Tinjauan Umum Mediasi LANDASAN TEORI

Tugas arbiter berakhir sebagaimana diatur dalam pasal 37 UU. No. 301999, adalah sebagai berikut: 38 a. Apabila putusan mengenai sengketa telah diambil; b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau sesudah diperpanjang oleh para pihak telah dilampaui; c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter;

C. Tinjauan Umum Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Para penulis dan praktisi yang berusaha menjelaskan pengertian mediasi. Tetapi, upaya untuk mendefinisikan mediasi bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini karena mediasi tidak memberi satu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainnya. Banyak pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak ketiga peranan pihak ketiga tersebut adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak mengidentifikasi masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan 38 Ibid ., h. 58-59 sebuah proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa tersebut. 39 Mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang sekarang sudah juga mulai berkembang. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang netral. Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui upaya musyawarah dan mufakat antara pemohon dan anggota yang difasilitasi oleh mediator. 40 Dalam Peraturan Mahkamah Agung PERMA No. 022003, pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu: Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Disini disebutkan kata mediator, yang harus mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa yang diterima para pihak. Pengertian mediator, disebutkan dalam pasal 1 butir 5, yaitu: mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. 41 Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi dengan 39 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 119 40 BMAI, Peraturan Badan Mediasi Indonesia, Jakarta: BMAI, 2006, h. 7 41 Soemartono, Arbitrase Dan Medias Di Indonesia, h.119 antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri. 42 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa mediasi merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka secara “pribadi” dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak yang netral tersebut tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari keseluruhan situasi.

2. Landasan Hukum Mediasi

Dasar hukum mediasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat 10 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa menyatakan bahwa: Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur 42 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 120 yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 43 Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Perma Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Perma ini dirancang oleh Mahkamah Agung dan Indonesia Institute for Conflict Transformation IICT, yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik. Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk mengembangkan pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang demokratis, harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan subtansial. Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia beroperasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama: MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Nomor: KEP-45M.EKON072006, GUBERNUR BANK INDONESIA Nomor: 850KEP.GBI2006, MENTERI KEUANGAN Nomor: 357KMK.0122006 dan MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA Nomor: KEP-75MBU2006 TENTANG: PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN, dan ditetapkan 43 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 163. di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006. Juga berdasarkan pada lampiran III Lembaga Keuangan Non-Bank poin-3, program-3 tentang Perlindungan Pemegang Polis dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI. 44

3. Syarat – Syarat Menjadi Mediator

Mengingat mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian sengketa, ia harus secara layak memenuhi kualifikasi tertentu serta berpengalaman dalam komunikasi dan negosiasi agar mampu mengarahkan para pihak yang bersengketa. Jika ia berpengalaman tak terbiasa berperkara di pengadilan, hal itu sangat membantu. Tetapi, pengalaman apapun, selain pengalamannya sendiri sebagai mediator, memang kurang relevan. Pengetahuan secara substansi atas permasalahan yang disengketakan tidak mutlak dibutuhkan, yang lebih penting adalah kemampuan menganalisis dan keahlian dalam menciptakan pendekatan pribadi. Dalam PP No.542000 ditentukan kriteria untuk menjadi mediator lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yaitu: 45 a. Cakap melakukan tindakan hukum; b. Berumur paling rendah 30 tiga puluh tahun; 44 BMAI, Peratutan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Jakarta: BMAI, 2006, h. 64 45 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 133 c. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang lingkungan hidup paling sedikit 5 lima0 tahun; dan d. Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan. Di samping itu, mediator atau pihak ketiga harus memenuhi syarat sebagai berikut: 46 a. Disetujui oleh para pihak yang bersengketa; b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa; c. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa; d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain terhadap kesepakatan para pihak; dan tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya. Penyebutan kriteria atau persyaratan sebagai mediator secara terperinci menjadi sangat penting karena dalam Peraturan Mahkamah Agung PERMA No. 022003 hal itu tidak diatur. Oleh karena itu, kriteria atau persyaratan di atas sangat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pengangkatan mediator dalam berbagai kasus lainnya, tentunya dengan berbagai pertimbangan sesuai dengan kebutuhan. Dalam praktek, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal yang memungkinkan berhubungan secara menyenangkan dengan masing- masing pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak 46 Ibid., h. 133-134 menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para pihak. Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif meskipun tidak berarti setuju atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan membangun hubungan baik dan kepercayaan. Jika para pihak sudah percaya kepada mediator dan proses mediasi, mediator akan lebih mampu membawa mereka ke arah konsensus. 47

4. Tujuan Mediasi

Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk: a. Menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan; b. Melenyapkan kesalahpahaman; c. Menentukan kepentingan yang pokok; d. Menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan; e. Menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri oleh para pihak; 48 47 Ibid., h. 135 48 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cet-4, h. 156-157

BAB III TINJAUAN UMUM

BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL BASYARNAS DAN BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA BMAI

A. Badan Arbitrasee Syariah Nasional BASYARNAS

1. Sejarah Berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS

Di Indonesia lembaga arbitrase telah didirikan pada tanggal 3 Desember 1977 dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Prakarsa pendirian BANI disponsori oleh Kamar Dagang dan Industri KADIN. 49 Seiring dengan kehadiran Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI yang merupakan konfirmasi dari eksistensi atau legitimasi terhadap badan arbitrase di Indonesia, maka hadir pulalah Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS yang merupakan salah satu wujud dari arbitrase syariah yang pertama kali didirikan di Indonesia. Sejarah berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS bermula dari Badan Arbitrase Muamalah Indonesia, yang pendiriannya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia MUI Pada tanggal 5 jumadil awal 1414 H, bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalah Indonesia BAMUI didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan Akta Notaris Yudo Paripurno, SH. Nomor 175 tanggal 21 oktober 49 Suhrawardi K. Lubis, Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 184