Masyarakat di Sekitar TN Bukit Barisan Selatan

A. Masyarakat di Sekitar TN Bukit Barisan Selatan

Areal TN Bukit Barisan terbentang di Propinsi Lampung dan Bengkulu seluas 356.800 ha (Gambar 1). Letak TN ini berada pada 4º 29’ - 5 º 57’ LS 103 º 24’ to 104 º 44’ BT (O’Brien et al., 2003).

Gambar 1. Peta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang terletak di Kabupten

Tanggamus (Lampung), Lampung Barat (Lampung) dan Kaur (Bengkulu). Dipetakan oleh Australian National University (dalam Magdalena, 2008)

Hutan untuk Rakyat

Sejarah TN BBS dapat digambarkan sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 2. Ringkasan sejarah berdirinya TN Bukit Barisan Selatan

No. Tahun Peristiwa Keterangan

1. 1935 Dideklarasikan sebagai Suaka Sebelumnya, tahun 1905, Marga Satwa (wildlife sanctuary)

Pemerintah Belanda oleh Belanda

memperkenalan migrasi internal di Indonesia. lampung merupakan tujuan migrasi penduduk, khususnya dari Pulau Jawa.

2 1967 UU kehutanan No.5/1967. TN BBS Sejak tahun 1950 pemerintah merupakan salah satu TN yang

Indonesia melanjutkan migrasi dikelola oleh Pemerintah Indonesia. dalam bentuk program transmigrasi. Para transmigran diberikan lahan untuk bertani. Salah satu daerah tujuan transmigrasi adalah Lampung.

3 1982 Dideklarasikan menjadi Taman -Sesuai SK Mentan Nasional seluas 356.800 ha.

No.736/Mentan/X/1982 -Akses masyarakat dibatasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan

4 1984 Kementerian Kehutanan berpisah -Sesuai SK Menhut No. 096/Kpts- dari kementerian Pertanian.

II/1984.

5 1990 Peta TGHK Propinsi Lampung disahkan, temasuk di dalamnya TN BBS

6 2004 Dikdeklarasikan sebagai warisan dunia oleh UNESCO

7 2007-now Menjadi balai besar

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan berbatasan dengan sejumlah desa yang tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus dan Kaur (Bengkulu). Jumlah desa yang berbatasan denagn TN Bukit Barisan Selatan cukup signifikan.

Bagian V: Konflik Tenurial dan Model Resolusi Konflik di Hutan Negara

Sebagai contoh, di Kabupaten Kaur (Bengkulu), ada 13 desa yang berbatasan dengan TN Bukit Barisan Selatan langsung (Ulayat Bengkulu, 2010).

Masyarakat desa yang berbatasan dengan TN Bukit Barisan Selatan berasal dari beragam suku. Suku Jawa yang bermigrasi sejak tahun 1905 ke Lampung mendominasi sebagian desa-desa tersebut, misalnya Desa Way Nipah dan Desa Sedayu di Kabupaten Tanggamus.

Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan Magdalena (2008), Desa Way Nipah dan Desa Sedayu adalah contoh desa yang sudah berdiri sebelum penunjukan TN Bukit Barisan Selatan. Mereka telah hidup berdampingan dengan hutan dan melakukan pemanfaatan hutan. Mayoritas pekerjaan masyarakat di Desa Sedayu adalah bertani, tetapi kita dapat menunjukkan beberapa penduduk desa yang bekerja sebagai nelayan di Desa Pematang Sawa yang berbatasan dengan Teluk Semangka.

Di Desa Way Nipah, kita dapat menemukan masyarakat adat peminggir (asli Lampung) yang memiliki hutan adat kira-kira seluas 10 km 2 . Beruntung hutan adat tersebut bukan termasuk dalam kawasan TN Bukit Barisan Selatan, dan hingga tahun 2008, mereka masih mempertahankan kepemilikan hutan adat secara kolektif. Di lain pihak, masyarakat yang mayoritas pendatang, tidak seberuntung masyarakat asli Lampung dalam kepemilikan hutan adat.

Masyarakat petani di kedua desa tersebut membutuhkan lahan untuk pertanian. Hal ini tentu tidak mudah didapat karena luas lahan yang terbatas. Karena itu terkadang masayarakat desa ditangkap karena melakukan perambahan di dalam kawasan TN Bukit Barisan Selatan.

Perambahan di Desa Way Nipah cenderung lebih buruk dari Desa Sedayu. LPSM Yasadhana pernah melakukan identifikasi perambah di TN Bukit Barisan Selatan. Mereka menemukan bahwa mayoritas penduduk yang melakukan perambahan berasal dari

Hutan untuk Rakyat

suku Jawa, diikuti Semendo dan suku lainnya (Lampung Sunda dan Banten) (LPSM Yasadhana et.al., 2004).

Selama ini TN Bukit Barisan Selatan telah mengalami masalah deforestasi. Data tahun 1972 hingga tahun 2005 menunjukkan penurunan luas lahan (TN Bukit Barisan Selatan dan UNI Eropa, 2006). Namun demikian penunjukan TN Bukit Barisan Selatan juga memengaruhi masyarakat sekitarnya. Masyarakat ditangkap karena melakukan pembalakan liar, perambahan, dan konflik dengan staf pengelola.