Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda,
membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua yang
dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sobur, 2004: 69 Menurut Barthes, terdapat lima kode pokok yang beroperasi di dalam teks. Lima
kode pokok tersebut, diantaranya: Sobur, 2004: 65-66 1.
Kode hermeneutik atau kode teka- teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode
teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa
teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.
2. Kode semik atau kode konotatif menawarkan banyak sisi. Dalam proses
pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata
atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita menemukan suatu tema dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada
suatu nama tertentu, kita akan mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu.
3. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas dan
bersifat struktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem
dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.
4. Kode proaretik atau kode tindakanlakuan dianggap sebagai perlengkapan
utama teks yang dibaca orang, yang artinya antara lain semua teks bersifat naratif. Secara teoritis Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi. Pada
praktiknya ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya.
5. Kode gnomic atau kode kultural merupakan acuan teks ke benda-benda yang
sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefenisi oleh acuan budaya apa yang telah diketahui. Rumusan
suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya penulis bertumpu.
2.2.3. Televisi sebagai Representasi Budaya Massa
Komunikasi massa menurut Tan dan Wright merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran media dalam menghubungkan komunikator dan komunikan
secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh terpencar, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci
dikemukakan oleh Gerbner. Gerbner mengemukakan bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut
disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan atau bulanan Ardianto dan Erdiana,
2004: 3-4. Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan massa yang dilakukan
melalui media, yakni media massa seperti surat kabar, majalah, buku, radio dan televisi. Seluruh proses komunikasi media melibatkan di dalamnya pelbagai aspek
perbedaan latar belakang budaya, mulai dari pengelola organisasi media, saluran atau media massa, pesan-pesan, hingga kepada khalayak sasaran maupun dampak.
Liliweri, 2011: 218 Komunikasi massa terjadi ketika sejumlah orang mengirimkan pesan kepada
audiens yang besar yang bersifat anonymous dan heterogen melalui penggunaan media komunikasi khusus. Studi komunikasi massa mempelajari pemanfaatan media oleh
audiens, dan menjelaskan efek media terhadap human interaction dalam konteks komunikasi, dan unit analisis komunikasi massa antara lain pesan, media, dan audiens.
Liliweri, 2011: 219 Joseph A. Devito merumuskan bahwa komunikasi massa yaitu: pertama,
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang
disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa atau barangkali akan lebih mudah atau lebih logis bila di defenisikan menurut
bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan film. Sedangkan menurut Jay Black dan Fredrick C. Whitney disebutkan bahwa komunikasi massa
adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massaltidak sedikit
itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen Nurudin, 2004: 10.
Pengertian massa dalam komunikasi massa tidak sekadar orang banyak di suatu lokasi yang sama. Menurut Berlo 1996, massa diartikan sebagai “semua orang yang
menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.” Massa mengandung pengertian yang banyak, tetapi mereka tidak harus
berada di suatu lokasi tertentu yang sama. Mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat
memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama Wiryanto, 2000: 3. Pesan-pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan
selintas. Meskipun khalayak ada kalanya menyampaikan pesan kepada lembaga dalam bentuk saran-saran yang sering tertunda, proses komunikasi didominasi oleh
lembaga, karena lembaga yang menentukan agendanya. Mulyana, 2008: 84 Seperti yang dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr., komunikasi massa itu adalah
keterampilan, seni, dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan
jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempuntai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Effendy, 2007: 21 1.
Komunikasi massa berlangsung satu arah. Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Media massa sebagai
saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa
asing disebut institutionalized communicator atau organized communicator.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Pesan yang disebarkan melalui
media massa bersifat umum public karena ditunjukkan kepada umum dan mengenai kepentingan umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Ciri lain dari media
massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan simultaneity pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang
disebarkan. Pesan yang disiarkan melalui media massa akan diterima oleh masyarakat secara serempak.
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikasi atau khalayak
yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen.
Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar, di mana manusia satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi.
McQuail dalam Pawito, 2008: 17-18 menyatakan bahwa ada empat subbidang kajian komunikasi massa yang oleh McQuail disebut sebagai perspektif. Keempat
bidang kajian ini terbangun dari persilangan antara sumbu media-masyarakat dengan sumbu kebudayaan-material yang kemudian meliputi:
a. Media-cultralist perspective, lebih menitikberatkan persoalan isi dan
penerimaan isi pesan-pesan media oleh khalayak. b.
Media-materialist perspective, berkenaan dengan persoalan ekonomi politik media.
c. Social culturalist persepective, lebih menekankan pada pengaruh faktor-faktor
sosial terhadap produksi dan penerimaan isi atau pesan-pesan media dalam kehidupan masyarakat.
d. Social-materialist perspective, yang lebih melihat media massa sebagai
cerminan dari kondisi-kondisi ekonomi dan material masyarakat. Komunikasi massa memiliki fungsi-fungsi penting terhadap masyarakat. Dominick
2001 membagi fungsi komunikasi massa sebagai berikut Ardianto dan Erdiana, 2004: 15:
1. Surveillance pengawasan
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama, yaitu: a.
Fungsi pengawasan peringatan yaitu jenis pengawasan yang dilakukan oleh media massa untuk menginformasikan berbagai hal terutama tentang
ancaman kepada khalayak.
b. Fungsi pengawasan instrumental yaitu penyampaian atau penyebaran
informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.
2. Interpretation Penafsiran
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media
memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. 3.
Linkage Pertalian Media massa mampu menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga
membentuk suatu pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of values Penyebaran nilai-nilai
Media massa yang mewakili gambaran masyarakat dengan model peran yang diamati dan harapan untuk menirunya. Dalam hal ini, media massa memberikan
nilai-nilai kepada masyarakat dan nilai-nilai ini yang suatu saat bisa diadopsi oleh masyarakat.
5.
Entertainment Hiburan Hampir semua media massa menjalankan fungsi hiburan. Walaupun ada
beberapa media yang tidak memberikan fungsi tersebut tetapi memberikan fungsi informasi kepada masyarakat seperti majalah Tempo, Gatra dan lainnya. Fungsi
dari media massa sebagai fungsi menghibur adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak.
Industri media massa memiliki kemampuan dalam menyediakan informasi dan hiburan. Akan tetapi, media massa juga dapat mempengaruhi institusi politik, sosial,
dan budaya. Media massa secara aktif memengaruhi masyarakat serta mencerminkannya. Media massa sudah begitu memenuhi kebutuhan kita sehari-hari
sehingga kita sering tidak sadar lagi dengan kehadirannya, apalagi dengan pengaruhnya. Media massa sering kali menganggap masyarakat sebagai komoditas
semata. Akan tetapi, media massa menolong dalam mendefenisikan diri kita; membentuk realitas kita. Baran, 2012: 5
Budaya adalah suatu tingkah laku yang dipelajari oleh anggota suatu kelompok sosial. Penciptaan dan pemeliharaan budaya terjadi melalui komunikasi, termasuk
komunikasi massa, yaitu ketika professional media memproduksi isi pesan yang kita lihat, baca, dengarkan, atau tonton, makna yang sedang dibagikan dan budaya sedang
dikonstruksi dan dipelihara. Baran, 2012: 11 Sepanjang kehidupan komunikasi,kita sudah mempelajari hal-hal yang diharapkan
oleh budaya dari kita. Akan tetapi, dampak budaya yang membatasi dapat berakibat negatif, seperti ketika kita tidak mau atau tidak dapat mengubah cara berpikir,
bertindak, berperasaan, yang terpola dan berulang, atau kita mempercayakan “pembelajaran” kita kepada guru yang memiliki kepentingan yang berpusat pada diri
sendiri, sempit, atau mungkin justru tidak sesuai dengan pemikiran kita. Baran, 2012: 12
Media tidak hanya menentukan standar daya tarik seseorang, namun media juga mengingatkan kita bahwa kita tidak harus merasa sedih jika kita tidak sesuai dengan
suatu standar tertentu. Acara televisi seperti NipTuck dan Dr.90210 menyampaikan kepada kita bahwa kecantikan bukanlah sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup,
tetapi komoditas yang dapat dibeli. Pesan dan jutaan pesan lainnya sampai kepada kita terutama lewat media, dan walaupun bukan berarti orang-orang yang memproduksi
media ini mementingkan diri sendiri dan jahat, tidak dapat dipungkiri motivasi mereka adalah uang. Kontribusi mereka terhadap cara berpikir, berperasaan, dan
bertindak dalam budaya sudah pasti buka pertimbangan utama mereka ketika mempersiapkan komunikasi ini. Budaya tidak hanya membatasi. Representasi media
akan kecantikan wanita sering menemui perdebatan dan ketidaksepakatan yang merujuk pada fakta bahwa budaya juga dapat membebaskan. Hal ini dapat terjadi
karena nilai budaya juga dapat dipertentangkan. Baran, 2012: 14 Media massa sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi
pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Isi
media bukan hanya pemberitaan, tetapi juga hal-hal lain di luar pemberitaan yaitu dengan merepresentasikan orang, kelompok, atau gagasan tertentu. Berikut tiga proses
yang terjadi dalam representasi menurut Fiske. Wibowo, 2013: 148
Tabel 2.1: Tabel Proses Representasi Fiske LEVEL PERTAMA REALITAS
Dalam bahas tulis seperti dokumen, wawancara, transkrip, dan sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti pakaian,
make up, perilaku, gerak-gerik, ucapan, ekspresi, suara
LEVEL KEDUA REPRESENTASI
Elemen-elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan
sebagainya. Sedangkan dalam televisi seperti kamera, tata cahaya, editing, musik dan sebagainya.
Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan di antaranya bagaimana
objek digambarkan: karakter, narasi, setting, dialog, dan sebagainya.
LEVEL KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode- kode ideologi, seperti individualism, liberalisme, sosialisme,
patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme dan sebagainya.
Sumber: Fiske, John. 1987. Television Culture. London and New York: Routledge, hlm 5.
Pertama, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media massa dalam bentuk bahasa gambar. Ini umumnya berhubungan dengan aspek
seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas selalu ditandakan dengan sesuatu yang lain. Kedua, representasi, dalam proses ini adalah
realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-
peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Wibowo, 2013: 149
Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu akan mengalami proses seleksi. Tanda yang sesuai dengan
kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologis yang akan digunakan, sementara tanda-tanda lain diabaikan. Realitas dalam representasi
media tersebut harus memasukkan atau mengeluarkan komponennya, dan juga melakukan pembatasan pada isu-isu tertentu sehingga mendapatkan realitas yang
banyak. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada representasi realitas, terutama di media yang benar atau nyata sepenuhnya. Wibowo, 2013: 149
Televisi sebagai budaya adalah bagian penting dari dinamika sosial dimana struktur sosial mempertahankan dirinya dalam proses produksi dan reproduksi makna,
kepopuleran, sebagai bagian dari struktur sosial. Fiske, 2001: 1 Budaya televisi merupakan fenomena yang ada baik di layar ataupun saat off- screen, suka atau tidak
suka, meskipun sebagian besar pemirsa, memahami bahwa realitas hidup di layar berbeda dari realitas kehidupan off-screen. Fisherkeller 2002: 3
Kebiasaan sehari-hari, ritual, dan kegiatan seperti makan malam keluarga, drama sekolah, menonton televisi, dan berkirim pesan email berperan dalam mengatur dan
membentuk budaya masyarakat. Tetapi orang-orang tidak mempelajari semua budaya yang disajikan kepada mereka, dan individu yang berbeda tidak belajar dari budaya
dengan cara yang sama. Belajar dalam budaya TV tidak berbeda. Individu dalam situasi yang berbeda memiliki akses ke berbagai jenis televisi, dan mereka membuat
keputusan yang berbeda tentang apa yang harus melihat. Mereka juga berbeda dalam bagaimana mereka membuat berpartisipasi dalam ritual melihat dan bagaimana
mereka menafsirkan pengalaman menonton mereka. Fisherkeller, 2002: 13 Terlepas dari cara kita melihat proses komunikasi massa, tidak dapat disangkal
lagi bahwa manusia menghabiskan waktu yang sangat besar dalam kehidupannya untuk berinteraksi dengan media massa. Baran, 2012: 21. Media ini merupakan
media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi mempunyai kelebihan dari
media massa lainnya yaitu bersifat audio visual didengar dan dilihat, dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang
terjadi ke setiap rumah para pemirsa di manapun mereka berada Ardianto dan Erdiana, 2004: 40.
Menurut Skormis Kuswandi, 1996:8 dalam bukunya “Television and Society: An Incuest and Agenda” dibandingkan dengan media lainnya radio, surat kabar, majalah,
buku, dan sebagainya. Televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat informatif,
hiburan, dan pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara
audio dan terlihat secara visual. Televisi merupakan hasil produk teknologi tinggi hi-tech yang menyampaikan isi
pesan dalam bentuk audio visual gerak. Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan sangat tinggi dalam mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu. Jumlah
individu ini menjadi relatif besar bisa isi audio visual gerak ini disajikan melalui televisi. Saat ini, berkat dukungan teknologi satelit komunikasi dan serat optik, siaran
televisi dibawa oleh gelombang elektromagnetik, tidak mungkin lagi dihambat ruang dan waktu. Bahkan khalayak sasarannya tidak lagi bersifat lokal, nasional, dan
regional, tetapi sudah bersifat internasional atau global Baksin, 2006: 16. Televisi merupakan salah satu media yang sangat berpengaruh terhadap
masyarakat saat ini. Menurut R. Mar’at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan bagi penontonnya hal ini disebabkan oleh
pengaruh psikologis televisi itu sendiri. Televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga mereka hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang
disajikannya. Effendy 2004: 122
2.2.3.2.Reality Show
Program reality show adalah sebuah genre acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain
umumnya khalayak biasa. Totona, 2010: 3. Menurut Widyaningrum dan Christiatuti dalam Musthofa, 2012: 5 Reality show adalah suatu acara yang menampilkan realties
kehidupan seseorang yang bukan selebriti orang awam, lalu disiarkan melalui jaringan TV, sehingga bisa dilihat masyarakat. Reality show tak sekedar mengekspose
kehidupan orang, tetapi juga ajang kompetisi, bahkan menjahili orang. Program reality show memang muncul di awal-awal tahun 2000 dan reality show
masih banyak diproduksi dan ditayangkan di televisi termasuk dalam dunia pertelevisian Indonesia. Namun ketika ditanya darimana reality show ini berasal,
pertanyaan ini bukanlah pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Asal-usul fakta-fakta televisi populer merupakan hal yang rumit. Sebagai jenis program peranakan, reality
show merupakan program yang sulit dikategorisasikan. Ada tiga dasar utama kaitannya dengan fakta-fakta televisi populer atau program-program televisi yang
berdasarkan fakta yaitu tabloid journalism, documentary television, dan popular entertainment Hill, 2008: 15.
Dalam penyajiannya acara reality show dapat diartikan sebagai gabungan rekaman asli dan plot. Disini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam
mengikuti orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang professional maupun pribadi. Dalam hal ini produser menciptakan plot sehingga enak
ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan sehingga akhirnya terbentuk cerita berdurasi 30
menit tiap episode. Acara televisi yang menyajikan realitas kehidupan sehari-hari. Adegan-adegan dalam acara tersebut memperlihatkan serangkaian kejadian nyata
tanpa direkaya terlebih dahulu. Para pemain umumnya khalayak biasa. Genre ini sering dianggap sebagai dokumenter. Musthofa, 2012: 5.
Program acara reality show di Indonesia mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan, atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya.
Dengan kata lain, program ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata riil dengan cara sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Terdapat beberapa bentuk reality
show, yaitu: Morissan, 2008: 217- 218. 1.
Hidden Camera atau kamera tersembunyi. Ini adalah program yang paling realistis yang menunjukkan situasi yang dihadapai seseorang secara apa
adanya. Kamera ditempatkan secara tersembunyi yang mengamati gerak- gerik atau tingkah laku subjek yang berada di tengah situasi yang sudah
dipersiapkan sebelumnya.
2. Competition show. Program ini melibatkan beberapa orang yang saling
bersaing dalam kompetisi yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu untuk memmenangkan perlombaan, permainan game, atau
pertanyaan. Setiap peserta akan tersingkir satu per satu melalui pemungutan suara voting, baik peserta sendiri ataupun audien. Pemenangnya adalah
peserta yang paling akhir bertahan.
3. Relationship show. Seseorang kontestan harus memilih satu orang dari
sejumlah orang yang berminat untuk menjadi pasangannya. Para peminat harus bersaing untuk merebut perhatian kontestan agar tidak tersingkir dari
permainan. Pada setiap episode ada satu peminat yang harus disingkirkan.
4. Fly on the wall. Program yang memperlihatkan kehidupan sehari-hari dari
seseorang mulai dari kegitan pribadi hingga aktivitas profesionalnya. Dalam hal ini kamera membuntuti ke mana saja orang yang bersangkutan pergi.
5. Mistik. Program yang terkait dengan hal-hal supranatural menyajikan
tayangan yang terkait dengan dunia gaib, paranormal, klenik, praktik spiritual magis, mistik, kontak dengan roh, dan lain-lain. Program mistik
merupakan program yang paling diragukan realitasnya.
2.2.4. Representasi