisa disebut sebagai RA (El-Ghonemy, 2007: 27).

(3) Tujuan * Tujuan utamanya secara makro adalah mengubah struktur

masyarakat, dari susunan masyarakat warisan stelsel feodalisme dan kolonialisme menjadi suatu susunan masyarakat yang lebih adil dan merata.

* Secara mikro tujuannya adalah agar sedapat mungkin semua

(atau sebagian besar) rakyat mempunyai aset produksi, sehingga lebih produktif, dan pengangguran dapat diperkecil.

(4) Reforma Agraria yang “genuine” (sejati) adalah: (a) sifatnya “drastic” (tegas), “fixed in time” (waktunya pasti),

(menurut Chistodoulou, 1990); (b) status programnya itu “ad hock” (khusus) (menurut Peter

Dorner, 1972); (c) proses operasinya “rapid” (cepat (menurut Ellias Tuma, 1965). (5) Pada tingkat nasional harus ada sebuah Badan Otorita Reforma

Agraria (BORA)

Hutan untuk Rakyat

BORA hanya bertanggung jawab kepada Presiden. Kewenangan dan tugas BORA adalah: (a) mengkoordinir semua sektor; (b) mempercepat proses; (c) menangani konflik.

(6) Prinsip-prinsip utama yang harus dipegang (a) Tanah untuk mereka yang benar-benar mengerjakannya

(penggarap); (b) Tanah tidak dijadikan komoditi komersial, yaitu tidak boleh dijadikan barang dagangan (jual-beli yang semata-mata untuk mencari keuntungan); (c) Tanah mempunyai fungsi sosial.

(7) RA sebagai kebijakan sosial-politik Dalam sejarahnya yang panjang, selama lebih dari 2.500

tahun, pada awalnya RA adalah suatu kebijakan sosial-politik. Tetapi, seiring perkembangan jaman, yang selalu berubah, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II, berbagai aspek lain dimasukkan dalam pertimbangan (ekonomi, hukum, ekologi, dan lain-lain). Namun kata beberapa pakar, rumitnya berbagai perkembangan itu jangan sampai melahirkan “Reforma Pura- pura”, atau ‘Quasi Reform” atau “Pseudo Reform”, atau seperti kata M. Lipton, “nicely behaved non-land-reform” (Lipton, dalam David Lehman, 197: 269-81).

(8) Prasyarat keberhasilan RA Atas dasar pengalaman sejarah berbagai negara yang pernah

melaksanakan Reforma Agraria, maka pakar-pakar dunia pada umumnya sepakat bahwa, agar suatu pembaruan agraria berpeluang untuk berhasil, diperlukan sejumlah prasyarat. Dari berbagai prasyarat itu, prasyarat yang terpenting (Cf: Russell King, 1977), antara lain: (a) harus ada “kemauan politik” dari pemerintah; (b) harus ada organisasi rakyat, khususnya organisasi tani yang kuat dan pro reform; (c) harus tersedia data mengenai keagrariaan yang lengkap dan teliti; (d) petinggi atau elite penguasa harus terpisah dari elit bisnis. Aparat birokrasi bersih, jujur dan “mengerti”.

Epilog: Masalah Kehutanan dalam Konteks Reforma Agraria

(9) Perbedaan antara Reforma dan Reformasi Klarifikasi tentang istilah: Apa bedanya “Reformasi”

(Reformation) dengan “Reforma”” (Reform)? (a) Dalam ilmu-ilmu sosial “reformasi” (reformation) didefinisikan sebagai “piecemeal improvement to fortify the status quo”. Jadi, suatu perbaikan tambal-sulam, justru untuk membentengi kondisi yang ada. Artinya, mempertahankan struktur yang ada; (b) “Reforma” (reform) seperti telah dijelaskan di depan adalah justru mengubah struktur.

(10) Perbedaan antara Reforma dan Tata Kelola Satu hal lagi, apa beda “reforma” dengan “tata kelola”

(manajemen)? “Land Reform” dengan “Land Management?” “Manajemen” atau tata kelola mengandung esensi ketertiban dan keteraturan, sedangkan reforma (yang genuine) justru bercitra ketidaktertiban untuk sementara. Karena merupakan proses mengubah keteraturan yang lama menuju keteraturan baru. Reforma merupakan “gerakan cepat” dalam jangka waktu tertentu (punya “time frame”, misalnya, di Jepang 4 tahun; di India 5 tahun; di Taiwan 5 tahun; di Mesir 9 tahun, dan lain-lain).

(11) Bukan sekadar bagi-bagi lahan Jadi, ringkasnya land reform bukan sekadar bagi-bagi tanah,

melainkan me-”redistribusi” (menyusun ulang sebaran) kepemili- kan, dan kepenguasaan tanah (untuk hal-hal yang menyangkut modelnya, ukuran keberhasilannya, rumusannya, dan lain-lain, silakan baca, antara lain suntingan Tjondronegoro dan Wiradi, edisi baru 2008; Wiradi, 2004; Wiradi, 2009).