Program Televisi paling Inspiratif tahun 2012, serta Anugerah Adiwata Sampoerna 2011 dengan episode Sang Juara dari Bantaran Rel. selain penghargaan tersebut,
berbagai apresiasi juga muncul melalui beberapa akun media sosial resmi Orang Pinggiran di facebook, dan twitter.
Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti representasi kemiskinan pada program acara Orang Pinggiran untuk melihat bagaimana sebuah fenomena
kemiskinan dikonstruksi dan direpresentasikan melalui media massa. Peneliti kemudian memilih program ini sebagai objek penelitian, dengan alasan karena
program ini merupakan salah satu program acara reality show yang mempunyai jam tayang cukup panjang. Program ini juga mempunyai banyak penggemar, karena di
empat tahun penayangannya rating program ini masih tetap terjaga.
1.2. Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah kemiskinan direpresentasikan dalam
tayangan reality show Orang Pinggiran di Trans 7?”
1.3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai
berikut: 1.
Penelitian dilakukan pada reality show Orang Pinggiran episode ‘Derai Harap Bocah Penjual Bakso’ dengan durasi 22 menit 8 detik.
2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif Analisis pada
penelitian ini menggunakan kajian semiologi Roland Barthes.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui representasi kemiskinan pada tayangan reality show Orang Pinggiran di Trans 7.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi dan
sumber bacaan mahasiswa FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memperluas wawasan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi mahasiswa atau masyarakat yang tertarik dengan topik penelitian.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa atau masyarakat yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai analisis semiotika pada tayangan reality show.
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1.Paradigma Kajian
Paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir kognitif, bersikap
afektif, dan bertingkah laku konatif. Paradigma sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi objek ilmunya Vardiansyah,
2008: 27. Menurut Denzin dan Guba dalam Wibowo, 2013: 52 paradigma adalah basis
kepercayaan atau metaphysics utama dari sistem berpikir: basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Paradigma dalam pandangan filosofis, memuat
pandangan awal yang membedakan, memperjelas, dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi dan kebijakan
terhadap pemilihan masalah. Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang
dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak
menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring
terlebih dahulu melalui cara seseorang melihat sesuatu Morissan, Andy dan Wardhany, 2009:107.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi bentukan. Teori ini beranggapan bahwa unsur objek
dan subjek sama-sama berperan dan saling berinteraksi dalam mengonstruksi ilmu pengetahuan. Pengetahuan tersebut dibangun dari proses kognitif dan interaksinya
dengan dunia objek material. Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah
hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan adalah ciptaan pikiran
manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas Ardianto dan Q-Aness, 2007: 153.
Paradigma konstruktivisme ialah paradigma yang menyatakan bahwa kebenaran suatu realitas sosial merupakan hasil konstruksi sosial, yang bersifat relatif. Paradigma
konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme penafsiran yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma
konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak
dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative,
Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada di antara teori fakta sosial dan defenisi sosial
Eriyanto 2004:13. Konstruktivisme muncul setelah para ilmuan menolak tiga prinsip dasar
positivisme: a ilmu merupakan upaya mengungkap realitas yang terstruktur, b hubungan subjek peneliti dengan objek penelitian harus terpisahkan secara tegas guna
mengejar objektivitas, c hasil temuan harus merupakan generalisasi yang universal, berlaku kapan pun dan di mana pun Vardiansyah, 2008: 59.
Menurut Von Glasersferld dan Kitchener tahun 1987 dalam Ardianto dan Q- Anees, 2007: 155 secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan
dapat dirangkum sebagai berikut: 1.
Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan. 3.
Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang.
Konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivisme adalah menemukan konstruksi peristiwa atau realitas dan, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam
studi komunikasi, paradigma konstruktivisme ini sering disebut paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma ini melihat komunikasi sebagai produksi dan
pertukaran makna Eriyanto, 2008: 37. Dalam pandangan konstruksionis, tidak ada realitas dalam arti riil, sebelum
peneliti mendekatinya. Sesungguhnya yang ada konstruksi atau suatu realitas. Realitas sosial bergantung pada bagaimana seseorang memahami dunia, dan bagaimana
menafsirkannya. Penafsiran dan pemahaman itulah yang disebut realitas. Karena itu, peristiwa dan realitas yang sama bisa jadi menghasilkan konstruksi realitas yang
berbeda dari orang yang berbeda Eriyanto, 2008: 45.
2.2. Uraian Teoritis 2.2.1.