Top-down cracks TDC adalah retak memanjang dan atau melintang yang dimulai
pada permukaan perkerasan aspal dan berkembang ke bawah. Menurut Kuennen 2009, retak ini biasanya terjadi akibat segregasi campuran aspal dan sifat
viscoelastic aspal sebagai pengikat yang rentan terhadap perubahan suhu yang
ekstrim. Retak dari bawah ke atas bottom-up cracking
Kuennen 2009 menyebutkan bahwa bottom-up cracking atau fatigue cracking adalah hasil dari perkembangan tegangan pada lapis pondasi perkerasan aspal yang
menyebabkan lapis pondasi retak dan merambat ke atas. Retak ini diakibatkan repetisi beban lalu lintas dan bisa berupa kumpulan retak kecil yang saling
berhubungan.
II.3 Beban Lalu Lintas
Suatu lapisan lentur yang terdiri dari beberapa lapis yaitu lapisan permukaan berasal dari aspal hotmix, base dan sub-base, dan sub-grade. Pada saat menerima beban roda lapisan
perkerasan melentur dan pada lapisan bekerja tegangan-tegangan tekan maupun tarik. Karena beban roda tersebut terjadi berulang-ulang, maka tegangan-tegangan tersebut juga berulang.
Gambar 2.15 Penyebaran Beban Roda
Universitas Sumatera Utara
Lapisan permukaan merupakan suatu lapisan yang bound terikat, sehingga lapisan tersebut dapat menahan gaya tekan tarik. Umumnya karena lapisan permukaan ini dapat
mendukung tegangan tekan yang lebih besar daripada tegangan tarik, maka tegangan tarik di bagian bawah lapisan biasanya lebih menentukan dalam umur tekanan terhadap beban
berulang. Pada lapisan base, sub-base, dan sub-grade, lapisan umumnya terdiri dari bahan
granular berbutir yang lepas. Bahan seperti ini dapat menahan tekan tetapi dapat dianggap
praktis tidak dapat menahan tegangan tarik. Jadi lapisan ini hanya menahan beban tekan saja dan deformasi yang terjadi dianggap hanya akibat beban tekan pada permukaan lapisan saja.
Pada AASHO Road Test di Negara bagian Illinois USA, telah dilakukan pengujian bermacam-macam jenis dan struktur perkerasan jalan, lentur maupun kaku, untuk diketahui
kekuatannya. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan as 18.000 lbs 8,16 ton pada as beroda tunggal ganda pada Gambar 2.14. Dengan beban tersebut dapat diketahui
jumlah repetisi yang dapat ditanggung oleh bermacam-macam struktur perkerasan sampai pada tingkat kerusakan yang ditinjau.
Gambar 2.16 Konfigurasi Beban As Standar Beban as standar pada Gambar 2.16 dikenal dengan nama Standard Single Axle Load.
Untuk beban-beban as lain yang besarnya 18.000 lbs maka digunakan prinsip beban ekivalen dan damage factor.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung tebal perkerasan, umumnya digunakan unit satuan beban as standar 8,16 ton di atas melintas satu kali menghasilkan DF = 1. Biasanya satuan untuk
perancangan tidak disebut dalam Damage Factor tetapi dalam Equivalent Standard Axle Load
ESAL. Di Indonesia Muatan Sumbu Terberat MST yang resmi diberlakukan adalah 8,0 ton
tekanan sumbu gandar tunggal. Diambilnya besaran angka 8,0 ton sebagai batasan muatan sumbu terberat untuk sumbu tunggal tersebut didasarkan atas daya pengrusak damage
factor terhadap perkerasan yang bernilai satu 1; sebagai akibat yang ditimbulkan muatan
sumbu tadi. Sebagaimana diketahui bahwa tekanan gandar tunggal sebesar 8,16 ton atau 18.000 lbs dibulatkan menjadi 8,0 ton mempunyai nilai daya pengrusak perkerasan
damage factor sebesar satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya batasan muatan ganda ditentukan berdasarkan ketentuan nilai damage factor harus = 1 untuk standar
muatan gandar yang dimaksud. Ketentuan muatan sumbu terberat yang sudah ditetapkan masih terbatas pada sumbu
tunggal saja MST 8000 kg. Meskipun demikian untuk jenis sumbu yang lain, yaitu sumbu ganda dan sumbu tiga triple, besarnya muatan maksimum dapat dihitung dengan pedoman
bahwa nilai damage factor dari beban sumbu yang bersangkutan harus sama dengan satu. Untuk menghitung besarnya damage factor tiap-tiap jenis muatan sumbu kendaraan
dapat dipergunakan rumus sebagai berikut:
Damage factor sumbu tunggal : DF-tgl
=
4
16 ,
8
P 2.1
Damage factor sumbu ganda : DF-tdm
= 0,086
4
16 ,
8
P 2.2
Damage factor sumbu triple : DF-trpl
= 0,053
4
16 ,
8
P 2.3
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan rumus-rumus di atas serta batasan nilai damage factor = 1, maka akan diperoleh batasan beban maksimum untuk setiap jenis sumbu sebagai berikut:
• MST sumbu tunggal = 8,15 ton, dibulatkan menjadi 8 ton. • MST sumbu tandem = 15,09 ton, dibulatkan menjadi 15 ton.
• MST sumbu triple = 20,34 ton, dibulatkan menjadi 20 ton.
Ketentuan MST tersebut di atas berlaku untuk dual wheel atau ban dobel. Untuk single wheel
atau ban tunggal yang biasanya terdapat pada sumbu tunggal saja, besarnya MST sumbu tunggal- ban tunggal adalah sekitar 5,5 ton Muis, 1993. Beberapa contoh
perhitungan beban lalu lintas dapat dilihat pada lampiran.
II.4 Structural Number