BAB II KERANGKA TEORI
A. Obligasi Syariah Mudharabah
1. Pengertian dan jenis-jenis akad mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan.
6
Mudharabah menurut bahasa atau etimologi berarti “Al-qath’u” potongan, berjalan, berpergian, sedangkan pengertian Mudharabah
menurut istilah ialah akad antara dua pihak orang saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
7
Dalam istilah lain disebutkan pengertian Mudharabah adalah : “Akad kerjasama usaha antara shahibul maal pemilik dana dan
mudharib pengelola dana dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian
ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan,
dan penyalahgunaan dana.”
8
6
Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah Jakarta: Kencana, 2007, cet-I., h.345
7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.136
8
PSAK No.59 2002: paragraph 6 7 , h.2
Secara umum akad mudharabah terbagi 2 dua jenis
9
, yaitu : a.
Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan “Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja
sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah
bisnis”.
10
Menurut PSAK No. 59 “Mudharabah Muthlaqah adalah jenis kontrak kerja sama dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaannya”.
11
Akad ini disebut juga
dengan investasi tidak terikat Unrestricted Investment.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah Adalah akad Mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat,
cara, dan obyek investasi. Akad ini disebut juga dengan investasi terikat Restricted Investment. Sebagai contoh, pengelola dana dapat
diperintahkan untuk : 1
Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, 2
Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa penjaminan, atau
9
Ibid., 2002: paragraph 8 , h.2
10
Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama Dan Cendekiawan Jakarta: Tazkia Institute, 1999, cet-I., h. 173
11
PSAK No. 59 2002: paragraph 9, h. 2
3 Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri
tanpa melalui pihak ke tiga.
12
2. Pengertian Obligasi Syariah
Obligasi syariah adalah : “Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
Obligasi Syariah berupa bagi hasilmarginfee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
13
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah adalah obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah, dimana kaidah akad yang digunakan
antara lain mudharabah muqaradhah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
14
3. Pengertian Obligasi Syariah Mudharabah
Obligasi Syariah
Mudharabah adalah Obligasi Syariah yang menggunakan akad mudharabah. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.33DSN-MUIIX2002 dikatakan bahwa, “Obligasi syariah Mudharabah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
12
PAPSI 2003., Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. cet. I, Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia, h. 217
13
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32DSN-MUIIX2002.
14
Ibid.,
berupa bagi hasilmarginfee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
15
Obligasi mudharabah adalah obligasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebagai mudharib kepada investor sebagai rabb al maal dengan tujuan pendanaan proyek tertentu yang dijalankan oleh
perusahaan. Proyek ini sifatnya terpisah dari aktifitas umum perusahaan. Keuntungannya akan didistribusikan secara periodik berdasarkan
persentase tertentu yang telah disepakati. Persentase ini merupakan rasio pembagian keuntungan, sehingga menggunakan basis profit-loss sharing.
Kontrak ini juga menyediakan pembayaran bond pada saat maturity atau jatuh tempo.
16
Untuk itu Dewan Syariah Nasional memutuskan beberapa ketentuan mengenai obligasi syariah mudharabah, yang diantaranya
adalah sebagai berikut : a.
Dewan Syariah Nasional menetapkan obligasi syariah mudharabah yaitu obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah dengan
memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.7DSN-MUIIV2000.
b. Ditetapkan bahwa emiten dalam obligasi syariah mudharabah adalah
mudharib, sedangkan pemegang obligasi syariah mudharabah adalah shahibul maal.
17
15
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 33DSN-MUIIX2002.
16
H. Iggi Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktik Manajemen Portofolio Syariah, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, cet. 2, h. 68
17
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.33DSN-MUIIX2002
4. Prinsip-Pinsip Obligasi Syariah Mudharabah
Obligasi syariah
mudharabah telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Fatwa No.33DSN-MUIIX2002. Untuk itu obligasi
syariah mudharabah dapat diperdagangkan dengan memperhatikan beberapa ketentuan yang antara lain adalah :
a. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah
untuk menentukan manfaat yang timbul. b. Hasil investasi yang akan diterima Pemilik Dana merupakan fungsi
dari manfaat yang diterima perusahaan dari danaharta hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
c. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan utang yang sudah ada prinsip bay al dayn bi al dayn.
d. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada Pemilik Dana lainnya ataupun kepada emiten bila sesuai dengan ketentuan.
5. Proses Bagi Hasil Pada Obligasi Syariah Mudharabah
Ada beberapa hal pokok mengenai bagi hasil obligasi syariah mudharabah yang dapat dijelaskan dalam butir-butir berikut, antara lain
adalah
18
: a.
Rasio bagi hasil nisbah dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan revenue atau keuntungan profit, operating profit, EBIT,
EBITDA, atau net income. Tetapi fatwa No. 15DSN-MUIIX2000 sebaiknya menggunakan prinsip Bagi Hasil Net Revenue Sharing.
Pendekatan lain seperti Revenue Sharing, apabila ada dianggap tidak berada dalam “Contents, Contexts, Conducts, dan Contours”
Ekonomika Islam. Dan oleh karena itu ia batal demi hukum untuk diterapkan dalam akad.
19
Revenue adalah Pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari hasil kegiatannya. EBIT Earnings Before Interest and Taxes adalah laba
sebelum bunga dan pajak.
20
Profit disebutkan sebagai EBITDA Earnings Before Interest, Tax, Depreciation and Amortization adalah
laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi dalam ekonomi konvensional, sedangkan dalam sistem Ekonomi Islam dapat disebut
sebagai EBZDA Earnings Before Zakat, Depreciation and Amortization. Dikeluarkan zakat, setelah itu, Laba setelah Zakat,
18
Agus Edi S, “Manajemen Investasi”, makalah pelatihan investasi,, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2007, h. 20, t.d.
19
Murasa Sarkaniputra, ”Ruang Lingkup Ekonomi Syariah: Tinjauan Teori dan Praktik di Indonesia”, makalah Seminar Nasional Reformulasi Sistem Ekonomi Syariah dan Legislasi
Nasional, Semarang: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 6-8 Juni 2006, h. 11, t.d.
20
Ahmad Antoni K. Muda, ”Kamus Lengkap Ekonomi”, Gitamedia Press, 2003, h. 125.
dibagikan kepada mudharib dan shahib al maal yang rasio hasilnya sesuai dengan akad.
21
b. Nisbah dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun,
dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten. Tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
c. Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara
periodik tahunan, semesteran, kuartalan, dan bulanan. d.
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah mudharabah memberikan
indicative return tertentu.
21
Sarkaniputra, Ruang Lingkup Ekonomi Syariah, h. 10-11
Tabel 2.1 Ilustrasi Perhitungan Bagi Hasil Obligasi Syariah
Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah indosat memberikan nisbah kepada pemegang obligasi atas pendapatan satelit dan pendapatan internet, rasio pendapatan sejak
tahun pertama hingga akhir masa berlaku obligasi adalah sebagai berikut: Tahun I: 6,95 dari Satelit dan 10,75 dari Internet 17,70 Total
Tahun 2: 6,95 dari Satelit dan 9,02 dari Internet 15,97 Total Tahun 3: 6,95 dari Satelit dan 7,69 dari Internet 14,64 Total
Tahun 4: 6,95 dari Satelit dan 6,56 dari Internet 13,51 Total Tahun 5: 6,95 dari Satelit dan 5,50 dari Internet 12,45 Total
Sebagai gambaran perhitungan, pada bagi hasil kedua, yaitu tanggal 8 Mei 2003, dasar laporan keuangan laba rugi yang digunakan periode kuartal ke-4
tahun 2002 adalah :
Pendapatan Satelit = Rp 53,48 miliar Pendapatan Internet = Rp 38,15 miliar
Investor akan menerima pendapatan bagi hasil sebesar = 6,95 x 53,48 miliar + 10,75 x 38,15 miliar = Rp 7,80 miliar
Nilai bagi hasil tersebut jika hitung dalam satuan tahun setara dengan 17,82
Sumber: Tjiptono Darmaji Hendy Fakhruddin, Pasar Modal Di Indonesia
6. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatanhasil pokok tersebut, berdasarkan tempo, waktu, dan diperhitungkan secara pasti dimuka berdasarkan persentase.
22
Sedangkan pengertian bagi hasil adalah pembagian keuntungan yang di dapat dari
hasil usaha yang dilakukan setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha tersebut.
23
22
Aries Mufti, Bunga Bank: Maslahat atau Muslihat, Jakarta: Pustaka Kuantum Prima, 2004, h.31
23
Nadratuzzaman Hosen, dkk, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah, Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007, h. 90
Antara bunga dan bagi hasil akan memberikan keuntungan bagi
pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut
24
.
Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga di buat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
a. Penentuan besarnya rasio atau
nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang modal yang dipinjamkan.
b. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
c. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “Booming” d.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan. e.
Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua agama,
termasuk Islam. e.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Sumber: Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik
B. Perlakuan Akuntansi Obligasi Syariah Mudharabah