terjadi sampai dengan 75 penderita KNF, yang mana setengahnya datang dengan kelenjar limfe bilateral Dhingra, 2004.
2.2 Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring KNF adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel permukaan nasofaring Brennan, 2006. Tumor ini bermula dari dinding lateral
nasofaring fosa russenmuller dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dinding lateral, posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan
orofaring serta metastase ke kelenjar limfe leher Gustafson dan Neel, 1989.
2.2.1 Epidemiologi
Angka insiden karsinoma nasofaring cukup tinggi tergantung dari letak geografinya Khabir et al., 2005. Berdasarkan data IARC International Agency for
Research on Cancer pada tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000 kasus meninggal diantaranya adalah berasal
dari Cina sekitar 40 Ma and Cao, 2010. Umur rata-rata penderita KNF yaitu 45-55 tahun, dengan 23.3 kasus100.000 laki-laki dan 8.9 kasus100.000 perempuan.
Rasio laki-laki : perempuan yaitu 2-3 : 1 Lo et al., 2004; Lo, 2007; Ma and Cao, 2010. Di Indonesia memberikan hasil yang beragam, dengan laki-laki lebih banyak
menderita KNF daripada perempuan seperti yang telah dilaporkan oleh Armiyanto 2003 2,2:1; Lutan 2003 2,3:1; Henny 2004 2,4:1; Masrin 2005 dan Harahap
2009 dengan 2,5:1. Kelompok umur yang terbanyak terjadi adalah pada umur 41- 50 tahun. Insiden tertinggi dilaporkan berasal dari provinsi Guandong dan daerah
Guangxi Cina Selatan yaitu mencapai lebih dari 50 per 100.000 orangtahun Ganguly, 2003; Ma and Cao, 2010. Etnis Cina yang bermigrasi ke luar negeri juga
mempunyai angka insiden yang tinggi, tetapi etnis Cina yang lahir di Amerika Utara, mempunyai angka insiden yang rendah dibandingkan dengan yang lahir di Cina
Chou et al., 2008. Temuan ini mengindikasikan bahwa faktor genetik, etnik, dan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan memegang peranan penting terhadap meningkatnya KNF Lo et al., 2004. Insiden yang tinggi juga ditemukan pada penduduk Eskimo di Alaska,
Greenland dan Tunisia sebanyak 15-20 kasus per 100.000 orang per tahun. Angka insiden sedang ditemukan pada daerah Afrika Utara dan Asia Tenggara Vietnam,
Indonesia, Thailand, Filipina yaitu antara 3-8 per 100.000tahun. Dan jarang terjadi pada negara Eropa dan Amerika Utara Chew, 1997; Khabir et al., 2005; Lin, 2006.
Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1998-2002 ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 penderita baru onkologi kepala dan leher Lutan, 2003.
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari karsinoma nasofaring adalah multifaktor yaitu genetik, faktor lingkunganadat kebiasaan dan infeksi virus Epstein-Barr VEB Ganguly, 2003;
Korcum et al., 2006
2.2.2.1 Faktor Genetik
Tingginya angka insiden KNF di daerah Cina Selatan, baik yang tinggal di Cina atau yang sudah bermigrasi, dan angka insiden sedang pada populasi
keturunan cina campuran, diduga mempunyai hubungan genetik dalam terjadinya karsinoma nasofaring. Telah dilaporkan bahwa Histocompatibility Locus Antigen
HLA yaitu HLA-A2 HLA-A0207 dan HLA-Bsin2 berhubungan dengan KNF pada orang Cina Selatan, tetapi jarang pada orang kulit putih. Dan telah diidentifikasi
bahwa terdapat kelainan pada beberapa kromosom, yaitu kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 22, dan kromosom X Lo et al., 2004; Lin, 2006.
Penelitian di bagian THT FKUIRSCM tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk kemungkinan faktor penyebab bagi orang
Indonesia asli. Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill and Nutting, 2003. Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF suku Batak adalah
alel gen HLA-DRB112 dan HLA-DQB0301 dimana alel gen yang potensial sebagai
Universitas Sumatera Utara
penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah alel gen HLA- DRB108 Delfitri M, 2007.
2.2.2.2 Lingkunganadat kebiasaan
Beberapa kebiasaanmakanan telah dilaporkan berhubungan dengan meningkatnya resiko dari KNF. Mengkomsumsi ikan asin dan makanan yang
diawetkan yang mengandung volatile nitrosamin, merupakan faktor karsinogenik yang penting yang berhubungan dengan KNF. Dan telah terbukti bahwa
mengkonsumsi ikan asin sejak anak-anak meningkatkan resiko KNF di Cina Selatan Ganguly, 2003; Lo et al., 2004; Can et al., 2005; Lin, 2006.
Clifford dan Bulbrook dalam penelitiannya yaitu orang Afrika, Kenya yang hidup dengan ventilasi rumah yang jelek dengan asap yang terperangkap di dalam
rumah, meningkatkan angka kejadian KNF. Mereka melaporkan asap yang berasal dari kayu bakar mengandung zat karsinogen yang akan terakumulasi pada dinding
nasofaring posterior dan lateral, dengan waktu terpapar sampai beberapa jam sehari selama bertahun-tahun Ganguly, 2003.
Juga telah dilaporkan orang yang mengkonsumsi rokok selama 10 tahun atau lebih mempunyai resiko yang tinggi terhadap KNF, tetapi paparan yang rendah
terhadap asap rokok sebagai perokok pasif dan mengkonsumsi alkohol bukan merupakan faktor resiko KNF Ganguly, 2003.
Penelitian yang dilakukan oleh Nolodewo, dkk di RS Dr. Kariadi Semarang menyatakan bahwa paparan formaldehid bentuk uap dan asap yang terhirup
berpengaruh paling besar terhadap kejadian KNF, keduanya terbukti secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian KNF Nolodewo,
Yuslam, Muyassaroh, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.3 Virus Epstein-Barr VEB
Virus Epstein-Barr merupakan karsinogen yang menjadi penyebab beberapa keganasan pada manusia, termasuk KNF. Hubungan antara KNF dan VEB telah
diteliti pada beberapa studi seroepidemik dari berbagai negara. Mereka meneliti adanya DNA VEB persisten danatau virus determined nuclear antigen EBNA pada
sel-sel KNF. Henle dan Henle, pertama sekali menerangkan bahwa serum antibodi IgA yaitu virus capsid antigen VCA dan early antigen EA berhubungan signifikan
dengan KNF Ganguly, 2003; Lo et al., 2004. Infeksi laten VEB telah diidentifikasi pada sel-sel kanker pada semua kasus KNF pada daerah endemik. VEB genome
juga telah dideteksi pada karsinoma yang invasif dan pada lesi displasia Lo et al., 2004. Protein virus laten latent membrane protein 1 dan 2 memiliki efek yang
substansial pada ekspresi gen selular, menghasilkan pertumbuhan yang sangat invasif serta pertumbuhan ganas dari karsinoma Wei and Sham, 2005; Lutzky et al.,
2008.
2.2.3 Gejala Klinis
Keluhan penderita KNF berhubungan dengan lokasi tumor primer, derajat dan arah penyebarannya Soetjipto, 1989.
2.2.3.1 Gejala Dini
Menegakkan diagnosis KNF secara dini merupakan hal yang paling penting dalam menurunkan angka kematian akibat penyakit ini. Gejala dini berupa :
Gejala Telinga a. Oklusi tuba Eustachiuskataralis
Umumnya keluhan berupa rasa penuh di telinga, telinga berdengung tinitus, atau dengan gangguan pendengaran yang biasanya tuli konduktif dan
Universitas Sumatera Utara
bersifat unilateral. Gejala ini disebabkan karena pertumbuhan atau infiltrasi tumor primer pada otot tuba dan mengganggu mekanisme pembukaan ostia
tuba. Tuba oklusi dapat menjadi permanen, jika tumor menyebar dan menyumbat muara tuba.
b. Gangguan pendengaran Sering bersifat tuli konduktif dan unilateral. Gejala ini disebabkan karena
otitis media serosa akibat gangguan fungsi tuba. Tuli saraf mungkin terjadi pada penderita KNF tetapi sebagai efek radioterapi dan jarang akibat penyebaran
langsung tumor ke saraf VIII. c. Otitis media serosa sampai perforasi membran timpani
Penyebabnya adalah sumbatan muara tuba Eustachius oleh massa tumor.
d. Tinitus Sering dijumpai pada penderita KNF, dapat sangat mengganggu dan sulit
diobati. Gejala ini juga disebabkan akibat gangguan fungsi tuba. e. Otalgia
Gejala ini jarang ditemukan dan bila ada menunjukkan bahwa tumor telah menginfiltrasi daerah parafaring dan mengerosi dasar tengkorak. Rasa sakit di
telinga akibat infiltrasi pada saraf glossofaringeus yang mempunyai cabang saraf sensoris ke telinga tengah.
Gejala Hidung a. Epistaksis
Umumnya berupa ingus bercampur darah yang dapat terjadi berulang- ulang dan biasanya dalam jumlah sedikit. Gejala ini timbul akibat permukaan
tumor rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi perdarahan.
Universitas Sumatera Utara
b. Obstruksi hidung Gejala ini biasanya menetap dan bertambah berat. Gejala ini akibat
pertumbuhan massa tumor menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman. Bila terjadi obstruksi
hidung total menunjukkan stadium yang lanjut dari KNF.
2.2.3.2 Gejala Lanjut
1. Limfadenopati Servikal Ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe regional yang merupakan
penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF. Dapat terjadi unilateral atau bilateral. Kelenjar limfe retrofaringeal Rouviere merupakan tempat pertama
penyebaran sel tumor ke kelenjar, tetapi pembesaran kelenjar limfe ini tidak teraba dari luar. Ciri yang khas penyebaran KNF ke kelenjar limfe leher yaitu
terletak di bawah prosesus mastoid kelenjar limfe jugulodigastrik, di bawah angulus mandibula, di dalam otot sternokleidomastoid, konsistensi keras, tidak
terasa sakit, tidak mudah digerakkan terutama bila sel tumor telah menembus kelenjar dan mengenai jaringan otot di bawahnya.
Lebih dari 40 dari seluruh kasus KNF, keluhan adanya tumor di leher ini yang paling sering dijumpai dan yang mendorong penderita untuk datang berobat
Soetjipto, 1989; Ahmad,2002. 2. Gejala Neurologis
Sindroma petrosfenoidal, akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai
saraf kranial anterior berturut-turut yaitu saraf VI, saraf III, saraf IV, sedangkan saraf II paling akhir mengalami gangguan. Dapat pula menyebabkan parese
saraf V. Parese saraf II menyebabkan gangguan visus, parese saraf III menyebabkan kelumpuhan otot levator palpebra dan otot tarsalis superior
Universitas Sumatera Utara
sehingga menimbulkan ptosis, dan parese saraf III, IV dan VI menyebabkan keluhan diplopia karena saraf-saraf tersebut berperan dalam pergerakan bola
mata, dan saraf V trigeminus dengan keluhan rasa kebas di pipi dan wajah yang biasanya unilateral.
Sindroma parafaringpenjalaran secara retroparotidian, akibat tumor menjalar ke belakang secara ekstrakranial dan mengenai saraf kranial posterior
yaitu saraf VII sampai XII dan cabang saraf simpatikus servikalis yang menimbulkan sindroma Horner. Parese saraf IX menyebabkan keluhan sulit
menelan karena hemiparese otot konstriktor faringeus superior. Parese saraf X menyebabkan gangguan motorik berupa afoni, disfoni, disfagia, spasme
esofagus, gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring, dispnu, dan hipersalivasi, parese saraf XI menyebabkan atrofi otot trapezius,
sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, parese saraf XII menyebabkan hemiparese dan atrofi sebelah lidah, sedangkan saraf VII dan VIII
jarang terkena karena letaknya agak tinggi. KNF juga kadang-kadang menimbulkan gejala yang tidak khas berupa
trismus. Gejala ini timbul bila tumor primer telah menginfiltrasi otot pterigoid sehingga menyebabkan terbatasnya pembukaan mulut. Gejala trismus sangat
jarang dijumpai tetapi lebih sering terdapat sebagai efek samping radioterapi yang diberikan, sehingga menyebabkan degenerasi serat otot pterigoid dan
masseter. Sakit kepala yang hebat merupakan gejala yang paling berat bagi
penderita KNF, biasanya merupakan stadium terminal dari KNF. Hal ini disebabkan tumor mengerosi dasar tengkorak dan menekan struktur di
sekitarnya Witte dan Neel, 1998; Ahmad, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3 Gejala Metastasis jauh
Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal, dan limpa.
Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang 48, paru-paru 27, hepar 11 dan kelenjar getah bening supraklavikula 10. Metastasis sejauh ini
menunjukkan prognosis yang sangat buruk, biasanya 90 meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan Chiesa and De Paoli, 2001.
2.2.4 Histopatologi
Pada 1978 WHO menetapkan KNF sebagai kanker yang berasal dari sel skuamousa dan dibedakan berdasarkan mikroskop cahaya menjadi 3 tipe yaitu:
1. WHO Tipe 1 : karsinoma sel skuamosa berkeratin 2. WHO Tipe 2 : karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin
3. WHO Tipe 3 : karsinoma tidak berdiferensiasi
Gambaran histopatologi WHO tipe 1, khas tampak gambaran sekat intraselular dan gambaran pembentukan keratin yang menonjol. Gambaran tersebut
menyerupai karsinoma sel skuamosa di daerah lainnya, seperti pada traktus aerodigestivus. WHO tipe 1 ini terdapat pada 75 populasi kulit putih di Amerika
Serikat, non-Hispanic kulit putih tetapi jumlah tersebut hanya sebesar 1-2 pada populasi endemik Witte and Neel, 1998.
WHO tipe 2 memperlihatkan kematangan dari epitel skuamosa, tetapi tidak ada gambaran pembentukan keratin Witte dan Neel, 1998; Chou et al.,
2008. Pada WHO tipe 3, terdapat sel-sel dengan morfologi yang bervariasi terdiri
dari nukleus vesikuler, gambaran nukleus yang menonjol dan sinsitia sel raksasa
Universitas Sumatera Utara
berinti banyak. Ditemukan sebanyak 95 pada semua kasus di daerah endemik, namun di populasi resiko rendah seperti populasi pada populasi kulit putih Amerika
Utara hanya ditemukan sebanyak 60 Witte and Neel, 1998. Kebanyakan kasus KNF yang terjadi pada anak-anak dan remaja adalah
tipe 3, sedikit kasus pada tipe 2. Secara histologik, KNF WHO tipe 2 dan 3 berhubungan dengan infeksi laten VEB sekitar 65-100 kasus dan pada WHO tipe 1
pada daerah endemis, tetapi tidak terdapat pada WHO tipe 1 terutama pada daerah nonendemis Lo et al., 2004; Brennan, 2006; Chou et al., 2008.
2.2.5 Diagnosis