Antara bunga dan bagi hasil akan memberikan keuntungan bagi
pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut
24
.
Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga di buat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
a. Penentuan besarnya rasio atau
nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang modal yang dipinjamkan.
b. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
c. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “Booming” d.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan. e.
Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua agama,
termasuk Islam. e.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Sumber: Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik
B. Perlakuan Akuntansi Obligasi Syariah Mudharabah
Akuntansi adalah suatu sistem informasi, berdasarkan mana pihak- pihak yang berkepentingan dalam usaha mengambil keputusan. Akuntansi
merupakan seni pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran dengan cara yang sepatutnya dan dalam satuan uang atas transaksi dan kejadian yang
24
Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek Jakarta : Gema Insani Press ,2001, cet-I., h. 60-61
setidak-tidaknya sebagian mempunyai sifat keuangan serta penginterpretasian hasil pencatatan tersebut.
25
Perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah pada umumnya ataupun obligasi mudharabah pada khususnya, di Indonesia
sebenarnya belum memiliki suatu standar akuntansi yang khusus. Namun di dalam PSAK No.59 tentang akuntansi perbankan syariah telah diatur
mengenai perlakuan akuntansi untuk produk-produk perbankan atau juga lembaga keuangan syariah lainnya yang menerapkan beberapa akad transaksi
sesuai dengan prinsip syariah. Belum adanya standar yang khusus ini dapat dimaklumi, mengingat akuntansi Islam itu sendiri masih baru berkembang di
Indonesia. Oleh karena itu, perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah dapat
menggunakan perlakuan akuntansi untuk obligasi konvensional, tentu saja dengan mengeluarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan
menyesuaikannya dengan prinsip yang diwajibkan islam Syariah Compliance. Selain dapat mengacu pada ketentuan yang ada pada PSAK
No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, dapat juga digunakan PAPSI Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia sebagai bahan
pertimbangan. Kedua standar atau metode ini banyak mengadopsi kerangka dan standar yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institution AAOIFI yang berpusat di Manama, Bahrain.
25
Lapoliwa dan Daniel Kuswandi, Akuntansi Perbankan : Akuntansi Transaksi Bank Dalam Valuta Rupiah, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2000, h.2
Adapun tiga pencatatan transaksi yang utama dalam Akuntansi Obligasi, yaitu
26
: 1.
Pada saat penerbitan atau penjualan obligasi 2.
Pada saat pembayaran bunga, Untuk obligasi syariah, tidak ada bunga tetapi dalam obligasi syariah di
tawarkan pembagian hasil sesuai dengan persentase yang telah disepakati di awal bagi setiap pemegang obligasi bondholders.
3. Pada saat pelunasan obligasi.
C. Pelaporan dan Penyajian Obligasi Syariah Mudharabah Pada Laporan