pengganti lauk. Makan nasi dengan lauk garam sudah menjadi kebiasaan masyarakat miskin karena pada umumnya mereka tidak
mempunyai pendapatan yang cukup untuk membeli makanan yang sehat.
5. Kode Semik
Gambaran kemiskinan terlihat dari ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarga mereka. Berdasarkan
ketentuan BPS dan Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik
untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan poverty line atau batas kemiskinan poverty threshold. Garis
kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo
kalori per orang per hari. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Berdasarkan konferensi ILO tahun 1976 menyebutkan bahwa
kebutuhan pangan, sandang, dan papan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu keluarga.
Artinya, seseorang atau sebuah keluarga yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum,
khususnya kebutuhan panganmakanan keluarga tersebut dikategorikan sebagai masyarkat miskin.
4.3.Pembahasan
Dari analisis di atas, terdapat hasil temuan bahwa kemiskinan pada tayangan tersebut dicirikan sebagai masyarakat yang hidup dengan lingkungan rumah saling
berdekatan Akses kendaraan yang sulit dijangkau, bekerja di daerah persawahan, konsisi rumah tidak terawat, serta makan seadanya. Kemiskinan oleh tayangan Orang
Pinggiran digambarkan sebagai masyarakat yang hidup berkelompok dengan kondisi ekonomi serupa, yaitu menengah ke bawah. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi
rumah-rumah yang saling berdekatan antar rumah. Biasanya masyarakat tersebut
menggantungkan hidupnya pada sektor agraris karena pedesaan masih memiliki keadaan alam yang terjaga. Masyarakat yang dikatakan miskin pada umumnya bekerja
sebagai buruh tani dimana mereka hanya bekerja di sawah milik orang lain, sementara mereka tidak memiliki sawah untuk di olah. Pada umumnya, pada masyarakat miskin,
bekerja mencari nafkah bukan hanya dilakukan oleh kepala keluarga, melainkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Mereka harus mencari rezeki di usia
mereka yang masih sangat muda, sementara upah yang mereka peroleh sangat sedikit. Tidak seperti anak-anak pada umumnya yang bermain atau beristirahat saat pulang
sekolah, anak-anak dari keluarga miskin harus mencari penghasilan tambahan. Anak- anak digambarkan sebagai makhluk lemah yang harus mengerjakan pekerjaan yang
dapat menghasilkan uang. Kondisi seperti ini membuat anak-anak merasa malu dan rendah diri terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, kebutuhan sehari-hari mereka
pun tidak mencukupi. Mereka harus makan seadanya dan secukupnya dengan menu yang sederhana. Begitu pula dengan pakaian yang mereka kenakan terlihat lusuh dan
tidak layak pakai. Sementara kondisi rumah yang tidak terawat dengan banyak bagian yang bocor serta dinding kayu yang ditemukan sudah lapuk.
Masyarakat miskin di simbolkan sebagai masyarakat pedesaan yang hidup berkelompok serta memiliki ikatan sosial yang tinggi antar masyarakatnya. Pedesaan
dikaitkan homogenitasnya karena masyarakat pedesaan memiliki kesamaan dalam hal kehidupan sosial, psikologis, agama, kepercayaan, suku, ras, dan jenis pekerjaan. Pada
umumnya mereka memiliki sifat pasrah. Artinya menerima semuanya sebagai sebuah takdir, sehingga usaha untuk merubah hidup semakin rendah. Pada umumnya
masyarakat hidup sebagai buruh pacul yang bertugas mengolah lahan sawah milik orang lain. Upah yang mereka terima pun pada umumnya hanya berupa uang dengan
nominal yang kecil yang belum mampu memenuhi kebutuhan pada hari itu. Ikatan sosial yang tinggi merupakan ciri masyarakat pedesaan. Tidak hanya itu,
biasanya masyarakat pedesaan identik dengan kekerabatan yang tinggi serta hidup jauh dari konflik. Kebanyakan dari kehidupan mereka digantungkan pada sektor
pertanian. Meskipun masyarakat pedesaan dikatakan sebagai masyarakat homoogen,
namun kesenjangan sosial masyarakat masih dapat ditemukan melalui kepemilikan lahan. Mereka yang memiliki ekonomi mapan biasanya mempunyai lahan pertanian
sedangkan masyarakat dengan ekonomi rendah hanya bisa bekerja di lahan milik orang lain dengan jumlah upah ditentukan ole pemilik lahan. Kepemilikan lahan tidak
hanya menyebabkan kesenjangan dalam segi ekonomi, namun juga sosial karena mereka yang mempunyai lahan memiliki kekuasaan lebih tinggi dibandingkan buruh
biasa. Hal ini disebabkan kehidupan para buruh bergantung pada lahan pertanian pemilik lahan tersebut. Upah yang tidak mencukupi membuat mereka kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Tayangan Orang Pinggiran tidak hanya menampilkan kehidupan daerah pinggiran kota, namun juga mengangkat
mengenai fenomena kemiskinan di Indonesia, khusunya daerah pinggiran kota. Berdasarkan temuan diatas, tayangan Orang Pinggiran memfokuskan kemiskinan
pada: Kehidupan masyarakat pedesaan kebanyakan hidup di bawah garis kemiskinan.
Masyarakat desa dianggap sebagai masyarakat tradisional dan homogen. Homogenitas dalam sering terlihat pada kehidupan masyarakat desa. Hal ini disebabkan karena
penduduk pedesaan berasal dari daerah pedesaan itu sendiri, berbeda dengan masyarakat kota dimana penduduknya kebanyakan merupakan pendatang.
Homogenitas ini menyebabkan masyarakat desa tidak memiliki daya saing karena setiap anggota masyarakat memiliki cara hidup yang sama dan sulit menerima
perubahan. Masyarakat miskin juga dianggap memiliki sikap pasrah atau menerima keadaan
apa adanya. Sikap pasrah ini dikaitkan dengan budaya tradisional masyarakat. Misalnya pada mitos masyarakat tradisional Jawa dengan image malas dan pasrah
tampak pada pepatah-pepatah yang sering diucapkan oleh masyarakatnya diantaranya mangan ora mangan sing ngumpul makan atau tidak makan yang penting kumpul,
tuna satak bathi sanak rugi materiil tidak apa-apa yang penting dapat persaudaraan, narima sing pandu menerima takdir apa adanya dengan sabar menjadi penyebab
mengapa masyarakat pinggiran Jawa kebanyakan miskin. Nilai-nilai pepatah yang
tersebar mengajarkan kesabaran dan kepasrahan. Sehingga daya saing dan keinginan masyarakat untuk maju sangat rendah.
Tugas untuk mencari nafkah pada masyarakat miskin tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala keluarga, namun setiap anggota keluarga memiliki rasa
tanggung jawab untuk mencari pendapatan. Anak-anak terlihat tidak mempunyai pilihan lain selain membantu keluarga mencari nafkah sepulang sekolah. Rasa malu
dan lelah harus dipendam untuk mendapatkan rezeki. Uang merupakan sesuatu hal yang sulit dicari sehingga mereka bekerja di lebih dari satu tempat setiap harinya.
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di
bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan poverty line atau batas kemiskinan poverty
threshold. Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang
per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya BPS dan Depsos,
2002:3-4. Buruh tani merupakan pekerjaan yang identik masyarakat miskin yang tinggal di
desa. Orang yang bekerja sebagai buruh tani dianggap tidak memiliki penghasilan yang tetap. Walaupun mendapat upah, tidak akan cukup memenuhi kebutuhan mereka.
Pekerjaan sebagai seorang buruh tani merupakan pekerjaan yang dominan dilakukan di daerah pinggiran desa.
Kemiskinan dikaitkan dengan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan makanan, sandangpakaian, dan papanrumah. Fakir
miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber
mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan Depsos, 2001. Hal ini disebabkan karena pendapatan mereka pas atau
bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. makan seadanya dengan porsi sedikit, kondisi pakaian yang sudah lusuh dan usang, serta rumah dalam
keadaan rusak seperti tidak layak dihuni menjadi sorotan yang jelas untuk menggambarkan kehidupan masyarakat miskin.
Adanya anggapan bahwa masyarakat miskin tinggal di lingkungan yang jauh dari fasilitas umum yang layak. Kualitas pendidikan rendah dengan sarana prasarana
pendidikan sehingga anak-anak sering teringgal pelajaran di bandingkan anak-anak yang bersekolah di kota dengan fasilitas memadai, pelayanan kesehatan kurang
sehingga banyak masyarakat yang meninggal karena penyakit yang terlambat ditangani. Serta medan jalan yang sulit diakses sehingga pembangunan sulit
dilakukan. Namun, kemiskinan yang ditampilkan dalam tayangan ini tidak semuanya
memberikan dampak negatif. Hal positif yang ditampilkan mengenai masyarakat miskin bahwa masyarakat miskin memiliki kemandirian. Mereka berusaha
mengerjakan apa saja untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. kebanyakan dari mereka berinisiatif mencari celah-celah untuk dijadikan sumber pendapatan. Selain itu
tayangan ini menampilkan sosok anak yang patuh dan berusaha membant orang tua. sosok Ibu digambarkan sebagai seorang pekerja keras karena mau mengerjakan apa
saja demi kebutuhan keluarganya.
Analisis diatas menunjukkan ciri-ciri kemiskinan menurut Suharto 2005:132,
diantaranya: 1 Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar pangan, sandang dan papan. 2 Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi
untuk pendidikan dan keluarga. 3 Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam. 4 Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan. 5 Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marjinal dan terpencil
Munculnya tayangan Orang Pinggiran memberikan gambaran bahwa masih banyak daerah yang penduduknya masuk dalam golongan masyarakat miskin. Badan
Pusat Statistik BPS melansir data terbaru jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 27,73 juta
orang atau mencapai 10,96 persen dari keseluruhan penduduk. Dilihat dari persebarannya, orang miskin di perkotaan mencapai 10,36 juta jiwa atau 8,16 persen.
Sedangkan orang miskin di pedesaan mencapai 17,37 juta jiwa atau sebesar 13,76 persen. Kemiskinan dalam pembahasan diatas dapat dikategorikan ke dalam bentuk
kemiskinan struktural. Bentuk kemiskinan ini disebabkan karena faktor-faktor yang disebabkan oleh manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset
produksi yang tidak merata, tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu Setiadi dan Kolip, 2011: 797.
Tayangan ini memberikan informasi mengenai gambaran kemiskinan. Bahwa kemiskinan diterjemahkan sebagai suatu kondisi kekurangan materi semata.
Sedangkan solusi untuk menanggulangi kemiskinan tidak dibahas sama sekali. Orang miskin ditampilkan sebagai orang yang menyedihkan dan tidak mendapat perhatian
sama sekali dari lingkungan sekitar maupun pemerintah. Selain itu muncul faktor- faktor dominan yang terkait dengan kemiskinan pada tayangan ini seperti budaya,
lingkungan, agama, suku, serta kapitalisme.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada tayangan program acara Orang Pinggiran yang tayang di stasiun televisi Trans 7, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1.
Tayangan Orang Pinggiran menonjolkan kemiskinan sebagai kondisi yang identik dengan kekurangan secara material dan ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan fisik sehari-hari. 2.
Kemiskinan disebabkan sebagai bentuk kemiskinan struktural disebabkan oleh ulah manusia seperti kurangnya fasilitas suatu daerah
serta ketimpangan masyarakat daerah dengan masyarakat kota, serta kapitalisme.
1.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang diperoleh peneliti selama proses penelitian, terdapat beberapa saran yang penulis anggap
perlu sebagai masukan, diantaranya: 1.
Saran penelitian Kajian semiotika merupakan kajian yang membutuhkan wawasan yang
luas dalam penelitiannya. Oleh sebab itu peneliti hendaknya memperbanyak bahan bacaan sehingga mampu mengkaji topik
penelitian secara mendalam. 2.
Saran akademis Diadakannya pelajaran mengenai semiotika. Penelitian dengan
menggunkan kajian semiotika sudah banyak dikaji oleh mahasiswa, khusunya mahasiswa ilmu komunikasi. Oleh sebab itu, adanya
pelajaran mengenai semiotika akan membantu peneliti selanjutnya