Hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan facebook: pada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Desember 2010 (C) Muharini Aulia
(D) Hubungan Antara Kebutuhan Afiliasi Dengan Kecanduan Facebook (E) 85 Halaman
(F) Manusia adalah makhluk sosial. Setiap individu selalu menjalin hubungan dengan individu lain walaupun dengan cara dan intensitas yang berbeda-beda. Kecenderungan ini disebut dengan kebutuhan afiliasi. Terdapat banyak cara dan media yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini. Salah satu media yang paling banyak digunakan saat ini yaitu jejaring sosial facebook. Fungsi facebook yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan berhubungan pada individu, dapat menyebabkan sikap kecanduan. Dengan mengetahui hubungan antara keduannya, diharapkan dapat bermanfaat untuk merumuskan kembali program yang sekiranya diminati masyarakat dengan batasan tertentu dan tentunya untuk pengembangan alat ukur yang terkait dengan kebutuhan afiliasi dan kecanduan facebook.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010 yang telah melakukan pendaftaran ulang sejumlah kurang lebih 558 mahasiswa. Adapun jumlah sampel penelitian yaitu 50 orang dengan karakteristik tertentu yang ditentukan melalui tekhnik sampling purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala kebutuhan afiliasi dan skala kecanduan facebook. Pada skala kebutuhan afiliasi terdapat 38 item yang valid sementara pada skala kecanduan facebook terdapat 27 item yang valid. Reliablilitas yang diperoleh adalah sebesar 0,923 pada skala kebutuhan facebook dan 0,888 pada skala kecanduan facebook.
Uji analisis menggunakan Pearson correlation diperoleh hasil sebesar -0,477 dan signifikan 0,000. Hasil analisis ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan facebook dengan arah hubungan terbalik. Semakin tinggi kebutuhan afiliasi yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah kecanduan facebooknya. Adapun hasil uji perbedaan berdasarkan jenis kelamin pada kedua variabel menunjukkan tidak adanya perbedaan baik pada kebutuhan afiliasi ataupun kecanduan facebook antara laki-lakidan perempuan.
Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan baik dalam penulisan, metode penelitian, proses penelitian ataupun proses analisis datanya. Beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi individu ataupun instansi yang tertarik dengan penelitian ini, yaitu dengan melengkapi pengambilan data dengan metode tambahan dan menambah hasil data tambahan berupa perbedaan berdasarkan data demografis. Bila melihat hasil penelitian yang menunjukkan hubungan
(2)
(3)
kehendak dan ridho-Nya penulis dapat merasakan nikmat pada setiap detik dalam kehidupan. Shalawat dan salam selalu terucap dan tercurahkan pada penyampai kebenaran, pencinta sejati dari cinta yang hakiki, pemimpin mulia dan teladan bagi seluruh umat Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya penulis berhasil mencapai satu proses, memenuhi satu tahapan dan memperoleh bekal untuk menghadapi proses pembelajaran dan perjuangan lain dalam-- kehidupan. Segala bentuk halangan yang penulis dapatkan dalam penyelesaian skripsi ini menjadi pengkondisian yang mendewasakan penulis. Dan dengan ridho dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kebutuhan Afiliasi Dengan Kecanduan Facebook”.
Keberhasilan penulis dalam pencapaian ini tidak luput dari peran berbagai pihak. Banyak pihak yang mendukung, membantu dan membimbing penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Peran mereka sungguh tak ternilai harganya. Untuk itu, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D selaku dekan Fakultas Psikologi, ibu Dra. Fadhillah Suralaga, M.Si selaku pembantu dekan I dan ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi,Psi selaku dosen pembimbing akademik.
2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D selaku dosen pembimbing I, yang telah meluangkan waktu, merelakan tenaga dan memberikan ilmunya untuk membimbing, mengarahkan, mengevaluasi dan memotivasi penulis sehingga penulis dapat menghasilkan suatu karya dengan proses yang baik. Terima kasih atas diskusi-diskusi yang telah membuka wawasan penulis dan melatih penulis untuk berfikir secara lebih sistematis dan analitis.
3. Bapak M. Avisenna, M.H.Sc.Psy selaku dosen pembimbing II, yang berkenan membagi waktu dan pemikirannya untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi dan mengevaluasi penulis. Terima kasih atas saran dan informasi yang membuat penulis dapat menganalisis dengan lebih tajam.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Para pegawai bidang akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum serta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi atas bantuan dan kerja kerasnya selama penulis menjalankan masa perkuliahan di Fakultas Psikologi.
5. Mama tercinta yang tiada henti bersabar dan berdoa untuk keberhasilan putrimu. Papa tersayang yang tak kenal lelah memberikan semangat dan mengingatkan penulis agar tidak pernah menyerah. Terima kasih atas harapan
(4)
6. Ahmad Romzi yang selalu hadir dan selalu meluangkan waktunya untuk membantu penulis dengan do’a dan dorongan. Terima kasih karena telah mempercayai , menginspirasi dan menguatkan penulis untuk kembali bangkit dan mengejar mimpi.
7. Sahabat-sahabat tercinta: Riska, nita, Juju, Hesty, Nurla, Nurul, Jannah, Hikna dan Hannum yang selalu meyakinkan penulis bahwa penulis mampu. Terima kasih karena hadirnya kalian membuat hal yang menakutkan terasa menyenangkan dan segala yang hitam putih menjadi berwarna indah.
8. Rekan-rekan pengurus, anggota serta kakak purna Forum Pengkajian Psikologi Islam (FP2I) yang memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi bagian dari pengembang pemikiran Psikologi Islam. begitu pula rekan-rekan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat dan Sahabat Sahabati Komisariat Fakultas Psikologi yang telah memupukkan semangat dan daya gerak dan juang tidak hanya dalam dunia organisasi, tetapi juga dalam dunia nyata. Terima kasih karena semangat pantang menyerahnya.
9. Kepada keluarga besar Zakir Muluk : Ayah Zul, Bunda Eni, Genzu, Genzi, Nenek Cah, Datok Adi, untuk kemurahan hati dan perhatiannya selama penulis mengerjakan skripsi. Dan tentunya terima kasih juga kepada Om Indra Kesuma dan indra Wijaya atas kedermawanannya memberikan laptop untuk penyelesaian skripsi penulis.
10. Seluruh Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi sampel pada penelitian ini. Terima kasih atas waktu yang telah diluangkan dan kerjasamanya.
Keterbatasan penulis dalam kemampuan menulis dan meneliti dan masih minimnya pengalaman penulis dalam dunia karya tulis dan penelitian membuat peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak yang terkait.
(5)
KATA PENGANTAR ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 6
1.3. Pembatasan Masalah ... 7
1.4. Perumusan Masalah ... 8
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 8
1.5.1. Tujuan Penelitian ... 8
1.5.2. Manfaat Penelitian... 8
1.6. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. KAJIAN TEORI 2.1. Kebutuhan Afiliasi ... 11
2.1.1. Pengertian Kebutuhan Afiliasi ... 11
2.1.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Afiliasi ... 12
2.1.3. Beberapa Penelitian Mengenai Kebutuhan Afiliasi .. 15
2.1.4. Ciri-ciri Bentuk Kebutuhan Afiliasi ... 17
2.1.5. Teori-teori Yang Terkait Dengan Afiliasi ... 21
2.1.6. Pengukuran Kebutuhan Afiliasi ... 24
2.2. Kecanduan Facebook ... 25
2.2.1. Kecanduan ………. 25
2.2.1.1. Definisi Kecanduan ... 25
2.2.1.2. Jenis-jenis Kecanduan ... 27
2.2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Kecanduan ... 27
2.2.1.4. Kriteria Kecanduan ... 29
2.2.2. Facebook ... 32
2.2.2.1. Facebook Sebagai Social Networking ... 32
(6)
3.2. Variabel ... 42
3.2.1. Definisi Konseptual Variabel ……… 43
3.2.1. Definisi Operasional Variabel ... 43
3.3. Subjek Penelitian ... 44
3.3.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 44
3.4. Populasi Dan Sampel ... 44
3.4.1. Populasi ... 44
3.4.2. Sampel ... 45
3.4.3. Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 45
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 46
3.6. Instrumen Pengumpulan Data ... 47
3.6.1. Skala Kebutuhan Afiliasi ... 47
3.6.2. Skala Kecanduan Facebook ... 49
3.7. Uji Instrumen Penelitian ... 50
3.7.1. Tekhnik Uji Instrumen Penelitian ... 50
3.7.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 52
3.7.3. Hasil Uji Validitas Skala Kebutuhan Afiliasi ... 53
3.7.4. Hasil Uji Validitas Skala Kecanduan Facebook ... 55
3.7.5. Hasil Uji Reliabilitas ... 56
3.8. Prosedur Analisis Data ... 57
3.8.1. Reliabilitas Dan Validitas ... 57
3.8.2. Analisis Pendahuluan ... 57
3.8.3. Analisis Uji Hipotesis ... 58
3.9. Prosedur Penelitian ... 59
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Responden ... 62
4.2. Presentasi Data ... 64
4.2.1. Deskripsi Statistik ... 64
4.2.2. Kategorisasi Skor Penelitian ... 65
4.3. Uji Hipotesis ... 69
4.3.1. Uji Hipotesis Penelitian ... 69
(7)
5.3.2. Saran Praktis ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN
(8)
Tabel 2.1. Ciri-ciri Kebutuhan Afiliasi 18 Tabel 3.1. Blue Print Skala Kebutuhan Afiliasi 48 Tabel 3.2. Blue Print Skala Kecanduan Facebook 49 Tabel 3.3. Blue Print Uji Coba Skala Kebutuhan Afiliasi 53 Tabel 3.4. Blue Print Uji Coba Skala Kecanduan Facebook 55 Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin
Fakultas dan Semester 62
Tabel 4.2. Deskripsi Statistik 64
Tabel 4.3. Kategorisasi Responden Pada Skala Kebutuhan Afiliasi 67 Tabel 4.4. Kategorisasi Responden Pada Skala Kecanduan Facebook 68
Tabel 4.5. Koefisien korelasi 69
(9)
(10)
Lampiran A :
Latar belakang Facebook, Fitur dan aplikasi dalam facebook
Lampiran B :
Input Data Mentah Try Out Skala Kebutuhan Afiliasi, Input Data Mentah Try Out Skala Kecanduan Facebook, Reliabilitas dan Validitas Try Out Skala Kebutuhan Afiliasi, Reliabilitas dan Validitas Try Out Skala Kecanduan Facebook.
Lampiran C :
Input Data Mentah Field Test Skala Kebutuhan Afiliasi, Input Data Mentah Field Test Skala Kecanduan Facebook, Statistik Deskriptif, Tabel Frekuensi,
Histogram, Output Koefisien Korelasi, Output Uji Perbedaan Kebutuhan Afiliasi dan Kecanduan Facebook Berdasarkan Jenis Kelamin.
Lampiran D :
Lembar Kesediaan Untuk Menjadi Responden, Data Diri Responden, Skala Kebutuhan Afiliasi (Try Out), Skala Kecanduan Facebook (Try Out), Skala Kebutuhan Afiliasi (Field Test), Skala Kecanduan Facebook (Field Test).
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangManusia adalah makhluk sosial. Kalimat ini tidak asing lagi untuk
didengar dan merupakan satu rangkaian kata yang sering digunakan sebagai upaya
menjelaskan eksistensi manusia. Kalimat tersebut merujuk pada adanya kelekatan
antara kehidupan seorang individu dengan individu lainnya. Seorang individu
akan selalu mengembangkan diri, mempelajari, memperbaiki dan melanjutkan
kehidupan dengan bantuan individu lain dan lingkungan sekitarnya. Wrightsman
(1979) menjelaskan bahwa teman dan cinta adalah aspek yang paling penting
dalam hidup, dan proses pengembangan suatu hubungan merupakan suatu tujuan
yang sangat menantang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu
hubungan pertemanan adalah hal yang memegang peranan penting dalam hidup
setiap manusia. Ada dasar di dalam diri individu untuk menjalin, mengembangkan
dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Sesuatu di dalam diri individu yang mendasari adanya keinginan untuk
menjalin hubungan dengan individu lainnya dikenal dengan istilah need for
affiliation (kebutuhan afiliasi). Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Atkinson dalam Martaniah (1984) yang mendefinisikan motif berafiliasi sebagai
motif yang mendorong pembentukkan dan pertahanan hubungan yang positif dan
(12)
Definisi yang telah diutarakan oleh Atkinson dapat menggambarkan apa yang
dimaksud dengan kebutuhan afiliasi. Ia menekankan adanya dorongan di dalam
diri individu yang membentuk upaya menjalin dan mempertahankan suatu
hubungan dengan orang lain.
Walaupun kebutuhan ini terdapat pada setiap manusia, terdapat perbedaan
besarnya bentuk dorongan yang dimiliki oleh satu individu dengan individu
lainnya. Dinamika ini membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti secara
mendalam mengenai kebutuhan afiliasi. Penelitian mengenai aspek kebutuhan
afiliasi ini pertama kali dilatarbelakangi oleh karya Murray mengenai aspek
motivasional kepribadian. Para psikolog telah meneliti perbedaan perilaku antara
orang-orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi dan rendah (Baron,
2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang tinggi dalam
kebutuhan afiliasinya cenderung menulis lebih banyak surat dan menelepon lokal
lebih banyak, tertawa lebih banyak dan secara fisik tetap dekat dengan orang lain,
menginginkan kencan lebih banyak setiap minggunya dan lebih mungkin untuk
terlibat secara emosional dalam suatu hubungan daripada individu yang rendah
dalam kebutuhan afiliasinya.
Penelitian di atas menyatakan adanya berbagai media yang digunakan oleh
individu untuk menyalurkan kebutuhan afiliasi. Mereka menggunakan surat,
telepon dan media komunikasi lainnya untuk menjalin hubungan dengan orang
lain. Pada saat ini, perkembangan teknologi telah menyentuh dunia komunikasi
(13)
dalam menjalin komunikasi dengan individu lainnya. Pertanyaan pada riset
komunikasi komputer menjadi “Bagaimana menyediakan suatu jasa komunikasi
melewati jaringan-jaringan yang berbeda yang saling terhubung?” (Febrian,
2006). Pertanyaan ini berujung pada munculnya internet sebagai jawaban bidang
teknologi untuk mempermudah komunikasi antar individu.
Internet adalah jaringan komputer dunia yang mengembangkan
ARPANET, suatu sistem komunikasi yang terkait dengan pertahanan keamanan
yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Internet memungkinkan hampir semua
orang di belahan dunia manapun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan
mudah (Severin, 2007).
Perkembangan internet mengalami kemajuan pesat karena mendapat
respon positif dari masyarakat. Hingga akhirnya berhasil masuk kedalam pasar
Indonesia pada tahun 1994 (Febrian, 2006), internet tidak mengalami kendala
yang berarti dalam mengembangkan sayapnya. Pada tahun 2004, internet telah
memiliki 10 juta pengguna di Indonesia (Febrian, 2006).
Fakta adanya penerimaan masyarakat terhadap internet ini membuat para
ahli berusaha menciptakan program yang lebih canggih dan lengkap sebagai
mediator komunikasi antar individu. Situs pertemanan mulai muncul
kepermukaan sebagai situs yang menawarkan pola hubungan sosial dengan bentuk
komunikasi yang dipermudah. Berbagai upaya untuk memperbaiki dan
melengkapi situs yang telah ada dilakukan. Salah satu diantaranya dilakukan oleh
(14)
Facebook merupakan suatu jejaring sosial yang menghubungkan orang
dengan teman dan relasinya. Sebagaimana situs pertemanan lainnya, Facebook
juga memiliki tujuan utama untuk membantu individu menjaga hubungan baik
dengan teman dan relasi. Selain itu, Facebook memberi peluang bagi individu
untuk menghidupkan kembali hubungan dengan teman-teman lama (Kurniali,
2009).
Tetapi, Zuckerberg tidak berhenti sampai disini. Ia terus memiliki banyak
tujuan yang ingin dicapai melalui Facebook selain hanya sebagai media yang
mempermudah individu untuk menjalin komunikasi. Ia terus mengembangkan
fungsi Facebook dengan penyediaan aplikasi-aplikasi yang menarik. Aplikasi ini
memanjakan individu dengan berbagai tawaran yang menyangkut dunia sosial.
Beberapa aplikasi yang tersedia seperti “poke friends” (menyentuh teman),
message (pesan), discuss group, status, komentar, aplikasi “People I love”, “Hug
friends” menjadikan Facebook sebagai miniatur kehidupan sosial manusia.
Kehadiran Facebook dapat menjadi pilihan bagi individu dalam memenuhi
kebutuhan afiliasinya. Begitu banyak individu yang tertarik di dalamnya hingga
akhirnya mengalami kecanduan (addiction).
Kecanduan Facebook (Facebook addiction) merujuk pada perilaku yang
berulang (dalam hal ini menggunakan Facebook) yang tidak baik bagi kesehatan
atau dapat merusak diri yang sulit dihindari oleh individu (Yee, 2002). Hal ini
(15)
munculnya banyak kasus yang terkait dengan Facebook, hingga kesulitan individu
untuk menghindari pengecekan Facebook.
Fenomena ini menarik perhatian para peneliti. Salah satunya adalah Rob
Bedi. Ia menyatakan bahwa kecanduan internet telah menjadi hal yang biasa di
wilayah kampus universitas. Didukung dengan adanya free internet acces,
tugas-tugas yang berbasis web dan tidak terstrukturnya pembatasan waktu yang ada
(Pope, 2008)
Selain itu, salah satu artikel mengenai Facebook (Admin, 2009)
menuliskan bahwa berdasarkan laporan terbaru The Daily Mail, Facebook
memicu seseorang untuk melakukan isolasi sosial. Ketika seorang individu
mengalami kecanduan terhadap Facebook, ia akan lebih banyak menggunakan
waktu untuk bermain Facebook daripada melakukan interaksi atau hubungan
sosial dengan orang lain di dunia nyata. Kondisi ini membuat individu
menghindari social gathering dan pertemuan dengan orang lain. Penemuan di atas
memunculkan suatu pertanyaan mengenai bagaimana keterkaitan antara Facebook
dengan hubungan sosial individu. ketika individu mengalami kecanduan terhadap
Facebook, akankah fungsi sebagai mediator untuk menjalin dan menjaga
hubungan antar individu sebagai penyebabnya? Apakah kebutuhan dasar dalam
diri individu untuk selalu berhubungan dengan orang lain berkaitan dengan
munculnya perilaku kecanduan ini ?
Berbagai pertanyaan di atas mendasari keinginan peneliti untuk mencari
(16)
Beberapa penelitian terdahulu menjadi pembelajaran awal bagi peneliti untuk
menentukan aspek psikologis apa yang tepat digandengkan dengan fenomena
“demam Facebook” yang banyak menjalar di Indonesia.
Sebagai suatu isu baru di Indonesia, penelitian mengenai Facebook akan
memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat umum dan bagi ilmu
pengetahuan. Dengan berpegangan pada berbagai alasan di atas maka peneliti
akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan kebutuhan afiliasi dengan
kecanduan Facebook” yang akan dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran mengenai penelitian ini dalam latar belakang di
atas, maka peneliti mengidentifikasikan permasalahan yang ada pada penelitian
ini yaitu :
1. Bagaimana tingkat kebutuhan afiliasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ?
2. Bagaimana tingkat kecanduan Facebook dikalangan mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ?
3. Adakah hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook
di kalangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
(17)
4. Adakah perbedaan tingkat kebutuhan afiliasi antara laki-laki dan
perempuan ?
5. Adakah perbedaan tingkat kecanduan Facebook antara laki-laki dan
perempuan ?
1.3. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan pada penelitian ini tidak meluas dan agar penelitian
dapat mencapai hasil sesuai dengan apa yang ingin diteliti, maka peneliti
membuat pembatasan pada masalah penelitian yaitu mengenai ada atau tidaknya
hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun
arti dari variabel-variabel yang ada yaitu :
a. Kebutuhan afiliasi yaitu kebutuhan pada individu untuk menjalin
hubungan, bekerja sama,berdekatan dan menjalin afeksi serta kesetiaan
dengan orang lain. Kebutuhan ini membuat individu berperilaku afiliatif
sebagai upaya pemenuhannya.
b. Kecanduan terhadap Facebook yaitu keinginan untuk selalu menggunakan
Facebook yang ditunjukkan dengan perilaku penggunaan Facebook yang
berlebihan dan intensitas yang tinggi.
c. Mahasiswa yaitu individu yang menuntut ilmu dan secara resmi masih
dinyatakan sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam
(18)
1.4. Perumusan Masalah
Setelah menentukan identifikasi dan pembatasan pada permasalahan
penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahan yang ada yaitu “Apakah ada
hubungan yang signifikan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook
pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta?”
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook pada
mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Peneliti membagi manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini kedalam
dua bentuk manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun beberapa
manfaat tersebut diantaranya :
1. Manfaat Teoritis
o Dengan mengetahui hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan
terhadap Facebook, maka akan menjadi tambahan dalam kajian teori yang
(19)
o Penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya
yang terkait dengan tema psikologis Facebook.
2. Manfaat Praktis
o Dengan mengetahui keterkaitan antara variabel-variabel penelitian, instansi
yang terkait -atau yang sejenis- dapat menciptakan, meningkatkan, atau
merumuskan kembali program yang sekiranya diminati masyarakat sesuai
dengan rumusan hubungan yang telah ada.
o Penelitian mengenai hubungan dari kedua variabel ini dapat digunakan untuk
menelusuri pencegahan yang tepat bagi pengguna Facebook agar tidak
mengalami kecanduan.
o Menghasilkan Alat ukur yang dapat digunakan untuk
kepentingan-kepentingan lain yang terkait dengan afiliasi dan kecanduan Facebook.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
BAB 1 : Pendahuluan
Bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
(20)
Bab ini akan diuraikan pengertian dari kebutuhan afiliasi, faktor yang
mempengaruhi kebutuhan afiliasi, beberapa penelitian mengenai
afiliasi, ciri-ciri bentuk kebutuhan afiliasi, teori-teori yang terkait
dengan afiliasi, pengukuran kebutuhan afiliasi, definisi kecanduan,
jenis-jenis kecanduan, faktor penyebab kecanduan, kriteria kecanduan,
latar belakang Facebook, kecanduan Facebook dan kerangka berfikir
BAB 3 : Metodologi Penelitian
Bab ini akan diuraikan pendekatan dan metode penelitian, definisi
variabel dan operasional variabel, populasi dan sampel penelitian,
metoe pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, uji instrumen
penelitian dan prosedur analisis data
BAB 4 : Presentasi dan analisis data
Bab ini terdiri dari gambaran umum responden, statistik deskriptif,
kategorisasi skor penelitian, uji hipotesis penelitian dan data tambahan.
BAB 5 : Kesimpulan, diskusi dan saran
Bab ini akan diuraikan kesimpulan, diskusi, saran, dari penelitian yang
(21)
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Kebutuhan Afiliasi2.1.1. Pengertian kebutuhan afiliasi
Murray dalam Baron (2004) berpendapat bahwa kebutuhan afiliasi terkait
dengan kecenderungan untuk membentuk pertemanan dan untuk bersosialisasi,
untuk berinteraksi secara dekat dengan orang lain, untuk bekerjasama dan
berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang bersahabat, dan untuk jatuh
cinta.
Menurut Maslow dalam Siagian (1989), manusia adalah makhluk sosial
sehingga kebutuhan afiliasi pada manusia timbul secara naluriah. Karena sifatnya
yang naluriah, kebutuhan ini sudah timbul sejak seseorang dilahirkan dan terus
bertumbuh dan berkembang dalam perjalanan hidupnya. Karena sifatnya yang
naluriah juga maka keinginan untuk memuaskannya pun berada pada intensitas
yang tetap tinggi.
Sementara itu, Dwyer (2000) menganggap afiliasi sebagai kebutuhan dasar
untuk berhubungan dengan orang lain. Kita berafiliasi dalam berbagai keadaan
seperti bersenang-senang, memperoleh perizinan, mengurangi ketakutan dan
(22)
Martaniah (1984) mendefinisikan motif berafiliasi sebagai motif yang
mendorong individu untuk berinteraksi dengan orang lain yang mengandung
kepercayaan, afeksi dan empati yang simpatik. Sementara itu, Vernon dalam
Martaniah (1984) menganggap motif berafiliasi sebagai suatu kemauan untuk
mengurangi motif personal sehingga dapat diterima oleh kelompoknya.
Menurutnya, sumber dari motif berafiliasi adalah suatu konformitas atau
keseragaman.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan afiliasi merupakan
kebutuhan untuk menjalin dan mempertahankan suatu hubungan dengan orang
lain yang disertai kepercayaan dan perasaan yang kuat.
2.1.2. Faktor Yang Mempegaruhi Kebutuhan Afiliasi
Manusia memiliki tingkat kebutuhan afiliasi yang berbeda-beda antara
yang satu dengan yang lainnya. Franzoi (2006) mencoba menjelaskan beberapa
faktor yang menyebabkan kita memiliki hasrat berafiliasi yang berbeda-beda.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi hasrat berafiliasi pada manusia. Ketiga
faktor tersebut adalah :
1. Warisan / kebudayaan evolusioner manusia
Tampaknya kebutuhan manusia untuk memiliki sangat kuat dan
fundamental. Saat kebutuhan ini tidak terpenuhi dan mengalami pengeluaran
atau penolakan, manusia akan bertindak dengan beragam cara yang negatif,
(23)
biasanya sering diikuti dengan penurunan kesehatan fisik. Studi mengenai
gambaran otak manusia mengindikasikan bahwa perasaan sakit sosial yang
kita alami yang diakibatkan oleh penolakan secara neurologi memiliki
kesamaan dengan perasaan distress yang dihubungkan dengan sakit fisik, yang
mana keduanya dimulai di dalam bagian depan cingulated cortex otak di lobus
frontal.
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan manusia untuk
mencari orang lain, untuk berteman dan untuk membentuk hubungan dekat
yang menyenangkan terlihat seperti sifat yang diwarisi yang membantu
manusia untuk bertahan dan bereproduksi.
2. Otak dan aktifitas sistem saraf pusat
Perkembangan bukti biologis mengindikasikan bahwa perbedaan antar
individu dalam kebutuhan afiliasi meliputi perbedaan-perbedaan di dalam
arousability sistem saraf pusat dan aktifitas otak yang terkait dengan
pengalaman emosi negatif dan positif. Arousability adalah derajat kebiasaan
yang membangun produksi stimulasi dari sistem saraf pusat.
3. Kebudayaan, gender, dan afiliasi
Diluar penyebab biologis, kebutuhan afiliasi juga tampak dibentuk oleh
variabel kebudayaan. Studi yang dilakukan oleh Geert Hofstede dalam Franzoi
(24)
tinggi kebudayaan individualis maka akan membutuhkan kebutuhan afiliasi
yang lebih tinggi. Dalam menjelaskan penemuan ini, Hofstede menetapkan
bahwa dalam kebudayaan individualis, secara general individu berharap untuk
mengembangkan secara individual hubungan mereka dan untuk melakukan
hal yang sama dalam berbagai variasi keadaan sosial. Karena mereka
mengembangkan pertalian sosial dengan orang lain dari berbagai kelompok
sosial, mereka mungkin memiliki banyak hubungan, tetapi mereka tidak
memiliki keintiman.
Walaupun hubungan sosial pada orang-orang individualis cenderung
kurang intim daripada orang yang kolektivis, beberapa orang individualis
berusaha mempererat hubungan yang lebih intim daripada yang lain.
perempuan juga lebih suka daripada laki-laki untuk berfikir, bersikap, dan
menetapkan dirinya dijalan yang menegaskan koneksi emosi mereka dengan
orang lain. berhubungan secara sosial relasi diri yang lebih ini, dapat
dibedakan dengan kesendirian kemandirian diri yang menjadi tipikal laki-laki,
yang membuat seseorang menjadi mandiri dan kurang tertarik dalam
pengembangan emosi.
Selain ketiga point yang dijabarkan di atas, Martaniah (1984)
menambahkan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kebutuhan
berafiliasi yaitu perasaan adanya kesamaan. Kesamaan dapat berupa kesamaan
status, kesamaan kelompok etnik, kesamaan bangsa. Sebagai contoh dapat dilihat
(25)
hubungan dan mempertahankannya sehingga terbentuklah semacam forum alumni
dan sebagainya.
2.1.3. Beberapa Penelitian Mengenai Afiliasi
Sebagai salah satu kebutuhan psikis yang terdapat pada diri manusia,
kebutuhan afiliasi telah mengundang minat para psikolog dan ilmuwan psikologi
untuk diteliti guna mendapatkan gambaran mendalam dan merumuskan hasil
penemuan menjadi satu kesatuan teori yang dapat dimanfaatkan. Salah satu
penelitian yang dilakukan, berusaha mencari jawaban mengenai keterkaitan antara
stress dan afiliasi.
Alasan yang mendasari mengapa respon terhadap stress disertai dengan
keramahan dan afiliasi diidentifikasikan pertama kali oleh Schachter dalam Baron
(2004). Hasil penelitiannya telah menunjukkan bahwa sampel yang mengetahui
bahwa dirinya berada dalam situasi yang memicu stress (stressful) akan
menunjukkan perilaku mencari teman dan berhubungan dengan rekannya,
sementara sampel yang tidak mengetahui keadaannya akan cenderung
menunjukkan perilaku ingin sendiri dan tidak bergabung dengan orang lain.
Sementara itu, Exline dalam Martaniah (1984) lebih tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai kaitan antara kebutuhan berprestasi dan
kebutuhan berafiliasi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa kompetisi
(26)
menatap satu sama lainnya, sedangkan pada orang yang mempunyai motif
berafiliasi yang rendah interaksi visualnya lebih intensif.
Memang terdapat banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang
tidak searah antara kebutuhan berprestasi dan kebutuhan berafiliasi. Corsini
(1994) menjelaskan bahwa hal ini mungkin dikarenakan kedua motif ini secara
general diekspresikan dalam bentuk perilaku yang sama-sama tidak cocok.
Kebutuhan mencapai kesuksesan dikarakteristikan oleh perhatian pada kemajuan
diri yang memfokuskan satu perhatian pada tugas-tugas yang memperkuat
kapabilitas dan menyediakan feedback dalam efektivitas personal. Individu yang
memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi mungkin jadi menyembunyikan atau
mencela kepandaian mereka, agar tidak membuat orang lain merasa rendah atau
menimbulkan perasaan cemburu.
Sebagaimana dijelaskan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
berdasarkan hasil penelitian mereka, perilaku afiliatif muncul atau menjadi
semakin meningkat karena adanya suatu kondisi yang tidak biasa, menekan atau
menegangkan yang dihadapi oleh individu. Situasi tersebut menyebabkan
munculnya reaksi psikis (stress, ragu-ragu) yang membuat individu membutuhkan
orang lain baik untuk dijadikan penegasan atas kelayakan tingkah lakunya
ataupun untuk dijadikan sebagai suatu acuan penilaian.
Selain itu, penelitian lainnya yang dilakukan oleh Exline lebih
menegaskan akan adanya hubungan yang berlawanan antara tingkat kebutuhan
(27)
Kesimpulannya, setiap individu memiliki tingkat kebutuhan afiliasi yang
berbeda-beda dan cenderung berbanding terbalik dengan tingkat kebutuhan
berprestasi, tetapi suatu kondisi tertentu dapat meningkatkan kebutuhan afiliasi
yang dimiliki oleh individu.
2.1.4. Ciri-ciri Bentuk Kebutuhan Afiliasi
Salah seorang psikolog yang banyak membahas mengenai kebutuhan
afiliasi adalah H.A Murray. Need for affiliation (n Aff) adalah satu dari 20
kebutuhan psikis yang diidentifikasi oleh H.A.Murray dan diukur di dalam
thematic Apperception Test (TAT). Kebutuhan afiliasi dihitung ketika satu atau
beberapa karakter yang terdapat di dalam cerita TAT subjek menunjukkan
mengenai “membentuk, memelihara, atau memperbaiki hubungan afeksi positif
dengan orang lain” (Corsini, 1994).
Murray dalam Martaniah (1984) juga menyatakan bahwa kebutuhan
afiliasi merupakan keinginan untuk mendekat atau keinginan untuk kerjasama
dengan orang lain, menyenangkan dan mendapat afeksi dari orang lain, dan setia
terhadap teman. Di dalam kebutuhan afiliasi terkandung kepercayaan, kemauan
baik, afeksi, kasih, dan empati yang simpatik yang dimanifestasikan dalam sikap
bersahabat, sosial, menyenangkan, penuh kasih dan kepercayaan, dan bersifat
baik.
Dalam buku bukunya Exploration In Personality, Murray menjelaskan
(28)
tersebut dibagi ke dalam beberapa komponen sebagaimana tertera dalam table di
bawah ini.
Tabel. 2.1.
Ciri-ciri kebutuhan afiliasi
No. Komponen Ciri aksi
1. General (Umum) - Bertemu dan berkenalan dengan orang lain - Membentuk, memelihara / menerima keterkaitan dengan orang lain
- menunjukkan perbuatan baik dan cinta
- melakukan sesuatu yang menyenangkan orang lain
- menghindari untuk menyakiti orang lain dan menghilangkan pertengkaran
2. Motones (motorik) - Mendekatkan diri
- Melambai, berjabat tangan dan memeluk
3. Verbones (verbal) - Mengucap salam, halo dan bertanya dengan bersahabat
- Member informasi, bercerita dan bertukar perasaan
- Mengekspresikan kepercayaan,
kekaguman, perasaan dan mempercayai orang lain
4. Kontak Melakukan pendekatan, menyentuh, menemani dan tinggal dekat kerabat
5. Persamaan - Merasa atau bersikap seperti teman - Mengikuti dan menyetujui orang lain
6. kerjasama Menerima sesuatu dengan orang lain
7. Timbal balik - Berkomunikasi, bermain dengan orang lain, bertelepon dan mengirim surat
- Berbagi keuntungan, pengetahuan, kepercayaan dengan orang lain
- Menikmati hubungan intim dengan orang yang dicintai
8. Ide - Menerima ide, menyelaraskan satu
perasaan dengan perasaan yang lain / menyelesaikan perbedaan
(29)
Sementara itu, skor tinggi individu mengenai kebutuhan afiliasi dalam
Adjective Check List milik Gough cenderung mendeskripsikan diri mereka dengan
istilah friendly (bersahabat), warm (hangat), trusting (percaya), talkactive
(talkaktif), cheerful (riang), kind (baik), loyal (setia), helpful (suka membantu),
praising (suka memuji), accepting (menerima), generous (dermawan) (Corsini,
1994).
Lansing dan Heyns dalam Corsini (1994) menemukan bahwa kebutuhan
afiliasi secara signifikan berhubungan dengan frekuensi telepon lokal yang
dilakukan oleh subjek, walaupun hanya ada hubungan yang lemah dengan jumlah
penulisan surat atau frekuensi mengunjungi teman dekat yang tinggal ditempat
yang jauh. Jadi, seseorang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi
cenderung lebih sering menelepon lokal, mengirim surat dan mengunjungi teman
daripada seseorang yang rendah kebutuhan afiliasinya.
Efek kebutuhan afiliasi yang ditunjukkan dalam penelitian penelitian Mc
Adams dan Constantian dalam Geen (1995) juga dapat menunjukan perilaku
berafiliasi. Pada penelitian ini, setiap parsitipan diminta untuk menuliskan
aktifitas mereka setiap kali mereka menerima sinyal dari perlengkapan penelitian
yang mereka bawa selama rutinitas keseharian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebutuhan afiliasi berhubungan positif dengan berbicara dengan orang lain
(30)
Buunk dalam Dwyer (2000) menyatakan adanya perbedaan-perbedaan
penting pada karakteristik dan perilaku orang yang bekebutuhan afiliasi tinggi
daripada orang yang berkebutuhan afiliasi rendah. Secara umum, seseorang
dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi memberikan perhatian pada membentuk dan
memelihara hubungan yang positif dengan orang lain dan mengamati orang lain
lebih dekat dalam interaksi sosial. Mereka bersahabat dengan orang lain dan
cenderung popular. Dan karena mereka sangat fokus pada keinginan untuk
diterima oleh orang lain, mereka cemas akan penolakan, berhati-hati agar tak
menyakiti orang lain dan menunjukkan kecemasan tinggi dalam keadaan sosial.
Beberapa penjelasan mengenai ciri-ciri dari kebutuhan afiliasi yang
diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas secara garis besar merujuk pada adanya
keinginan untuk menjalin dan mempertahankan suatu hubungan dengan
sikap-sikap positif dalam suatu hubungan.
Tetapi peneliti lebih setuju dengan apa yang dikemukakan Murray
mengenai beberapa kriteria yang mencirikan suatu kebutuhan afiliasi pada
individu dalam TAT. Ia mengungkapkan beberapa komponen seperti komponen
general, motorik, verbal, kontak, kerjasama, timbale balik dan ide dengan ragam
indikator di dalamnya sebagai gambaran dari apa yang terkandung dalam
kebutuhan afiliasi.
Menurut peneliti, penjabaran Murray yang terkait dengan kriteria-kriteria
(31)
Dengan demikian, berpegang pada kriteria ini akan mempermudah peneliti dalam
mengkonstruk suatu alat pengukuran.
2.1.5. Teori-teori yang terkait dengan afiliasi
Wrightsman (1979) menjabarkan beberapa teori yang menjelaskan alasan
yang membuat seseorang ingin menjalin hubungan dan bergabung dengan orang
lain.beberapa teori tersebut adalah :
1. Social Exchange Theory.
Teori ini menyatakan bahwa perilaku afiliatif yang dilakukan oleh individu
merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan tujuan. Setiap individu
memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai pada setiap peristiwa dalam
hidupnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan-tujuannya yaitu dengan melakukan interaksi, berhubungan, bekerjasama dan
bergabung dengan individu lain. salah satu contoh aplikatif dari teori ini
adalah seorang pemain bulu tangkis yang menjalin hubungan dengan teman
mainnya agar dapat memainkan permainan ini (Wrightsman, 1979).
Franzoi (2006) mennyatakan bahwa teori ini berupaya menjelaskan afiliasi
lebih difokuskan pada interaksi antar sesama manusia. Sesuai dengan teori
pertukaran sosial (social exchange theory), manusia mencari dan memelihara
(32)
mengindari dan mengakhiri hubungan yang memiliki kerugian lebih banyak
daripada keuntungannya. Asumsi ini mendasari perspektif mengenai afiliasi
yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu hedonist, mereka mencari kenikmatan
yang banyak dan meminimalkan kesakitan.
2. Reinforcement Theory
Menurut teori ini, orang lain mewakili reward (hadiah/penghargaan) yang
ada di dalam atau pada diri mereka. Berdasarkan teori ini, dapat dikatakan
bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia untuk mendapatkan persetujuan dan
untuk mengembangkan identitasnya hanya didapatkan melalui orang lain.
Sulit untuk membedakan teori ini dengan teori sebelumnya (social exchange
theory).
3. Social Comparison Theory
Rumusan teori ini menjelaskan bahwa ketidakhadiran dari standar koreksi
yang objektif membuat individu mencari orang lain untuk mengevaluasi diri.
Evaluasi diri (self evaluation) melalui komparasi sosial akan menjadi lebih
berhasil bila dilakukan dengan objek (orang lain) yang hampir memiliki
kesamaan dengan kita.
Dwyer (2000) menjelaskan bahwa seseorang yang sedang mengalami
situasi atau emosi yang tidak menyenangkan tertarik untuk mendiskusikannya
dengan orang lain yang berada dalam situasi yang sama untuk melakukan
(33)
Lebih lanjut, Franzoi (2006) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk
mengetahui diri kita dan benar-benar mengetahui secara baik mengenai tempat
kita di lingkungan sosial adalah dengan cara membandingkan diri kita dengan
orang lain. informasi yang diperoleh dari perbandingan sosial akan digunakan
untuk mengevaluasi diri. Selain itu, manusia tidak hanya menggunakan
perbandingan sosial untuk mempertimbangkan –dan meningkatkan- diri saja,
tetapi juga untuk menyediakan informasi mengenai emosinya.
Selain ketiga teori yang diungkapkan oleh Wrightsman di atas, Buunk
dalam dwyer (2000) juga menambahkan dua hal lain yang dapat menjadi alasan
seseorang berafiliasi yaitu pengurangan kecemasan (Anxiety reduction) dan
pencarian informasi (Information seeking). Tetapi ia juga menambahkan bahwa
walaupun terdapat tiga situasi dimana seseorang lebih senang untuk berhubungan
dengan orang lain, ada beberapa orang yang lebih cenderung untuk bersosialisasi
dengan orang lain.
Dapat disimpulkan bahwa ketiga teori ini berupaya memecahkan akan
alasan seseorang berperilaku afiliatif dikaitkan dengan sesuatu yang diperoleh
individu dari perilaku afiliatifnya. Dengan demikian, ketiga teori menegaskan
akan adanya tujuan yang ingin dicapai, hadiah yang ingin didapat, atau
pengetahuan dan informasi untuk penilaiannya yang menjadi latar belakang
(34)
Bagaimanapun, kebutuhan afiliasi memang ada dalam diri setiap individu.
Teori-teori di atas hanya mengungkap sebagian dari sekian banyak alasan yang
mungkin dapat menjadi dasar mengapa seorang individu berperilaku afiliatif.
2.1.6. Pengukuran Kebutuhan Afiliasi
Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan oleh para psikolog untuk
mengukur kebutuhan afiliasi sebagai trait yang ada pada setiap individu. beberapa
bentuk pengukuran yang ada diantaranya :
1. Pengukuran Lapor Diri (Self Report). Pengukuran ini hanya menanyakan
pertanyaan langsung mengenai keinginan dan aktivitas yang relevan
dengan afiliasi, dengan demikian hanya menyentuh motif eksplisit (explicit
motive) untuk berafiliasi.
2. Pengukuran Proyektif terdiri dari gambar-gambar yang ambigu, dimana
responden diminta untuk menginterpretasikan apa yang sedang terjadi.
Pengukuran ini diarahkan pada kebutuhan yang lebih tidak disadari, dan
demikian menyentuh motif implisit (implicit motive) untuk berafiliasi
(35)
2.2. Kecanduan Facebook
2.2.1. Kecanduan
2.2.1.1. Definisi Kecanduan
Bagi masyarakat umum, kecanduan atau biasa dikenal dengan istilah
addiction selama ini sangat identik dengan penggunaan zat atau obat-obatan.
Tetapi pada kenyataannya, asumsi ini hanya merupakan sebagian kecil dari
cakupan addiction yang sebenarnya. Hingga saat ini pendefinisian istilah
addiction telah berkembang dan menjadi semakin meluas.
Salah satunya, sebagaimana tertera dalam Webster’s Encyclopedic
Unabridged Dictionary (1989) addiction (kecanduan) didefinisikan sebagai
keadaan menyerah atau mengalah pada suatu kebiasaan, perbuatan atau sesuatu
yang membentuk kebiasaan, seperti narkotik, yang mana menghentikannya akan
mengakibatkan beragam trauma.
Kata “Addicted” telah digeneralisasikan dan tidak lagi dibatasi oleh
definisi addiction dari World Health Organization’s (Corsini, 1994) yaitu :
“A state of periodic or chronic intoxication produced by the repeated consumtion of a natural or synthetic drug for which one has an overpowering desire or need ….. with the presence of a tendency to increase the dose and evidence of phenomena of tolerance, abstinence and withdrawal, in which there is always psychic and physical dependence on the effects of the drug.”
Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa definisi dari addiction bukan lagi
(36)
pengkonsumsian obat-obatan alami atau buatan yang berulang yang telah
menguasai hasrat atau keinginan.
Nicholas Yee (2002) dalam artikelnya yang berjudul “Understanding
MMORPG Addiction” mendefinisikan Addiction / kecanduan sebagai perilaku
yang berulang (kambuhan) yang tidak baik bagi kesehatan atau dapat merusak diri
yang sulit dihindari oleh individu.
Dalam Buku Encyclopedia Of Psychology 2nd Ed (Corsini, 1994)
dijelaskan bahwa pada saat ini kecanduan memiliki relasi dengan berbagai
substansi, aktivitas dan interaksi. Saat ini banyak individu yang menyatakan
dirinya kecanduan (addiction) terhadap makanan, rokok, judi, belanja, pekerjaan,
permainan dan juga sex.
Horvath (2005) juga berupaya menjelaskan definisi dari kecanduan di
dalam artikelnya yang berjudul “coping with addiction” sebagai suatu aktifitas
atau zat yang sangat dibutuhkan secara berulang-ulang untuk dilakukan, dan yang
menyebabkan kita mau membayar mahal untuk mendapatkannya (sama artinya
bahwa kita mampu menghadapi konsekuensi negatif untuk mendapatkannya).
Dengan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecanduan
(addiction) merupakan suatu keadaan dimana individu melakukan atau
menggunakan suatu aktifitas, barang atau zat secara berlebihan dan penundaan
atau ketiadaannya akan berpengaruh negatif bagi individu. Adanya penjelasan
(37)
zat)- dalam definisi kecanduan, dapat mempertegas adanya kecanduan yang dapat
terjadi pada suatu kegiatan atau aktifitas sehari-hari.
2.2.1.2. Jenis-jenis Kecanduan
Lance Dodes dalam Yee (2002) menjabarkan pemikirannya mengenai
adiksi fisik bukan sebagai satu-satunya isu utama dari adiksi. Menurutnya, selain
adiksi fisik, juga terdapat satu jenis kecanduan yang lain yaitu adiksi psikis. Lebih
tepatnya dapat dikatakan bahwa Dodes dalam Yee (2002) membagi kecanduan
(addiction) menjadi dua jenis kecanduan yaitu adiksi non-fisik / psikis yang
diakui yaitu seperti gambling (judi) dan shopping (belanja) dan adiksi fisik yaitu
seperti adiksi terhadap obat-obatan dan alkohol.
Ia juga mengutarakan bahwa adiksi yang sebenarnya adalah adiksi yang
bersifat psikologis dan bukannya adiksi yang bersifat fisik. Intinya, adiksi fisik
adalah isu yang sangat nyata, tetapi seperti yang telah ditunjukkan dalam kasus
sejarah tentara Vietnam, adiksi fisik yang sebenarnya lebih mudah untuk
dihilangkan / dihadapi ketika dibandingkan dengan adiksi psikis pada pecandu
narkotik (Yee, 2002).
2.2.1.3. Faktor-faktor Penyebab kecanduan
Yee (2002) adalah seorang peneliti yang memfokuskan penelitiannya
mengenai kecanduan MMORPGs. Berdasarkan penelitian Yee (2002) mengenai
(38)
a. Attraction faktors
Terdapat tiga pokok utama dari attraction faktor yaitu :
1. Adanya reward terperinci yang melekat pada MMORPGs. Reward
diberikan dengan cepat diawal game. Reward ini dapat berupa
kemenangan yang diberikan dengan waktu yang singkat dan hasil yang
cukup baik diawal / level pertama permainan. Semakin lama, reward
akan diberikan dalam rentang waktu yang lebih lama dan usaha yang
sulit. Hal ini membuat pemain ingin terus mendapatkan hasil yang
lebih baik dari permainan sebelumnya.
2. Adanya jalinan hubungan dengan orang lain (pemain lain) yang
pemain dapatkan setiap waktu. Ada banyak alasan yang menyebabkan
hubungan yang romantis dapat terjadi di MMORPGs. Status yang
dapat dirahasiakan (anonymity) dan adanya media untuk menjalin
komunikasi (chating),dan kemungkinan untuk menceritakan rahasia
atau hal personal kepada orang lain yang belum pernah ditemui secara
lagsung di dunia nyata.
3. Adanya pendalaman karakter dan lingkungan virtual oleh pemain.
Faktor ini membuat pemain menyelami karakter yang dimainkannya
sehingga membuatnya peduli terhadap karakter tersebut.
Ketiga point utama ini, dapat menjadi daya tarik bagi individu untuk
(39)
terdapat juga satu faktor lainnya yang akan menguatkan faktor daya tarik ini
dalam membuat individu mengalami kecanduan.
b. Motivation Faktor
Dodes dalam Yee (2002) menjelaskan bahwa perilaku adiksi dapat
dijadikan salah satu langkah bagi individu untuk lari dari ketidakberdayaan
yang mungkin dialaminya. Adanya tekanan dan permasalahan hidup yang
dialami individu dalam kehidupan nyatanya, dapat menjadi faktor motifasi
yang mendorong individu untuk menggunakan MMORPGs dan menerima
daya tariknya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa individu yang memiliki self esteem yang rendah
di dalam kehidupan nyatanya, dapat memiliki self esteem yang tinggi di dalam
dunia maya. Di dalam MMORPGs, mereka merasa kuat dan kompeten
walaupun pada dunia kenyataannya mereka tidak merasakannya. Dalam hal
ini, MMORPGs telah berhasil memberikan kekuatan pada individu dan
mengurangi perasaan lemah yang dimiliki oleh individu.
2.2.1.4. Kriteria Kecanduan
Menurut Yee (2002), Dua simptom khas yang ada pada kecanduan zat
yaitu withdrawal (penarikan diri) dan dependence (kebergantungan). Individual
yang mengalami ketergantungan dengan suatu zat, membutuhkan zat tersebut
(40)
mereka tidak mendapatkan zat tersebut. Withdrawal ditandai dengan kemarahan,
kecemasan dan frustasi.
Sementara itu, dalam suatu artikel yang berjudul Internet Addiction
Disorder, Goldberg (1996) mengungkapkan beberapa kriteria dari internet
addiction yaitu :
1. Toleransi, didefinisikan sebagai salah satu berikut :
a. Kebutuhan untuk meningkatkan waktu penggunaan internet yang
mencolok untuk mencapai kepuasan
b. Menurunnya efek yang dirasakan dari penggunaan internet yang
terus menerus dalam waktu yang sama
2. Penarikan diri (withdrawal), yang terwujud melalui salah satu dari
pernyataan berikut :
a. Karakteristik sindrom penarikan diri :
i. Penghentian atau pengurangan pemakaian internet akan
terasa berat dan lama
ii. Dua dari beberapa simptom berikut (yang berkembang
beberapa hari hingga satu bulan setelah kriteria i) yaitu :
agitasi psikomotor (gejolak psikomotor), kecemasan,
pemikiran yang obsesif mengenai apa yang terjadi di
internet, fantasi atau mimpi mengenai internet, gerakan jari
(41)
iii. Simptom pada kriteria yang kedua menyebabkan distress
atau kerusakan sosial, baik yang berhubungan dengan dunia
kerja atau fungsi lainnya
b. Menggunakan internet service online lainnya untuk menghilangkan
atau menghindari simptom-simptom pada nomor kedua
3. Internet sering digunakan lebih lama dari yang direncanakan
4. Adanya hasrat yang kuat atau upaya yang tidak berhasil dalam
mengendalikan penggunaan internet
5. Menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan yang berhubungan dengan
internet
6. Penghentian kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan ataupun
kegiatan rekreasi untuk penggunaan internet
7. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun telah mengetahui akan
adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan atau masalah psikologis
yang muncul karena penggunaan internet.
Adapun kriteria-kriteria yang dapat menggambarkan kecanduan menurut
Manstead (1996) sebagai berikut :
1. Perilaku terbentuk dengan sangat cepat
2. Perilaku terjadi berkali-kali, menetap dan stereotype
3. Perilaku dilakukan secara berlebihan ditujukan untul menghabiskan banyak
(42)
4. Perilaku dapat menyebabkan permasalahan kesehatan, keuangan,
pernikahan dan lainnya pada individu .
5. Perilaku bersifat berulang-ulang
6. Perilaku sulit untuk dihindari / dilepaskan secara keseluruhan dan
permanen
7. Perilaku itu dikaitkan dengan dorongan untuk kambuh atau sangat
membutuhkan
8. (pengguna obat saja) ada adaptasi fisik (ketergantungan fisik) dalam bentuk
jamaknya (pengurangan sensitifitas pada dosis yang sama) dan sindrom
withdrawal (penarikan diri).
Kriteria-kriteria yang telah diungkapkan oleh para ahli secara garis besar
menunjukkan adanya kesamaan bentuk perilaku bagi orang yang mengalami
kecanduan terhadap suatu aktifitas. Walaupun keduanya membahas mengenai
kecanduan yang berbeda, tetapi keduanya masuk kedalam kategori kecanduan
psikis.
2.2.2. Facebook
2.2.2.1. Facebook Sebagai Social Networking
Menurut kamus Webster dalam Kurniali (2009) Social Networking adalah
“ The Use of a website to connect with people who share personal or professional interest, place of origin, education at a particular school, etc.”
(43)
Dengan kata lain, social networking merujuk pada penggunaan website
untuk menghubungkan antara satu orang dengan orang lain untuk berbagi secara
personal, professional, minat, tempat tinggal atau pendidikan dan lain sebagainya.
dapat disimpulkan, bahwa social networking (jaringan sosial) merupakan suatu
media dalam dunia maya yang mempermudah individu untuk menjalin hubungan
dengan individu lainnya dalam kaitannya dengan berbagai hal. Hal ini sesuai
dengan tujuan utama situs pertemanan yaitu membantu individu untuk menjaga
hubungan dengan teman dan relasi (Kurniali, 2009).
Dalam sebuah artikel berjudul “Definition Of Facebook” (2009), Facebook
secara spesifik tertuju pada website sebagai mekanisme untuk menemukan orang
lain. kata kerja (verb) Facebook dapat juga digunakan untuk mendeskripsikan
suatu aktifitas untuk menemukan informasi mengenai seseorang dengan
menggunakan Facebook. Sementara itu, artikel lain yang berjudul “Facebook”
(2008) mengungkapkan bahwa Facebook adalah website social networking yang
pada mulanya didisain untuk mahasiswa, tetapi saat ini telah terbuka untuk semua
orang yang berumur 13 tahun atau lebih.
Berdasarkan penjelasan dan kutipan dari beberapa buah pemikiran di atas,
dapat disimpulkan bahwa bentuk yang dimiliki Facebook adalah bentuk jaringan
sosial. Namun kenyataannya, saat ini social networking tidak hanya berfungsi
sebagai mediator untuk menghubungkan satu orang dengan yang lainnya tetapi
juga berfungsi untuk mengiklankan atau memasarkan sesuatu seperti jasa, produk
bahkan kampanye politik (Kurniali, 2009). Ichsan (2009) menyebutkan beberapa
(44)
dan menambah relasi, kampanye politik, menjaga hubungan relasi, keluarga dan
teman, dan mencari pasangan.
Karena banyaknya peminat dalam suatu situs pertemanan (Facebook),
maka banyak orang yang berupaya memanfaatkannya untuk mencapai
keuntungan. Dengan demikian, Facebook sebagai social networking tidak hanya
memiliki fungsi sebagai alat yang digunakan untuk menjaga hubungan, tetapi juga
untuk bisnis dan alat untuk mengambil keuntungan.
2.2.2.2. Kelebihan Dan Kekurangan Facebook
Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh Facebook dapat diperoleh
dengan membandingkannya dengan situs pertemanan lainnya. Beberapa situs
pertemanan lainnya adalah friendster, myspace, dan twitter. Dalam artikel yang
berjudul “Facebook” (2009), feature yang dimiliki Facebook ,yang membuatnya
berbeda dengan jaringan sosial lainnya, adalah kemampuan untuk menambah
aplikasi kedalam profil. Aplikasi Facebook adalah program kecil yang
dikembangkan secara spesifik untuk profil Facebook.
Sementara itu, Kurniali (2009), menjabarkan beberapa kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki Facebook sebagaimana berikut :
1. Beberapa kelebihannya :
a. Facebook memiliki jumlah pengguna yang besar dan beragam
dengan segmen terbesar dari orang muda sehingga tepat digunakan
(45)
b. Facebook memiliki aplikasi yang unik dan beragam, mulai dari
permainan, simulasi saham, hewan peliharaan virtual dan lainnya.
c. Individu dapat mengetahui apabila ada teman-temannya yang sedang
online, sehingga mempermudah untuk melakukan chating.
d. Penggunanya lebih banyak yang menggunakan nama asli mereka
sehingga mempermudah dalam pencarian teman.
e. Individu dapat beriklan di Facebook dengan segmen target yang anda
temukan sendiri.
f. Individu dapat membangun komunitas tertentu dengan sebuah page
gratis beserta aplikasi dan fiturnya.
g. Dapat melakukan jual beli atau mengiklankan sesuatu pada anggota
dalam suatu grup.
2. Beberapa kekurangannya :
a. Facebook adalah situs jejaring sosial dengan waktu loading terlama.
b. Gangguan yang terjadi saat individu ingin menambah teman yaitu
Facebook selalu meminta individu untuk memverifikasi account-nya.
2.2.3. Kecanduan Facebook
Facebook telah menjadi jalan yang sangat diperlukan untuk menemukan
(46)
yang melihat Facebook lebih seperti sesuatu yang dicandui daripada hanya
sekedar suatu alat jaringan (Pope, 2008).
Menurut ichsan (2009) yang membuat anggota Facebook begitu
kecanduan untuk terus mengakses Facebook adalah karena mereka bisa terus
memonitor status, update, atau berita terakhir dari teman-temannya yang
bergabung jaringan pertemanan.
Pope (2008) menjelaskan beberapa tanda-tanda seseorang mengalami
kecanduan Facebook (Facebook Addiction) sebagaimana berikut :
a. Terus / sering memikirkan Facebook walaupun sedang dalam kondisi
offline.
b. Menggunakan Facebook untuk lari dari masalah atau menyelesaikan tugas.
c. Bermain Facebook lebih lama dari yang ditentukan
d. Mencoba untuk menyembunyikan penggunaan Facebook
Beberapa point di atas dijadikan sebagai batas seseorang memasuki garis
kecanduan. Menurutnya, Pemberitahuan (notification), pesan (message) dan
undangan (invite) menjadi reward bagi pemakai karena telah memberikan sesuatu
yang tidak diperkirakan, sama halnya seperti judi. Reward (hadiah) yang
diberikan setiap kali seseorang menggunakan Facebook akan memunculkan
harapan untuk terus memperolehnya. Harapan ini yang akan menyebabkan
(47)
Selain itu, satu artikel berjudul Efek Psikologis Facebook Bagi Kesehatan
Mental (Admin, 2009) disebutkan beberapa tanda seseorang mengalami
kecanduan Facebook yaitu mengubah status di Facebook lebih dari dua kali
sehari, tekun mengomentari status teman-teman diFacebook, dan rajin membaca
profil teman walaupun tidak mempunyai keperluan tertentu.
Artikel lain yang berjudul “Tanda Kecanduan Facebook” (Admin kompas,
2009) juga berusaha menjabarkan beberapa point yang berisi tanda-tanda
kecanduan Facebook (Facebook addiction). beberapa tanda tersebut adalah :
a. Facebook telah menjadi Hompage internet di komputer atau laptop
b. Mengubah status lebih dari dua kali sehari atau rajin mengomentari
perubahan status teman.
c. Daftar teman sudah melebihi angka 500 orang dan hampir dari setengah
dari jumlah yang ada tidak dikenal
d. Menggunakan media lain –selain komputer- (ex. Blackberry, handphone)
untuk mengecek Facebook.
e. Suka membaca profil teman lebih dari dua kali sehari walaupun tidak
memiliki kepentingan
f. Sering mengubah profil foto
g. Membersihkan “wall” agar terlihat sudah lama tidak menggunakan
h. Menjadi anggota dari berbagai grup dan merespon setiap undangan
(48)
i. Mengubah status hubungan hanya untuk meningkatkan popularitas di
Facebook.
2.3. Kerangka Berfikir
Manusia tidak mampu berjalan sendiri dan menghadapi semua yang ada
dihadapannya tanpa bantuan orang lain. Itulah salah satu hakikat manusia sebagai
makhluk sosial. Walaupun kita terkadang tidak menyadari, tapi pada
kenyataannya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk sekedar hadir atau
ikut berpengaruh dalam hidupnya. Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh
Schachter dalam Wrigthsman (1979) telah membuktikan bahwa seorang individu
tidak dapat hidup sendirian tanpa orang lain walaupun segala kebutuhan dasarnya
terpenuhi secara layak. Menurutnya, hasil dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukannya sangat meyakinkan dan mempertegas kenyataan bahwa manusia
memiliki kebutuhan untuk berhubungan sosial dengan orang lain.
Kenyataan ini menarik perhatian para tokoh psikologi hingga akhirnya
banyak teori yang dikemukakan oleh berbagai pihak untuk menjelaskan akan
sikap afiliatif pada individu. Deskripsi yang dijelaskan dari berbagai sudut
pandang menuju pada satu kesimpulan yaitu akan adanya kebutuhan untuk
berafiliasi (need for affiliation) dalam diri setiap individu. Salah satu tokoh yang
banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan teori mengenai kebutuhan
(49)
Sebagaimana dijelaskan dalam kajian teori di atas, Murray dalam Baron
(2004) mendefinisikan kebutuhan afiliasi sebagai kecenderungan untuk
membentuk pertemanan dan untuk bersosialisasi, untuk berinteraksi secara dekat
dengan orang lain, untuk bekerjasama dan berkomunikasi dengan orang lain
dengan cara yang bersahabat, dan untuk jatuh cinta. Ia telah melakukan berbagai
kajian dan penelitian untuk menguak salah satu kebutuhan yang ada dalam diri
individu. Salah satu karya besarnya yang juga berkaitan dengan pengukuran
tingkat kebutuhan afiliasi pada seseorang adalah TAT (Thematic Apperception
Test). Dalam tes tersebut, Murray menjabarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh
individu yang memiliki tingkat kebutuhan afiliasi yang tinggi adalah membentuk,
memelihara, atau memperbaiki hubungan afeksi positif dengan orang lain.
Sementara itu, secara lebih spesifik dan mendalam ia juga merumuskan
beberapa karakteristik pada individu dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi yaitu
keinginan untuk mendekat atau bekerjasama dengan orang lain, menyenangkan
dan mendapat afeksi dari orang lain, setia dan kepercayaan. Saat individu
memiliki tingkat afiliasi yang tinggi, maka ia akan berupaya mencari atau
menciptakan situasi yang mampu membuatnya menjalin hubungan dengan orang
lain.
Penjabaran karakteristik di atas dapat menggambarkan bahwa jauh di
dalam diri individu ada kekuatan dan hasrat untuk menjalin hubungan dengan
orang lain. Oleh karena itu, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setiap individu
(50)
ataupun peristiwa yang berhubungan dengan orang banyak dan dapat menciptakan
suatu hubungan interpersonal seperti Facebook.
Facebook merupakan social networking yang memiliki tujuan utama untuk
membantu individu menjaga hubungan baik dengan teman dan relasi
(Kurniali,2009). Dapat dikatakan bahwa Facebook mempunyai fungsi sebagai
penyedia miniatur kehidupan sosial manusia dalam dunia maya. Dengan
Facebook, individu akan dengan mudah berhubungan, berkomunikasi dan menjadi
lebih intim dengan orang lain.
Pada satu sisi, hadirnya Facebook dalam kehidupan manusia sangat
bermanfaat untuk membantu memenuhi kebutuhan afiliasi. Tetapi disisi lain, tidak
menutup kemungkinan tingginya hasrat untuk memenuhi kebutuhan afiliasi pada
seseorang yang menggunakan Facebook dapat memberi dampak negatif yaitu
kecanduan Facebook (Facebook addiction).
Hubungan yang telah tergambar di atas dapat menciptakan suatu hipotesis
mengenai keterkaitan kebutuhan afiliasi dengan kecanduan terhadap Facebook.
(51)
Hubungan
Ha : ada hubungan yang signifikan
antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan Facebook
Kecanduan Facebook :
-Kebutuhan untuk meningkatkan waktu penggunaan Facebook yang mencolok untuk mencapai kepuasan
- Menurunnya efek yang dirasakan dari penggunaan Facebook yang terus menerus dalam waktu yang sama
- Penghentian atau pengurangan pemakaian Facebook akan terasa berat dan lama - agitasi psikomotor (gejolak psikomotor), kecemasan, pemikiran yang obsesif mengenai apa yang terjadi di Facebook, - distress atau kerusakan sosial
- Menggunakan internet service online lainnya untuk menghilangkan atau menghindari simptom-simptom
- Facebook sering digunakan lebih lama dari yang direncanakan
- Adanya upaya yang tidak berhasil dalam mengendalikan penggunaan Facebook
- Menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan yang berhubungan dengan Facebook
- Penghentian kegiatan-kegiatan sosial yang penting atau pekerjaan
- Penggunaan Facebook tetap dilakukan walaupun telah mengetahui akan adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan atau masalah psikologis yang muncul karena penggunaan Facebook. Kebutuhan afiliasi :
- Bertemu dan berkenalan dengan orang lain - Membentuk, memelihara / menerima keterkaitan dengan orang lain
- Menunjukkan perbuatan baik dan cinta - melakukan sesuatu yang menyenangkan orang lain
- menghindari untuk menyakiti orang lain dan menghilangkan pertengkaran
- Mendekatkan diri
- Melambai, berjabat tangan dan memeluk - mencium
- Mengucap salam, halo dan bertanya dengan bersahabat
- Memberi informasi, bercerita dan bertukar perasaan
- Mengekspresikan kepercayaan, kekaguman, perasaan dan mempercayai orang lain
- Melakukan pendekatan, menyentuh, menemani dan tinggal dekat kerabat - Merasa atau bersikap seperti teman - Mengikuti dan menyetujui orang lain - Menerima sesuatu dengan orang lain - Berkomunikasi, bermain dengan orang lain, bertelepon dan mengirim surat - Berbagi keuntungan, pengetahuan, kepercayaan dengan orang lain
- Menikmati hubungan intim dengan orang yang dicintai
- Menerima ide, menyelaraskan satu perasaan dengan perasaan yang lain / menyelesaikan perbedaan
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
(52)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan PenelitianDalam Penelitian ini, peneliti memilih menggunakan pendekatan
kuantitatif untuk menjawab permasalahan-permasalahan penelitian sebagaimana
telah dikemukakan pada bab sebelumnya.
Karena permasalahan penelitian merujuk pada pencarian hubungan antar
variabel, maka peneliti memilih menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian korelasional. Menurut Sumadi Suryabrata (2004) tujuan dari penelitian
korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu
faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain didasarkan
pada koefisien korelasi.
3.2. Variabel
Jumlah variabel dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel
kebutuhan afiliasi dan kecanduan Facebook. Kebutuhan afiliasi dan berfungsi
sebagai independent Variabel sementara kecanduan Facebook berfungsi sebagai
(53)
3.2.1. Definisi Konseptual
Definisi konseptual untuk kebutuhan afiliasi diambil dari pernyataan
Murray yaitu kecenderungan untuk membentuk pertemanan dan untuk
bersosialisasi, untuk berinteraksi secara dekat dengan orang lain, untuk
bekerjasama dan berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang bersahabat,
dan untuk jatuh cinta.
Sementara itu, definisi konseptual untuk kecanduan Facebook diambil dari
pernyataan Hovart yaitu suatu aktifitas atau zat yang sangat dibutuhkan secara
berulang-ulang untuk dilakukan, dan yang menyebabkan kita mau membayar
mahal untuk mendapatkannya (sama artinya bahwa kita mampu menghadapi
konsekuensi negatif untuk mendapatkannya).
3.2.2. Definisi Operasional
Definisi Operasional dari kebutuhan afiliasi pada penelitian ini adalah
kebutuhan untuk menjalin dan mempertahankan suatu hubungan dengan orang
lain yang ditunjukkan dalam komponen verbal, motorik, general dan timbale balik
berdasarkan skor yang diperoleh dari respon mahasiswa terhadap skala afiliasi.
Sementara itu, definisi operasional dari kecanduan Facebook pada
penelitian ini adalah penggunaan Facebook yang berlebihan cemas dengan
kesiapan individu untuk menghadapi konsekwensi negatif agar dapat terus
(54)
berpengaruh negatif bagi individu berdasarkan skor yang diperoleh dari respon
mahasiswa terhadap skala kecanduan Facebook.
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Dalam Penelitian ini ada beberapa karakteristik subjek yang digunakan
yaitu :
o Subjek merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010.
o Subjek memiliki akun di Facebook
o Subjek masih aktif menggunakan akun di Facebooknya sampai saat
ini
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti
(Prasetyo, 2007). Untuk membuat sebuah batasan populasi, terdapat tiga kriteria
yang harus terpenuhi yaitu isi, cakupan dan waktu. Pada penelitian ini, peneliti
memilih seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010. Adapun berdasarkan data yang diperoleh
dari Pusat Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta, jumlah mahasiswa
(55)
3.4.2. Sampel.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena
itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan
populasi itu sendiri (Prasetyo, 2007). Karena populasi pada penelitian ini adalah
mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang memiliki akun di Facebook, maka sampel akan diambil dari populasi
tersebut dengan karakteristik tertentu.
Untuk pendekatan kuantitatif, penggunaan sampel yang besar akan
menghasilkan penghitungan statistik yang lebih akurat dan kemungkinan
terpilihnya sampel devian lebih kecil dibandingkan menggunakan sampel kecil.
Jakarta. Untuk mendapatkan bentuk normal, peneliti mengambil N minimal
sebanyak 30 sampel. Hal ini didasarkan pada pernyataan Guilford (1984) yaitu :
“... such a frequency distribution will be close to the normal form when the population distribution is not seriously skewed and when N is not small (i.e., not less than about 30).”
3.4.3. Metode Pengambilan Sampel Penelitian
Peneliti menggunakan penarikan sampel secara non-probabilitas untuk
menentukan sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Penarikan sampel
dengan cara ini dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti, kepastian yang ada
(56)
Metode pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah
purposive sample. Pada metode purposif, sampel yang dipilih adalah subjek yang
tidak hanya sebagai pelaku, tetapi juga memahami seluk beluk permasalahan
penelitian yang menjadi fokus kerja peneliti (Danim, 2000). Peneliti memilih
menggunakan tekhnik sampel ini berdasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertimbangan pertama yaitu karena sampel pada penelitian ini dituntut untuk
benar-benar memahami permasalahan penelitian (mengenai Facebook). Selain itu,
terdapat ciri-ciri khusus yang harus dimiliki oleh sampel yaitu sampel harus
memiliki akun di Facebook dan sampai saat ini masih aktif menggunakan
Facebook. Pertimbangan lainnya yaitu dikarenakan tidak adanya jumlah populasi
yang pasti.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh Nasution (2004) bahwa purposive
sampling dilakukan dengan cara mengambil orang-orang yang benar-benar
terpilih oleh peneliti sesuai dengan ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel
tersebut. Dengan demikian, teknik ini sangat tepat digunakan dalam penelitian ini.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Sebelum melaksanakan suatu penelitian, peneliti terlebih dahulu harus
menentukan metode yang paling tepat untuk mengumpulkan data yang akan
diteliti.
Metode yang dipilih untuk setiap variabel tergantung pada beberapa faktor
(57)
metode pengumpulan data yang dapat digunakan diantaranya metode observasi,
wawancara, survey, angket, kuesioner, dan dokumenter.
Karena jenis data yang ingin didapat pada kedua variabel (kebutuhan
afiliasi dan kecanduan Facebook) adalah data interval yang dapat diubah kedalam
bentuk angka, dan juga dikarenakan penelitian ini membutuhkan data dari sampel
yang cukup luas, maka peneliti menggunakan metode skala untuk pengumpulan
data.
3.6. Instrumen Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah skala
yang diberikan pada sampel penelitian sebanyak 2 kali (pilot dan field study).
Terdapat dua skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kebutuhan
afiliasi dan skala kecanduan Facebook.
3.6.1. Skala kebutuhan afiliasi
Skala kebutuhan afiliasi digunakan untuk mengukur tingkat kebutuhan
afiliasi pada individu. Peneliti memilih untuk menggunakan skala likert sebagai
bentuk skala yang akan digunakan. Skala likert adalah salah satu bentuk skala
yang dibuat oleh Rensis Likert yang berisi item-item yang meminta responden
untuk mengindikasikan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan mereka pada
(58)
Skala ini memiliki lima pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju), dan TT (Tidak Tahu).
Selain itu, terdapat dua bentuk item yaitu favorable dan unfavorable.
Pembentukkan skala kebutuhan afiliasi disesuaikan dengan teori-teori
yang melatarbelakanginya. Peneliti memilih teori yang dikemukakan Murray
dalam bukunya Exploration in Personality (1959).
Tabel. 3.1. Blue Print Skala Afiliasi
No. Aspek Indikator Fav Unfav
1 General (Umum)
a. Bertemu dan berkenalan dengan orang
lain 1, 19 20, 22
b. Membentuk, memelihara / menerima
keterkaitan dengan orang lain 21, 23 2, 24 c. menunjukkan perbuatan baik dan
cinta 3, 25 26, 28
d. Melakukan sesuatu yang
menyenangkan orang lain 27, 29 4, 32 e. Menghindari untuk menyakiti orang
lain dan menghilangkan pertengkaran 5, 73 30, 72
2 Motones (motorik)
a. Mendekatkan diri 31, 33 6, 36 b. Melambai, berjabat tangan dan
memeluk 7, 37 74, 34
3. Zonal a. Mencium 50 71
4. Verbones (verbal)
a. Mengucap salam, halo dan bertanya
dengan bersahabat 35, 39 8, 38 b. Memberi informasi, bercerita dan
bertukar perasaan 9, 41 40, 68 c. Mengekspresikan kepercayaan,
kekaguman, perasaan dan mempercayai orang lain
43, 45 10, 42
5. Kontak a. Melakukan pendekatan, menyentuh, menemani dan tinggal dekat kerabat 11, 47 44, 46
6. Persamaan
a. Merasa atau bersikap seperti teman 49, 52 12, 48 b. Mengikuti dan menyetujui orang lain 13, 55 70, 51 7. Kerjasama a. Menerima sesuatu dengan orang lain 53, 62 14, 54
(1)
21. saya lebih suka bermain bersama teman-teman daripada bermain facebook 22. saya mengecek facebook saat dosen sedang menerangkan materi di kelas 23. saya mengurangi penggunaan facebook ketika mengetahui dampak
dampak negative yang dapat disebabkan olehnya
24. terkadang jari tangan saya membuat gerakan seperti mengetik tanda saya sadari
25. saya tidak membicarakan mengenai facebook dengan teman-teman saya 26. saya tetap menggunakan facebook walaupun dapat membuang waktu saya
untuk belajar
(2)
1. Saat memasuki lingkungan baru, saya berusaha memperkenalkan diri saya pada semua orang
2. saya tidak peduli apakah saya akan tetap menjalin hubungan atau tidak dengan teman baru saya
3. Saya berusaha untuk terus membantu teman saya
4. saya tidak suka apabila teman saya sering meminjam barang milik saya
5. lebih baik saya mengalah daripada harus berkelahi dengan teman saya
6. saya suka menghindar saat bertemu dengan orang yang tidak terlalu akrab
7. bila bertemu teman dijalan, saya akan melambai dan bergerak menghampirinya
8. menurut saya, bertanya mengenai keadaan teman hanyalah basa basi yang membuang buang waktu
9. dengan senang hati saya akan berbagi pengalaman dan ilmu saya agar dapat menjadi pelajaran bagi teman saya
10. saya membatasi hubungan saya dari teman-teman
11. dalam waktu luang, saya suka bertandang ke rumah tetangga atau teman-teman
12. saya akan tetap bersikap baik pada seseorang walaupun teman saya tidak menyukainya
13. saya menyetujui apapun yang diungkapkan teman saya
14. menurut saya, lebih baik mengerjakan tugas individu daripada tugas kelompok
15. saat tidak dapat bertemu dengan teman-teman, saya akan
memaksimalkan penggunaan telpon dan email untuk menghubungi mereka
16. saya menikmati sendiri hasil kerja keras saya
17. saya berhubungan dekat dengan orang yang saya cintai 18. saya lebih suka menyelesaikan masalah sendiri tanpa campur tangan
orang lain
19. Saat sendirian, saya akan mengajak berbicara orang yang ada di dekat saya
20. Saya tidak akan memulai untuk berkenalan dengan orang lain saat berada di suatu acara
21. saat mengenal teman baru, saya akan berusaha untuk tetap menjalin hubungan yang baik dengannya
22. Saya tidak mau datang ke suatu acara, bila tidak ada orang yang saya kenal
23. Saya akan segera meminta maaf apabila bertengkar dengan teman saya
24. Saya akan menjauhi teman saya yang berbuat salah sampai ia meminta maaf
25. Saya merasa tidak tenang apabila teman saya sedang mengalami kesulitan
(3)
No. Pernyataan SS S TS STS 27. saya akan berusaha untuk memenuhi permintaan teman saya
28. Saya tidak terlalu memperhatikan keadaan teman saya
29. Saya akan terus berusaha agar teman-teman tetap senang berteman dengan saya
30. saat melakukan suatu pekerjaan, saya tidak peduli bila itu membuat orang lain kesal
31. saya suka berada ditengah keramaian
32. Saya tidak akan bersusah-susah mengubah diri saya hanya untuk disenangi teman-teman
33. Apabila ada anak baru yang malu untuk bersosialisasi, saya akan membantu mengenalkannya dengan teman-teman
34. Saya menjaga jarak dan tidak suka bersentuhan dengan teman 35. saya suka menyapa teman saya saat bertemu dijalan
36. Saya tidak akan mendekatkan diri pada orang yang tidak mendekatkan diri terlebih dahulu pada saya
37. Saya suka mengekspresikan kegembiraan saya bersama teman-teman dengan memeluknya
38. Saya malas menyapa saat berpapasan dengan teman dijalan
39. Saat bertemu dengan teman, saya bertanya mengenai keadaannya dan teman-teman yang lain
40. saya tidak suka bila teman saya terlalu banyak tau mengenai perasaan dan informasi yang saya miliki
41. Saya menceritakan permasalahan yang saya miliki pada teman-teman 42. Saya tidak akan mempercayai orang yang melakukan kesalahan
berulang kali
43. menurut saya, teman-teman saya adalah sosok yang dapat dipercayai dan luar biasa
44. saya lebih suka sendiri daripada ikut bergabung dalam kerumunan teman-teman
45. Saya tidak ragu untuk menceritakan permasalahan saya kepada teman-teman saya
46. Saya tidak mengenal orang-orang di sekitar lingkungan saya tinggal 47. Saya senang menemani teman saya berpergian
48. Saya tidak suka mengikuti gaya teman saya
49. saya mengikuti perasaan teman saya terhadap orang yang tidak disukainya
50. Saya mengekspresikan rasa sayang saya dengan mencium orang yang saya cintai
51. saya menganggap pendapat orang lain salah apabila tidak sesuai dengan pendapat saya
52. Sikap saya banyak dipengaruhi oleh teman-teman saya 53. saya suka melibatkan diri dalam kerja kelompok
54. Saya tidak suka apabila teman saya lebih baik daripada saya 55. Saya akan membela teman saya walaupun ia salah
56. bila tidak ada perlu, saya tidak suka bertelepon dengan teman saya 57. saya memiliki hubungan yang kurang dekat dengan saudara saya 58. Saya tidak intens menelepon teman saya
(4)
No. Pernyataan SS S TS STS 60. Teman saya tidak meminta pendapat saya saat menghadapi masalah
61. Saat mempunyai waktu luang, saya akan menghubungi teman saya 62. saya dapat bekerja bersama orang yang baru saya kenal
63. Orang yang saya cintai menerima saya apa adanya 64. Orang yang saya cintai menjaga jarak dari saya
65. saya mempertimbangkan ide-ide yang diberikan teman saya untuk memecahkan masalah saya
66. Saya tidak peduli apabila teman saya tidak menerima pendapat saya 67. Teman saya suka menceritakan masalahnya kepada saya
68. Saya tidak suka bila teman saya ingin tahu banyak hal tentang saya 69. Saat berbeda pendapat dengan teman, saya akan berusaha
meluruskannya
70 Saya masih ragu terhadap pernyataan yang dikatakan teman saya
71 Walaupun saya menyayangi seseorang, saya tidak menciumnya 72 Saya akan mempertahankan pendapat saya walaupun harus
bertengkar dengan teman
73 Saya akan berusaha menyampaikan kritikan dengan halus kepada teman saya agar tidak menyinggung perasaannya
74 saat melihat teman dari kejauhan, saya tidak mau repot repot melambai dan memanggilnya
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Walaupun sudah berulang kali membuka facebook, saya tetap berfikir bahwa ada hal lain yang menbuat saya ingin membuka facebook lagi
2. saya tertarik untuk melakukan kegiatan lain saat sudah cukup lama menggunakan facebook
3. saat tidak bermain facebook, saya merasa ingin sekali segera membukanya
4. Suasana hati saya tidak akan berubah hanya karena tidak dapat mengecek facebook
5. saat berkumpul dengan teman-teman, saya lebih suka bermain facebook melalui hape saya daripada ikut berbincang-bincang
6. saya mencari berita atau informasi melalui facebook
7. saya suka menambah waktu pemakaian di warnet dari waktu yang sudah saya rencanakan agar dapat bermain facebook
8. tidak masalah bagi saya apabila dilarang untuk membuka facebook 9. Saya membuka facebook setiap hari
10. Tidak terfikirkan oleh saya untuk membuka facebook kecuali apabila tidak ada pekerjaan lain yang dapat saya lakukan
11. walaupun pengeluaran saya jadi lebih banyak, saya akan tetap menggunakan internet untuk mengecek facebook
(5)
No. Pernyataan SS S TS STS 13. saya tetap merasa tidak puas walaupun sudah cukup lama membuka
14. tidak masalah bagi saya, apabila tidak membuka facebook selama satu minggu
15. Saat sedang offline, saya menebak-nebak apakah ada notification di facebook untuk saya
16. saya tidak akan membuka facebook sebelum semua pekerjaan saya selesai
17. saya membuat akun di twitter, myspace dll untuk menghindari pemakaian facebook yang berlebihan
18. saya dapat menghentikan waktu penggunaan facebook sesuai rencana
19. walaupun mau, sangat sulit bagi saya untuk tidak mengecek facebook satu hari saja
20. saya tidak menggunakan aplikasi game di facebook dalam waktu yang lama
21. saya menunda penyelesaian tugas agar dapat membuka facebook 22. Saya lebih memilih untuk tidak membuka facebook daripada harus
mengurangi uang jajan saya
23. saya tidak puas bila hanya membuka facebook selama dua jam saja 24. saya tidak pernah bermain facebook lebih lama daripada saat saya
baru memiliki facebook
25. Saya tidak dapat menikmati indahnya liburan apabila tidak memiliki akses untuk membuka facebook
26. saat saya offline, saya tidak membayangkan apa yang sedang terjadi di facebook
27. saya tertekan apabila tidak dapat mengakses facebook
28. saya hanya membuat akun di jejaring social lainnya apabila memang ada keperluan
29. saya menunda waktu tidur agar dapat bermain facebook lebih lama lagi
30. saya dapat mengontrol penggunaan facebook dengan baik 31. saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar bermain,
melihat profil atau chatting dengan teman di facebook
32. saya lebih memilih berjalan-jalan daripada mengecek facebook 33. saya tetap mengecek facebook walaupun terkadang mata saya perih
dan lelah karena menatap layar
34. saya sudah merasa cukup membuka facebook bila sudah mengetahui pemberitahuan yang ada
35. setiap kali menggunakan facebook, saya membutuhkan waktu yang lebih lama daripada waktu sebelumnya
36. saya tetap dapat menikmati hari walaupun tidak membuka facebook 37. Saya merasa tidak tenang apabila belum mengecek facebook lebih
dari satu hari
38. saya lebih suka bermain bersama teman-teman daripada bermain facebook
39. saya menggunakan layanan chat dan game online yang lain, untuk menghindari pemakaian facebook
(6)
40. saat saya merasa cukup, saya menghentikan penggunaan facebook 41. saat saya sedang menggunakan layanan internet untuk keperluan
belajar, sulit bagi saya untuk tidak membuka facebook
42. saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan bila berlama-lama membuka facebook
43. saya mengecek facebook saat dosen sedang menerangkan materi di kelas
44. saya mengurangi penggunaan facebook ketika mengetahui dampak dampak negative yang dapat disebabkan olehnya
45. terkadang jari tangan saya membuat gerakan seperti mengetik tanda saya sadari
46. saya tidak membicarakan mengenai facebook dengan teman-teman saya
47. saya malas beranjak untuk mengerjakan hal lain saat sedang membuka facebook
48. saya tetap menggunakan facebook walaupun dapat membuang waktu saya untuk belajar
49. saya merasa kesal apabila tidak dapat membuka facebook
Terima kasih karena kalian mau mengisi dan menyelesaikan tugas pengisian skala ini. Mudah-mudahan hari kalian menyenangkan!
Salam hangat, Reenee