Isu Kepemilikan Hutan secara Global

A. Isu Kepemilikan Hutan secara Global

Seorang mantan pejabat kehutanan di Amerika Serikat, Sally Collins, yang berkunjung di Kementerian Kehutanan tahun 2011 pernah menyatakan kepada penulis utama bahwa Amerika Serikat perlu waktu beratus tahun untuk menyelesaikan masalah land tenure hingga seperti saat ini. Hal ini membuat kita bisa sedikit optimis terhadap permasalahan kepemilikan lahan di Indonesia, karena Indonesia baru akan merayakan ulang tahunnya yang ke

68 pada tahun 2013 ini.

Hutan untuk Rakyat

Demikian juga negara tetangga Indonesia, Australia. Hingga saat ini, Australia masih menghadapi tuntutan masyarakat Aborigin terhadap kepemilikan lahan mereka. Tuntutan seperti ini mengingatkan kita pada tuntutan masyarkat adat tehadap hutan adat yang mereka klaim telah menjadi milik mereka sebelum dijadikan kawasan hutan negara.

Di Asia, China merupakan contoh reformasi kepemilikan hutan yang menarik. Mayoritas hutan di China dimilki secara kolektif tetapi memiliki permasalahan produksi rendah, petani miskin, hubungan yang kurang harmonis antara petani hutan dengan pihak terlibat (pemerintah, elit lokal dan petani sektor pertanian) (Shuxin, 2012). Karena itu, Pemerintah China melak- sanakan reformasi lahan (land reform) dengan memberikan izin

70 tahun pengelolaan lahan hutan kepada petani, dengan target pada tahun 2012 lalu, pemerintah China telah menyelesaikan proses pemberian sertifikat kepada petani (Shuxin, 2012).

Di Brasil proses reformasi lahan telah berlangsung selama 28 tahun, dengan tujuan menguragi deforestasi dan melindungi masyarakat asli Brazil dan hak tradisional mereka (Joels, 2012). Walaupun progresnya masih lambat, sejak tahun 1989 terjadi peningkatan kepemilikan lahan oleh masayarak asli Brasil dan kawasan konservasi di Brasil (Joels, 2012).

Di Afrika, mayoritas kepemilikan hutan ada di tangan pemerintah. Reformasi telah dilaksanakan oleh beberapa negara Afrika sejak tahun 2012 seperti Liberia, Kamerun, Republik Demokratik Kongo, Mali, Burkina Faso, Senegal dan Nigeria (Bandiaky-Badji, 2012). Disimpulkan, reformasi kepemilikan hutan di negara-negara Afrika terlihat cukup lambat dibanding negara Amerika Latin (Brasil) dan Asia seperti China.

Perkembangan tenurial di Indonesia telah digambarkan seperti pada bab sebelumnya. Hingga saat ini perubahan di Indonesia mungkin belum seradikal China yang membawa dampak cukup besar bagi kehidupan masyarakatnya, tetapi kemajuan penyele- saian konflik tenurial hutan tetap terlihat dari waktu ke waktu.

Bagian V: Konflik Tenurial dan Model Resolusi Konflik di Hutan Negara

Dari kasus di berbagai negara di dunia tersebut, jelas terlihat adanya tren peningkatan usaha untuk memberikan hak kepemilikan hutan bagi masyarakat lokal atau adat (reformasi lahan). Hal ini di antaranya dikarenakan kemiskinan masyarakat petani atau lokal, deforestasi dan rendahnya produktivitas hutan. Dengan mem- berikan hak pengelolaan dan kepemilikan lahan terhadap hutan diyakini akan mengurangi masalah-masalah tersebut.

Sebagai ditetapkan sebelumnya, fokus tulisan ilmiah ini adalah masyarakat di sekitar hutan konservasi, yaitu taman nasional. Keberadaan hutan yang memiliki nilai keragaman hayati yang tinggi telah disadari sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Pada zaman pemerintahan Belanda misalnya, kawasan Bukit Barisan Selatan telah dideklarasikan sebagai suaka margasatwa.

Setelah Indonesia merdeka, otomatis pengelolaan kawasan konservasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia. Salah satu taman nasional pertama dideklarasikan di Indonesia misalnya Taman Nasional Ujung Kulon di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1982. Pada Undang Undang (UU) Kehutanan No.5/1967 belum disebutkan istilah taman nasional. Baru pada hasil revisinya yaitu UU Kehutanan No. 41/1999 disebutkan pengelolaan taman nasional sebagaimana Tabel 1.

Hutan untuk Rakyat

Tabel 1. Pengelolaan taman nasional berdasarkan UU Kehutanan No. 41/1999

No. Pengelolaan Taman Nasional Keterangan

1. TN termasuk dalam kawasan pelestarian alam yang juga Pasal 7 diatur dalam UU No 5/1990

2. Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam Pasal 24 yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi alam.

3 TN terbagi dalam zona inti, zona rimba dan zona Pasal 24 pemanfaatan

4 - zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang -Pasal 24; mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya

-Akses perubahan apapun oleh aktivitas manusia; tidak boleh ada pemanfaatn kegiatan rehabilitasi; tidak boleh ada pemanfaatan;

TN hanya - zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yang

pada zona berfungsi sebagai penyangga zona inti; tidak boleh

pemanfaatan dilakukan kegiatan pemanfaatan; tetapi boleh dilakukan rehabilitasi

- zona pemanfaatan adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

Tanggung jawab pengelolaan taman nasional Indonesia selama ini berada di tangan Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Kantor Taman Nasional di lokasi di mana TN tersebut berada. Namun, konflik antara pengelola TN dan masyarakat sudah sering kita dengar. Beberapa kelompok masyarakat mengklaim bahwa mereka sudah tinggal dalam kawasan tersebut dengan adat dan tradisi mereka jauh sebelum pembentukan taman nasional tersebut. Yang terburuk adalah pada saat krisis ekonomi dan poltik pada tahun 1997-2000-an. Saat itu puluhan taman nasional dijarah dan dirambah.

Bagian V: Konflik Tenurial dan Model Resolusi Konflik di Hutan Negara

Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan politik, rehabilitasi dilakukan terhadap taman nasional dimaksud. Namun demikian, masalah mengenai klaim masyarakat terhadap hak kepemilikan lahan hutan masih berlangsung hingga saat ini. Dinamika kalim atas hak tenurial hutan dimaksud akan dijelaskan lebih mendetail pada paragraf selanjutnya.