1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Adapun pembatasan Masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Persepsi tentang dampak merokok terhadap yang dimaksud adalah pandangan individu tentang dampak merokok terhadap kesehatan yang
didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman pada individu yang merokok. 2.
Tipe perilaku merokok yang dimaksud adalah individu yang merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan
yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi
kebiasaan yang meningkat. 3.
Mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa reguler Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang perokok.
1.2.2 Perumusan masalah
Masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku merokok pada
mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku
merokok pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3.2 Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang dapat diperoleh, yaitu manfaat teoritis dan praktis.
• Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dari teori psikologi pada umumnya, dan khususnya psikologi sosial
tentang persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku merokok pada mahasiswa.
• Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku
merokok pada mahasiswa.
1.4 Sistematika penulisan
Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan uraian latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka Pada bab ini penulis akan membicarakan tentang landasan teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian yang digunakan untuk melihat permasalahan yang diteliti, meliputi teori tentang perilaku merokok,
teori persepsi, dampak merokok terhadap kesehatan, kerangka berpikir, dan hipotesa
Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang metode penelitian
yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi pendekatan penelitian dan metode penelitian, definisi konseptual dan definisi
operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen
penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian. Bab 4 Hasil Penelitian
Pada bab 4 ini penulis mengemukakan tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.
Bab 5 Kesimpulan, diskusi, dan saran Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian, diskusi dan saran-saran yang perlu diperhatikan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan persepsi dampak merokok terhadap kesehatan dengan tipe perilaku merokok
mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara rinci, bab ini mengulas mengenai teori perilaku merokok, teori persepi, tentang kesehatan,
kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
2.1.
Perilaku Merokok 2.1.1. Pengertian perilaku merokok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1999 perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan menurut
Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu reaksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya dalam Notoatmodjo, 2003.
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri dalam Notoatmodjo, 2003.
Perilaku atau aktifitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau
rangsang yang mengenai individu atau organisme itu dalam Walgito, 2004.
Walgito 2004 juga membedakan perilaku manusia menjadi perilaku refleksif dan non-refleksif.
• Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut dan merupakan perilaku yang
alami dan bukan perilaku yang dibentuk. Misalnya reaksi jari yang spontan bila terkena pisau.
• Dan perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran otak yang dapat dibentuk dan dikendalikan sehingga dapat
berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil belajar. Perilaku non-refleksif ini disebut dengan perilaku psikologis.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku dalam penelitian ini adalah reaksi individu yang diwujudkan dengan tindakan atau
aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini rangsangan tersebut adalah rokok.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Perilaku merupakan resultan dari berbagai macam aspek internal dan eksternal, fisik dan psikologis. Perilaku tidak berdiri sendiri, akan tetapi selalu
berkaitan dengan faktor-faktor lain. Green dan Keuter dalam Baequni, 2004 menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a Faktor predisposing
Adalah faktor yang ada dalam diri individu, yang termasuk di dalamnya adalah sikap, nilai, dan kepercayaan.
b Faktor reinforcing
Faktor ini merupakan konsekuensi positif dari perilaku, seperti penerimaan kelompok, atau konsekuensi negatif seperti sanksi sosial.
c Faktor enabling
Faktor ini adalah kondisi lingkungan yang secara umum memungkinkan suatu perilaku dilakukan atau menghalangi perilaku tersebut.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hampir semua perilaku berasal dari tiga faktor tersebut. Pada perilaku merokok, pengaruhnya pada
individu yang merokok atau berhenti merokok dalam predisposing factor termasuk sikap tentang merokok, kepercayaan, dan pengetahuan tentang efek
kesehatan akibat merokok. Faktor reinforcing secara sosial termasuk dukungan sosial, pengaruh kelompok, dan iklan rokok. Sedangkan pada faktor enabling
termasuk ketersediaan dan harga rokok. Hal inilah yang menimbulkan adanya perilaku merokok pada individu.
Tim kerja WHO dalam Notoatmodjo, 1993 menganalisa bahwa yang menyebabkan individu berperilaku tertentu adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap obyek. 2.
Orang penting sebagai referensi, perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak dan remaja, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap
dewasa dan penting. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi, antara lain: orang tua, guru, tokoh penting, idolafigure,
dan sebagainya. 3.
Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu bepengaruh terhadap perilaku individu.
4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber daya
kedalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Dari uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa banyak alasan individu untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama diantara beberapa individu
dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda.
Perilaku pada individu tidak begitu saja terjadi, melainkan ada beberapa faktor yang mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Begitu pun
dengan perilaku merokok pada individu, dapat didorong oleh beberapa faktor. Menurut Smet 1994 individu mulai merokok terjadi akibat beberapa determinan,
antara lain:
1. lingkungan sosial: seseorang akan berperilaku dengan memperhatikan
lingkungan sosialnya, antara lain: teman-teman dan kawan sebaya, orang tua, saudara, dan media.
2. Variabel demografis contohnya: umur, jenis kelamin dan faktor-faktor
sosiokultural contohnya: kebiasaan, budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan dan penghasilan, serta gengsi pekerjaan juga akan
mempengaruhi perilaku individu terhadap merokok 3.
Variabel politik: seperti promosi dan iklan dari industri rokok.
Hasil penelitian Murray dkk dalam Sarafino, 1994 menyimpulkan bahwa peningkatan tingkah laku merokok cenderung terjadi karena:
• Paling tidak memiliki satu orang tua yang merokok
• Memperhatikan bahwa orang tua mereka tidak peduli atau bahkan
mendorong tingkah merokok mereka •
Mempunyai satu saudara atau teman yang merokok •
Seringnya bersosialisasi dengan teman yang merokok •
Mendapat tekanan kelompok untuk merokok •
Mempunyai sifat positif terhadap tingkah laku merokok, antara lain seperti merokok itu menyenangkan atau merokok dapat membantu jika individu
sedang dalam keadaan tegang atau memalukan.
Selain itu, menurut Sarafino 2002 munculnya perilaku merokok juga didorong oleh faktor-faktor lain yaitu:
a. Faktor sosial
Perilaku merokok berasal dari teman dekat, khususnya dengan yang berjenis kelamin sama. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai dorongan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan kata lain individu mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan sosial ini,
individu akan mencari orang lain untuk mengadakan interaksi. Didalam interaksi sosial tersebut, individu akan menyesuaikan diri dengan yang lain
atau sebaliknya, sehingga perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya.
b. Faktor psikologis
Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan individu merokok, diantaranya adalah untuk relaksasi atau ketenangan dan mengurangi
kecemasan atau ketegangan. c.
Faktor biologis Faktor genetik juga dapat mempengaruhi individu untuk mempunyai
ketergantungan terhadap rokok, misalnya ada salah satu orang tua yang perokok.
Senada dengan hal itu, Oskamp dan Schultz 1998 juga menyebutkan faktor psikologis individu berperilaku merokok disebabkan beberapa faktor, yaitu:
1. Kebiasaan, terlepas dari motif positif atau negatif. Untuk menghasilkan reaksi emosi positif, seperti kenikmatan, dan sebagainya. Sedangkan untuk
mengurangi reaksi emosi negatif, seperti cemas, tegang, dan sebagainya.
2. Alasan sosial penerimaan kelompok. 3. Ketergantungan memenuhi keinginan atau kebutuhan dari dalam diri.
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan oleh para tokoh, dapat disimpulkan bahwa determinan perilaku merokok pada individu dipengaruhi oleh
faktor adanya pengaruh orang tua, teman, faktor kepribadian, dan pengaruh adanya iklan media massa maupun elektronik.
2.1.3. Tipe-tipe perilaku merokok
Silvan Tomkins dalam Sarafino, 2002 menyebutkan empat tipe perilaku merokok yaitu:
1. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif positif affect
smoking adalah orang yang merokok untuk memperoleh perasaan yang positif dimana dengan merokok individu merasakan adanya penambahan
perasaan yang bersifat positif, misalnya untuk mendapatkan rasa nyaman dan untuk membentuk image-image yang diinginkan. Kemudian
ditambahkan lagi tiga sub tipe ini dalam Prihatiningsih, 2007, yaitu: a. Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok hanya untuk menambah
atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah makan kenyang atau minum kopi.
b. Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling cigarette, yaitu kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan
rokok dengan jari-jarinya. 2.
Perilaku merokok pada orang yang dipengaruhi oleh perasaan negatif negatif affect smoking, yaitu orang yang menggunakan rokok untuk
mengurangi perasaan yang kurang menyenangkan, misalnya keadaan cemas dan marah.
3. Perilaku merokok yang adiktif addictive smoking, yaitu individu yang
sudah ketagihan pada rokok akan cenderung menambah dosis rokok yang akan digunakan berikutnya karena efek rokok sebelumnya telah mulai
berkurang sesaat setelah rokoknya habis dihisap, individu mempersiapkan hisapan rokok berikutnya. Umumnya individu merasa gelisah bila
dirumahnya tidak tersedia rokok. 4.
Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan habitual smoking, dalam hal ini perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan dalam individu. Merokok
bukan lagi untuk mengendalikan perasaannya secara langsung, melainkan karena sudah terbiasa.
2.1.4. Tahap-tahap individu menjadi perokok
Kebiasaan merokok tidak tejadi secara kebetulan, para perokok akan melalui beberapa tahap sebelum individu benar-benar menjadikan rokok sebagai bagian
dari hidupnya. Untuk menjadi seorang perokok regular, Laventhal dan Clearly dalam Feldman, 1986 mengungkapkan empat tahapan tersebut, diantaranya:
1. Tahap persiapan preparation stage Pada tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri individu mengenai rokok.
Salah satunya ialah melalui tayangan iklan-iklan di televisi, yang menunjukkan bahwa artis-artis terkenal juga merokok, sehingga rokok
dianggap menjadi hal yang berhubungan dengan keglamoran. Rokok juga seringkali dihubungkan dengan kedewasaan, bahkan pada remaja, rokok
dijadikan cara untuk menunjukkan kemandirian, rokok sebagai sesuatu yang “keren”, simbol pemberontakan dan juga sebagai salah satu cara untuk
menenangkan diri dalam situasi yang menegangkan. Pembentukan opini dan sikap terhadap rokok ini adalah awal dari suatu kebiasaan merokok. Jadi, pada
tahap ini pengaruh perkembangan sikap dan intensi terhadap perilaku merokok dan citra yang muncul dari merokok sangat berpengaruh. Semua ini diperoleh
dari observasi sendiri terhadap orang lain atau lingkungan terdekat, media dan sekitarnya.
2. Tahap inisiasi initation stage Tahap ini adalah tahap coba-coba, jika seorang remaja beranggapan bahwa
dengan merokok ia akan terlihat dewasa, maka ia akan memulainya dengan mencoba beberapa batang rokok. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Salber, Freeman Abelin Tahun 1968 dalam Feldman, 1989, jika seorang remaja mulai mencoba merokok dengan 1-2 batang saja, individu
kemungkinan besar tidak akan menjadi perokok, namun jika individu mencoba 10 batang atau lebih, kemungkinan akan menjadi perokok tetap
sebesar 80.
3. Menjadi perokok Habit Formation stage Tahap ini merupakan tahap yang paling penting, pada tahap ini seorang
individu mulai melabel dirirnya sebagai perokok dan pilhannya menjadi seorang perokok berkaitan dengan konsep dirinya. Pada tahap ini pula
individu mulai mengalami ketergantungan secara fisik pada rokok kecanduan. Kecanduan secara fisik terbentuk ketika individu mengalami
ketergantungan pada efek dari nikotin yang ada pada tembakau. Nikotin memproduksi suatu zat yang disebut epinephrine, yang menimbulkan
peningkatan secara fisiologis yang membuat individu merasa nikmat apabila sedang merokok. Selanjutnya perokok akan mengalami ketergantungan akan
keberadaan nikotin dalam aliran darah individu. Simtom yang timbul jika seseorang tidak merokok dalam sehari saja adalah cemas, rasa lelah dan tidak
tenang. 4. Perokok tetap Maintenance Stage
Merupakan tahap akhir, dimana kebiasaan merokok dapat berlangsung seumur hidup. Merokok menjadi suatu kebiasaan yang dibutuhkan serta memiliki
aspek psikologis dan fisiologis. Para perokok mulai belajar untuk mengatur level nikotin faktor biologis dan keadaan psikologisnya emosional.
Jadi, jalan untuk seorang individu menjadi perokok tetap atau perokok regular cukup membutuhkan waktu, karena tidak terjadi begitu saja. Untuk mencegah
individu menjadi perokok tetap dan menjadi kecanduan, sebaiknya dilakukan pada saat seseorang masih berada dalam tahapan yang pertama dan kedua. Karena jika
individu telah mengalami kecanduan akan jauh lebih sulit untuk menghentikan kebiasaan merokoknya.
2.3. Persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan
2.3.1. Pengertian persepsi
Persepsi dalam psikologi adalah proses memperoleh informasi untuk memahami suatu obyek tertentu. Alat untuk memperoleh informasi tersebut
adalah melalui penginderaan, sedangkan alat untuk memahaminya adalah dengan kesadaran atau kognisi. Manusia memiliki alat indera sebagai alat untuk
berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Obyek-obyek yang ada di sekelilingnya ditangkap oleh alat indera untuk kemudian dialirkan ke otak,
sehingga dengan demikian individu dapat mengamati obyek tersebut, hal ini disebut sensasi. Pada tahap berikutnya, rangsang yang sampai pada alat indera
yang datang dalam jumlah yang banyak pada suatu waktu dan dalam bentuk yang tidak mempunyai arti, diorganisir dan ditafsirkan oleh individu. Proses tersebut
disebut “persepsi”. Masing-masing ahli memberikan definisi yang berbeda sesuai dengan aspek yang akan ditekankan. Salah satu definisi yang diajukan adalah:
Dalam kamus Psikologi, persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera Chaplin, 2005. Dari definisi
tersebut, terlihat bahwa persepsi tidak terlepas dari penginderaan. Informasi yang diperoleh melalui penginderaan diproses sedemikian rupa sehingga didapat suatu
hasil persepsi.
Definisi yang lain mengatakan bahwa: Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan Rakhmat, 2005.
Persepsi menurut Sarlito 2000 adalah kemampuan individu untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan atau kemampuan untuk
mengorganisasikan pengamatan. Persepsi pada setiap individu berbeda-beda sesuai dengan harapan, pengalaman, serta motivasi pada diri individu itu sendiri
Davidoff, 1981.
Definisi di atas mengatakan bahwa persepsi bukan hanya penginderaan, tetapi merupakan hasil pengalaman dalam penginderaan tersebut. Dengan demikian,
persepsi menunjuk pada proses psikologis yang memperantarai proses penginderaan dan timbulnya tingkah laku. Persepsi merupakan suatu proses yang
terjadi pada individu untuk mengorganisasikan, menafsirkan, dan mendiskriminasikan data sensoris.karena persepsi dipengaruhi oleh hasil
pengalaman, maka obyek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang berlainan.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan pengolahan individu terhadap stimulus yang masuk melalui pengalaman
penginderaan ataupun pemikiran, sehingga didapat suatu pengetahuan tentang obyek, fakta atau kebenaran.
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi setiap orang dalam memandang atau mengartikan objek persepsi akan berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses
persepsi pada individu. Persepsi individu tergantung pada apa yang individu harapkan, pengalaman, dan motivasi Davidoff, 1981.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam Shaleh, 2004 adalah:
a. Perhatian yang selektif Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang
dari lingkungannya. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya, untuk itu individu memusatkan perhatiannya pada
rangsang-rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamatan.
b. Ciri-ciri rangsang Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik
perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling
kuat. c. Nilai dan kebutuhan individu
Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding seorang bukan seniman.
d. Pengalaman dahulu
Pengalaman-pengalaman terdahulu akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dunianya.
Sedangkan menurut Kossen 1993, ada banyak faktor yang menentukan persepsi, diantaranya yaitu:
a. Faktor-faktor keturunan heredity factors, mempengaruhi persepsi secara fisik seperti indera, kognisi, dan lain-lain.
b. Latar belakang lingkungan dan pengalaman, mempunyai pengaruh yang besar atas apa yang seseorang lihat dalam mempersepsikan sesuatu.
c. Tekanan teman sejawat, pengaruh teman sejawat peer affect. Pengaruh dari seseorang apalagi teman dekat sangat mempengaruhi pandangan individu
terhadap sesuatu. d. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan beberapa kesalahan
pada orang lain dan motif individu, hal ini bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu berbeda.
e. Penilaian yang tergesa-gesa dapat menimbulkan kecerobohan dalam persepsi yang menghasilkan sebuah kesimpulan yang salah.Hal ini terjadi karena
individu berusaha menyelesaikan suatu masalah sebelum mengetahui apa masalah yang sebenarnya.
f. Hallo effects dan halo karatan halo rusty effect, seseorang yang cakap dalam suatu hal juga dianggap cakap untuk hal lain. Asumsi tersebut dapat
menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh terhadap pandangan atau persepsi individu terhadap sesuatu.
2.3.3. Dampak merokok terhadap kesehatan
Merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian individu dan telah meluas di masyarakat. Bahkan kebiasaan ini sulit untuk dihilangkan, apalagi bagi
seorang perokok yang memiliki alasan ingin mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, akan lebih sulit untuk melepaskan diri dari kebiasaan tersebut.
Bahaya rokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh pakar kesehatan, dan efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui
dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok dapat meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan
gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronchitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan
kehamilan dan cacat pada janin.
Adapun bahaya-bahaya rokok bagi kesehatan tubuh menurut Jaya 2009 adalah sebagai berikut:
1. Merokok menyebabkan antibodi menurun. Pada perokok terdapat penurunan
zat kekebalan tubuh antibodi yang terdapat didalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan menyebabkan gangguan
fungsi sel-sel pertahanan tubuh. 2.
Penyakit kanker paru-paru, penyebab utama dari kanker paru adalah asap rokok.
3. Ancaman utama rokok terhadap berbagai organ tubuh, diantaranya adalah
otak, mulut dan tenggorokan, jantung, dada, paru-paru,hati, perut, ginjal dan kandung kemih, reproduksi pria, reproduksi perempuan, dan kaki.
4. Rokok mempercepat penuaan. dr Sri L Wihardi, seorang ahli penyakit kulit
dan kelamin, mengungkapkan bahwa asap rokok tenyata bisa membuat perokok jadi cepat tua, karena asap rokok secara langsung bisa merusak sel-
sel saluran pernafasan. Oksidan yang terinhalasi terlalu banyak, tidak dapat dinetralkan lagi oleh system antioksidan. Selanjutnya oksidan rokok akan
merangsang sel-sel paru untuk mengeluarkan oksidan dan eleatase. 5.
Rokok membuat bibir berwarna hitam, dr Hendrawan Nadesul seorang pakar kecantikan, mengungkapkan bahwa efek rokok akan menyebabkan bibir
berwarna hitam, hal ini disebabkan oleh pengaruh suhu. Saat rokok dihisap, panas rokok mengenai bibir juga, makin lama bibir makin terlihat kehitam-
hitaman.
Pada perokok aktif, faktor risiko penyakit yang diderita adalah penyakit jantung koroner, diabetes, dan masalah yang berkaitan dengan akhir kehamilan
seperti, berat badan lahir rendah, prematur, dan rusaknya plasenta. Sedangkan pada perokok pasif yang terpapar lingkungan dengan asap rokok, berhubungan
dengan kanker paru dan penyakit saluran pernafasan Baequni dan Nasir, 2004.
2.4. Kerangka Berpikir
Persepsi merupakan pandangan atau penilaian individu terhadap suatu obyek, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan
setelah adanya rangsangan dari luar. Didalam proses persepsi, ada proses pengenalan, perasaan, dan penalaran Sobur, 2009, ketiga faktor tersebut
merupakan variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Didalam persepsi ada salah satu komponen yang utama yaitu interpretasi.
Interpretasi yang dimaksud adalah proses untuk mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi individu. Interpretasi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti pengalaman, sistem yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan Sobur, 2009. Persepsi juga dipengaruhi oleh harapan, pengalaman,
serta motivasi dari individu itu sendiri Davidoff, 1981. Dari hasil interpretasi dalam persepsi tersebut, kemudian akan diterjemahkan ke dalam tingkah laku
sebagai reaksi dalam Sobur, 2009.
Persepsi pada penelitian merupakan pandangan atau penilaian mahasiswa terhadap dampak merokok yang kemudian di interpretasikan sesuai dengan
pengalaman, serta pengetahuan masing-masing individu. Apabila seorang mahasiswa menilai positif atau negatif tentang dampak merokok terhadap
kesehatan, maka penilaian itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari mahasiswa itu sendiri. Oleh sebab itu, persepsi pada setiap mahasiswa dapat
berbeda-beda. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang dampak
merokok terhadap kesehatan yaitu sikap, kepercayaan, lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.
Adanya perbedaan persepsi pada mahasiswa tersebut, maka muncul perilaku merokok dengan berbagai tipe perilaku merokok yang menjadi alasan
mahasiswa untuk merokok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baequni dan Nasir
2005 tentang gambaran perilaku merokok civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menemukan bahwa dari 745 responden mahasiswa 87.3
sebanyak 34.3 responden adalah perokok. Dari hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa adanya peningkatan perilaku merokok pada mahasiswa.
Munculnya perilaku merokok ini, tentu dipengaruhi adanya persepsi tentang dampak dari bahaya merokok.
Dari segi psikologi, tingkah laku individu merupakan fungsi dari cara individu memandang sesuatu. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku
individu, harus dimulai dari mengubah persepsinya Sobur, 2009. Berarti, untuk mengubah perilaku merokok pada mahasiswa maka harus dimulai dari
persepsinya. Pada perilaku merokok, ada beberapa tipe perilaku merokok, yaitu perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif positif affect smoking, perilaku merokok pada orang yang dipengaruhi oleh perasaan negatif negatif affect
smoking, perilaku merokok yang adiktif addictive smoking, perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan habitual smoking. Munculnya tipe perilaku
merokok ini dapat berbeda pada setiap mahasiswa, tergantung dari apa yang
dirasakan oleh individu. Tabel 2.1
Bagan kerangka berfikir
Persepsi tentang dampak merokok terhadap kesehatan
Tipe perilaku merokok
2.5. HIPOTESIS