PREDIKSI MULAINYA RETAK DAN PERKEMBANGANNYA

BAB III PREDIKSI MULAINYA RETAK DAN PERKEMBANGANNYA

III.1 Umum Salah satu tantangan yang paling mendalam yang dihadapi para manajemen dan teknisi perkerasan adalah pengembangan dari kinerja atau pemodelan prediksi kerusakan. Beberapa model prediksi kinerja yang telah diajukan selama bertahun-tahun, beberapa diantaranya adalah model yang sederhana dan model yang lebih kompleks. Ralph Haas dalam NordFou 2010 mengelompokan banyaknya pemodelan prediksi kinerja ke dalam kelas- kelas yang mengindikasikan teori dasar mereka sebagai berikut a. : Empiris, di mana variabel tertentu yang diukur atau diperkirakan seperti lendutan, akumulasi beban lalu lintas dan sebagainya yang berhubungan dengan pengurangannya nilai layanan serviceability atau beberapa ukuran lainnya dari kerusakan jalan dan usia perkerasan, biasanya dilakukan melalui pendekatan analisis regresi b. . Mekanistik - Empiris, di mana respon tertentu dihitung, seperti regangan tanah dasar, tegangan dan regangan lapisan perkerasan dan lain-lain, bersama dengan variabel lain seperti akumulasi beban lalu lintas, yang berhubungan dengan pengurangannya nilai layanan atau beberapa ukuran lainnya dari kerusakan jalan dengan melalui pendekatan analisis regresi atau model yang dikalibrasi yaitu koefisien yang ditentukan dengan analisis regresi c. . Subjektif, berdasarkan pengalaman di mana pengurangan nilai layanan atau ukuran kerusakan lainnya dibandingkan dengan umur perkerasan jalan yang diperkirakan, dan dengan kombinasi variabel yang berbeda menggunakan model proses transisi Markov, model Bayesian dan lain-lain Universitas Sumatera Utara Paterson 1987 melakukan prediksi kinerja perkerasan dan kerusakan jalan dengan pendekatan analisis empirik dimana variabel yang berpotensi untuk diprediksi adalah beban lalu lintas, kondisi iklim, struktur perkerasan, dan kondisi perkerasan di masa lalu. Retak yang merupakan salah satu jenis kerusakan, dimana di dalam prediksinya dibagi menjadi dua fase yaitu retak inisiasi crack initiation dan perkembangannya crack progression Retak inisiasi dan retak progres memiliki perbedaan fisik dan perlu dimodelkan secara terpisah. Retak inisiasi adalah suatu proses yang menunjukkan mulainya retak pada suatu bagian perkerasan jalan, sementara retak progress adalah suatu proses kelanjutan retak inisiasi yang terjadi sampai berkembang dan melebarnya retak tersebut Wiyono, 2005. Gambar di bawah menunjukkan hubungan mulainya retak dan perkembangannya. Gambar 3.1 Grafik Hubungan Mulainya Retak Initiation dan Perkembangannya Progression Sumber: HDM-4 2001 Di dalam memprediksi retak, Paterson 1987 dan Wiyono 2010 membagi prediksi retak menjadi tiga kategori berdasarkan penyebabnya seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Retak Struktural Structural cracking 2. Retak Melintang Akibat Suhu Transverse thermal cracking 3. Retak Refleksi Reflection cracking Pada pembatasan masalah, aplikasi pemodelan prediksi retak yang hanya dipakai adalah retak struktural karena retak struktural memiliki parameter-parameter yang lebih banyak dan lebih kompleks dibanding jenis retak yang lainnya seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Jenis Retak dan Variabel Parameter Distress mode Distress Type Pavement strength Materials properties Traffic loading Environment Cracking Structural     Reflection   Transverse Thermal   Sumber: HDM-4 2001 III.2 Pemodelan HDM-4 Highway Development and Management HDM-4 Highway Development and Management merupakan suatu sistem manajemen perkerasan yang digunakan Bank Dunia dalam membantu pengembangan dan rehabilitasi jalan di beberapa negara. HDM-4 membuat pemodelan prediksi kerusakan jalan untuk menentukan kapan dan bagaimana mereka melakukan rehabilitasi pada kerusakan yang telah terjadi sesuai dengan biaya yang ada. Salah satu pemodelan kerusakan tersebut adalah retak. HDM-4 membaginya menjadi dua model yaitu mulainya retak inisiasi dan perkembangan retak progress. Universitas Sumatera Utara Di dalam HDM-4, mulainya retak dan perkembangannya dibagi dua kelas, yaitu All cracking lebar retak minimum 1 mm dan Wide cracking lebar retak lebih besar 3mm atau terjadinya spalling atau pecahan Paterson, 2001. Di dalam aplikasi pemodelan HDM-4 yang dipakai hanyalah retak dengan kelas All cracking.  Prediksi mulainya retak HDM-4 2001 mendefinisikan inisiasi sebagai waktu dimana retak mulai berkembang melebihi 0.5 persen dari area jalan. Persamaan yang digunakan HDM-4 untuk memprediksikan mulainya retak sebagai berikut:       +           + × = CRT SNP YE a SNP a a CDS K ICA cia 2 2 1 2 4 exp 3.1 ICA = Waktu mulainya retak tahun CDS = Surface Condition Defect Kondisi cacat permukaan SNP = Modified structural number YE4 = Beban lalu lintas juta ESALlajur Kcia = Faktor kalibrasi CRT = Cracking Retardation Time Lamanya hambatan retak akibat adanya pemeliharaan umumnya 3 tahun a ,a 1, a 2 = Koefisien pemodelan Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2 Kondisi Cacat Permukaan Surface Condition Defect CDS Dry brittle Normally 10 less than optimum binder content 0.5 Normal Optimum binder content 1.0 Rich soft Normally 10 more than optimum binder content 1.5 Sumber: HDM-4 2001 Tabel 3.3 Faktor Kalibrasi Retak Route Crack Initiation – Kcia Crack Progression – Kcpa Avg Min Max avg min Max Cirebon – Kuningan 0.5 0.3 0.7 1.1 0.6 1.6 Cirebon – Losari 0.8 0.8 0.8 Tangerang – Merak 0.7 0.5 0.9 Sumber: Morosiuk 1997 Di beberapa negera telah melakukan studi dan menerapkan pemodelan HDM-4 dengan beberapa nilai kalibrasi Kcia dan koefisien pemodelan a ,a 1, a 2 a . Seperti di Amerika Serikat dengan studi di Washington State Transportation Center Li, 2004, India Shankar, 2007, dan Malaysia Morosiuk, 1999. Di dalam pemodelan prediksi mulainya retak ketiga negara tersebut sama-sama memakai koefisien pemodelan yang sama yaitu: = 4.21, a 1 = 0.14, dan a 2 Sehingga persamaan tersebut menjadi seperti berikut: = -0.17       +           − × = CRT SNP YE SNP CDS K ICA cia 2 2 4 17 . 14 . exp 21 . 4 3.2 Universitas Sumatera Utara  Prediksi perkembangan retak Secara umum persamaan yang digunakan untuk memprediksikan besarnya perkembangan retak yang terjadi adalah sebagai berikut:     − + × × × × ×       = SCA SCA SNP YE t a a z z CDS CRP K dACA a a a A A A cpa 1 1 1 2 1 4 δ 3.3 ACA = Luas retak yang berkembang a ,a 1, a 2 CRP = Penghambat perkembangan retak selama adanya pemeliharaan = Koefisien pemodelan SCA = minimum ACA100-ACA Kcpa = Kalibrasi perkembangan retak A t δ = Pertambahan waktu tahun dalam time-base models atau Pertambahan beban lalu lintas juta ESAL pada traffic-base models. Perkembangan retak dimulai pada saat A t δ atau A ACA Paterson 1987 membagi prediksi perkembangan retak menjadi dua model, yaitu time-base models dan traffic-base models. Time-base models merupakan fungsi dari waktu dan varibel bebas structural number atau beban lalu lintas, sedangkan traffic-base models merupakan fungsi beban lalu lintas dan structural number. Umumnya kedua model ini memiliki perbedaan yang kecil, dan time-base models lebih banyak dipakai karena dapat diaplikasi pada beberapa jenis permukaan jalan.  Time-base models Luas area retak pada awal mulainya retak, CRit atau ACA adalah [ ] b b b ci it z z t b a z z z CR 1 50 1 5 . . . . 50 1 − + + + − = 3.4 b a t b b . 5 . 50 50 − = 3.5 Universitas Sumatera Utara Dimana: CR it a = Luas retak pada awal mulainya retak ,a 1 t = Koefisien permodelan pada tabel 3.4 ci z = 1, jika tci t = Waktu mulainya retak tahun 50 t , demikian juga sebaliknya 50 Pertambahan luas retak pada pertambahan = Waktu pada saat mencapai 50 luas area retak A t ∆ adalah [ ] it b b it it SCR SCR t b a zz zz CR − + ∆ = ∆ 1 . . . 3.6 Dimana: it CR ∆ = Pertambahan luas retak selama pertambahan A t ∆ A t ∆ = Pertambahan waktu tahun SCRit = Minimum CR it , 100- CR it zz = 1, jika CR it ≤ 50; demikian juga sebaliknya Universitas Sumatera Utara Tabel 3.4 Koefisien Pemodelan pada Time-base models Cracking class and surfacing Model Estimates a a 1 All Cracking Asphalt Concrete Surface Treatment Cemented Base Asphalt Overlays Reseals and Slurry Seals 1.84 1.76 2.13 1.07 2.41 0.45 0.32 0.36 0.28 0.34 Wide Cracking Asphalt Concrete Surface Treatment Cemented Base Asphalt Overlays Reseals and Slurry Seals 2.94 2.50 3.67 2.58 3.4 0.56 0.25 0.38 0.45 0.35 Sumber: Paterson 1987 Berikut ini adalah beberapa pemodelan memprediksi perkembangan retak berdasarkan time-base models di beberapa negara, Amerika Serikat dengan studi di Washington State Transportation Center Li, 2004, India Shankar, 2007, dan Malaysia Morosiuk, 1999. a. Amerika Serikat Li, 2004 telah mengaplikasikan HDM-4 dengan menyesuaikannya dengan beberapa ketentuan-ketentuan WSDOT Washington State of Department Transportation . Seperti, WSDOT menentukan retak dari jalan yang dilintasi roda kendaraan, tetapi HDM-4 menentukannya dari total luas jalan. Sehingga Li, 2004 Universitas Sumatera Utara mengasumsikan luas jalan yang dilintasi roda adalah 50 persen dari total luas jalan. Karena definisi WSDOT, ACA tidak pernah lebih besar dari 100 persen, ACA di HDM-4 tidak pernah lebih besar dari 50 persen, sehingga: SCA = ACAa Dan rumus perkembangan retak menurut WSDOT yang telah disesuaikan dengan HDM-4 menjadi:     − + = ACAa ACAa k dACA cpa 28 , 1 28 , 2996 , 3.7 Dimana: ACAa = maksimal ACA, 0.5 dACA = perubahan bertahap dari ACA ACA = luas area retak pada saat mulainya retak Kcpa = factor kalibrasi untuk All cracking b. India Di India Shankar, 2007 telah melakukan studi kasus pada beberapa jalan di India, dengan memakai pemodelan perkembangan retak sebagai berikut:     − + × × ×       = SCA SCA t CDS CRP k dACA A cpa 45 , 1 45 , 45 , 84 , 1 δ 3.8 Dimana: dACA = perubahan bertahap pada area retak kcpa = faktor kalibrasi untuk retak progress CRP = hambatan perkembangan retak karena adanya pemeliharaan A t δ = Fraction of analysis year bernilai 0,88 – 1,0 Universitas Sumatera Utara SCA = minimum ACAa, 100-ACAa ACAa = area retak pada tahun analisis c. Malaysia Di Malaysia Morosiuk, 1999 model yang digunakan untuk memprediksi perkembangan retak adalah sebagai berikut: [ ] SCA SCA t z z k dACA a a a cpa − + × × × = 57 , 3 28 , 3 , 3.9 Dimana: dACA = perubahan bertahap pada area retak selama waktu t t a a ACAa = area retak pada saat mulainya tahun analisis = fraksi tahun analisis Kcpa = factor kalibrasi SCA = minimum ACAa, 100-ACAa Za = 1, jika ACA 50 persen, demikian juga sebaliknya  Traffic-base models Sama halnya dengan time-base models, traffic-base models juga memakai persamaan yang sama tetapi variabel waktu mulainya retak t ci disubstitusikan dengan jumlah ESAL pada mulainya retak NE ci . Dan koefisien pemodelan a ,a 1 juga berbeda, koefisien ini memakai structural number untuk menentukan nilai a 0. [ ] b b b ci it z z NE b a z z z CR 1 50 1 5 . . . . 50 1 − + + + − = Adapun persamaan tersebut menjadi: 3.10 Dimana: CR it a = Luas retak pada awal mulainya retak ,a 1 = Koefisien permodelan pada tabel 3.5 Universitas Sumatera Utara NE ci z = 1, jika tci t = Jumlah ESAL pada mulainya retak juta ESAL 50 t , demikian juga sebaliknya 50 Pertambahan luas retak pada pertambahan = Waktu pada saat mencapai 50 luas area retak A t ∆ adalah [ ] it b b it it SCR SCR t b a zz zz CR − + ∆ = ∆ 1 . . . 3.11 Dimana: it CR ∆ = Pertambahan luas retak selama pertambahan A t ∆ A t ∆ = Pertambahan jumlah ESAL juta ESAL SCRit = Minimum CR it , 100- CR it zz = 1, jika CR it ≤ 50; demikian juga sebaliknya Tabel 3.5 Koefisien Pemodelan pada Traffic-base models Type of pavement surface Model Estimates a a 1 Asphalt Surfacing Surface Treatments 3330 SN 1530 SN -4.65 0.25 -2.51 0.25 Sumber: Paterson 1987 III.3 Pemodelan Sugeng Wiyono Sugeng Wiyono memprediksi mulainya retak dan perkembangannya menggunakan suatu aplikasi model simulasi lalu lintas. Metode simulasi lalu lintas yang dipakai adalah metode “cellular automata” yang didasarkan pada pendekatan individual kendaraan. Dalam metode ini jalan dibagi dalam cel-cel, setiap lajurlane terisi 2 cel. Panjang kendaraan, jarak antar kendaraan, jarak pandang menggunakan satuan cel. Kecepatan Universitas Sumatera Utara kendaraan menggunanakan satuan celdt, sedangkan sifat-sifat lalulintas yang lain seperti reaction time , agresivitas sopir, inspection, overtaking, avoiding crashes dan lain-lain berdasarkan hasil study. Setiap kendaraan yang melalui titik pengamatan Observation Point OP akan dihitung ESA-nya berdasarkan rumus, selanjutnya ESA setiap kendaraan tersebut akan diakumulasikan sebagai CESA. Dari simulasi secara empiris kerusakan jalan khususnya keretakan perkerasan jalan lentur didapatkan :  Prediksi mulainya retak Persamaan prediksi mulainya retak menurut studi Sugeng Wiyono hampir sama dengan HDM-4 tetapi Sugeng Wiyono tidak memakai variabel cacat permukaan CDS dan penghambat mulainya retak CRT serta memiliki nilai kalibrasi yang berbeda.       × = 2 1 4 SNC YE a e a K ICX ICX 3.12 Dimana: ICX = waktu mulai terjadinya retak, YE4 = ESA per tahun, SNC = nilai struktur perkerasan, K ICX a = faktor mulai terjadinya retak, , a 1 Adapun beberapan parameter kalibrasi untuk mulainya retak seperti tabel berikut: = paremeter kalibrasi. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.6 Nilai Parameter Mulainya Retak Tipe Perkerasan a a Kicx 1 Hasil Studi Paterson 1987 Hasil Studi Paterson 1987 Hasil Studi Paterson 1987 Asphalt Mix on Asphalt Pavement AMAP 9.48 8.61 -25.8 -24.4 0.75 to 2 0.5 to 2.5 Asphalt Mix on Stabilisation Base AMSB 9.17 8.61 -25.1 -24.4 0.43 0.5 to 1.3 Asphalt Mix on Granular Base AMGB 8.8 8.61 -24.8 -24.4 0.49 - Sumber: Wiyono 2005  Prediksi perkembangan retak Demikian juga prediksi perkembangan retak studi Sugeng Wiyono sama dengan HDM-4 yang berdasarkan traffic-base models. Tetapi pada faktor kalibrasi memiliki nilai yang berbeda. [ ] 1 1 1 1 1 50 1 5 . 50 1 a a a ci t z z NE a za z z CRX − + + + − = 3.13 Dimana: CRXt = bertambahnya luasan retak pada waktu t, TCI = waktu sejak terjadinya retak,dalam tahun NEci = jumlah ESA sejak mulai terjadinya retak z = 1, jika TCI t 50 t ; lainnya z = -1, 50 = 50 a2 - 0.5 a2 a 1 a 1 a ; i.e., waktu untuk 50 persen area retak. 1 = a SNC a1 dengan a and a 1 a pada Tabel 3.7, 2 Beberapa nilai kalibrasi untuk perkembangan retak adalah sebagai berikut: = parameter kalibrasi, Universitas Sumatera Utara Tabel 3.7 Nilai Parameter untuk Perkembangan Retak Tipe Perkerasan Faktor Kalibrasi a a a 1 2 Hasil Studi Paterson 1987 Hasil Studi Paterson 1987 Hasil Studi Paterson 1987 AMAP 1895 3330 -5.22 -4.25 0.27 0.25 AMGB 2855 3330 -4.65 -4.25 0.26 0.25 AMSB 2650 3330 -4.24 -4.25 0.25 0.25 Sumber: Wiyono 2005 III.4 RTIM2 Model Model ini diperoleh dari hasil studi TRRL di Kenya Hodges, 1975. Pemodelan ini mengkombinasikan mulainya retak dan perkembangannya dalam satu hubungan yang juga dikondisikan dengan adanya patching. Berikut pemodelan dari TRRL: Untuk SNC 4.0, C + P ≥ 0 ; C + P i = 21600 NE s SNC -SNC Model ini adalah model linier dimana dalam bentuk pertambahan untuk perkembangan retak menjadi: 3.14 ∆C + P i = 21600 SNC -SNC ∆ NE s Dan mulainya retak merupakan fungsi dari kumulatif ESA seperti berikut: 3.15 NCA = max {[4 SNC – 1] [SNC 1+SNC Dimana C + P = jumlah area retak dan patching m2kmlane ] 72; 0} 3.16 SNC = modified structural number NEs = kumulatif beban lalu lintas sejak terakhir kali adanya lapis ulang Universitas Sumatera Utara juta ESA NCA = kumulatif ESA yang digunakan selama periode sebelum mulainya retak III.5 Queiroz- Geipot Models Queiroz 1981 mengembangkan hubungan prediksi jumlah beban gandar standar 80 kN terhadap mulainya retak lebar retak 1 mm, dan perkembangan retak dalam persentase area retak sebagai berikut: • Mulainya retak Log 10 Nc = 1.205 + 5.96 log 10 Dimana Nc = jumlah ESA sejak mulainya retak SNC 3.17 SNC = modified structural number • Perkembangan retak CR = - 18.53 + 0.0456 B LN + 0.00501 B AGE LN 3.18 R 2 CR = - 14.10 + 2.84 D LN + 0.395 D AGE LN 3.19 = 0.64 R 2 CR = -57.7 + 53.5 LNSNC + 0.313 AGE LN 3.20 = 0.44 R 2 Dimana CR = luas retak, dalam persentase dari area jalan = 0.35 B = rata-rata lendutan permukaan dari Benkelman Beam 0.01 mm LN = logaritma 10 dari kumulatif beban gandar ESA AGE = umur perkerasan sejak adanya dilapis ulang tahun D = rata-rata lendutan permukaan dari Dynaflect 0.001 in Universitas Sumatera Utara SNC = modified structural number III.6 Arizona DOT Models Sistem manajemen perkerasan di Arizona memiliki model untuk perkembangan retak dan nilai yang telah ditabulasikan untuk mulainya retak Way and Eisenberg, 1980. Adapun pemodelannya sebagai berikut: • Perkerasan baru ∆CRi = ∆CR i-1 1 + 0.031 CRi – 0.0059 CR i 2 + 0.05 CR i RG + 0.01 RG + 0.186 3.21 2 • Overlay ∆Cri = 0.52 ∆CR i-1 ∆ + 0.068 CR i-1 2 + 0.069 CRi – 0.003 CRi 2 - 0.0034 HO 2 Dimana: + 0.51 3.22 ∆CRi = pertambahan indeks retak pada i tahun persen ∆CR i-1 CRi = indeks retak pada saat mulainya tahun ke-i persen = pertambahan indeks retak sebelumnya, i-1 tahun persen RG = faktor regional HO = ketebalan lapis ulang aspal inch III.7 Texas Flexible Pavement Design System Pemodelan ini dikhususkan untuk retak kulit buaya pada permukaan aspal yang telah diperbaiki Lytton, 1982. Persamaan pemodelan tersebut adalah sebgai berikut: ρ = [-0.97 + 0.039 T + 0.0034 TI + 0.018 H2 – 0.0046 LL + 0.0056 PI + 0.0006 FTC] 10 6 3.23 Universitas Sumatera Utara β = 0.39 PI-0.63 DMD0.54 T1.02 3.24 Dimana T = rata-rata suhu udara kurang dari 50 F; LL = batas cair tanah subgrade F Berikut adalah perbandingan parameter prediksi pada masing-masing model: Tabel 3.8 Perbandingan Pemodelan Prediksi Mulainya Retak dan Perkembangannya Model Parameter Prediksi Beban Lalu Lintas Kekuatan Perkerasan Material Perkerasan Faktor Lingkungan Faktor Kalibrasi HDM-4      Sugeng Wiyono    RTIM2    Queiroz    Arizona DOT    Texas    Universitas Sumatera Utara

BAB IV APLIKASI PEMODELAN