Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, perkembangan instrumen syariah di pasar modal sudah terjadi sejak tahun 1997 diawali dengan lahirnya reksadana syariah. 1 Kehadiran instrumen pasar modal tersebut kemudian mendorong para pelaku kebijakan pasar modal untuk membuka akses bagi wadah pengembangan instrumen syariah lainnya, misalnya saham syariah, obligasi syariah. Hingga akhirnya diluncurkanlah pasar modal syariah pada tanggal 14 Maret 2003. 2 Kemunculan pasar modal syariah selanjutnya memberi kesempatan instrumen syariah lainnya untuk berekspansi. Salah satu instrumen yang berkembang seiring dengan diluncurkannya pasar modal syariah adalah diterbitkannya obligasi syariah. Sebelum itu, istilah obligasi syariah pernah dipertanyakan mengenai legalitas bentuknya. Namun setelah didukung oleh legitimasi dari Dewan Syariah Nasional DSN mengenai format operasionalnya, maka obligasi syariah mulai diterbitkan oleh emiten yang pertama kali dilakukan oleh Indosat. 1 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, cet. I, h. 55 2 Ibid., h.57 Hadirnya obligasi syariah di pasar modal syariah menyebabkan kita saat ini mengenal ada dua jenis obligasi yang diperdagangkan, yaitu jenis obligasi konvensional dan obligasi syariah. Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen yang mempunyai komponen bunga interest-bearing instrumens ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah. Pada awalnya, penggunaan istilah “obligasi syariah” sendiri dianggap kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak dimungkinkan untuk disyariahkan. 3 Perbedaan antara obligasi syariah mudharabah dengan obligasi konvensional dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Obligasi Syariah Mudharabah VS Obligasi Konvensional Sumber: Agus Edi S. Makalah Pelatihan Investasi Perkembangan obligasi syariah, diawali dengan gebrakan Indosat pada akhir 2002 yang menerbitkan Obligasi Syariah Mudharabah skim bagi 3 Ibid., h. 85 Keterangan Obligasi Syariah Mudharabah Obligasi Konvensional Harga penawaran 100 100 Jatuh tempo 5 tahun 5 tahun Pokok obligasi saat jatuh tempo 100 100 Pendapatan Bagi hasil Bunga Return Indikatif Tetap Pembagian pendapatan Triwulan Triwulan Rating AA+ AA+ Jaminan Sinking fund Tidak ada Tidak ada Covenant Berlaku Berlaku Pasar Sekunder Berlaku Berlaku hasil senilai Rp 175 miliar, instrumen ini mulai menarik perhatian pelaku pasa modal. Obligasi Syariah Mudharabah Indosat memberikan nisbah bagi hasil indikatif sebesar 15,5 hingga 16 per tahun. Nisbah bagi hasil ini berarti sama dengan rate yang diberikan oleh Obligasi Indosat Konvensional. Bedanya nisbah obligasi syariah bersifat indikatif bisa berubah tapi cenderung stabil, sedangkan nisbah obligasi konvensional bersifat tetap. Penawaran Obligasi Syariah Indosat ini mengalami kelebihan permintaan oversubscribed sampai dua kali lebih. Jumlah nilai obligasi syariah Indosat dinyatakan sebanyak Rp 100 miliar, sampai akhir bookbuilding jumlah permintaan yang masuk RP 200 miliar. Kenyataan ini cukup menggembirakan karena sebelumnya banyak pihak yang skeptis menyambut kemunculan Islamic Bond pertama di Indonesia. Karena keberhasilan penerbitan Obligasi Syariah dari Indosat, maka pada tahun 2003 mulailah sejumlah perusahaan menerbitkan instrumen sejenis. Yakni PT Cilindra Perkasa, PT Pembangunan Perumahan, PT Berlian Laju Tanker, dan PT Sinar Baru Lampung. Tentu saja tak ketinggalan sejumlah Lembaga Keuangan Syariah seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin Syariah. 4 Tak kalah menariknya perkembangan di tahun 2004, ketika pada bulan Maret PT Matahari Putra Prima, Tbk. menerbitkan Obligasi Syariah Ijarah sewa menyewaleasing bonds. Perusahaan yang bergerak dalam penjualan barang-barang retail itu mengeluarkan Obligasi senilai Rp 300 miliar, 4 Ibid., h.90 sebanyak Rp 100 miliar diantaranya adalah Obligasi Syariah dengan skema ijarah. Menyusul setelah itu, sejumlah perusahaan juga menerbitkan Obligasi Syariah baik dengan skema mudharabah bagi hasil maupun ijarah sewa. 5 Dibawah ini dapat dilihat sejumlah emiten yang menerbitkan obligasi syariah dengan akad mudharabah dan ijarah. Tabel 1.2 Emiten Penerbit Obligasi Syariah dengan Skema Mudharabah dan Ijarah Tahun Emiten Rating Nilai Emisi Tenor Tahun Indikasi Return Obligasi Mudharabah 2002 Indosat AA+ Rp. 175 Miliar 5 15,75 2003 Berlian Laju Tanker A- Rp. 60 Miliar 5 14,75 Bank Bukopin BBB+ Rp. 45 Miliar 5 13,75 Bank Syariah Mandiri BBB Rp. 200 Miliar 5 13,00 Cilindra Perkasa BBB Rp. 60 Miliar 5 17,70 Bank Muamalat sub BBB- Rp. 200 Miliar 7 17,00 2004 Perkebunan Nusantara VIII BBB+ Rp. 75 Miliar 5 13,875 Obligasi Ijarah Matahari Putra Prima A+ Rp.150 Miliar 5 13,80 Citra Sari Makmur BBB Rp.100 Miliar 5 13,50- 14,50 Sona Topas A+ Rp. 52 Miliar 5 13,50- 14,50 Indorent A Rp. 100 Miliar 4 13,25 Humpus Intermoda A Rp. 122 Miliar 5 14,75 Berlian A Rp. 85 Miliar 5 13,75 Apexindo Pratama A- Rp. 240 Miliar 5 12,25 2005 Indosat IV AA+ Rp. 285 Miliar 12,00 Ricky Putra Globalindo BBB+ Rp. 60,4 Miliar 15,25 Sumber: www. Republika.co.id. Dari tabel di atas terlihat indikasi return berada pada interval 12-17. Sejauh ini skim yang muncul baru dua jenis, yaitu skim ijarah dan 5 Ibid., h.92 mudharabah. Bila kita coba bandingkan kedua skim tersebut, maka pada skim ijarah, investor akan memperoleh return tetap berupa pembayaran sewa dari emiten. Sedangkan pada skim mudharabah, return investor naik turun, sesuai dengan naik turunnya pendapatan dari proyek yang didanai dengan obligasi itu. Karena perbedaan karakteristik obligasi syariah dengan obligasi konvensional maka penulis tertarik untuk menjadikan obligasi syariah sebagai objek penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “PERLAKUAN AKUNTANSI OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH SUBORDINASI PADA LAPORAN KEUANGAN PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK PERIODE 2003-2005”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah