BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pengembangan saat ini bidang perekonomian Indonesia banyak sekali tumbuh dan berkembang lembaga-lembaga perekonomian, lembaga
keuangan itu dalam operasionalnya didasarkan pada prinsip syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia BMI, BPR – BPR syariah di berbagai daerah tingkat II.
1
Hal itu terbukti dengan berdirinya 4 unit Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia BMI, Bank Syariah Mandiri BSM, dan Bank Mega
Syariah, Bank Persyarikatan Indonesia. 14 Unit Syariah Bank Umum, yaitu Bank IFI Syariah, Bank Negara Indonesia BNI Syariah Bukopin Syariah, Bank
Rakyat Indonesia BRI Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Internasional Indonesia Syariah, Bank HSBC Amanah Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank
Permata Syariah, Bank Lippo Salam, ABN Amru Bank Syariah. 15 Unit Usaha Syariah BPD, yaitu: Bank Jabar Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Riau Syariah,
Bank Sumut Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD NTB Syariah, Bank Sumsel Syariah, Bank Kalbar Syariah, BPD DIY Syariah, BPD
Kaltim Syariah, Bank Naga Syariah, BPD Sumbar, Bank Jatim Syariah, Bank Sulsel Syariah, Bank Jateng Syariah. 6 Bank Kustodian Syariah, yaitu: Deutsche
1
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 176.
Bank, Kustodian Bank HSBC, Kustodian Bank Niaga Citibank, N.A. Indonesia, Kustodian Bank Bukopin, Standard Chartered Bank.
2
Semenjak berdirinya bank – bank syariah barulah kemudian para pakar ekonomi Islam mencoba membuka peluang investasi dalam hal perlindungan aset
dan kepemilikan, di samping itu adanya kesadaran dan dukungan masyarakat muslim pada ketentuan ajaran Islam yang bersifat komprehensif, profesional,
integral serta kesiapan diri dalam menghadapi tantangan zaman, dengan demikian berkembanglah tuntutan untuk bermuamalah, khususnya di bidang perasuransian
syariah. Oleh sebab itu maka lahirlah Asuransi Takaful di Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 dengan akta pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia di
singkat dengan TEPATI. Sebagai asuransi syariah yang berkembang di Negara yang mayoritas
muslim khususnya di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar mengingat sistem asuransi syariah merupakan sistem asuransi alternatif yang saling
menguntungkan, humanis dan universal. PT Syarikat Takaful Indonesia yang telah mendirikan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang
bergerak dalam asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian. Sebagai pelopor berkembangnya perasuransian
yang berlandaskan dengan prinsip syariah seperti dengan berdirinya PT MAA Life Assurance Syariah, PT Tri Pakarta Syariah, PT Bumi Putera Syariah, PT
2
Perbankan Syariah
sd 17
Mei 2008
dari http:
www.mui.or.idmui_inpruduct_2lks_lbs.php?id=6 pada tanggal 25 Mei 2008
BRIngin Life Syariah dan lain sebagainya, sehingga lembaga asuransi syariah telah mampu menjadi sarana yang dapat diandalkan dalam memobilisasi
masyarakat. Oleh sebab itu perusahaan tersebut akan berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan jasa asuransi kepada para klien atau
costumernya yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi peningkatan efesiensi dan produktifitas lembaga asuransi syariah di Indonesia.
Dengan mencermati keadaan perasuransian syariah yang semakin berkembang tentunya tidak mungkin dapat dihindari terjadinya sengketa dispute
atau differrece antar pihak yang terlibat di bidang asuransi, secara otomatis setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang
cepat. Membiarkan sengketa di bidang bisnis khusus perasuransian terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan ekonomi tidak efisien,
produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami keterhambatan dan biaya produksi menjadi meningkat. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu
yang lama mengakibatkan perusahaan asuransi atau pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian, cara penyelesaian seperti ini tidak diterima di dunia
bisnis khususnya di bidang perasuransian syariah karena tidak sesuai dengan ketentuan zaman.
Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi dalam hubungan bisnis atau suatu perjanjian, masing-masing
pihak harus mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat di kemudian hari. Sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena
perbedaan penafsiran mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian maupun tentang apa Isi dari ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian,
ataupun disebabkan hal-hal lain. Untuk menyelesaikan sengketa, pada umumnya terdapat beberapa cara
yang dapat dipilih. Cara-cara yang dimaksud seperti arbitrase, mediasi, negosiasi, dan pengadilan
. Namun yang akan penulis bahas yaitu penyelesaian sengketa dengan cara melalui arbitrase dan mediasi.
Yang menjadi permasalahanpersoalan adalah, dengan berdirinya Badan Mediasi Asuransi Indonesia sebagai lembaga penyelesaian sengketa khusus di
bidang asuransi. Disini antara BASYARNAS dan BMAI memiliki wilayah kerja yang sama dan mengurusi persoalan yang sama, yaitu menyelesaikan sengketa
khususnya di bidang asuransi syariah. Permasalahan yang muncul, lembaga mana yang lebih efektif untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi. Memang BASYARNAS lembaga hukum non-litigasi hasil bentukan dari MUI dengan tujuan sebagai tempat penyelesaian
sengketa yang terjadi di bidang Muamalat dengan didukung fatwa-fatwa MUI sebagai rujukan hukumnya. Namun Badan Mediasi Asuransi Indonesia BMAI
juga lebih mempunyai wewenang untuk menyelesaikan bila terjadi sengketa. Badan Mediasi Asuransi Indonesia BMAI lebih mempunyai kekuatan karena
lembaga ini lebih fokus untuk menyelesaikan sengketa di bidang asuransi. Dengan keberadaan lembaga Arbitrase Syariah di Indonesia yaitu Badan
Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS dan Badan Mediasi Asuransi
Indonesia BMAI, kiranya dapat memberikan kontribusi di bidang asuransi dalam hal penyelesaian sengketa bagi para pihak yang bersengketa.
Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk membahas dan menelaah
secara mendalam skripsi yang berjudul Penyelesaian Sengketa Asuransi Syariah
Menurut Perspektif
Badan Arbitrase
Syariah Nasional
BASYARNAS dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia BMAI.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah