4.1. Girls’ Generation: “[We] Bring The Boys Out”
Unit analisis pertama yang akan dikaji secara paradigmatik adalah MV Girls’ Generation, “The Boys”. Dalam MV ini terdapat banyak sekali tanda yang
selanjutnya akan dikelompokkan ke dalam leksia-leksia yang disesuaikan dengan kode-kode pembacaan.
4.1.1. Kode hermeneutika hermeneutic code
Leksia pertama dalam kategori kode pembacaan hermeneutika terdapat pada narasi. Leksia ini mengeksplorasi relasi di antara ‘we’ dan ‘you’ untuk
mempermainkan peran gender gender roles antara laki-laki dan perempuan. Leksia ini mempertanyakan: Bagaimana posisi subjek dan objek dalam narasi?
Bait pertama
“If you haven’t started yet because you’re scared, then stop complaining
[2]
If you hesistate, opportunities will pass by you, so open your heart and
come out
[3]
Bring the boys out
[4]
Yeah, you know.
[5]
Bring the boys out
[6]
We bring the boys out, we bring the boys out Yeah
[7]
Bring the boys out
[8]
” Secara linguistik, ada tiga posisi yang bisa diungkap dari narasi, yaitu: orang
pertama we, orang kedua you, dan orang ketiga the boys. Semua kategori ini mengacu pada pembaca teks dalam hal ini disebut penonton MV. Kenapa
demikian? Mengutip pernyataan Barthes dalam Stam, dkk, 1992:195, “teks mengakibatkan kematian sang penulis death of the author dan memunculkan
konsekuensi kelahiran sang pembaca birth of the reader”, teks memiliki kecenderungan untuk membuka diri kepada para pembacanya dan menjalin relasi
yang intim yang membuat pembaca seolah-olah merupakan bagian dari teks tersebut. Sebagai sebuah teks yang terbuka, narasi MV ini tidak hanya mengacu
pada posisi perempuan yang tampil di panggung performa, namun ia juga merefleksikan identitas kolektif dari pembaca teks..
Penamaan orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga, merupakan ekspresi bahasa dalam mengungkapkan relasi dikotomi antara subjek dan objek.
Penamaan we mengacu pada ‘the girls’ dalam syair
[21]
, atau lebih spesifik lagi, we mengacu pada perempuan syair
[17]
, “Girls’ Generation make you feel the heat”. Di sisi lain, identitas you diperjelas dalam syair “show me your wild
side that is sharp and cool, my boy”
[15]
. Sisi liar yang disebutkan dalam narasi merupakan karakter kelaki-lakian yang memberi pembenaran bahwa you dalam
narasi memberikan fungsi objek bagi laki-laki. Narasi MV “The Boys” dengan demikian menjadi sebuah ekspresi universal
yang diungkapkan perempuan kepada laki-laki. Namun keduanya telah kehilangan sentuhan personal karena merepresentasikan identitas kolektif.
Perempuan girls atau girls’ generation dan laki-laki the boys atau the boys of the world
[38]
merupakan identitas kolektif yang mewakili baik laki-laki maupun perempuan lain yang ikut menonton MV tersebut. Uniknya, perempuan
didefinisikan sebagai sebuah generasi sedangkan laki-laki didefinisikan sebagai dunia itu sendiri dikotomi yang dimunculkan adalah: generation world.
Kenapa demikian? Relasi ini merupakan refleksi terhadap relasi nyata dunia yang dianggap man-made buatan laki-laki, dan perempuan hanyalah generasi yang
hidup di bawah naungan dunia maskulin yang dikontrol oleh cara berpikir laki-
laki. Sejauh ini relasi tersebut memang sudah menjadi logika dan norma hidup dalam dunia patriarki, namun kode hermeneutika mengajak kita berjalan lebih
jauh untuk membongkar relasi gender yang ditampilkan dalam MV ini. Frasa “bring the boys out” merupakan sebuah idiom yang memiliki arti
“untuk membuat laki-laki menjadi lebih berani to bring [someone] out”. Siapa yang membuat mereka menjadi berani? Perempuan. Dalam syair yang berbeda
syair
[17]
, misalnya, frasa “bring the boys out” ditambahi subjek di depan yaitu we sehingga menjadi frasa “we bring the boys out”. Logika “bring the boys out”
yang dibangun dalam ruang performa sejalan dengan commonsense yang dalam kenyataannya sering dinaturalisasikan dalam frasa “behind every successful man
is a woman’. Perempuan dalam hal ini dimaknai sebagai “penolong” bagi laki- laki, menekankan pada interferensi perempuan terhadap kesuksesan laki-laki.
Pernyataan di atas merupakan penggambaran kondisi di mana perempuan merupakan ‘fakta’ yang penting bagi laki-laki jika ia ingin memperoleh
kesuksesan dalam hidupnya. Dengan logika seperti di atas, narasi ini mencoba membalikkan pola
“phallogocentrism” dari pemikiran Barat yang menganggap laki-laki sebagai the one and only Kroløkke dan Sørensen, 2006:14. Bagaimana caranya? Perempuan
dalam performa ini berfokus untuk membalikkan posisi antara laki-laki dan perempuan—sebuah relasi kesenjangan yang hingga saat ini masih sangat kuat di
dunia Timur karena paham patriarki yang melahirkan sejarahnya. Sejarah merupakan sebuah titik perbedaan antara perempuan Timur dengan perempuan
Barat, karena ketika perempuan Barat telah bergerak jauh ke masa depan,
perempuan Timur masih terjebak dalam masa lalu. Dalam ruang performa ini, perjuangan perempuan sejalan dengan perjuangan kelas yang memperebutkan
kekuasaan untuk menguasai dunia karena laki-laki dimaknai sebagai dunia. MV ini memunculkan kata kunci “the boys” yang diulang-ulang sebanyak
21 dua puluh satu. Anehnya, tidak sekalipun muncul penggambaran visual dari laki-laki dalam MV. Laki-laki dengan demikian merupakan perwujudan dari
ketidakhadiran absence yang menuntut kode pembacaan hermeneutika untuk mengisi ketidakhadiran tersebut. Menghilangkan
laki-laki sama dengan menghilangkan satu bagian penting dalam MV ini. Pertanyaan yang dimunculkan
adalah, kenapa tidak ada penggambaran laki-laki dalam MV yang diberi judul ‘the boys’? Apa makna dari ‘ketakhadiran’ laki-laki dalam MV ini?.
Sesuatu yang tidak hadir adalah makna, ia menyiratkan bahwa sesuatu seharusnya ada di sana Williamson, 2007:105-106. Ketakhadiran laki-laki
dalam MV ini ditafsirkan sebagai upaya pengakuan atas kehadiran laki-laki secara nyata, yang terungkap dalam frasa “the boys of the world”. Hal ini merupakan
upaya totalitas perempuan untuk tidak memilih hanya satu atau beberapa figur laki-laki untuk ditampilkan di ruang performa, karena pada dasarnya laki-laki ada
dimana-mana, di segala arah. Dengan ketidakhadiran laki-laki, ia perempuan berdiri tepat di depan para penonton laki-laki di seluruh dunia sebagai isyarat
eksistensi Diri, melepaskan status sebagai sang Liyan dan memiliki kontrol penuh atas laki-laki di seluruh dunia.
Kontrol atas laki-laki muncul ketika perempuan menyebut laki-laki dengan sebutan “the boys” bukan man. Istilah ‘boys’ mengacu pada tingkah laku
ketidak-dewasaan untuk mendeskripsikan bahwa laki-laki bisa dipermainkan karena mereka masih anak-anak boy Mills, 1998:42. Penamaan ini
membangunkan kesadaran kelas dari perempuan yang menyebut dirinya sebagai bagian dari generasi perempuan untuk mencoba merebut kekuasaan dari tangan
laki-laki. Perempuan dalam hal ini memberi apresiasi yang sangat tinggi terhadap dirinya, ia menganugerahi dirinya sebuah kekuasaan yaitu sesuatu yang melebihi
manusia—nyaris mendekati sifat ketuhanan. Ia mentransformasikan diri ke dalam dunia mitologis Yunani dan mendeklarasikan diri sebagai Dewi Athena.
rap “Girls bring the boys out
[36]
I wanna dance right now. I will lead you, come out
[37]
The boys of the world, I am Athena, the one who gives the number one wisdom. Check this out
[38]
Enjoy the excitement of the challenge, You already have everything in this world
[40]
, just keep going like that. Keep up, Girls’ Generation we don’t stop
[41]
. Bring the boys out
[42]
. Leksia
di atas
memunculkan misteri:
“Mengapa perempuan
menggambarkan dirinya sebagai Dewi Athena?”, “Mengapa Athena?”. Athena merupakan Dewi perawan dalam mitologi Yunani. Ia merupakan anak perempuan
dari Zeus dan istri pertamanya, Metis. Athena dikenal sebagai dewi kearifan, peperangan, seni, dan keadilan. Athena terkenal sebagai dewi yang ahli dalam
strategi perang, dan biasanya, ia tidak akan berperang tanpa alasan yang jelas. Dalam mitologi Yunani dikisahkan bahwa Athena pernah murka terhadap Medusa
dan akhirnya mengubah kecantikan Medusa menjadi monster Gorgon yang memiliki tatapan mata dingin yang mampu mengubah setiap laki-laki yang
melihatnya menjadi
batu Loewen,
1998:12; www.greekmyhtology.comOlympiansAthenaathena.html. Athena merupakan sosok heroik yang diimajinasikan dalam panggung
performa “The Boys”. Para perempuan mendeklarasikan dirinya dengan mengatakan, “Hai laki-laki di seluruh dunia, Akulah Athena, yang akan
memberikanmu kearifan yang utama” syair
[38]
. Penggunaan kata “I am” Aku adalah merupakan sebuah pernyataan yang menciptakan emosi seseorang yang
mencoba menegosiasikan identitasnya sebagai subjek yang aktif. Perempuan menonaktifkan identitas sang Liyan ketika ia memposisikan diri sebagai Athena.
Identitas perempuan dalam hal ini tidak dimaknai sebagai identitas personal melainkan identitas kolektif. Dalam panggung performa “The Boys”, perempuan
hadir mewakili “Athens”, nama yang mengacu pada kota yang dimiliki dan dinamai berdasarkan nama Dewi Athena yaitu “the city of Athens”, maknanya
“[many] Athenas”. Dengan demikian, kehadiran Athena mengalami multiplikasi sebanyak jumlah tak-terkuantifikasi dari perempuan-perempuan sang Liyan.
4.1.2. Kode proairetik proarietic code