melihatnya menjadi
batu Loewen,
1998:12; www.greekmyhtology.comOlympiansAthenaathena.html. Athena merupakan sosok heroik yang diimajinasikan dalam panggung
performa “The Boys”. Para perempuan mendeklarasikan dirinya dengan mengatakan, “Hai laki-laki di seluruh dunia, Akulah Athena, yang akan
memberikanmu kearifan yang utama” syair
[38]
. Penggunaan kata “I am” Aku adalah merupakan sebuah pernyataan yang menciptakan emosi seseorang yang
mencoba menegosiasikan identitasnya sebagai subjek yang aktif. Perempuan menonaktifkan identitas sang Liyan ketika ia memposisikan diri sebagai Athena.
Identitas perempuan dalam hal ini tidak dimaknai sebagai identitas personal melainkan identitas kolektif. Dalam panggung performa “The Boys”, perempuan
hadir mewakili “Athens”, nama yang mengacu pada kota yang dimiliki dan dinamai berdasarkan nama Dewi Athena yaitu “the city of Athens”, maknanya
“[many] Athenas”. Dengan demikian, kehadiran Athena mengalami multiplikasi sebanyak jumlah tak-terkuantifikasi dari perempuan-perempuan sang Liyan.
4.1.2. Kode proairetik proarietic code
Kode proairetik merupakan kode tindakan. Kode ini mendefinisikan leksia berupa detail sekuens-sekuens yang muncul di dalam MV. Kode proairetik dalam MV ini
adalah performa perempuan itu sendiri. Kenapa? Ketidakhadiran laki-laki dalam MV telah membuat perempuan menjadi pusat perhatian dalam panggung
performa. Feminisme dalam hal ini mengatakan bahwa perempuan harus memiliki kepercayaan diri untuk mengklaim kekuasaan dengan cara memamerkan
keperempuanan mereka Kroløkke dan Sørensen, 2006:17. Menjadi perempuan adalah kata kunci dalam kode pembacaan ini.
Perempuan dalam MV ini menamai diri mereka dengan sebutan ‘girl’ bukan ‘woman’. Istilah ‘girl’ biasanya diacukan kepada perempuan yang
berumur 16 tahun, sedangkan istilah ’woman’ akan memunculkan aktivasi organ dan fungsi seksual dari tubuh perempuan itu sendiri Mills, 1998:98,104-105.
Jika istilah ‘girl’ digunakan untuk memaknai ‘woman’ maka ada kemungkinan ekuivalensi di antara keduanya. Hal ini mengakibatkan transformasi kemudaan
perempuan menjadi kedewasaan yang tak terkontrol, seperti yang diungkapkan
oleh para pemikir feminisme gelombang-ketiga, ‘I’m a grrrl you have no
control” Kroløkke dan Sørensen, 2006:18. Perubahan woman ke dalam grrrl baca: girl merupakan sebuah usaha
untuk melecehkan relasi seksis yang diwariskan oleh sistem patriarki. Perempuan, dalam hal seksual, dikontrol oleh laki-laki sesuai dengan aturan patriarki yang
berlaku. Transformasi diri ke dalam grrrl membuat perempuan tua dan muda mendamaikan dirinya dengan aktivasi tubuh sensual. Untuk memperoleh kontrol
atas dirinya dan atas laki-laki, perempuan harus mengaktivasi tubuh sensual yang mempersyaratkan seperangkat aturan kecantikan yang harus dipenuhi. Mengutip
kembali perkataan Naomi Wolf 2004 mengenai mitos kecantikan, perempuan dikisahkan berjuang secara sadar untuk diakui sebagai perempuan yang cantik
karena sosok perempuan yang sepenuhnya “sempurna” adalah sosok yang kurus, tinggi, putih, dan berambut pirang, dengan wajah yang mulus tanpa noda, simetri,
dan tanpa cacat sedikit pun Wolf, 2004:3-4.
MV “The Boys” merupakan visualisasi dari mitos mengenai perempuan Timur yang berusaha mengaktualisasikan diri sebagai ‘perempuan yang
sepenuhnya sempurna’, yang populer dengan sebutan the flawless nine. Kelompok ini terdiri dari 9 sembilan anggota perempuan, dan masing-masing dari mereka
disebutkan memiliki kecantikan yang tak bernoda, tinggi, putih, ramping, rambut bergaya K-cut sebutan gaya rambut Korea Selatan, memiliki kaki yang panjang,
dan terlihat bagus dalam balutan pakaian apa pun. Semua penggambaran ini terlihat dalam MV dengan bantuan kamera yang bergerak mengekplorasi berbagai
keindahan tubuh perempuan untuk diperlihatkan dalam ruang performa. Menjadi perempuan merupakan sebuah ritual modern yang ditata untuk
lebih mempedulikan penampilan daripada otak. Kemasan tubuh cantik secara artifisial menjadi penting bagi perempuan jika ia tidak ingin memperlihatkan
inferioritasnya di hadapan laki-laki. Kenapa? Kecantikan memberikan kontribusi yang besar bagi perempuan yang ingin terlihat visible. MV ini mewakili
konstruksi kecantikan artifisial yang kini sedang menjadi tren bagi perempuan Korea Selatan. Pada dasarnya, orang Korea Selatan menganggap penampilan
personal dengan sangat serius sehingga mereka akan sangat hati-hati dalam berpakaian. Berpakaian secara konservatif merupakan pilihan terbaik, mereka
cenderung menghindari jeans, kaos, gaun, dan celana pendek kecuali diperkenankan untuk mengenakannya Connor, 2009:245. Panggung performa
membuat perempuan Korea Selatan meninggalkan penampilan konservatif dan beralih pada kecantikan artifisial yang disebut Prabasmoro dalam Becoming
White, 2003 sebagai ideal[ized] beauty.
Tubuh yang artifisial dimaknai berbeda dengan tubuh yang natural Nicholson dan Seidman, 2002: 129, 133. Kemunculan tubuh artifisial sebagai
oposisi biner dari tubuh yang natural ditujukan untuk membuang jauh-jauh inferioritas yang dimiliki perempuan Timur. Kenapa demikian?. Kecantikan
artifisial mengakibatkan perempuan Timur mengesampingkan tubuh natural dan meniru model kecantikan Barat yang dianggap sebagai kecantikan yang ideal.
Namun menjadi cantik secara artifisial tidak sekedar menjadi putih, seperti yang diungkapkan dalam buku berjudul “The Clothed Body” 2004, yang mana
pakaian dan segala atribut yang mengikutinya merupakan pelengkap bagi kecantikan yang tidak sempurna imperfect beauty untuk bermetamorfosis
menjadi kecantikan yang sempurna. “I see myself as another, as another would see me, from the outside,
available to all, exposed to everyone’s gaze, let loose in a circuit of cities, streets and pleasures.” Marguerite Duras, dikutip dari Calefato, 2004:1
Menurut Duras, perempuan memperoleh kesenangan ketika ia berpakaian. Pakaian merupakan sebuah tanda yang sadar conscience sign karena perempuan
biasanya akan memilih sendiri apa yang ingin dipakainya untuk memperlihatkan dirinya. Asumsinya, pakaian merupakan salah satu atribut artifisial yang membuat
perempuan memperoleh identitas yang baru, yang berbeda dari yang natural. Ketika perempuan dalam MV mengenakan pakaian kontemporer bergaya high-
fashion, perempuan bertransformasi sebagai perempuan Barat. Mengapa? Karena gaya high fashion merupakan gaya yang berkembang di masa aristokrasi Barat di
mana perempuan diperlakukan sebagai lady.
Dengan berpakaian seperti perempuan Barat, perempuan Timur melihat diri mereka dalam rupa Barat. Hal ini merupakan kesenangan pleasure karena
‘menjadi Barat’ dianggap sebagai tolak ukur untuk dapat terlihat bagi semua orang exposed to everyone’s gaze. Transformasi artifisial ini, tentu saja, tidak
terlepas dari apa yang telah diprediksi oleh kode pembacaan hermeneutika mengenai Athena. Girls’ Generation merupakan the city of Athens yang terdiri
dari banyak Athena-Athena. Kecantikan artifisial menciptakan kecantikan yang melebihi sekedar kecantikan Barat yaitu kecantikan sang Dewi Athena.
Atribut artifisial lainnya adalah bahasa tubuh atau gestur. “A gesture of profound joy and delight, of pleasure in masquerade, and sensual enjoyment”
Calefato, 2004:2. Gestur, sama seperti pakaian, menciptakan kesenangan dalam sesuatu yang bukan dirinya masquarade. Gestur tangan di pinggang hands-on-
hips gesture misalnya, menandakan perempuan yang memperlihatkan kesenangan sensual dengan tujuan menonjolkan bentuk tubuhnya. Gestur seksual
agresif sexual agresiveness gesture, memperlihatkan performa kesenangan sensual perempuan yang biasanya dipadukan dengan model-model pakaian mini
yang memperlihatkan bagian tubuh tertentu. Kontruksi artifisial yang diciptakan dalam MV ini berakibat pada apa yang
dikatakan narasi: “Girls’ Generation membuat-mu merasakan panas heat” lihat syair
[17]
. Istilah ‘heat’ merupakan sebuah metafora lawan katanya, lack of heat yang mendeskripsikan seksualitas. Seseorang akan dikatakan ‘panas’ ketika ia
merupakan seorang pecinta yang baik Mills, 1998:137. Kadar ‘panas’ merupakan interpretasi terhadap ‘pengetahuan’ mengenai seksualitas yang diukur
berdasarkan tingkat responsif seseorang terhadap lawan jenisnya. Ukuran dari panas tidaknya performa perempuan terlihat dari visualisasi tubuh perempuan
yang teatris dan menyentil hasrat sehingga memberikan suatu keintiman yang berimajinasi, karena ia mampu membangun sensasi virtual yang memunculkan
kenikmatan dalam melihat performa—namun tidak untuk menyentuhnya. Keseluruhan tindakan yang dimainkan dalam ruang performa, apa pun itu,
memperlihatkan seksualitas perempuan. Perempuan berjalan, berpakaian, bernyanyi, menari, menggerakkan tangan, memutar pinggulnya, memainkan
matanya dan sebagainya. Semua hal tersebut di-shooting dan disebarkan sebagai serangkaian tindakan kesenangan seksual. Piliang menyebutnya sebagai logika
libidonomics, yang memanfaatkan tubuh untuk menggali kesenangan yang tanpa batas, melalui berbagai bentuk seksualitas Piliang, 2010:125-126.
Sekuens seksualitas dalam MV ini menggambarkan perempuan sebagai sosok heroine yang cantik, romantis, menggoda, dan dinamis. Perempuan Timur
yang digambarkan sebagai heroine merupakan replika dari konsep kekuatan perempuan girls’ power yang banyak diterapkan oleh perempuan-perempuan
Barat, misalnya, Madonna dan Spice Girls. Melalui performa muncul pola tindakan yang diatur untuk memperlihatkan perempuan Timur sebagai subjek
yang aktif, yang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan tubuh tanpa batasan dari budaya patriarki darimana ia berasal.
Athena merupakan salah satu penggambaran girl’s power yang ditampilkan dalam MV ini. Athena merupakan dewi perawan namun diingini oleh banyak laki-
laki. Logika yang sama juga berlaku bagi perempuan dalam ruang performa ini.
Dewi goddess merupakan penggambaran dari perempuan magis magical female yang independen secara seksual dan memiliki karakter sebagai pemberi
kehidupan. Karakter ‘spiritualitas para dewi’ ini dapat ditemukan dalam seksualitas dan ketelanjangan perempuan yang membentuk karakter yang playful,
powerful, kreatif, dan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan Roach, 2007:3. Perempuan dimaknai sebagai simbol-simbol kesucian yang memiliki nilai
spiritualitas untuk mengontrol laki-laki—mengutip apa yang telah diungkapkan dalam narasi—“Akulah Athena yang akan memberimu kearifan utama”. Hal ini
merupakan eksistensi perempuan yang mampu membuat laki-laki menjadi bergantung padanya dan membuat laki-laki jatuh ke dalam ruang hasrat yang suci,
di mana keberadaan hasrat di sini merupakan energi yang dikontrol sepenuhnya oleh perempuan.
4.1.3. Kode Kultural cultural code